Sabtu, 09 April 2011

Menyingkap Hikmah Shalat Subuh

“Sesungguhnya amal manusia yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya” Jika shalatnya baik, maka baik pula seluruh amalnya; dan kalau jelek, maka jeleklah seluruh amalnya. Bagaimana mungkin seorang mukmin mengharapkan kebaikan di akhirat, sedang pada hari kiamat bukunya kosong dari shalat Subuh tepat waktu?

“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya’ dan shalat Subuh. Sekiranya mereka mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, niscaya mereka akan mendatangi keduanya (berjamaah di masjid) sekalipun dengan merangkak” [HR Al-Bukhari dan Muslim]

Shalat Subuh memang shalat wajib yang paling sedikit jumlah rekaatnya; hanya dua rekaat saja. Namun, ia menjadi standar keimanan seseorang dan ujian terhadap kejujuran, karena waktunya sangat sempit (sampai matahari terbit)

Ada hukuman khusus bagi yang meninggalkan shalat Subuh. Rasulullah saw telah menyebutkan hukuman berat bagi yang tidur dan meninggalkan shalat wajib, rata-rata penyebab utama seorang muslim meninggalkan shalat Subuh adalah tidur.

“Setan melilit leher seorang di antara kalian dengan tiga lilitan ketika ia tidur. Dengan setiap lilitan setan membisikkan, ‘Nikmatilah malam yang panjang ini’. Apabila ia bangun lalu mengingat Allah, maka terlepaslah lilitan itu. Apabila ia berwudhu, lepaslah lilitan yang kedua. Kemudian apabila ia shalat, lepaslah lilitan yang ketiga, sehingga ia menjadi bersemangat. Tetapi kalau tidak, ia akan terbawa lamban dan malas”.
“Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang banyak berjalan dalam kegelapan (waktu Isya’ dan Subuh) menuju masjid dengan cahaya yang sangat terang pada hari kiamat” [HR. Abu Dawud, At-Tarmidzi dan Ibnu Majah]

Allah akan memberi cahaya yang sangat terang pada hari kiamat nantinya kepada mereka yang menjaga Shalat Subuh berjamaah (bagi kaum lelaki di masjid), cahaya itu ada dimana saja, dan tidak mengambilnya ketika melewati Sirath Al-Mustaqim, dan akan tetap bersama mereka sampai mereka masuk surga, Insya Allah.

“Shalat berjamaah (bagi kaum lelaki) lebih utama dari shalat salah seorang kamu yang sendirian, berbanding dua puluh tujuh kali lipat. Malaikat penjaga malam dan siang berkumpul pada waktu shalat Subuh”. “Kemudian naiklah para Malaikat yang menyertai kamu pada malam harinya, lalu Rabb mereka bertanya kepada mereka - padahal Dia lebih mengetahui keadaan mereka - ‘Bagaimana hamba-2Ku ketika kalian tinggalkan ?’ Mereka menjawab, ‘Kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat dan kami jumpai mereka dalam keadaan shalat juga’. ” [HR Al-Bukhari]

Sedangkan bagi wanita - walau shalat di masjid diperbolehkan - shalat di rumah adalah lebih baik dan lebih banyak pahalanya, yaitu yang mengerjakan shalat Subuh pada saat para pria sedang shalat di masjid. Ujian yang membedakan antara wanita munafik dan wanita mukminah adalah shalat pada permulaan waktu.
“Barang siapa yang menunaikan shalat Subuh maka ia berada dalam jaminan Allah. Shalat Subuh menjadikan seluruh umat berada dalam jaminan, penjagaan, dan perlindungan Allah sepanjang hari. Barang siapa membunuh orang yang menunaikan shalat Subuh, Allah akan menuntutnya, sehingga Ia akan membenamkan mukanya ke dalam neraka” [HR Muslim, At-Tarmidzi dan Ibnu Majah]

Banyak permasalahan, yang bila diurut, bersumber dari pelaksanaan shalat Subuh yang disepelekan. Banyak peristiwa petaka yang terjadi pada kaum pendurhaka terjadi di waktu Subuh, yang menandai berakhirnya dominasi jahiliyah dan munculnya cahaya tauhid. “Sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada mereka ialah di waktu Subuh; bukankah Subuh itu sudah dekat?” (QS Huud:81)

Rutinitas harian dimulainya tergantung pada pelaksanaan shalat Subuh. Seluruh urusan dunia seiring dengan waktu shalat, bukan waktu shalat yang harus mengikuti urusan dunia.

“Jika kamu menolong (agama) Allah, maka ia pasti akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS Muhammad : 7)

“Sungguh Allah akan menolong orang yang menolong agamanya, sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa” (QS Al-Hajj:40)

TIPS MENJAGA SHALAT SUBUH :
  1. Ikhlaskan niat karena Allah, dan berikanlah hak-hak-Nya
  2. Bertekad dan introspeksilah diri Anda setiap hari
  3. Bertaubat dari dosa-dosa dan berniatlah untuk tidak mengulangi kembali
  4. Perbanyaklah membaca doa agar Allah memberi kesempatan untuk shalat Subuh
  5. Carilah kawan yang baik (shalih)
  6. Latihlah untuk tidur dengan cara yang diajarkan Rasulullah saw (tidur awal; berwudhu sebelum tidur; miring ke kanan; berdoa)
  7. Mengurangi makan sebelum tidur serta jauhilah teh dan kopi pada malam hari
  8. Ingat keutamaan dan hikmah Subuh; tulis dan gantunglah di atas dinding
  9. Bantulah dengan 3 buah bel pengingat(jam weker; telpon; bel pintu)
  10. Ajaklah orang lain untuk shalat Subuh dan mulailah dari keluarga
Jika Anda telah bersiap meninggalkan shalat Subuh, hati-hatilah bila Anda berada dalam golongan orang-orang yang tidak disukai Allah untuk pergi shalat. Anda akan ditimpa kemalasan, turun keimanan, lemah dan terus berdiam diri.

Dilarang Shalat Pada Jam/Waktu Berikut !

Bismillah,

Selama ini kita lebih sering tahu mengenai waktu-waktu sholat (wajib). Namun, tahukah bahwa ada waktu-waktu yg DILARANG untuk sholat?

Pada waktu-waktu tersebut DILARANG untuk melakukan sholat sunnah, karena bukan pahala yg akan anda dapat, melainkan dosa. Perkecualian jika anda mesti mendirikan sholat wajib yg tertunda (baru bangun) atau (dari beberapa pengajian yg pernah saya ikuti) sholat jenazah.

Berikut ini adalah waktu-waktu diharamkannya sholat:

Dari Ibnu Abbas berkata: “Datanglah orang-orang yang diridhai dan ia ridha kepada mereka yaitu Umar, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang sholat sesudah Subuh hingga matahari bersinar, dan sesudah Asar hingga matahari terbenam. [HR. Bukhari]
Dari Ibnu Umar berkata: “Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Apabila sinar matahari terbit maka akhirkanlah (jangan melakukan) sholat hingga matahari tinggi. Dan apabila sinar matahari terbenam, maka akhirkanlah (jangan melakukan) sholat hingga matahari terbenam”. [HR. Bukhari]

Dari Abu Hurairah bahwa Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam melarang dua sholat. Beliau melarang sholat sesudah sholat Subuh sampai matahari terbit dan sesudah sholat Asar sampai matahari terbenam. [HR. Bukhari]

Dari Muawiyah ia berkata (kepada suatu kaum): “Sesungguhnya kamu melakukan sholat (dengan salah). Kami telah menemani Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam, kami tidak pernah melihat beliau melakukan sholat itu karena beliau telah melarangnya, yaitu dua rakaat sesudah sholat Asar”. [HR. Bukhari]

Dari Uqbah bin Amir: “Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam melarang sholat pada tiga saat: (1) ketika terbit matahari sampai tinggi, (2) ketika hampir Zuhur sampai tergelincir matahari, (3) ketika matahari hampir terbenam.” [HR. Bukhari]

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang sholat pada waktu tengah hari tepat (matahari di atas kepala), sampai tergelincir matahari kecuali pada hari Jumat. [HR. Abu Dawud]

Untuk hadits di atas, yang dimaksud sholat di sini adalah sholat sunat Tahiyatul Masjid, selain sholat ini tetap dilarang melakukan sholat apapun. 

Telah bersabda Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam: “Matahari terbit dengan diikuti setan. Pada waktu mulai terbit, matahari berada dekat dengan setan, dan ketika telah mulai meninggi berpisah darinya. Pada waktu matahari berada tepat di tengah-tengah langit, ia kembali dekat dengan setan, dan ketika telah zawal (condong ke arah barat) ia berpisah darinya. Pada waktu hampir terbenam, ia dekat dengan setan, dan setelah terbenam ia berpisah lagi darinya.” [HR. Nasa’i]

Semoga berguna

Malam Jum'at dan Sunnah Rasul

Bismillah,

Di masyarakat Indonesia, terutama bagi kalangan suami istri, ada 1 hal yg sering dijadikan guyonan (tapi serius), yakni adanya ’sunnah Rasul’ tiap malam Jum’at (Kamis malam). Yang dimaksud dg sunnah Rasul di sini adalah hubungan suami istri, tentu saja dengan pasangannya yg sah ya? Hahaha…

Jadi sunnah Rasul di malam Jum’at bisa diartikan (akan) ada pasutri yg melakukan hubungan suami istri di malam Jum’at.

Adalah hal yg menarik mencermati (sedikitnya) 2 hal berikut:
1. Mengapa ‘mesti’ malam Jum’at?
2. Dan mengapa disebut sunnah Rasul?
Baik, saya akan coba jelaskan sesuai dengan ilmu yg saya ketahui, jadi unsur subyektifitasnya akan sangat tinggi. :-) 

1. Mengapa ‘mesti’ malam Jum’at?
Sebenarnya, TIDAK ADA KETENTUAN/DALIL KHUSUS yg menjelaskan berhubungan suami istri mesti di malam Jum’at. Setidaknya itu yg saya ketahui selama ini. Apabila memang ada saudara2 yg tahu, dengan senang hati saya akan menerimanya.

Jika memang dalil itu ada, maka kasihan sekali pasangan pengantin baru, yg mesti menunggu malam Jum’at untuk bisa menuntaskan dan menumpahkan rasa kasih sayang mereka. Sementara di 6 hari lainnya, saya tidak tahu pasti apa yang mereka lakukan. ;-) 

Hanya saja, saya melihat adanya keterkaitan antara hubungan suami istri di malam Jum’at, puasa Senin-Kamis, dan program kehamilan. Ya, keterkaitan ini mungkin memang ‘akal2an’ saya saja. Tidak ada dasar pastinya, tapi (menurut saya) cukup masuk akal.

Jadi begini. Salah satu ibadah yg disarankan Rasululloh SAW adalah puasa Senin-Kamis. Senin ke Kamis ada waktu 3 hari. Menurut ilmu kedokteran yg pernah saya baca, sperma akan mencapai puncak kematangan di hari ke-3. Dengan kata lain, sperma yg tidak keluar selama 3 hari akan mempunyai kualitas terbaik, insya ALLOH.

Dengan demikian, bagi pasutri yg punya program ingin mempunyai anak, sebaiknya melakukan puasa Senin-Kamis (terutama bagi suaminya), dan baru berhubungan di hari Kamis (malam Jum’at) sehingga benih yg dikeluarkan adalah benih terbaik.

Hal yg sama, dari Jum’at ke Senin ada waktu sekitar 3-4 hari. Jadi, usai buka puasa di hari Senin pasutri (yg punya program memiliki momongan) bisa meneruskannya dengan hubungan suami istri karena kualitas spermanya adalah yg terbaik.
Masuk akal bukan? :-) 

Yang kedua, alasan berhubungan suami istri di malam Jum’at, saya pikir ada hubungannya dengan hadits Rasululloh SAW berikut ini:

“Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at seperti mandi jinabat (mandi besar), kemudian dia pergi ke masjid pada saat pertama, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor unta dan siapa yang berangkat pada saat kedua, maka seakan-akan ia berkurban dengan seekor sapi, dan siapa yang pergi pada saat ketiga, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor domba yang mempunyai tanduk, dan siapa yang berangkat pada saat keempat, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor ayam, dan siapa yang berangkat pada saat kelima, maka seolah-olah dia berkurban dengan sebutir telur, dan apabila imam telah datang, maka malaikat ikut hadir mendengarkan khutbah.” (Muttafaq ‘alaih)

Dugaan saya, daripada melakukan mandi besar tanpa ‘alasan’ yg jelas, maka malam Jum’atnya berhubungan suami istri. Sehingga saat Subuh, tinggal lakukan mandi wajib dg hati yg ikhlas. ;-) 

2. Dan mengapa disebut sunnah Rasul?
Ini juga yg saya bingungkan. Kenapa sunnah Rasul diidentikkan dg hubungan suami istri? Padahal banyak sekali sunnah Rasul yg juga bisa dilakukan di malam Jum’at. Tahajud, tadarus, adalah sebagian dari sunnah Rasul tersebut.

Dugaan saya, istilah sunnah Rasul ini sebagai pengganti kata berhubungan suami istri. Karena di Indonesia, hal2 yg terkait dg sex cukup tabu dibicarakan secara terbuka, karena akan dianggap vulgar, maka digunakan istilah sunnah Rasul sbg pengganti.

Saya hanya menyayangkan penyempitan makna dari sunnah Rasul, yg mestinya luas, menjadi berkonotasi ke hubungan suami istri. Kasihan sekali kaum muslim yg belum menikah, jika penyempitan makna ini kian mewabah dan memasyarakat, karena mereka belum mempunyai pasangan yg sah. ;-) Tidak mungkin mereka ber-onani hanya untuk mengejar bisa mandi wajibnya.

Semoga berguna.

Tata Cara Mandi Besar

Ada beberapa riwayat/cara untuk melakukan mandi junub ini.

1. Riwayat Aisyah r.a
“Aisyah r.a. berkata: Sesungguhnya Rasululloh SAW apabila mandi janabat (mandi besar), memulai dengan membasuh kedua tangannya, lalu membasuh kemaluannya dengan tangan kiri, kemudian berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat, lalu menggosok-gosok kulit kepalanya hingga basah, kemudian mencucurkan air tiga kali pada kepalanya, lalu ke seluruh tubuhnya.” (H.R. Bukhari-Muslim)

2. Riwayat Maimunah r.a., isinya hampir serupa dengan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah. Perbedaannya adalah MENGGOSOK-GOSOKKAN TANGANNYA KE TANAH. Hadits lengkapnya adalah sebagai berikut,Maimunah berkata, “Aku pernah meletakkan (dalam satu riwayat lain : menuangkan) air untuk Rasulullah untuk dipakai mandi [janabah, 1/ 68] [dan aku menutupnya]. Beliau lalu membasuh kedua tangannya dua atau tiga kali, kemudian menuangkan air [dengan tangan kanannya] atas tangan kirinya, lalu beliau membasuh kemaluan: dan apa-apa yang ada di sekitarnya yang terkena kotoran. Beliau lalu menggosok-gosokkan tangannya dengan tanah (dan dalam satu riwayat: menggosokkannya ke dinding, 1/70; dalam riwayat lain: dengan tangan atau dinding, 1/71 dan 72) [sebanyak dua atau tiga kali] [kemudian mencucinya], lalu berkumur-kumur, mencuci hidungnya dengan air, membasuh wajah dan kedua tangannya [dan membasuh kepalanya tiga kali 1/71], (dalam satu riwayat: berwudhu seperti wudhunya untuk shalat, hanya saja tidak membasuh kakinya, 1/68), kemudian menyiramkan air ke seluruh tubuhnya, lalu bergerak dari tempatnya dan mencuci kedua kakinya, [kemudian dibawakan sapu tangan kepada beliau, tetapi beliau tidak menggunakannya untuk mengusap tubuhnya (dalam satu riwayat: lalu aku bawakan penyeka/handuk, tapi beliau memberi tanda begini, yang maksudnya beliau tidak memerlukannya), (dalam riwayat lain: lalu aku bawakan kain, tetapi tidak beliau ambil, beliau malah mengibaskan {sisa-sisa air di tubuhnya} dengan kedua tangannya.)].” 

Hadits di atas diambil dari Shahih Bukhari di kitab mandi.

Jadi, secara garis besar, berdasar kedua riwayat di atas, urutan mandi besar adalah:
1. Membasuh kedua tangan,
2. Membasuh kemaluan dengan tangan kiri (tangan kanan mengguyur air ke bagian kemaluan),
3. (Optional) Menggosok-gosokkan tangannya ke tanah,
4. Berwudhu seperti biasa,
5. Membasuh kepala (hingga basah merata di kepala), dan
6. Membasuh seluruh badan.

Untuk perempuan yang berambut panjang dan ikal/lebat, poin (5) akan dirasa menyulitkan karena akan membuat rambut mereka susah kering. Bahkan untuk beberapa perempuan, rambut yg basah akan membuat mereka sakit kepala. Lantas bagaimana solusinya? Ternyata Rasululloh SAW memberi keringanan, dengan cara mengikat rambutnya lalu mencucurkan air di atas kepalanya tiga kali, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat berikut, “Kata Ummi Salam r.a., saya pernah bertanya kepada Rasululloh SAW: “Ya Rasululloh, saya wanita yang berambut panjang dan lebat, apakah saya harus membuka ikatan rambut saya? Nabi SAW menjawab: “Tidak perlu, cucurkan tiga gayung air pada kepalamu, itu sudah cukup.” (H.R. Muslim)

Lalu, siapa yg mesti saya ikuti? Aisyah r.a atau Maimunah r.a? Tidak perlu saling menyalahkan, ikuti saja salah satu, yang membuat anda mantap. Insya ALLOH keduanya benar, karena didasari hadits yg shahih.
Semoga artikel ini bermanfaat.

Contohlah Setan !!

Bismillah,

Judul artikel ini mungkin membingungkan dan ‘terkesan’ menyesatkan. Tapi ada baiknya dibaca dahulu hingga selesai, baru berkomentar. :-) 

Setan diciptakan ALLOH SWT sebagai musuh yg mesti diwaspadai oleh manusia. Namun bukan berarti tidak ada sifat ‘baik’ pada diri setan, ataupun hikmah yg bisa dipelajari oleh manusia. Rasululloh SAW sendiri pernah berdialog dg Iblis .

Lantas, apa saja sifat2 ‘baik’ setan yg patut ‘ditiru’ oleh manusia? Saya dapatkan dari seorang teman, berikut ini sifat2 setan yg mesti dicontoh manusia:

1. Pantang menyerah, setan akan selalu menggoda imam manusia sebelum tujuannya tercapai.

2. Selalu berusaha, setan selalu mempunyai usaha yang kreatif dan inovatif untuk menggoda manusia agar terjerumus di dalam dunianya.

3. Konsisten, setan tidak pernah mengeluh walaupun dia gagal untuk menggoda manusia, tapi dia tetap pantang menyerah.

4. Solider, setan tdk pernah saling menyerang satu sm lain, akan ttp mereka selalu berkerja sama dlm mencapai tujuan yaitu menggoda manusia.

5. Jenius, setan memang pintar untuk menggoda manusia. Ia dapat menciptakan ide-ide kreatif dan tidak plagiat.

6. Tanpa pamrih, setan melakukan pekerjaan menggoda manusia 24 jam nonstop dan tidak meminta imbalan sedikitpun tidak seperti kita.

7. Suka berteman, setan selalu ingin berteman dan dapat menjaga pertemanan (Setia, solider) agar temannya di neraka kelak akan banyak.

Tentu saja, sifat2 setan tersebut mesti kita terapkan dalam hal kebajikan, bukan seperti yg setan lakukan.

Semoga berguna.

Jangan Menyingkat Sembarangan

Bismillah,

Belakangan ini, saya melihat ada satu trend di kalangan pengguna internet, entah itu twitter, plurk, facebook, ataupun aplikasi media sosial lainnya, yg menurut saya menjurus ke hal yg kurang baik. Menjurus ke kurang baik, karena dampaknya yg terkesan menyepelekan agama (Islam).

Trend tersebut adalah menyingkat beberapa istilah:
- masya ALLOH menjadi masaolo, mataolo, matolo, masolo atau sejenisnya
- astaghfirullah menjadi astapilo
- astaghfirullah al adzim menjadi astajim
- assalamu’alaykum menjadi ass
- singkatan2 lainnya

Menurut saya, jika memang tidak niat utk menuliskan secara benar, lebih baik tidak usah menyingkat istilah2 tersebut yg pada akhirnya malah berkesan guyonan dan olok2 semata. Apalagi penyingkatan salam, dari assalamu’alaykum menjadi ass, menurut hemat saya, sangatlah tidak beradab! Sebuah doa (yg begitu indah) tiba2 dirusak menjadi sebuah kata yg menunjukkan bagian tubuh yg kurang sopan. Bayangkan saja, “Salam sejahtera” berubah menjadi “pantat”, apa pantas?

Menyingkat suatu istilah hendaknya diupayakan ’sedekat’ mungkin makna ataupun tulisannya. Penulisan aslkm atau salaam itu lebih baik.

Saya pernah baca, masih ada perdebatan utk penulisan SAW, SWT, RA. Ada ulama yg MEWAJIBKAN menuliskan secara utuh. Dengan kata lain ALLOH SWT mesti ditulis sebagai ALLOH SUBHANALLOHUWATA’ALA, ataupun Rasululloh SAW menjadi Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Saya sendiri berasumsi bahwa SAW, SWT, dan RA sebenarnya sudah dimengerti maknanya. Seperti halnya jika kita menulis Bdg, Jkt, Sby, maka kita akan langsung mengerti bahwa yg dimaksud dari tulisan itu adalah Bandung, Jakarta, dan Surabaya. 

Hanya saja, terus terang, saya belum menemukan rujukan yg shahih mengenai dibolehkannya penyingkatan tulisan SAW, SWT, dan RA. Sementara, jika saya melihat beberapa hadits (yg ditulis dalam bahasa Arab) hampir semuanya menuliskan SAW secara lengkap.