Jumat, 27 Mei 2011

Karena Ada Allah di Hatiku

Celoteh anakku terus berlanjut.  Dan aku pun masih tertarik untuk terus mencatatnya.

Dia masih tertarik dengan tema Kiamat, Surga, Neraka dan Padang Mahsyar. Berkali-kali aku bersyukur mendapat kesempatan emas saat dia begitu penasaran dengan hal-hal tersebut. Maklumlah sebagai working mom, kesempatan seperti ini nggak setiap saat bisa didapat kan? So jadilah aku selalu menunggu-nunggu momen indah ini.

Momen di mana balita kami siap berubah menjadi spon (menyerap segala yang kami tumpahkan padanya). Kadang kala momen ini datang dengan sedikit stimulus dariku,  namun tak jarang pula tanpa stimulus sedikit pun kesempatan ini tiba-tiba hadir di depan mata.

Seperti hari Sabtu lalu. Saat itu aku sedang memandikan Mirza sekaligus adiknya, Jasmine. Tiba-tiba Mirza memulai pembicaraan SERSAN (serius tapi santai) kami.

Mirza : "Bunda, kalau anak yang pemaaf itu nanti kan masuk surga ya bun.."

Bunda : "Insya Allah mas.."

Mirza : "Bunda, aku ingat nih, Nabi Muhammad  itu kan orangnya pemaaf ya bun.."

Bunda : "Betul mas, inget nggak ceritanya gimana? "

Mirza : "Iya, Nabi Muhammad itu kan dulu sering diejek sama orang, bahkan malah diludahi kan bun, tapi waktu orang itu sakit Nabi Muhammad maafin dia, dan dia didoakan biar cepet sembuh trus orang itu jadi malu sama Nabi Muhammad kan bun..?"

Aku takjub dengan daya ingat anakku ini. Cerita tentang Nabi Muhammad ini kusampaikan padanya sudah lamaa sekali, mungkin lebih dari 6 bulan. Dan nggak pernah diulang karena aku lebih sering mengulang cerita tentang Nabi Daud dan Nabi Yunus yang menurut Mirza ceritanya seru banget.

Subhanalloh, betapa Allah telah memberi kelebihan kepada seorang balita dengan daya ingatnya yang melebihi kemampuan orang tua. Ohh, sungguh sayang bila aku tak memanfaatkannya untuk menanamkan nilai-nilai islam dalam dirinya.

Dialog berlanjut.

Bunda : "Subhanalloh, mas Mirza kok inget sih cerita itu? itu kan sudah lama banget bunda ceritanya? "

Mirza : "Bunda, mau tau nggak kenapa aku masih inget cerita Nabi Muhammad?"

Bunda : "Iya, kenapa mas? "

Mirza : "Itu karena di hatiku ada Allah.. , di hati bunda juga ada Allah, di hati Ayah juga ada Allah, di hati semua orang harusnya ada Allah , iya kan bun ?"

Subhanalloh, ya Allah.. Ya Rabbi...jawabannya begitu menggetarkan hati !
Ya Allah, berilah cahaya terang di hatinya, tetapkan namaMu agar terus melekat di hatinya hingga kelak anakku dewasa. Amin Ya Rabb.....

(EduMuslim.org)

Tantrum

Definisi literalnya kemarahan, kemurkaan. Secara istilah mungkin begini: bagaimana seseorang mengeluarkan amarah yang hebat (untuk mencapai maksudnya). Saya persempit lagi di sini dalam lingkup tantrum balita (dan juga tantrum orang tuanya dalam menghadapi tantrum balitanya). Secara saya sedang punya kesulitan yang cukup menguji kesabaran saya dalam mendampingi si sulung 4,5 tahun.

Entah kapan mulainya sulung kami ini mulai bertantrum ria. Terasa oleh saya sih mulai adeknya lahir. Dan semenjak sulung mulai masuk TK. Tangisannya yang lumayan menjengkelkan tanpa jeda, ck bener-bener awet. Istiqamah banget sulung menangis sampai tercapai keinginannya. Hmmh, ego yang luar biasa. Saya masih menganggap itu wajar karena masa perkembangan balita memang demikian adanya. Terutama mulai umur 2 tahun. Sampai umur berapa, itu masih bervariasi. Kemungkinan besar tergantung pada bagaimana orang-tua atau pendampingnya (care taker/custody) memberikan treatmen terhadap tantrum balita ini.

Terus terang, kalau saya lagi capek fisik atau pun lagi futur ruhiyah, tantrum balita ini bener-bener membuat ‘monster’ dalam diri saya bangun. Jadi, saat si monster ini kemudian mengambil alih kendali hati terhadap semua indera saya, dia mulai mengancam sulung. Bahwa kalau sulung ga berhenti dari rengekannya, dia akan mencubitnya, atau memukulnya (tentu saja dia ga bakalan membunuhnya, kurasa). Apakah itu menghasilkan keberhasilan? Apakah ancaman-ancaman itu membuat sulung menghentikan terornya? Saya yakin Anda sudah tahu jawabannya. Tentu saja tidak. Sebaliknya, sulung makin memperkeras volume jeritannya. Oh My God! Mercy me! Allah tolong kasihani saya. Batin saya.

Memang luar biasa proses yang terjadi dalam diri saya saat itu. Di saat si monster menggerung marah dan melontarkan kata-kata yang tak cukup bijak, kata-kata yang tak diedit, sisi lain hati saya berteriak memberi peringatan. Sabar Bunda! Dia cuma seorang anak kecil. Masih 4,5 tahun. Dia bahkan ga tau mana yang benar dan mana yang salah. Jangan harapkan dia bersikap kayak kita yang udah dewasa. Maha Suci Allah yang menciptakan nafsu lawwamah pada diri manusia untuk bisa mengingatkan diri sendiri saat berbuat kesalahan.

Saya benar-benar menyadari, bahkan saat si monster lebih memegang kendali, bahwa balita memang butuh selalu diingatkan, diarahkan tentang mana yang benar, mana yang salah. Jangankan yang balita, yang dewasa saja masih harus sering diingatkan.

Tapi terkadang saya bener-bener ga bisa menahan diri lagi. Benarlah sabda Rasulullah saw. setelah perang Badar pada para sahabat, bahwa jihad yang terbesar adalah jihad melawan diri sendiri. Acap kali saya kalah melawan diri saya sendiri. Terutama dalam menundukkan kemarahan, si monster dalam diri saya. Ha ha. Saya jadi ingat suatu masa lalu, sahabat dekat saya mengatakan bahwa muka saya kalau lagi marah bener-bener kayak hantu. Mungkin lebih tepatnya kayak setan ya. Ya, saya pernah sangat marah padanya sampai gemetar badan dan suara saya saat kemarahan itu mencapai ambang batasnya. Tak heran, seseorang bisa sampai bener-bener kerasukan/kesurupan. Kondisi dimana dia tidak punya kendali apapun terhadap dirinya sendiri. Tak ingat lagi siapa dirinya. Na’udzu billahi min dzaalik. Semoga kita terlindung dari yang demikian.

Energi kemarahan kadang membuat saya takjub. Besar sekali. Sering saya coba mengalihkan energi itu pada hal lain, misal mencuci piring dan alat dapur kotor yang menggunung. Subhanallah. Bisa selesai dalam waktu yang sangat singkat. Atau untuk membuka tutup galon air minum. Dalam kondisi normal saya akan memerlukan alat bantu, misalnya pisau, untuk mengoyak tutup plastik yang cukup tebal itu. Subhanallah, jika sedang marah saya sanggup menyentakkan tutup itu tanpa pisau. Dan hanya sekali sentak, langsung lepas. Bukan berarti saya menyukai kondisi hati saya saat marah sih.

Sekedar untuk mengilustrasikan besarnya energi marah itu saja. Jadi, jangan heran jika seseorang bahkan bisa melukai bahkan membunuh jiwa lain saat dia marah. Bila sudah gelap mata, tak bisa lagi akal sehatnya mengukur kekuatannya. Seseorang bahkan bisa membanting barang berat hingga hancur lebur. Atau dia bisa meninju pintu sampai pintu itu jebol. Apakah kondisi itu sangat familier? Jangan-jangan saya sedang membicarakan kemarahan Anda ya? Ha ha. Tak perlu malu lah. Ini sangat manusiawi. Tapi tentu saja, sebagai manusia kita diberikan panduan/tuntunan bagaimana untuk mengendalikan monster dalam diri kita ini. Beruntung kita punya Pencipta Yang Maha Pemurah, juga Penyayang. Dia mengutuskan seseorang untuk bisa memandu manusia mencapai kondisi terbaik dalam dirinya. Self control.

Tentang tantrum balita, saya tahu sekali bahwa sebenarnya saya jauh lebih beruntung dari mereka yang tantrum balitanya lebih dashyat. Pernah saya melihat balita nangis dan menggelosorkan badannya di Mall. Berteriak-teriak dan menendang-nendang ngga karuan membuat muka ibunya merah padam.

Sulung saya pun lebih over tantrumnya saat ada orang lain. Apakah itu ayahnya, atau kakek-neneknya atau orang lain di luar lingkar keluarga besar. Hanya saja, tantrumnya, alhamdulillah, tidak sampai secara fisik banget seperti balita di Mall tadi. Hanya tangis dan rengekannya jauh lebih keras dan lebih awet.

Lalu, bagaimana solusinya? Membentak dan mencubit atau memukul tentu bukan pilihan jika kita memilih ikut panduan/tuntunan untuk menjadi versi terbaik dari diri kita. Saya yakin, haqqul yakin, Rasulullah saw tak sekalipun membentak balita. Kita pasti pernah merasakan diri kita mencapai versi terlembut saat hati kita tersentuh oleh suatu hal. Tapi lebih sulit mempertahankan si lembut itu saat si monster muncul, rasanya.

Solusi yang ditawarkan dalam panduan/tuntunan kita antara lain: berlindung pada Yang Maha Kuat dari kemarahan yang ditiupkan setan pada kita, berlindung dari provokasi setan yang merindu-dendam agar bisa membawa kita ke kerak jahannam.

Apa lagi? Saya membayangkan setan pun bisa terluka, bisa berdarah, tapi tentu dengan cara-cara yang syathoni lah. Dan bacaan Al-Qur’an bisa benar-benar melukai dan membuat setan berdarah-darah, dan meninggalkan kita, lari terbirit-birit dari sumber bacaan Al-Qur’an. Ayat kursiy, Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Naas memang terkenal sebagai ajian pelindung dari setan, tentu saja dengan cara membacanya dengan penghayatan, bukan dengan tulisan atau fotokopian yang disimpang di dompet, atau ikat pinggang, atau dipajang di atas pintu rumah. Kalau dipajang gitu, apakah maksudnya setan disuruh untuk baca sendiri? Geli saya jadinya. Sudah pasti setan ga mau berhenti sebentar untuk baca Al-Qur’an kan.

Nah, apa lagi tuntunan untuk meredakan atau melibas sama sekali si monster dalam diri kita? Tahukah Anda, bahwa kemarahan adalah juga sebuah dosa? Bukan dosa besar memang. Tapi kalau dosa kecil ini bertumpuk-tumpuk? Bukankah akan jadi dosa yang lumayan berat? Jadi, baik sekali seandainya kita berusaha beristighfar, memohon ampun pada Yang Maha Pengampun, agar dosa-dosa kecil ini dihapus dari kita, sekaligus mengingatkan diri sendiri agar bisa menekan atau membunuh sama sekali si monster ini, seandainya mungkin.

Tuntunan lainnya lagi antara lain: Mengubah posisi badan. Jika tadinya berdiri, berusahalah untuk duduk. Jika masih terasa marah, berusaha rebah. Jika masih marah lagi, sebaiknya berwudhu’ dan shalat.

Yang sering terjadi, saat si monster muncul, kita sering terlanjur marah dan lupa untuk sekedar berlindung dari setan yang meniup-niupi dada kita. Lawan! Berusaha untuk ingat pada Allah, minta perlindungannya dari setan, dari diri kita sendiri.

Itu kira-kira solusi untuk tantrum orang tua yang menghadapi tantrum balitanya. Lalu, bagaimana mengarahkan tantrum balitanya sendiri? Hmmm, karena saya sendiri juga sedang learning by doing it, saya hanya bisa memberika alternatif yang memungkinkan, bagi saya terutama

Pernah nonton Nanny 911 di Metro TV? Sabtu, jam setengah lima sore kalau tak salah. Sering dicontohkan bagaimana sang Nanny menjinakkan tantrum balita-balita dalam keluarga-keluarga yang kesulitan dalam menangani balita mereka. Saya pun kadang habis akal memikirkan caranya sampai saya melihat cara-cara sang Nanny.

Pada dasarnya, dia akan membiarkan si balita meluapkan tantrumnya dulu. Berusaha mengajaknya bicara, kalau memungkinkan. Jika terlalu berontak dan balita mengganggu atau menyakiti orang tua atau saudaranya yang lain, maka Nanny akan menghukumnya. Menyuruhnya duduk di kursi hukuman. Hanya duduk saja di sana sampai dia diam dan bisa diajak bicara. Sering kali balita (atau anak seusia SD) berontak melarikan diri, tapi hanya untuk didudukkan lagi di kursi itu. Dan hal ini bisa butuh waktu banyak. Bisa belasan kali sampai si balita/anak menyerah, duduk diam di kursi itu. Wah, hanya menceritakannya saja, saya harus menarik napas dalam-dalam Baru setelah itu si balita/anak diajak bicara baik-baik, tanpa menyalahkan. Kita juga harus mendengarkan apa yang membuat dia kesal/marah/sedih. Kadang anak belum tahu emosi apa yang dia rasakan itu. Makanya kita perlu mengenalkan pada anak jenis-jenis emosi.

Memang bukan latihan yang gampang untuk bisa membantu anak melewati masa-masa penuh tantrum ini. Tapi bukankah memang itu tujuan Allah memberikan amanah ini pada kita? Selamat menikmati proses segala macam tantrum, dari balita, anak, remaja, hingga dewasa. Good luck

Hilangnya Hafalan Al Qur’an Karena Musik

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kitaMuhammad, keluarga dan  sahabatnya.

Kisah ini adalah kisah berharga yang kami tujukan bagi para penghafal Al Qur’an. Terserah ia adalah penghafal qur’an yang kaamil (sempurna), atau hanya 10 juz, 5 juz atau bahkan beberapa surat saja.

Ia adalah seorang yang Allah telah beri nikmat untuk menghafalkan Al Qur’an sejak kecil. Ia sudah menghafalkannya dengan tertancap mantap di dalam hati. Sampai katanya, ia tidak pernah melupakan satu ayat pun dalam bacaannya dan hafalannya. Dan ini sudah dikenal oleh guru dan orang-orang sekitarnya.

Suatu waktu, ia berpindah ke negeri lain untuk bekerja. Di sana ia tinggal bersama beberapa orang ikhwan dan sahabatnya. Beberapa hari berlalu, beberapa temannya menyetel kaset yang berisi lagu-lagu sehingga ia pun mendengarnya. Pada awalnya, ia enggan memperhatikan musik tersebut. Bahkan ia sendiri menasehati teman-temannya akan terlarangnya musik. Namun apa yang terjadi beberapa waktu kemudian? Perlahan-lahan, ia terbuai dengan musik. Bahkan ia pun mendengar bagaimana senandung indah dari musik tersebut. Ia dan teman-temannya sampai-sampai mendengarkan musik tersebut sepanjang malam hingga datang fajar.

Hal di atas berlangsung selama tiga bulan lamanya. Setelah itu, ia kembali ke negerinya. Suatu saat ia shalat. Setelah membaca Al Fatihah, ia membaca surat lainnya. Apa yang terjadi? Ketika itu ia tidak mampu melanjutkan bacaan selanjutnya dari surat tersebut. Ia pun mengulanginya lagi setelah itu, ia pun tidak bisa melanjutkannya. Hingga ia menyempurnakan shalatnya. Setelah itu ia membuka mushaf Al Qur’an Al Karim dan mengulangi ayat yang tadi ia membaca. Ia pun mengulangi bacaan ayat tadi dalam beberapa shalat. Yang ia dapati seperti itulah. Setiap kali ia mengulangi hafalannya, ternyata sudah banyak ayat yang terlupa.

Setelah itu ia pun merenung. Ia memikirkan bagaimanakah dulu ia adalah orang yang telah hafal qura’an dengan begitu mantap. Namun sekarang banyak yang terlupa. Ia pun akhirnya menangis tersedu-sedu. Ia kemudian menunduk pada Allah sambil menangis. Ia menyesali dosa, segala kekurangan dan kelalaian yang ia lakukan. Ia betul-betul menyesali bagaimana bisa lalai dari amanat Al Qur’an yang telah ia emban. Ia pun akhirnya menjauh dari sahabat-sahabatnya tadi. Ia kembali mengulang hafalan Qur’annya siang dan malam dalam waktu yang lama. Ia pun meninggalkan musik. Ia akhirnya benar-benar bertaubat pada Allah. Namun usaha dia untuk mengulangi hafalan saat itu lebih keras dari sebelumnya

Benarlah kata penyair Arab:
Jika engkau diberi nikmat, perhatikanlah
Ingatlah bahwasanya maksiat benar-benar menghilangkan nikmat.
Perhatikanlah untuk selalu taat pada Rabb Al Baroyaa
Karena Rabb Al Baroyaa itu amat pedih siksa-Nya.

Benarlah kata Imam Asy Syafi’i:
Aku pernah mengadukan pada Waki’ tentang buruknya hafalaku
Maka ia pun menunjukiku untuk meninggalkan maksiat
Ia mengabarkan padaku bahwa ilmu adalah cahaya
Cahaya Allah tidak mungkin ditujukan pada orang yhang bermaksiat.

Benar pula kata Ibnul Qayyim:
“Sungguh nyanyian dapat memalingkan hati seseorang dari memahami, merenungkan dan mengamalkan isi Al Qur’an. Ingatlah, Al Qur’an dan nyanyian selamanya tidaklah mungkin bersatu dalam satu hati karena keduanya itu saling bertolak belakang. Al Quran melarang kita untuk mengikuti hawa nafsu, Al Qur’an memerintahkan kita untuk menjaga kehormatan diri dan menjauhi berbagai bentuk syahwat yang menggoda jiwa. Al Qur’an memerintahkan untuk menjauhi sebab-sebab seseorang melenceng dari kebenaran dan melarang mengikuti langkah-langkah setan. Sedangkan nyanyian memerintahkan pada hal-hal yang kontra (berlawanan) dengan hal-hal tadi.”

Semoga jadi renungan berharga bagi kita semua, pecinta Al Qur’an dan yang ingin menghafalkannya secara sempurna atau sebagiannya. 
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Aku Milik Allah

Tenggelamkanlah aku ke dalam cintaMu,
Kerana aku tidak sanggup menduakannya,
telah berkali-kali Engkau menegurku,
berkali-kali juga aku mengabaikannya

Tenggelamkanlah aku ke dalam cintaMu,
kerana aku tahu betapa pahitnya cinta dunia,
Dunia yang penuh dusta tiada cahaya,
terus kan memesongi daku kearah kegelapan

Tenggelamkanlah aku dalam cintaMu,
kerana itulah sebenar-benar cinta,
Ingin sekali aku menggapai nur kasihMu,
Yang tidak pernah padam dalam mengingati aku.

Tenggelamkanlah aku dalam cintaMu,
kerana tidak sekali ku akan lemas tertewas,
dengan cinta dunia yang ternyata,
mencuri setiap hela nafasku terhadapMu.      
Ya Allah, janganlah KAU uji aku dengan sesuatu yang tak mampu aku tempuhi, dan andainya KAU berikan aku ujian, maka kelompokkan bersama ujian itu kekuatan untuk ku tempuhinya"" Ya Allah, jadikanlah daku manusia yang bermanfaat kepada manusia yang lain" .

Do'a Para Nabi dan Rasul Allah

  Doa Para Nabi dan Rosul Allah. Di bawah ini saya sajikan beberapa pilihan doa doa yang pernah dicontohkan oleh para Nabi dan Rosul Allah SWT:

1. Doa Nabi Adam AS

" Robbana dholamna anfusana wailam tagfirlana watarhamana lana kunnana minal khosirin "

Artinya :
Ya Allah , kami telah mendholimi pada diri kami sendiri, jika tidak engkau ampuni kami dan merahmati kami tentulah kami menjadi orang yang rugi.

2. Doa Nabi Nuh AS

" Robbi inni audzubika an as alaka maa laisalli bihi ilmun wa illam tagfirli watarhamni akum minal khosirin " (surat Hud; 47)

Artinya :
Ya Tuhanku sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari sesuatu yang aku tidak mengetahui hakekatnya, dan sekiranya tidak Engkau ampuni dan belas kasih niscaya aku termasuk orang – orang yang merugi

3. Doa Nabi Ibrahim AS

" Robbana taqobal minna innaka anta sami’ul alim wa tub alaina innaka antat tawwaburrokhim " (al baqarah; 128-129)

Artinya :
Ya Tuhan kami terimalah amalan kami sesungguhnya Engkau maha mendengar dan Mengetahui, dan termalah taubat kami, sesungguhnya Engkau penerima taubat lagi Maha Penyayang.

" Robbi ja alni muqimas sholati wa min dzuriyyati, robbana wa taqobal doa, Robbannagh firli wa li wa li dayya wa li jamiil mukminina yauma yaqumul hisab " (ibrahim ; 40 -41)

Artinya :
Ya Tuhanku jadikanlah aku dan anak cucuku orang – orang yang tetap mendirikan sholat, ya Tuhanku perkenankanlah doaku , ya Tuhanku beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan seluruh orang mukmin, pada hari terjadinya hisab.

4. Doa Nabi Yunnus AS

" Lailaha illa anta subhanaka inni kuntum minadh dholimin " (al anbiya;87)

Artinya :
Tidak ada Tuhan Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau sesungguhnya aku orang yang dholim

5. Doa Nabi Zakariya AS

" Robbi latadzarni wa anta choirul warisin " (an biya ; 89)

Artinya :
Ya Allah janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri, sesungguhnya engkau pemberi waris yang paling baik

" Robbi habli miladunka duriyattan, thoyibatan innaka sami’ud du’a " (ali imron;28)

Artinya :
Ya Tuhan berilah aku seorang anak yang baik dari sisiMu, sesungguhnya Engkau maha pendengar Doa

6. Doa Nabi Musa AS

" Robis shrohli shodri wa ya shirli amri wah lul uqdatam mil lissani yah khohu khouli " (Thoha ; )

Artinya :
Ya Tuhanku lapangkanlah dadaku, dan lancarkanlah lidahku serta mudahkanlah urusanku

" Robbi inni dholamtu nafsi fa firlhi " (al qhosos ; 16)

Artinya :
Ya Allah aku menganiaya diri sendiri, ampunilah aku

" Robbi Naj jini minal qumid dholimin " (


Artinya :
Ya Tuhan lepaskanlah aku dari kaum yang dholim

" Robbi ini lima anzalta illayya min khoirin faqir " (al qhosos; 24)

Artinya :
Ya Tuhanku sesungguhnya aku memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku

" Robbi firli wa li akhi wa adkhilna fi rohmatika, ya arhamar rokhimin " (

Artinya :
Ya Tuhanku ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmatMu, dan Engkau Maha Penyayang diantara yang menyayangi

7. Doa Nabi Isa AS

" Robbana anzil alaina ma idatam minas samai taqunu lana idzal li awalina, wa akhirina, wa ayyatam minka war zukna wa anta khoiru roziqin " ( al maidah ; 114)

Artinya :
Ya Tuhanku turunkanlah pada kami hidangan dari langit, yang turunnya akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang – orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau, berilah kami rejeki dan Engkaulah pemberi rejeki yang paling baik.

8. Doa Nabi Syuaib AS

" Robbana taf bainana, wa baina kaumina bil haqqi , wa anta khoirul fatihin " ( A araf; 89 )

Artinya :
Berilah keputusan diantara kami dan kaum kami dengan adil, Engkaulah pemberi keputusan yang sebaik – baiknya.

9. Doa Nabi Ayyub AS

" Robbi inni masyaniyad durru wa anta arhamur rohimin "

Artinya :
Bahwasanya aku telah ditimpa bencana, Engkaulah Tuhan yang paling penyayang diantara penyayang.

10. Doa Nabi Sulaiman AS

" Robbi auzidni an askhuro ni’matakallati an amta allaya wa ala wa li dayya wa an a’mala sholikhan tardhohu wa ad khilni birrohmatika fi ibadikas sholikhin " (an naml; 19)

Artinya :
Ya Tuhan kami berilah aku ilham untuk selalu mensyukuri nikmatmu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, dan kepada kedua ibu bapakku dan mengerjakan amal sholeh yang Engkau ridloi, dan masukkanlah aku dengan rahmatMu kedalam golongan hamba-hambMu yang Sholeh.

11. Doa Nabi Luth AS

" Robbi naj jini wa ahli mimma ya’malun "

Artinya :
Ya Tuhanku selamatkanlah aku beserta keluargaku dari perbuatan yang mereka kerjakan

" Robbin surni alal kaumil mufsidin " ( assyu araa ; 169 )

Artinya :
Ya Tuhanku tolonglah aku dari kaum yang berbuat kerusakan

12. Doa Nabi Yusuf AS

" Fatiros samawati wal ardli anta fiddunya wal akhiro tawwaffani musliman wa al hiqni bissholihin " (yusuf ; 101)

Artinya :
Wahai pencipta langit dan bumi Engkaulah pelindungku di dunia dan akhirat wafatkanlah aku dalam keadaan pasrah (islam), dan masukkanlah aku dengan orang – orang sholeh.

13. Doa Nabi Muhammad SAW

" Robbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hassanah wa qina adza bannar " (hadist) ( Q.S. Al Baqarah ayat 201 )

Artinya :
Ya Tuhanku berikanlah aku kebaikan di dunia dan akhirat, dan jauhkanlah aku dari api neraka

" Robbana latuzig qullubana ba’daidz haddaitana wahabblana miladunka, rohmatan innaka antal wahab " ( Ali Imron ; 8 )

Artinya :
Ya Tuhanku janganlah Engkau palingkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk, dan berilah kami rahmat, sesungguhnya Engkau adalah dzat yang banyak pemberiannya.

Kumpulan Doa Doa Para Nabi dan Rosul Allah SWT yang bisa kita lakukan setiap hari saat beribadah dan setelah sholat. Insya allah doa doa yang kita panjatkan bisa terkabul oleh Allah SWT, Amin.

Allah Jugakah Yang Mentakdirkan Manusia Berdosa?

Ada sebuah wacana menarik ketika seorang anak muda melontarkan pertanyaan kepada seorang Ustadz.

“Ustadz, Allah jugakah yang mentakdirkan manusia dosa ?”, tanya pemuda itu membuka percakapan.

“Manusia itu sudah diberi akal untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang berpahala dan mana yang dosa. Jadi manusia itulah pada hakekatnya yang mendhalimi dirinya sendiri, sehingga dia terjerumus dalam dosa”, jawab sang ustadz dengan senyum ramah di bibirnya.

“Jadi, kuncinya pada akal manusia ?”.

“Ya, justru itulah yang membedakan manusia dengan hewan atau makhluk lain”.

“Lalu, siapa yang menggerakkan akal sehingga dia bisa memilih jalan sorga atau neraka ?”, anak muda itu terus mengejar dengan pertanyaan.

“Faktor utama kualitas output itu ditentukan oleh kualitas input. Itulah hukum dasar produksi; yang juga berlaku untuk akal kita. Analoginya, kalau bahannya cuma semen, pasir dan air, mustahil bagi kita untuk membuat ubin marmer. Ubin marmer inputnya ya marmer. Artinya, agar otak kita memutuskan jalan sorga, inputnya harus amal kebaikan. Misalnya pengajian, tartil Qur’an, majelis taklim, teman sholeh/sholekhah dan segala tuntunan Qur’an – Hadist.”

“Siapa yang menggerakkan hati sehingga mampu memilih input dengan kualitas surga ?”

“Allahlah Sang Muqollibal Qulub (Pembolak Balik Hati)”, jawab Sang Ustadz dengan mantap.

“Jadi artinya Allah penentu “input surga” sebagai konsumsi otak manusia sehingga dia mampu memilih jalan ke surga. Allah juga penentu “input neraka” sebagai konsumsi otak manusia sehingga dia memilih jalan dosa. Bisakah saya menyimpulkan bahwa Allah juga yang menentukan manusia dosa ?”,

Si anak muda tadi berusaha menyimpulkan dari obrolan dengan sang ustadz.

Sang ustadz hanya tersenyum dengan kerut didahinya. Ia lalu mengatakan, "Demi Allah; tidak ada selembar daun keringpun yang jatuh tanpa izin-Nya. Tidak ada setetes darahpun yang mengalir dalam tubuh ini tanpa izin-Nya. Tidak ada kematian seserat neuronpun di otak kita tanpa seizin-Nya. Tidak ada setitik pikiran dan seucap katapun yang sanggup dilontarkan manusia tanpa seizin-Nya. Allahlah yang memberi hidayah manusia sehingga suatu kebaikan ringan dia kerjakan."

Mari ikuti beberapa uraian berikut. Shalat sudah menjadi kebutuhan, ucapan santun menjadi trade mark dan ibadah apapun terasa nikmat. Namun kadang kondisi ini membuat manusia makin lalai. Bukan lalai pada Tuhannya, tapi yang paling sering adalah lalai pada saudara sesama muslimnya. Dia berfikir bahwa orang setingkat dia harus hidup dengan komunitasnya. Dia takut kalau orang yang keimanannya dibawahnya, atau jauh dibawahnya akan memberi dampak negatif bagi perkembangan rohaninya. Walhasil, dia hanya hidup di kalangan komunitas exclusive bikinannya sendiri. Kalau kondangan saja, dia selalu ngumpul sesama “jalur” dan tidak membaur. Sukanya mengorek kekurangan kelompok lain dan merasa diri/kelompoknyalah yang paling hebat.

Inilah sisi lain yang dengan kasih sayang-Nya, Allah berusaha mengubah dengan “takdir lain”. Dia takdirkan dosa dengan apapun penyebab yang mungkin. Shalat tahajjud sampai kelelahan dan tertidur sebelum adzan subuh. Akhirnya terbangun Jam 06.30 pagi.. Langsung mandi, berangkat kerja dan tidak sempat lagi shalat subuh. Dapat sunnah tapi yang wajib ditinggalkan. Ibarat dapat tambal baju, tapi tidak pakai baju. Karena amalan sunnah itu hanyalah amalan tambahan sebagai tambal bolongnya amalan wajib. Bolong karena kurang ikhlas, riya’ atau hal lain.

Mari kita lihat saudara-saudara kita yang sedang dijalur “kurang beruntung”. Pekerjaan utama sebagai penjaja tubuh. Dapat duit untuk judi sambil minum-minuman keras. Setelah duitnya habis dia “jualan” tubuh lagi. Begitulah kesehariannya dia jalani dengan normal menurut ukurannya sendiri. Tidak ada kata dosa.

Duapuluh tahun berikutnya ketika usianya menginjak empatpuluhan, nilai jualnya sudah turun drastis. Persaingan makin ketat dengan munculnya “daun-daun muda” baru. Cari duit sudah sulit. Badanpun mulai sakit-sakit. Setelah di-cek ke dokter, ternyata kena AIDS. Hari demi hari tubuhnya kian kurus.

Detik demi detik dari setiap sisa nafasnya hanyalah untuk menanti kereta kematian. Dia terhenyak, “kepada siapa lagi aku minta pertolongan ?” Akhirnya dengan rasa malu dia menyebut sebuah nama yang sudah terkubur selama duapuluh tahun. “Allah……….Allah……….Allah……”, mulutnya gemetaran menyebut dengan air mata meleleh penuh ketulusan. Dia yakin se-yakin yakinnya hanya Allahlah yang sanggup menolong. Sajadahpun dia cari lalu digelar untuk shalat, taubat dan taubat. Tak ada sedikitpun kesombongan terbesit dihatinya. Karena memang tidak ada yang pantas dia sombongkan dihadapan siapapun. Dosanya menumpuk sedang amal sorganya baru dia mulai. Inilah sisi yang lebih “lain” lagi sehingga Allah mengubah takdirnya. Dari sesat menjadi hidayah. Subhanallah.

Dari kedua contoh yang saling bertolak belakang tersebut, dapat disimpulkan bahwa takdir Allah itu adalah tuntutan kasih sayang-Nya. Dia Maha Tahu dengan cara apa Dia membuat manusia berjalan di trotoar yang benar dalam ukuran-Nya. Semuanya bertujuan agar sang mahluk tunduk pada Sang Khalik dengan setunduk-tunduknya. Penuh keihlasan. Ikhlas dengan tujuan hanya kepada Allah. Bukan hanya untuk mencari popolaritas ditengah-tengah manusia, karena namanya memang sudah miring dalam pandangan manusia.

Perbaikan demi perbaikan tidaklah berarti lagi dimata manusia. Lalu kepada siapa dan kepada siapa lagi dia harus minta pertolongan ? Inilah titik kulminasi kepasrahan yang diciptakan Allah pada sang hamba agar dia benar-benar kembali ke pangkuan-Nya. Dengan demikian pertolongan dan keagungan Tuhan bukan hanya sekedar kalimat-kalimat puisi, lagu atau nyanyian tapi lebih dari itu; dia akan rasakan dengan sepenuh hati. Kesimpulannya bahwa Allah tidak akan menjatuhkan takdir dengan sia-sia.

Dengan kasih sayang-Nya, tidak ada satupun dari takdir-Nya yang merugikan manusia. Semua bertujuan agar manusia kembali ke pangkuan-Nya dengan kesucian karena dia berangkat ke dunia dengan kesucian pula. Semua bertujuan agar manusia benar-benar sepenuhnya bergantung pada-Nya, sehingga tidak ada kemusyrikan dihatinya, walaupun sebesar zarrah.

ILAHI, HANYA ENGKAULAH YANG MAHA PENOLONG

Cukuplah Allah SWT yang menjadi penolong kami dan Allah SWT memang adalah sebaik-baik pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah SWT, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridlaan Allah SWT. Dan Allah SWT mempunyai karunia yang besar” (Ali-Imran :173-174)

Tidak ada satupun manusia yang tidak butuh perlindungan-Nya. Tidak ada satupun Manusia yang tidak butuh Pertolongan-Nya. Tidak ada satupun manusia yang tidak butuh sentuhan-Nya, terutama ketika kesusahan dan penderitaan menjadi hal yang tidak dapat dihindari…...                                                                                                          يا من يرى ما في الضمير ويسمع

أنت المعد لكل ما يتوقع“Wahai Dzat yang melihat dan mendengar apa yang ada dalam hati, Engkau adalah tempat persediaan sesuatu yang diperkirakan terjadi.”

يا من يرجى للشدائد كلها

يا من إليه المشتكى والمفزع

“Wahai Dzat yang diharapkan untuk menghilangkan segala kesusahan, wahai Dzat yang menjadi tempat mengadu dan berlindung.”

يا من خزائن رزقه في قول كن

أمنن فإن الخير عندك أجمع“Wahai Dzat yang gudang rezekinya berada pada firmanNya “KUN”, berilah anugrah karena sesungguhnya segala kebaikan terhimpun pada sisiMu.”

ما لي سوى فقري إليك وسيلة

فبالافتقار إليك فقري أدفع“Tidak ada bagiku perantara kecuali kefakiranku kepadaMu. Ya Allah, dengan kefakiranku kepadamu itu aku dapat memenuhi keperluanku.”

ما لي سوى قرعي لبابك حيلة

فلئن رددت فأي باب أقرع

“Tidak ada bagiku alasan kecuali aku mengetuk pintuMu. Sekiranya aku ditolak, pintu yang mana lagi yang harus kuketuk.”

ومن الذي أدعو وأهتف باسمه

أن كان فضلك عن فقرك يمنع

“Dan kepada siapakah aku memohon dan memanggil dengan namanya apabila karunaiMu terhalang dari keperluanku kepadaMu.

حاشا لجودك أن تقنط عاصيا

الفضل أجزل والمواهب أوسع

“Mustahil Ya Allah jika karena kemurahanMu Engkau memutuskan harapan orang yang berbuat maksiat, sebab anugrahMu lebih besar dan pemberianMu lebih banyak.”

“Mudah-mudahan shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam dan keluarganya, yaitu orang-orang yang membawa Al-Qur’an sebagai cahaya yang bersinar."    


Tips Mendidik Anak Cara Rasullulah

Salah satu amal yang tidak pernah terputus pahalanya sekalipun kita telah meninggalkan dunia ini adalah anak yang shaleh. Doa anak yang shaleh merupakan salah satu doa yang insya Allah pasti terkabul. Karenanya, orangtua harus mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Jika tidak, anak akan tumbuh menjadi seorang yang berkepribadian rusak dan hancur yang pada gilirannya akan merugikan orangtua itu sendiri.

Sesungguhnya memang tidak mudah memikul beban untuk membesarkan anak hingga menjadi pribadi yang kita harapkan dapat meraih sukses dunia dan akhirat. Semua butuh kesabaran, kerja keras, keikhlasan, dan masih banyak lagi. Tanpa bermaksud menyederhanakan, berikut beberapa tips yang diaplikasikan oleh orangtua yang disarikan dari tata cara mendidik anak ala Rasulullah Saw.

1. Menanamkan Nilai-nilai Ketauhidan
Mengajarkan tauhid kepada anak, mengesakan Allah dalam hal beribadah kepada-Nya, menjadikannya lebih mencintai Allah daripada selain-Nya, tidak ada yang ditakutinya kecuali Allah. Selain itu, orangtua harus menekankan bahwa setiap langkah manusia selalu dalam pengawasan Allah Swt. dan penerapan konsep tersebut adalah dengan berusaha menaati peraturan dan menjauhi larangan-Nya. Terlebih dahulu, orangtua selaku guru (pertama) bagi anak-anaknya harus mampu menyesuaikan tingkah lakunya dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam. Ini adalah pendidikan yang paling urgen di atas hal-hal penting lainnya.

2. Menjadi Sahabat dan Mendidik dengan Keteladanan
Setiap anak akan belajar dari lingkungannya dan dalam hal ini lingkungan keluarga akan sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadiannya. Orang-orang di sekelilingnya akan menjadi model dan contoh dalam bersikap. Sudah selayaknyalah orangtua memberi keteladanan kepada anak-anaknya. Para orangtua sebaiknya memberikan contoh yang baik sesuai dengan nasihat dan ucapannya kepada para anaknya. Akan sangat lucu jika yang disampaikan orangtua kepada anak-anaknya ternyata tidak dilakukan oleh orangtua itu sendiri. Dalam Islam, keteladanan dari orangtua sangat menentukan terlebih di zaman sekarang media tontonan tidak dapat diharapkan menjadi contoh yang baik bagi pembentukan akhlak anak-anak muslim.

3. Mendidik dengan Kebiasaan
Suatu kebaikan harus dimulai dengan pembiasaan. Anak harus dibiasakan bangun pagi agar mereka gemar melaksanakan shalat Subuh. Anak harus dibiasakan ke masjid agar mereka gemar melakukan berbagai ritual ibadah di masjid. Pembiasaan itu harus dimulai sejak dini, bahkan pembiasaan membaca Al-Quran pun bisa dimulai sejak dalam kandungan. Pembiasaan shalat pada anak harus sudah dimulai sejak anak berumur tujuh tahun.

4. Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Anak
Sebagai upaya menumbuhkan rasa percaya diri anak, Rasulullah Saw. menggunakan beberapa cara berikut. Saat sedang berpuasa, Rasulullah mengajak anak-anak bermain sehingga siang yang panjang terasa cepat. Anak-anak akan menyongsong waktu berbuka dengan gembira. Hal ini juga membuat anak memiliki kepercayaan diri sehingga sanggup berpuasa sehari penuh. Sering membawa anak-anak ke majelis orang dewasa, resepsi, atau bersilaturahim ke rumah saudara sebagai upaya menumbuhkan kepercayaan diri sosialnya. Mengajari Al-Quran dan As-Sunnah serta menceritakan sirah nabi untuk meningkatkan kepercayaan diri ilmiahnya. Menanamkan kebiasaan berjual-beli untuk meningkatkan kepercayaan diri anak terkait ekonomi dan bisnis. Di samping itu, sejak dini anak akan terlatih mandiri secara ekonomi.

5. Memotivasinya Anak Berbuat Baik
Seorang anak, meski kecil, juga terdiri dari jasad dan hati. Mereka dilahirkan dalam keadaan bersih dan suci sehingga hatinya yang putih dan lembut itu pun akan mudah tersentuh dengan kata-kata yang hikmah. Anak-anak, terutama pada usia emas (golden age), cenderung lebih mudah tersentuh oleh motivasi ketimbang ancaman. Karenanya, hendaknya orangtua tidak mengandalkan ancaman untuk mendidik buah hati. Ketimbang mengancam, lebih baik orangtua memotivasi anak dengan mengatakan bahwa kebaikan akan mendapat balasan surga dengan segala kenikmatannya. Itu pulalah yang dicontohkan oleh Rasulullah kepada kita ketika beliau mendidik para sahabat.

6. Sediakan Waktu untuk Makan Bersama Anak
Rasulullah Saw. senantiasa menyempatkan untuk makan bersama anak-anak. Cara tersebut akan mempererat keterikatan batin antara orangtua dan anaknya. Dengan begitu kita dapat meluruskan kembali berbagai kekeliruan yang mereka lakukan melalui dialog terbuka dan diskusi. Alangkah baiknya jika ibu dan bapak berkumpul dengan anak-anak ketika makan bersama sehingga mereka merasakan pentingnya peran kedua orangtuanya. Hal ini juga dapat mempermudah meresapnya segala nasihat tentang perilaku, keimanan, atau pendidikan.

7. Mendidik dengan Reward/Hadiah
Memberi hadiah adalah salah satu penghargaan yang dapat melunakkan hati anak sehingga mereka akan bersimpati kepada kita dan akhirnya mau melaksanakan nasihat yang kita berikan. Namun perlu diingat, tidak semua perbuatan baik anak harus dihargai dengan materi. Lakukan reward yang bervariasi, bisa dengan pujian, ciuman, belaian, uang, dan lain-lain.

8. Memilih Sekolah yang Islami
Saat anak menginjak usia sekolah, orangtua berperan dalam memilihkan sekolah, mengajarkan Al-Quran, mengembangkan pola pikir anak, memberikan data dan ilmu semaksimal mungkin. Meski anak sudah mulai sekolah (mendapatkan ilmu di sekolah), orangtua hendaklah selalu belajar tentang pendidikan anak karena semakin bertambah usia anak, maka akan semakin kompleks pula problem (pendidikan anak) yang harus kita hadapi.

9. Mendidik dengan Hukuman
Cara ini boleh dilakukan jika cara-cara di atas tidak berhasil. Memang di dalam Islam, menghukum diperbolehkan selama tidak berlebihan seperti sampai menyebabkan luka. Hukuman tersebut usahakan menimbulkan efek jera kepada anak agar ia tidak mengulangi perbuatannya. Akan tetapi harus diperhatikan adab-adabnya, jangan sampai berlebihan yang akhirnya akan membuat anak menjadi dendam.

10. Memahami Keadaan Anak Secara Baik dan Menggunakan Metode yang Tepat
Setiap anak memiliki karakter dan pribadi yang berbeda walaupun berasal dari orangtua yang sama. Cari metode yang tepat dan jitu sehingga anak dapat diarahkan dengan lebih mudah.

Arak Yang Makin Marak

Jika membeli nasi goreng yang di jual dipinggir jalan, gerobak, kaki lima, mulai untuk berani mengatakan : "Tidak usah memakai angciu". Angciu tidak memberi pengaruh terhadap rasa, ini hanya soal kebiasaan. [buku panduan ringkas memilih produk halal - Halal Watch]


Banyak yang meranggapan bahan ini tidak haram, karena sudah menguap selama proses pengolahan makanan. Betulkah begitu? Bila mendengar kata arak, pikiran akan langsung tertuju pada salah satu jenis minuman keras khas dari negeri Cina. Padahal sebetulnya, arak tidak hanya untuk konsumsi minuman saja, melainkan juga digunakan untuk penyedap masakan.

Seorang juru masak yang kebetulan Muslim di sebuah restoran Jepang mengakui bahwa arak itu haram hukumnya. Tetapi dia juga mengaku tidak bisa mengelak dan menyingkirkan bahan yang satu itu. Untuk masakan yang diolahnya, tanpa arak sama artinya dengan menyajikan hidangan yang hambar dan rasanya kurang 'Jepang'. Rasa arak memang sulit didefinisikan. Bukan karena alkoholnya, tetapi justru flavor dan aroma yang muncul itulah yang menghasilkan rasa tertentu. Malangnya, arak telah dikembangkan berabad-abad dan diyakini sebagai pelezat masakan.

Arak ditemukan hampir disemua suku bangsa sebagai bagian dari tradisinya. Di Cina, minum arak sudah menjadi budaya yang tak terpisahkan. Di Jepang budaya minum Sake telah terjadi selama berabad-abad. Begitu juga di Eropa dan belahan dunia lain. Penggunaan arak dalam masakan sepertinya sudah sulit dipisahkan. Banyak kegunaan yang diharapkan dari barang haram tersebut. Kegunaan pertama adalah melunakkan jaringan daging. Para juru masak meyakini bahwa daging yang direndam dalam arak akan menjadi empuk dan enak. Oleh karena itu daging yang akan dipanggang atau dimasak dalam bentuk tepanyaki seringkali direndam dalam arak.

Selain itu arak juga menghasilkan aroma dan flavor yang khas, yang oleh para juru masak dianggap dapat mengundang selera. Aroma itu muncul pada saat masakan dipanggang, ditumis, digoreng, atau jenis masakan lainnya. Munculnya arak itu memang menjadi salah satu ciri masakan Cina, Jepang, Korea dan masakan lokal yang berorientasi pada arak. Jenis arak yang digunakan dalam berbagai masakan itu bermacam-macam ada arak putih (Pek Be Ciu), arak merah, arak putih (Ang Ciu), arak mie (Kue Lo Ciu), Arak gentong, dan lain-lain. Produsenya pun beragam, ada yang diimpor dari Cina, Jepang, Singapura bahkan banyak pula buatan lokal dengan menggunakan perasan tape ketan yang difermentasi lanjut (anggur tape). Pengguna arak ini pun beragam, mulai dari restoran besar, restoran kecil bahkan warung-warung tenda yang buka di pinggir jalan.

Keberadaan arak sebagai bahan penyedap masakan masih jarang diketahui oleh masyarakat. Sementara itu ada kesalahan pemahaman di kalangan pengusaha atau juru masak yang tidak menganggap arak sebagai sesuatu yang haram. Kalau tentang daging babi, mungkin sudah cukup dipahami berbagai kalangan bahwa masakan itu dilarang bagi kaum muslim. Meskipun ada sebagian masyarakat yang melanggarnya, tetapi kebanyakan pengelola restoran tahu bahwa hal itu tidak boleh dijual untuk orang muslim.

Lain halnya dengan arak. Sebagian besar kalangan pengelola restoran tidak menganggap bahan masakan itu haram hukumnya. Apalagi dalam proses pemasakannnya arak tersebut sudah menguap dan hilang. Sehingga anggapan itu menyebabkan mereka tidak merasa bersalah ketika menghidangkan masakan itu kepada konsumen muslim. Anggapan itu tentu saja perlu diluruskan karena dalam Islam hukum mengenai arak atau khamr ini sudah cukup jelas, yaitu haram.

Saat ini berbagai masakan banyak menggunakan arak sebagai bahan penyedap. Meskipun dalam proses pemasakannya alkohol telah terbang, tetapi rasa dan aroma arak masih tetap menempel pada masakan tersebut. Hal yang sama akan terjadi pada masyarakat, karena dibiasakan dengan rasa dan aroma arak lama-lama masakan itulah yang dianggapnya enak. Konsumen akan lebih akrab dengan rasa dan aroma arak itu dibanding masakan lain. Kalau sudah demikian, maka benarlah anggapan sang juru masak tadi, bahwa masakan tanpa arak akan hambar.

Hambar dan enak yang serba relatif, yang tercipta karena mitos yang ditanamkan selama bertahun-tahun. Mungkin oleh arak secara langsung, mungkin dari masakan yang menggunakan arak, atau mungkin juga dari flavour atau bahan perasa yang mengarah kepada arak. Nah, ini tentunya menjadi peringatan bagi kita semua agar lebih berhati-hati dalam membeli masakan, sekaligus juga menjadi perhatian bagi para pengelola restoran yang menjual produknya kepada masyarakat umum agar tidak menggunakan arak tersebut.

Sudahkah Dirimu Bermanfaat Bagi Yang Lain?

وَ اَحْسِنُوْا، اِنَّ اللهَ يُحِبُّ اْلمُحْسِنِيْنَ
Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. [QS. Al-Baqarah : 195]

Ada hadits yang pendek namun sarat makna, sering diungkap dan motivasi taktis bagi iman yang sedang turun. Dikutip Imam Suyuthi dalam bukunya Al-Jami’ush Shaghir.

عن جابر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « المؤمن يألف ويؤلف ، ولا خير فيمن لا يألف ، ولا يؤلف، وخير الناس أنفعهم للناس
Diriwayatkan dari Jabir berkata,”Rasulullah saw bersabda,’Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)

Sobat, benar sekali manusia itu makhluk sosial. Tak ada yang bisa membantah. Tidak ada satu orangpun yang bisa hidup sendiri. Semua saling berketergantungan. Saling membutuhkan. Hanya omong kosong dibungkus kesombongan yang nyata ketika seseorang berujar “aku bisa hidup sendiri tanpa orang lain..bla3x”

Karena saling membutuhkan, pola hubungan seseorang dengan orang lain adalah untuk saling mengambil manfaat. Ada yang memberi jasa dan ada yang mendapat jasa. Si pemberi jasa mendapat imbalan dan penerima jasa mendapat manfaat. Itulah pola hubungan yang lazim. Adil.

“Jika ada orang yang mengambil terlalu banyak manfaat dari orang lain dengan pengorbanan yang amat minim, naluri kita akan mengatakan itu tidak adil. Orang itu telah berlaku curang. Dan kita akan mengatakan seseorang berbuat jahat ketika mengambil banyak manfaat untuk dirinya sendiri dengan cara yang curang dan melanggar hak orang lain.”

Begitulah hati sanubari kita, selalu menginginkan pola hubungan yang saling ridho dalam mengambil manfaat dari satu sama lain. Jiwa kita akan senang dengan orang yang mengambil manfaat bagi dirinya dengan cara yang baik. Kita anggap seburuk-buruk manusia orang yang mengambil manfaat banyak dari diri kita dengan cara yang salah. Apakah itu menipu, mencuri, dan mengambil paksa, bahkan dengan kekerasan dan kejahatan.

Namun yang dibahas disini bukanlah “orang tidak adil”, tetapi orang yang luar biasa. Dimana dia adalah orang yang lebih banyak memberikan manfaat daripada mengambil manfaat dalam bermuamalah. Orang yang seperti ini kita sebut orang yang terbaik di antara kita. Salah satu cirinya adalah Dermawan. Ikhlas. Tanpa pamrih (kecuali ridho Allah semata).

Orang yang selalu menebar kebaikan dan memberi manfaat bagi orang lain adalah sebaik-baik manusia. Kenapa Rasulullah SAW menyebut seperti itu? Setidaknya ada 4 alasan yang mendasari kenapa kita harus berjuang menjadi manusia sebaik-baiknya.

Pertama, karena manusia tersebut akan dicintai Allah swt. Rasulullah SAW pernah bersabda yang bunyinya kurang lebih, orang yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (lihat hadist diatas). Adakah tipe manusia yang lebih baik dari orang yang dicintai Allah SWT?

Alasan kedua, karena ia melakukan amal yang terbaik. Kaidah usul fiqih menyebutkan bahwa kebaikan yang amalnya dirasakan orang lain lebih bermanfaat ketimbang yang manfaatnya dirasakan oleh diri sendiri. Apalagi jika efeknya adalah lebih luas. Amal itu bisa menyebabkan orang seluruh negeri merasakan manfaatnya. Karena itu tak heran jika para sahabat ketika ingin melakukan suatu kebaikan bertanya kepada Rasulullah SAW, amal apa yang paling afdhol untuk dikerjakan. Ketika musim kemarau dan masyarakat kesulitan air, Rasulullah SAW berkata membuat atau membeli (untuk disedekahkan) sumur adalah amal yang paling utama. Saat seseorang ingin berjihad sementara ia punya ibu yang sudah sepuh dan tidak ada yang merawat, Rasulullah SAW menyebut berbakti kepada si ibu adalah amal yang paling utama bagi orang itu. Dan beberapa contoh kebaikan-kebaikan utama lainnya.

Ketiga, karena ia melakukan kebaikan yang sangat besar pahalanya. Berbuat sesuatu untuk orang lain besar pahalanya. Bahkan Rasulullah saw. berkata, “Seandainya aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi suatu kebutuhannya, maka itu lebih aku cintai daripada I;tikaf sebulan di masjidku ini.” (HR.Thabrani). Subhanallah, mari kita jaga dan kawal semua amal dalam keihlasan sampai akhir hayat.

Keempat, memberi manfaat kepada orang lain terkadang mengundang kesaksian dan pujian orang yang beriman. Allah swt. mengikuti persangkaan hambanya. Ketika orang menilai diri kita adalah orang yang baik, maka atas ijin Allah swt pula, Allah swt  menggolongkan kita ke dalam golongan hambanya yang baik.

عَنْ اَبِى ذَرّ قَالَ: قِيْلَ لِرَسُوْلِ اللهِ ص: اَرَأَيْتَ الرَّجُلَ يَعْمَلُ اْلعَمَلَ مِنَ اْلخَيْرِ وَ يَحْمَدُهُ النَّاسُ عَلَيْهِ ؟ قَالَ: تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى اْلمُؤْمِنِ. مسلم
Dari Abu Dzarr, ia berkata : Rasulullah SAW pernah ditanya, “Bagaimanakah kalau seseorang beramal kebaikan (karena Allah) lalu dipuji orang ?”. Jawab Rasulullah SAW, “(Itu bukan riya’), tetapi itu sebagai pendahuluan berita gembira bagi seorang mukmin”. (HR.Muslim)

Pernah suatu ketika lewat orang membawa jenazah untuk diantar ke kuburnya. Para sahabat menyebut-nyebut orang itu sebagai orang yang tidak baik. Kemudian lewat lagi orang-orang membawa jenazah lain untuk diantar ke kuburnya. Para sahabat menyebut-nyebut kebaikan si mayit. Rasulullah SAW. membenarkan. Seperti itu jugalah Allah swt. Karena itu di surat At-Taubah ayat 105, Allah swt. menyuruh Rasulullah saw. untuk memerintahkan kita, orang beriman, untuk beramal sebaik-baiknya.

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At Taubah : 105)

Persiapan Menuju Manusia Bermanfaat
Untuk bisa menjadi orang yang banyak manfaat kepada orang lain, kita perlu menyiapkan beberapa hal dalam diri kita.

Pertama, tingkatkan derajat keimanan kita kepada Allah swt. Sebab, amal tanpa pamrih adalah amal yang hanya mengharap ridho kepada Allah. Kita tidak meminta balasan dari manusia, cukup dari Allah swt. saja balasannya. Ketika iman kita tipis terkikis, tak mungkin kita akan bisa beramal ikhlas Lillahi Ta’ala.

Ketika iman kita memuncak kepada Allah swt., segala amal untuk memberi manfaat bagi orang lain menjadi ringan dilakukan. Bilal bin Rabah bukanlah orang kaya. Ia hidup miskin. Namun kepadanya, Rasulullah saw. memerintahkan untuk bersedekah. Sebab, sedekah tidak membuat rezeki berkurang. Begitu kata Rasulullah saw. Bilal mengimani janji Rasulullah saw. itu. Ia tidak ragu untuk bersedekah dengan apa yang dimiliki dalam keadaan sesulit apapun.

Kedua, untuk bisa memberi manfaat yang banyak kepada orang lain tanpa pamrih, kita harus mengikis habis sifat egois dan rasa serakah terhadap materi dari diri kita. Allah swt. memberi contoh kaum Anshor. Lihat surat Al-Hasyr ayat 9. Merekalah sebaik-baik manusia. Memberikan semua yang mereka butuhkan untuk saudara mereka kaum Muhajirin. Bahkan, ketika kaum Muhajirin telah mapan secara financial, tidak terbetik di hati mereka untuk meminta kembali apa yang pernah mereka beri.

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالإيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung (QS.Al Hasyr : 9)

Yang ketiga, tanamkan dalam diri kita logika bahwa sisa harta yang ada pada diri kita adalah yang telah diberikan kepada orang lain. Bukan yang ada dalam genggaman kita. Logika ini diajarkan oleh Rasulullah SAW. kepada kita.

Suatu ketika Rasulullah SAW menyembelih kambing. Beliau memerintahkan seoran sahabat untuk menyedekahkan daging kambing itu. Setelah dibagi-bagi, Rasulullah SAW. bertanya, berapa yang tersisa. Sahabat itu menjawab, hanya tinggal sepotong paha. Rasulullah SAW. mengoreksi jawaban sahabat itu. Yang tersisa bagi kita adalah apa yang telah dibagikan.

Begitulah. Yang tersisa adalah yang telah dibagikan. Itulah milik kita yang hakiki karena kekal  menjadi tabungan kita di akhirat. Sementara, daging paha yang belum dibagikan hanya akan menjadi sampah jika busuk tidak sempat kita manfaatkan, atau menjadi kotoran ketika kita makan. Begitulah harta kita. Jika kita tidak memanfaatkannya untuk beramal, maka tidak akan menjadi milik kita selamanya. Harta itu akan habis lapuk karena waktu, hilang karena kematian kita, dan selalu menjadi intaian ahli waris kita. Maka tak heran jika dalam sejarah kita melihat bahwa para sahabat dan salafussaleh enteng saja meng-infakkan uang yang mereka miliki di jalan Allah swt. Sampai sampai tidak terpikirkan untuk menyisakan barang sedirham pun untuk diri mereka sendiri.

Keempat, kita akan mudah memberi manfaat tanpa pamrih kepada orang lain jika dibenak kita ada pemahaman bahwa sebagaimana kita memperlakukan seperti itu jugalah kita akan diperlakukan. Jika kita memuliakan tamu, maka seperti itu jugalah yang akan kita dapat ketika bertamu. Ketika kita pelit ke tetangga, maka sikap seperti itu jugalah yang kita dapat dari tetangga kita. Marilah ber-empati, membayangkan apa akibat yang kita lakukan kepada orang lain. Sehingga bisa menjadi lebih baik di kemudian hari.

Kelima, untuk bisa memberi, tentu Anda harus memiliki sesuatu untuk diberi. Kumpulkan bekal apapun bentuknya, apakah itu finansial, pikiran, tenaga, waktu, dan perhatian. Jika kita punya air, kita bisa memberi minum orang yang haus. Jika punya ilmu, kita bisa mengajarkan orang yang tidak tahu. Ketika kita sehat, kita bisa membantu beban fisik orang lain.

Marilah kita bersosialisasi, bermuamalah sesuai yang telah disyariatkan Allah swt. Orang yang benar-benar menuju taqwa bukanlah sekedar rajin ibadah tetapi juga rajin “membuktikan” hasil ibadah dengan perilaku sosial yang shaleh, bermanfaat bagi ingkungannya.

Jika sobat merasa tidak/belum/kurang bermanfaat bagi manusia lain, bahkan selalu menjadi kerugian bagi orang lain. Wajibkan diri introspeksi dan perbaiki diri. Karena itulah jalan pembuktian keimanan yang sebenarnya.