Senin, 04 Juli 2011

Ummatii..Ummatii..ummatku Dimana?? Knapa sekarang berubah?? mirisnya Nabi Muhammad

Saat itu di Telaga Kautsar yang penuh keni`matan...

Rosululloh saw menyambut para ummat tercinta penuh kesenangan..

"Ahlan.. ahlan ummati.. Minumlah di telaga ini.. Tak ada lagi kehausan sepanjang zaman.."

Senang tiada tara saat meilhat sang ummat tercinta berbondong-bondong meminumnya penuh kebahagiaan.. Tiba-tiba... Rosululloh saw terhenyak kaget.. di seberang sana sekelompok orang terharamkan meminumnya..
"Bukankah itu Ummatku??? "Gumam Rosul yang mulia..
Alloh Swt menjawab dengan kasih sayangNYa yang Mulia..

"Wahai Rosul Pujaan.. Janganlah kau tercengang.. Kau memang tidak tahu.. Apa yang terjadi pada mereka, saat kau tinggalkan dunia yang hina.."

"Ya Robb, mereka berubah??? Mereka menggantinya??? Mereka meninggalkannya??? Ohhh.. Engkau Maha Mengetahui Segala Sesuatu tanpa sisa.."

"Ya.. ya.. Mereka berubah... mereka mengganti semua yang KUanugerahkan kepada mereka.. Mereka meninggalkan tuntunan yang Kusampaikan kepadamu penuh cinta.."



Saudaraku...
Ingat-ingatlah siapa diri kalian di saat kegelapan zaman meliputi dunia..
Kalian tidak lebih hina dari binatang purba.. Penyembah berhala dengan berbagai rupa..
Kalian memakan bangkai tanpa merasa hina.. Tapi kalian berikan makanan mulia kepada berhala..
Kalian zinahi ibu kalian di tengah jalan.. Ibu tercinta yang melahirkan kalian..
Kalian kubur anak suci hidup-hidup di kuburan.. Tanpa otak yang kalian pikirkan..
Kalian bebas telanjang seperti binatang jalang.. Miskin papa terhina di lorong-lorong jalan..
Kalian bangga menumpahkan darah sesama kalian.. hanya membela kehendak syeithan..

Lalu... tidakkah kalian ingat... Wahai orang-orang yang malang...
Dia.. Dia yang kalian kenal.. datang membawa hidayah dari Ar Rahman...
Merubah Kalian Menjadi tiang-tiang kebenaran.. membawa panji-panji kemuliaan..
Berhala??? Kalian binasakan tanpa ampunan.. Kalian persembahkan kepada Alloh saja segala kehidupan...

Makanan kalian barang-barang halal penuh kebaikan..
Orang-orang tua kalian dijunjung tinggi penuh kehormatan..
Anak-anak kalian menghirup udara Islam dengan akhlak mulia penuh kasih sayang...
Kalian tutup aurot kalian dengan junjungan tinggi perintah Ketuhanan..

Kemudian... Gelap...gelap.. Dia meninggalkan kalian... Sohabat-sohabat mulia beliaupun menyusulnya ke alam barzakh bersama beliau...

"Tetapi Umatku... bukankah kutitipkan bekal untuk keselamatan dan kemuliaan kalian...
Kitabulloh dan sunnahku... Ingat fahamilah itu dengan tuntunan orang-orang yang aku rekomendasikan...
Muhajirin... Anshor... Tabi`in.. Tabi`ut Tabi`in (semua yang tergolong as sabiqun awwalun walladzinat Taba`uhum bi ihsan).."

Tapi Rosulpun terhenyak.. karena ada umat beliau yang diharamkan meminum telaga Kautsar...
Jawabnya.. Berubah hai Rosul... Mereka berubah.. Mereka kembali ke zaman kegelapan..
Saat jahiliyah meliputi zaman...

"Kau tahu agamamu yang dahulunya Islam... terbangun dalam fondasi sunnah dan jama`ah..
Kini mereka menjadi syiah.. khowarij.. murji`ah.. mu`tazilah.. filsafat murni.. tasawwuf moderen... taoriqot.. dan nama-nama lain yang beraneka ragam.."

"Kitabmu bebas mereka tafsirkan... padahal kau sudah bersusah payah menjaga dan memurnikannya dengan para sohabatmu yang mulia.."

"Tuntunanmu hanya ditonton.. sedangkan mimpi para pengkhayal menjadi penuntun.. kitab-kitab primbon dijunjung-junjung.. filsafat yunani kufur diagung-agung..
Tauhid yang kau dakwahkan dianggap fundamentalisme... tetapi syirik oh. Oh. Seperti inti kemurnian penghambaan.. Keris... kuburan.. kembang dan air.. bubur tujuh rupa.. buah-buahan di atap rumah.. burung-burung pertanda sial.. dukun-dukun pemegang gaib.. keramat-keramat tempat dipuja.. oh.oh apa ini semua... berubah??? Ya berubah..."

"Al Qur`an dan Sunnahmu yang dahulu kau daulatkan dalam negara... Kini disingkirkan penuh petaka... diganti undang-undang belanda, perancis atau buatan para berhala...
Saudaraku... ya.. ya.. kini kau lihat kegelapan zaman yang sama di jahiliyyah pertama..
Kejahilan... Kelengahan.. Kesesatan merajalela..?
.
Kini Beliau saw bertanya...: " Kemana Umatku...? Kemana Umatku..? Umatku tercinta...
Kau umatku.. kalian umatku... !!!"

Tanyalah pada diri kita sekalian...

MENANGISNYA MALAIKAT JIBRIL DAN MALAIKAT MIKAIL

 Dalam sebuah kitab karangan Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa iblis itu sesungguhnya namanya disebut sebagai al-Abid (ahli ibadah) pada langit yang pertama, pada langit yang keduanya disebut az-Zahid. Pada langit ketiga, namanya disebut al-Arif. Pada langit keempat, namanya adalah al-Wali. Pada langit kelima, namanya disebut at-Taqi. Pada langit keenam namanya disebut al-Kazin. Pada langit ketujuh namanya disebut Azazil manakala dalam Luh Mahfudz, namanya ialah iblis.


Dia (iblis) lupa akibat urusannya. Maka Allah S.W.T telah memerintahkannya sujud kepada Adam. Lalu iblis berkata, “Adakah Engkau mengutamakannya daripada aku, sedangkan aku lebih baik daripadanya. Engkau jadikan aku daripada api dan Engkau jadikan Adam daripada tanah.”

 Lalu Allah S.W.T berfirman yang maksudnya, “Aku membuat apa yang aku kehendaki.” Oleh karena iblis memandang dirinya penuh keagungan, maka dia enggan sujud kepada Adam A.S kerana bangga dan sombong.

Dia berdiri tegak sampai saatnya malaikat bersujud dalam waktu yang berlalu. Ketika para malaikat mengangkat kepala mereka, mereka mendapati iblis tidak sujud sedang mereka telah selesai sujud. Maka para malaikat bersujud lagi bagi kali kedua kerana bersyukur, tetapi iblis tetap angkuh dan enggan sujud. Dia berdiri tegak dan memaling dari para malaikat yang sedang bersujud. Dia tidak ingin mengikut mereka dan tidak pula dia merasa menyesal atas keengganannya.


Kemudian Allah S.W.T merubahkan mukanya pada asalnya yang sangat indah cemerlangan kepada bentuk seperti babi hutan. Allah S.W.T membentukkan kepalanya seperti kepala unta, dadanya seperti daging yang menonjol di atas punggung, wajah yang ada di antara dada dan kepala itu seperti wajah kera, kedua matanya terbelah pada sepanjang permukaan wajahnya. Lubang hidungnya terbuka seperti cerek tukang bekam, kedua bibirnya seperti bibir lembu, taringnya keluar seperti taring babi hutan dan janggut terdapat sebanyak tujuh helai.


Setelah itu, lalu Allah mengusirnya dari syurga, bahkan dari langit, dari bumi dan ke beberapa jazirah. Dia tidak akan masuk ke bumi melainkan dengan cara sembunyi. Allah S.W.T melaknatinya sehingga ke hari kiamat kerana dia menjadi kafir. Walaupun iblis itu pada sebelumnya sangat indah cemerlang rupanya, mempunyai sayap empat, banyak ilmu, banyak ibadah serta menjadi kebanggan para malaikat dan pemukanya, dan dia juga pemimpin para malaikat karubiyin dan banyak lagi, tetapi semua itu tidak menjadi jaminan sama sekali baginya.


Ketika Allah S.W.T membalas tipu daya iblis, maka menangislah Jibril A.S dan Mikail. Lalu Allah S.W.T berfirman yang bermaksud, “Apakah yang membuat kamu menangis?” Lalu mereka menjawab, “Ya Allah! Kami tidaklah aman dari tipu dayamu.”

Firman Allah bagi bermaksud, “Begitulah aku. Jadilah engkau berdua tidak aman dari tipu dayaku.”

Setelah diusir, maka iblis pun berkata, “Ya Tuhanku, Engkau telah mengusir aku dari Syurga disebabkan Adam, dan aku tidak menguasainya melainkan dengan penguasaan-Mu.”


Lalu Allah berfirman yang bermaksud, “Engkau dikuasakan atas dia, yakni atas anak cucunya, sebab para nabi adalah maksum.”

Berkata lagi iblis, “Tambahkanlah lagi untukku.” Allah berfirman yang maksudnya, “Tidak akan dilahirkan seorang anak baginya kecuali tentu dilahirkan untukmu dua padanya.”

Berkata iblis lagi, “Tambahkanlah lagi untukku.” Lalu Allah berfirman dengan maksud, “Dada-dada mereka adalah rumahmu, engkau berjalan di sana sejalan dengan peredaran darah.”

Berkata iblis lagi, “Tambahkanlah lagi untukku.” Maka Allah berfirman lagi yang bermaksud, “Dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukan yang berjalan kaki, ertinya mintalah tolong menghadapi mereka dengan pembantu-pembantumu, baik yang naik kuda mahupun yang berjalan kaki. Dan berserikatlah dengan mereka pada harta, iaitu mendorong mereka mengusahakannya dan mengarahkannya ke dalam haram.”


“Dan pada anak-anak, iaitu dengan menganjurkan mereka dalam membuat perantara mendapat anak dengan cara yang dilarang, seperti melakukan senggama dalam masa haid, berbuat perkara-perkara syirik mengenai anak-anak itu dengan memberi nama mereka Abdul Uzza, menyesatkan mereka dengan cara mendorong ke arah agama yang batil, mata pencarian yang tercela dan perbuatan-perbuatan yang jahat dan berjanjilah mereka.” (Hal ini ada disebutkan dalamsurah al-Isra ayat 64 yang bermaksud : “Gerakkanlah orang yang engkau kuasai di antara mereka dengan suara engkau dan kerahkanlah kepada mereka tentera engkau yang berkuda dan yang berjalan kaki dan serikanlah mereka pada harta dan anak-anak dan berjanjilah kepada mereka. Tak ada yang dijanjikan iblis kepada mereka melainkan (semata-mata) tipuan.”

INTERVIEW ANTARA MALAIKAT DGN IBLIS

Allah SWT telah memerintahkan seorang Malaikat menemui Iblis supaya dia menghadap Rasulullah saw untuk memberitahu segala rahasianya, baik yang disukai maupun yang dibencinya. Hikmatnya ialah untuk meninggikan derajat Nabi Muhammad SAW dan juga sebagai peringatan dan perisai kepada umat manusia.

Maka Malaikat itu pun berjumpa Iblis dan berkata, "Hai Iblis! Bahwa Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar memberi perintah untuk menghadap Rasullullah saw. Hendaklah engkau buka segala rahasiamu dan apapun yang ditanya Rasulullah hendaklah engkau jawab dengan sebenar-benarnya. Jikalau engkau berdusta walau satu perkataan pun, niscaya akan terputus semua anggota badanmu, uratmu, serta disiksa dengan azab yang amat keras."

Mendengar ucapan Malaikat yang dahsyat itu, Iblis sangat ketakutan. Maka segeralah dia menghadap Rasulullah SAW dengan menyamar sebagai seorang tua yang buta sebelah matanya dan berjanggut putih 10 helai, panjangnya seperti ekor lembu. Iblis pun memberi salam, sehingga 3 kali tidak juga dijawab oleh Rasulullah saw. Maka sambut Iblis (alaihi laknat),

"Ya Rasulullah! Mengapa engkau tidak mejawab salamku? Bukankah salam itu sangat mulia di sisi Allah?" Maka jawab Nabi dengan marah, "Hai Aduwullah seteru Allah! Kepadaku engkau menunjukkan kebaikanmu? Janganlah mencoba menipuku sebagaimana kau tipu Nabi Adam a.s sehingga keluar dari syurga, Habil mati teraniaya dibunuh Qabil dengan sebab hasutanmu, Nabi Ayub engkau tiup dengan asap beracun ketika dia sedang sujud sembahyang hingga dia sengsara beberapa lama, kisah Nabi Daud dengan perempuan Urya, Nabi Sulaiman meninggalkan kerajaannya karena engkau menyamar sebagai isterinya dan begitu juga beberapa Anbiya dan pendeta yang telah menanggung sengsara akibat hasutanmu.

Hai Iblis! Sebenarnya salam itu sangat mulia di sisi Allah azza wajalla, cuma salammu saja aku tidak hendak menjawabnya karena diharamkan Allah. Maka aku kenal baik-baik engkaulah Iblis, raja segala iblis, syaitan dan jin yang menyamar diri. Apa kehendakmu datang menemuiku?"

Taklimat Iblis, "Ya Nabi Allah! Janganlah engkau marah. Karena engkau adalah
Khatamul Anbiya maka dapat mengenaliku. Kedatanganku adalah diperintah Allah
untuk memberitahu segala tipu dayaku terhadap umatmu dari zaman Nabi Adam
hingga akhir zaman. Ya Nabi Allah! Setiap apa yang engkau tanya, aku
bersedia menerangkan satu persatu dengan sebenarnya, tiadalah aku berani
menyembunyikannya."

Maka Iblis pun bersumpah menyebut nama Allah dan berkata, "Ya Rasulullah! Sekiranya aku berdusta barang sepatah pun niscaya hancur leburlah badanku menjadi abu."

Apabila mendengar sumpah Iblis itu, Nabi pun tersenyum dan berkata dalam hatinya, inilah satu peluangku untuk menyiasati segala perbuatannya agar didengar oleh sekalian sahabat yang ada di majlis ini dan menjadi perisai kepada seluruh umatku.

Pertanyaan Nabi (1):
"Hai Iblis! Siapakah sebesar-besar musuhmu dan bagaimana aku terhadapmu?"

Jawab Iblis:
"Ya Nabi Allah! Engkaulah musuhku yang paling besar di antara segala musuhku
di muka bumi ini."

Maka Nabi pun memandang muka Iblis, dan Iblis pun menggeletar karena ketakutan. Sambung Iblis, "Ya Khatamul Anbiya! Ada pun aku dapat merubah diriku seperti sekalian manusia, binatang dan lain-lain hingga rupa dan suara pun tidak berbeda, kecuali dirimu saja yang tidak dapat aku tiru karena dicegah oleh Allah.

Kiranya aku menyerupai dirimu, maka terbakarlah diriku menjadi abu. Aku cabut iktikad/niat anak Adam supaya menjadi kafir karena engkau berusaha memberi nasihat dan pengajaran supaya mereka kuat untuk memeluk agama Islam, begitu jugalah aku berusaha menarik mereka kepada kafir, murtad atau munafik. Aku akan menarik seluruh umat Islam dari jalan benar menuju jalan yang sesat supaya masuk ke dalam neraka dan kekal di dalamnya bersamaku."

Pertanyaan Nabi (2):
"Hai Iblis! Bagaimana perbuatanmu kepada makhluk Allah?"

Jawab Iblis:
"Adalah satu kemajuan bagi perempuan yang merenggangkan kedua pahanya kepada lelaki yang bukan suaminya, setengahnya hingga mengeluarkan benih yang salah sifatnya. Aku goda semua manusia supaya meninggalkan sholat, terbuai dengan makan minum, berbuat durhaka, aku lalaikan dengan harta benda daripada emas, perak dan permata, rumahnya, tanahnya, ladangnya supaya hasilnya dibelanjakan ke jalan haram.

Demikian juga ketika pesta yang bercampur antara lelaki dan perempuan. Disana aku lepaskan sebesar-besar godaan supaya hilang peraturan dan minum arak. Apabila terminum arak itu maka hilanglah akal, fikiran dan malunya. Lalu aku ulurkan tali cinta dan terbukalah beberapa pintu maksiat yang besar, datang perasaan hasad dengki hingga kepada pekerjaan zina. Apabila terjadi kasih antara mereka, terpaksalah mereka mencari uang hingga menjadi penipu, peminjam dan pencuri.

Apabila mereka teringat akan salah mereka lalu hendak bertaubat atau berbuat amal ibadat, aku akan rayu mereka supaya mereka menangguhkannya.

Bertambah keras aku goda supaya menambahkan maksiat dan mengambil isteri orang. Bila kena goda hatinya, datanglah rasa ria, takabur, megah, sombong dan melengahkan amalnya. Bila pada lidahnya, mereka akan gemar berdusta, mencela dan mengumpat. Demikianlah aku goda mereka setiap saat."

Pertanyaan Nabi (3):
"Hai Iblis! Mengapa engkau bersusah payah melakukan pekerjaan yang tidak mendatangkan faedah bahkan menambahkan laknat yang besar serta siksa yang besar di neraka yang paling bawah? Hai yang dikutuk Allah! Siapa yang menjadikanmu? Siapa yang melanjutkan usiamu? Siapa yang menerangkan matamu? Siapa yang memberi pendengaranmu? Siapa yang memberi kekuatan anggota badanmu?"

Jawab Iblis:
"Semuanya itu adalah anugerah daripada Allah Yang Maha Besar juga. Tetapi hawa nafsu dan takabur membuatku menjadi jahat sebesar-besarnya. Engkau lebih tahu bahwa Diriku telah beribu-ribu tahun menjadi ketua seluruh Malaikat dan pangkatku telah dinaikkan dari satu langit ke satu langit yang tinggi. Kemudian Aku tinggal di dunia ini beribadat bersama sekalian Malaikat beberapa waktu lamanya.

Tiba-tiba datang firman Allah SWT hendak menjadikan seorang Khalifah di dunia ini, maka akupun membantah. Lalu Allah menciptakan lelaki (Nabi Adam) lalu dititahkan seluruh Malaikat memberi hormat kepada lelaki itu, kecuali aku yang ingkar. Oleh karena itu Allah murka kepadaku dan wajahku yang tampan rupawan dan bercahaya itu bertukar menjadi keji dan kelam. Aku merasa sakit hati. Kemudian Allah  menjadikan Adam raja di syurga dan dikurniakan seorang permaisuri (Siti Hawa) yang memerintah seluruh bidadari. Aku bertambah dengki dan dendam kepada mereka.

Akhirnya aku berhasil menipu mereka melalui Siti Hawa yang menyuruh Adam memakan buah Khuldi, lalu keduanya diusir dari syurga ke dunia. Keduanya berpisah beberapa tahun dan kemudian dipertemukan Allah (di Padang Arafah), hingga mereka mendapat beberapa orang anak. Kemudian kami hasut anak lelakinya Qabil supaya membunuh saudaranya Habil. Itu pun aku masih tidak puas hati dan berbagai tipu daya aku lakukan hingga Hari Kiamat.

Sebelum Engkau lahir ke dunia, aku beserta bala tentaraku dengan mudah dapat naik ke langit untuk mencuri segala rahasia serta tulisan yang menyuruh manusia berbuat ibadat serta balasan pahala dan syurga mereka. Kemudian aku turun ke dunia, dan memberitahu manusia yang lain aripada apa yang sebenarnya aku dapatkan, dengan berbagai tipu daya hingga tersesat dengan berbagai kitab bid'ah dan carut-marut.

Tetapi ketika engkau lahir ke dunia ini, maka aku tidak dibenarkan oleh Allah untuk naik ke langit serta mencuri rahasia, kerana banyak Malaikat yang menjaga di setiap lapisan pintu langit. Jika aku berkeras juga hendak naik, maka Malaikat akan melontarkan anak panah dari api yang menyala. Sudah banyak bala tenteraku yang terkena lontaran Malaikat itu dan semuanya terbakar menjadi abu. Maka besarlah kesusahanku dan bala tentaraku untuk menjalankan tugas menghasut."

Pertanyaan Nabi (4):
"Hai Iblis! Apakah yang pertama engkau tipu dari manusia?"

Jawab Iblis:
"Pertama sekali aku palingkan iktikad / niatnya, imannya kepada kafir juga ada dari segi perbuatan, perkataan, kelakuan atau hatinya. Jika tidak berhasil juga, aku akan tarik dengan cara mengurangi pahala. Lama-kelamaan mereka akan terjerumus mengikut kemauan jalanku"

Pertanyaan Nabi (5):
"Hai Iblis! Jika umatku sholat karena Allah, bagaimana keadaanmu?"

Jawab Iblis:
"Sebesar-besarnya kesusahanku. Gementarlah badanku dan lemah tulang sendiku. Maka aku kerahkan berpuluh-puluh iblis datang menggoda seorang manusia, pada setiap anggota badannya.

Setengah-setengahnya datang pada setiap anggota badannya supaya malas sholat, was-was, terlupa bilangan rakaatnya, bimbang pada pekerjaan dunia yang ditinggalkannya, sentiasa hendak cepat habis sholatnya, hilang
khusyuknya - matanya sentiasa menjeling ke kiri kanan, telinganya senantiasa mendengar orang bercakap serta bunyi-bunyi yang lain. Setengah Iblis duduk di belakang badan orang yang sembahyang itu supaya dia tidak kuasa sujud berlama-lama, penat atau duduk tahiyat dan dalam hatinya senantiasa hendak cepat habis sholatnya, itu semua membawa kepada kurangnya pahala. Jika para Iblis itu tidak dapat menggoda manusia itu, maka aku sendiri akan menghukum mereka dengan seberat-berat hukuman."

Pertanyaan Nabi (6):
"Jika umatku membaca Al-Quran karena Allah, bagaimana perasaanmu?"

Jawab Iblis:
"Jika mereka membaca Al-Quran karena Allah, maka rasa terbakarlah tubuhku, putus-putus segala uratku lalu aku lari daripadanya."

Pertanyaan Nabi (7):
"Jika umatku mengerjakan haji karena Allah, bagaimana perasaanmu?"

Jawab Iblis:
"Binasalah diriku, gugurlah daging dan tulangku karena mereka telah mencukupkan rukun Islamnya."

Pertanyaan Nabi (8):
"Jika umatku berpuasa karena Allah, bagaimana keadaanmu?"

Jawab Iblis:
"Ya Rasulullah! Inilah bencana yang paling besar bahayanya kepadaku. Apabila masuk awal bulan Ramadhan, maka memancarlah cahaya Arasy dan Kursi, bahkan seluruh Malaikat menyambut dengan suka cita. Bagi orang yang berpuasa, Allah akan mengampunkan segala dosa yang lalu dan digantikan dengan  pahala yang amat besar serta tidak dicatatkan dosanya selama dia berpuasa. Yang menghancurkan hatiku ialah segala isi langit dan bumi, yakni Malaikat, bulan, bintang, burung dan ikan-ikan semuanya siang malam
mendoakan ampunan bagi orang yang berpuasa. Satu lagi kemuliaan orang berpuasa ialah dimerdekakan pada setiap masa dari azab neraka. Bahkan semua pintu neraka ditutup manakala semua pintu syurga dibuka seluas-luasnya, serta dihembuskan angin dari bawah Arasy yang bernama Angin Syirah yang amat lembut ke dalam syurga. Pada hari umatmu mulai berpuasa, dengan perintah Allah datanglah sekalian Malaikat dengan garangnya menangkapku dan tentaraku, jin, syaitan dan ifrit lalu dipasung kaki dan tangan dengan besi panas dan dirantai serta dimasukkan ke bawah bumi yang amat dalam. Di sana pula beberapa azab yang lain telah menunggu kami. Setelah habis umatmu berpuasa barulah aku dilepaskan dengan perintah agar tidak mengganggu umatmu. Umatmu sendiri telah merasa ketenangan berpuasa sebagaimana mereka bekerja dan bersahur seorang diri di tengah malam tanpa rasa takut dibandingkan bulan biasa."

Pertanyaan Nabi (9):
"Hai Iblis! Bagaimana seluruh sahabatku menurutmu?"

Jawab Iblis:
"Seluruh sahabatmu juga adalah sebesar - besar seteruku. Tiada upayaku melawannya dan tiada satu tipu daya yang dapat masuk kepada mereka. Karena engkau sendiri telah berkata: "Seluruh sahabatku adalah seperti bintang di langit, jika kamu mengikuti mereka, maka kamu akan mendapat petunjuk." Saidina Abu Bakar al-Siddiq sebelum bersamamu, aku tidak dapat mendekatinya, apalagi setelah berdampingan  denganmu. Dia begitu percaya atas kebenaranmu hingga dia menjadi wazirul a'zam. Bahkan engkau sendiri telah mengatakan jika ditimbang seluruh isi dunia ini dengan amal kebajikan Abu Bakar, maka akan lebih berat amal kebajikan Abu Bakar. Tambahan pula dia telah menjadi mertuamu karena engkau menikah dengan anaknya, Saiyidatina Aisyah yang juga banyak menghafadz Hadits-haditsmu.

Saidina Umar Al-Khattab pula tidaklah berani aku pandang wajahnya karena dia sangat keras menjalankan hukum syariat Islam dengan seksama. Jika aku pandang wajahnya, maka gemetarlah segala tulang sendiku karena sangat takut. Hal ini karena imannya sangat kuat apalagi engkau telah mengatakan, "Jikalau adanya
Nabi sesudah aku maka Umar boleh menggantikan aku", karena dia adalah orang harapanmu serta pandai membedakan antara kafir dan Islam hingga digelar 'Al-Faruq'.

Saidina Usman Al-Affan lagi, aku tidak bisa bertemu, karena lidahnya senantiasa bergerak membaca Al-Quran. Dia penghulu orang sabar, penghulu orang mati syahid dan menjadi menantumu sebanyak dua kali. Karena taatnya, banyak Malaikat datang melawat dan memberi hormat kepadanya karena Malaikat itu sangat malu kepadanya hingga engkau mengatakan, "Barang siapa menulis Bismillahir rahmanir rahim pada kitab atau kertas-kertas dengan dakwat merah, nescaya mendapat pahala seperti pahala Usman mati syahid."

Saidina Ali Abi Talib pun itu aku sangat takut karena hebatnya dan gagahnya dia di medan perang, tetapi sangat sopan santun, alim orangnya. Jika iblis, syaitan dan jin memandang beliau, maka terbakarlah kedua mata mereka karena dia sangat kuat beribadat serta beliau adalah golongan orang pertama memeluk agama Islam dan tidak pernah menundukkan kepalanya kepada sebarang berhala. Bergelar 'Ali Karamullahu Wajhahu' - dimuliakan Allah akan wajahnya dan juga 'Harimau Allah' dan engkau sendiri berkata, "Akulah negeri segala ilmu dan Ali itu pintunya." Tambahan pula dia menjadi menantumu, semakin aku ngeri kepadanya."

Pertanyaan Nabi (10):
"Bagaimana tipu daya engkau kepada umatku?"

Jawab Iblis:
"Umatmu itu ada tiga macam. Yang pertama seperti hujan dari langit yang menghidupkan segala tumbuhan yaitu ulama yang memberi nasihat kepada manusia supaya mengerjakan perintah Allah serta meninggalkan laranganNya seperti kata Jibril a.s, "Ulama itu adalah pelita dunia dan pelita akhirat." 

Yang kedua umat tuan seperti tanah yaitu orang yang sabar, syukur dan ridha dengan karunia Allah. Berbuat amal soleh, tawakal dan kebajikan.

Yang ketiga umatmu seperti Firaun; terlampau tamak dengan harta dunia serta dihilangkan amal akhirat. Maka akupun bersukacita lalu masuk ke dalam badannya, aku putarkan hatinya ke lautan durhaka dan aku hela ke mana saja mengikuti kehendakku. Jadi dia senantiasa bimbang kepada dunia dan tidak hendak menuntut ilmu, tiada masa beramal ibadat, tidak hendak mengeluarkan zakat, miskin hendak beribadat. Lalu aku goda agar minta kaya dulu, dan apabila diizinkan Allah dia menjadi kaya, maka dilupakan beramal, tidak berzakat seperti Qarun yang tenggelam dengan istana mahligainya. Bila umatmu terkena penyakit tidak sabar dan tamak, dia senantiasa bimbang akan hartanya dan setengahnya asyik hendak merebut dunia harta, bercakap besar sesama Islam, benci dan menghina kepada yang miskin, membelanjakan hartanya untuk jalan maksiat, tempat judi dan perempuan lacur."

Pertanyaan Nabi (11):
"Siapa yang serupa dengan engkau?"

Jawab Iblis:
"Orang yang meringankan syariatmu dan membenci orang belajar agama Islam."

Pertanyaan Nabi (12):
"Siapa yang mencahayakan muka engkau?"

Jawab Iblis:
"Orang yang berdosa, bersumpah bohong, saksi palsu, pemungkir janji."

Pertanyaan Nabi (13):
"Apakah rahasia engkau kepada umatku?"

Jawab Iblis:
"Jika seorang Islam pergi buang air besar serta tidak membaca doa pelindung syaitan, maka aku gosok-gosokkan najisnya sendiri ke badannya tanpa dia sadari."

Pertanyaan Nabi (14):
"Jika umatku bersatu dengan isterinya, bagaimana hal engkau?"

Jawab Iblis:
"Jika umatmu hendak bersetubuh dengan isterinya serta membaca doa pelindung syaitan, maka larilah aku dari mereka. Jika tidak, aku akan bersetubuh dahulu dengan isterinya, dan bercampurlah benihku dengan benih isterinya. Jika menjadi anak maka anak itu akan gemar kepada pekerjaan maksiat, malas pada kebaikan, durhaka. Ini semua karena kealpaan ibu bapaknya sendiri. Begitu juga jika mereka makan tanpa membaca Bismillah, aku yang dahulu makan daripadanya. Walaupun mereka makan, tiadalah merasa kenyang."

Pertanyaan Nabi (15):
"Dengan jalan apa dapat menolak tipu daya engkau?"

Jawab Iblis:
"Jika dia berbuat dosa, maka dia kembali bertaubat kepada Allah, menangis menyesal akan perbuatannya. Apabila marah segeralah mengambil air wudhu', maka padamlah marahnya."

Pertanyaan Nabi (16):
"Siapakah orang yang paling engkau lebih sukai?"

Jawab Iblis:
"Lelaki dan perempuan yang tidak mencukur atau mencabut bulu ketiak atau bulu ari-ari (bulu kemaluan) selama 40 hari. Di situlah aku mengecilkan diri, bersarang, bergantung, berbuai seperti pijat pada bulu itu."

Pertanyaan Nabi (17):
"Hai Iblis! Siapakah saudara engkau?"

Jawab Iblis:
"Orang yang tidur meniarap / telungkup, orang yang matanya terbuka (mendusin) di waktu subuh tetapi menyambung tidur lagi. Lalu aku lenakan dia hingga terbit fajar. Demikian jua pada waktu zuhur, asar, maghrib dan isya', aku beratkan hatinya untuk sholat."

Pertanyaan Nabi (18):
"Apakah jalan yang membinasakan diri engkau?"

Jawab Iblis:
"Orang yang banyak menyebut nama Allah, bersedekah dengan tidak diketahui orang, banyak bertaubat, banyak tadarus Al-Quran dan sholat tengah malam."

Pertanyaan Nabi (19):
"Hai Iblis! Apakah yang memecahkan mata engkau?"

Jawab Iblis:
"Orang yang duduk di dalam masjid serta beriktikaf di dalamnya"

Pertanyaan Nabi (20):
"Apa lagi yang memecahkan mata engkau?"

Jawab Iblis:
"Orang yang taat kepada kedua ibubapanya, mendengar kata mereka, membantu makan pakaian mereka selama mereka hidup, karena engkau telah bersabda, 'Syurga itu di bawah tapak kaki ibu'"

PELIHARALAH SUNAH NABI AKHIR ZAMAN INI

Biasanya seseorang yang terpengaruh dengan lingkungannya, cenderung untuk menyamakan dirinya dengan masyarakat di sekitarnya. Ketika ada suatu sunnah yang tidak dikerjakan oleh masyarakat sekitarnya, maka ia tidak berani melakukannya. Hal itu dikarenakan rasa malu, minder atau khawatir dianggap tidak bermasyarakat.

Padahal justru pada masa-masa seperti itu seseorang yang menerapkan sunnah akan mendapatkan pahala besar, lima puluh kali lipat pahala para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Ini sesuai dengan sabda beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam:

“Sesungguhnya di belakang kalian nanti ada hari-hari sabar bagi orang-orang yang pada waktu itu berpegang dengan apa yang kalian ada di atasnya. Mereka akan mendapatkan pahala lima puluh kali dari kalian”. Para shahabat bertanya: “Wahai nabi Allah, apakah lima puluh kali pahalanya dari mereka?” beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab: “Bahkan dari kalian”. (HR. Marwazi dalam As-Sunnah)

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari dimana orang yang sabar ketika itu seperti memegang bara api. Mereka yang mengamalkan sunnah pada hari itu akan mendapatkan pahala lima puluh kali dari kalian yang mengamalkan amalan tersebut. Para Shahabat bertanya: “Mendapatkan pahala lima puluh kali dari kita atau dari mereka?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab: “Bahkan lima puluh kali pahala dari kalian”. (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim. Dan dishahihkan oleh Imam Hakim dan disepakati oleh Dzahabi; lihat Dlaruratul Ihtimam, Syaikh Abdus Salam bin Barjas, hal. 49)

Maka salah satu kaidah dalam penerapan sunnah adalah “Kita tetap mengamalkan sunnah walaupun seluruh manusia meninggalkannya”. Kaidah ini tidak bertentangan dengan kaidah ketiga, yang membimbing kita agar memperhatikan maslahat dan mafsadah, karena matinya suatu sunnah jelas merupakan mafsadah besar. Oleh karena itu ketika manusia melupakan suatu sunnah, maka semestinya kita menghidupkannya agar manusia mengenalinya.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah: ”Tidak mengapa kita meninggalkan suatu perkara yang mustahab (tidak wajib), tetapi kita tetap tidak boleh meninggalkan keyakinan disunnahkannya amalan tersebut. Karena mengenali sunnahnya amalan tersebut merupakan fardu kifayah agar tidak hilang sedikitpun dari agama ini.” (Majmu’ Fatawa, juz IV, hal. 436)

Semoga Allah merahmati Ibnul Qayyim rahimahullah ketika dia berkata: “Kalau semua perkara yang mustahab ditinggalkan, maka akan hilanglah sunnah-sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan akan lenyap garis-garisnya serta sirna jejak-jejaknya. Betapa banyak amalan-amalan yang dilaksanakan menyelisihi sunnah yang jelas, sesuai dengan bertambah jauhnya zaman sampai sekarang. Setiap waktu ada sunnah yang ditinggalkan dan dikerjakan yang selainnya, begitulah seterusnya. Akhirnya kau lihat sedikit sekali sunnah yang dikerjakan, itupun dalam keadaan tidak sempurna….”. (I’lamul Muwaqi’in, 2/395; Lihat Dlaruratul Ihtimam, Syaikh Abdus Salam bin Barjas, hal. 86)

Demikianlah, jika manusia dibiarkan meninggalkan perkara yang sunnah, kemudian kita juga tidak mau menegakkannya karena masyarakat tidak mengerjakannya, niscaya akan matilah sunnah dan tidak dikenal lagi oleh masyarakat. Suatu saat kelak ketika ada yang mengerjakan sunnah tersebut akan dianggap sebagai orang yang mengerjakan kebid’ahan.

Sebagai contoh, sunnah yang telah diperintahkan oleh Allah, dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasaalam, para sahabatnya dan para ulama yang setelahnya, yaitu sunnah taaddud atau Poligami. Betapa kerasnya manusia -bahkan kaum muslimin sendiri— yang menentang sunnah ini. Orang yang melakukannya seakan-akan dia adalah orang jahat yang melakukan suatu aib yang besar. Padahal asal perintah Allah dalam masalah perkawinan adalah untuk berpoligami. Kecuali mereka yang tidak mampu untuk berbuat adil, maka diberi keringanan untuk beristeri satu saja.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

…maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (an-Nisaa’: 3)

Ini adalah salah satu bukti tentang satu perkara sunnah yang jika ditinggalkan oleh kebanyakan kaum muslimin dalam kurun waktu yang lama, maka manusia akan mengingkari sunnah tersebut seperti pengingkaran mereka terhadap suatu kebidahan atau bahkan lebih dari itu.

Memang orang yang memulai menghidupkan suatu sunnah pada masa umat meninggalkannya akan mendapatkan resiko yang berat, sebagaimana yang telah disebutkan dalam riwayat di atas. Orang yang mengerjakannya seperti orang yang memegang bara api. Jika dipegang tangan terbakar, namum jika dilepaskan kita akan tersesat jauh dari jalan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Namun resiko itu sesuai dengan pahalanya yang besar, yaitu limapuluh kali para sahabat.

Di samping itu, agama ini memang bermula dengan keasingan dan pada saatnya akan kembali asing seperti permulaannya. Jika dengan alasan masih asing, kemudian kita meninggalkan sunnah maka akan lenyaplah Islam. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam telah mengkhabarkan akan asingnya agama ini pada mulanya dan akan kembali menjadi asing pada saatnya. Namun beliau juga sekaligus memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang terasing karena menjalankan agama ini.

“Sesungguhnya Islam bermula dengan keasingan dan akan kembali asing seperti permulaannya, maka berbahagialah orang-orang yang asing”. (HR. Muslim)

Untuk itu janganlah perasaan asing, malu, takut, dan lain-lain menjadikan kita meninggalkan sunnah. Kita harus ingat bahwa sunnah adalah Islam, dan Islam tidak lain melainkan kumpulan sunnah-sunnah. Sebagaimana dikatakan oleh Imam al Barbahari dalam bukunya, Syarhus Sunnah: “Islam adalah sunnah dan Sunnah adalah Islam. Tidak akan tegak salah satunya kecuali dengan yang lainnya”.

Jika berkurang satu sunnah maka berkuranglah kesempurnaan Islam, begitulah seterusnya hingga akan hilanglah Islam secara keseluruhan. Berkata Abdullah Ibnu Dailami: ”Sesungguhnya awal pertama hilangnya agama ini adalah ditinggalkannya sunnah. Agama ini akan hilang satu sunnah demi satu sunnah seperti hilangnya tali satu kekuatan demi kekuatan”. (Ushul I’tiqad Ahlussunnah, Al Lalikai 1/93).

Oleh karena itulah Ahlul bid’ah dikatakan oleh para ulama sebagai orang yang ikut andil dalam menghancurkan Islam. Karena dengan kebidahan yang mereka lakukan, maka ada sunnah yang tergeser. Semakin banyak bid’ah dikerjakan, semakin banyak pula sunnah yang hilang, hingga hancurlah Islam.

Berkata Al Auza’i dari Hassan bin Athiyyah: ”Tidaklah suatu kaum mengadakan suatu kebid’ahan kecuali Allah akan mencabut suatu sunnah yang semisalnya. Kemudian tidak akan dikembalikan kepada mereka sampai hari kiamat”.

Dan berkata Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu: “Tidaklah datang kepada manusia satu tahun kecuali mereka mengada-adakan satu kebid’ahan dan mematikan satu sunnah. Demikianlah hingga berkembanglah kebid’ahan dan matilah sunnah”. (al-Bida’ wa nahyu ‘anha,hal. 38-39; lihat Dlaruratul Ihtimam, hal. 85).

Sedangkan Ibnu Taimiyyah dalam Iqtidha’nya menyatakan bahwa orang-orang yang mematikan sunnah itu ada dua jenis. Pertama orang-orang yang mengerjakan kebid’ahan-kebid’ahan dan yang kedua orang-orang yang tidak mau menghidupkan sunnah.

Ketahuilah bahwa di samping resiko yang akan dihadapi oleh orang yang memulai menghidupkan sunnah, ada pula maslahat bagi agama yang besar yaitu hidupnya sunnah. Adapun mafsadah atau resiko yang dihadapinya hanyalah bersifat pribadi. Tentunya maslahat agama harus lebih diutamakan daripada maslahat pribadi. Dengarkanlah apa yang diucapkan oleh Imam asy-Syatibi berikut: “Aku ragu dan berulang kali menghitung antara menerapkan sunnah dengan konsekwensi menyelisihi kebiasaan manusia yang tentunya akan mendapatkan resiko seperti apa yang telah didapatkan oleh orang yang menyelisihi adat kebiasaan kaumnya; apalagi kalau mereka menganggap apa yang biasa mereka lakukan tidak lain adalah sunnah; namun di samping resiko yang berat itu ada pahala yang besar. Atau aku memilih untuk mengikuti kebiasaan mereka dengan konsekuensi menyelisihi sunnah dan menyelisihi jalan salafus shalih hingga aku digolongkan termasuk orang-orang yang menyimpang –Naudzubillah min dzalika—Namun karena aku mencocoki kebiasaan manusia akan dianggap sebagai orang yang bisa bermasyarakat dan tidak termasuk orang yang menyelisihi adat. Akhirnya aku berpendapat bahwa kebinasaan dalam mengikuti sunnah adalah keselamatan, dan bahwasanya manusia tidak akan bisa mencukupi aku dari Allah sedikitpun”.

JANGAN SHOLAT TANPA SUTRAH

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam:
“Janganlah engkau shalat melainkan ke arah sutrah (di hadapanmu ada sutrah) dan jangan engkau biarkan seseorang pun lewat di depanmu. Bila orang itu menolak (tetap memaksa ingin lewat, ), perangilah karena bersamanya ada qarin (setan).” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya dan berkata Al-Imam Al-Albani t dalam Ashlu Shifah Shalatin Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam, 1/115: “Sanadnya jayyid.”)

“Apabila salah seorang dari kalian shalat menghadap sutrahnya (yang ada di hadapannya), hendaklah ia mendekat ke sutrah tersebut agar setan tidak memutus shalatnya.” (HR. Abu Dawud no. 695, dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Abi Dawud)2

“Apabila salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yang bisa menghalanginya dari manusia, lalu ada seseorang ingin lewat di hadapannya, hendaknya ia menolak/mencegahnya. Bila orang yang hendak lewat itu enggan tetap memaksa untuk lewat maka hendaknya ia memeranginya karena dia itu setan.” (HR. Al-Bukhari no. 509 dan Muslim no. 1129)


Pengertian Sutrah
Sutrah adalah suatu benda yang dijadikan sebagai penghalang atau batas guna mencegah orang yang hendak berlalu-lalang di depannya saat ia sedang shalat.

Benda yang dapat dijadikan sutrah bagi orang yang sedang shalat dapat berupa sesuatu yang ditancapkan (misal tongkat), atau benda dipancangkan (misalkan kursi, botol atau tas), atau benda tidak bergerak (misalnya dinding atau tiang), atau orang yang sedang sholat, tidur atau duduk didepan kita (namun tidak menghadap ke arah orang yang sholat tersebut).

Orang yang memakai sutrah (saat sholat) berarti memberi tempat berlalu bagi orang-orang yang ingin lewat, sehingga mereka tidak harus berhenti menunggu selesainya orang yang shalat tersebut. Dengan adanya sutrah, orang yang ingin lewat bisa melewati daerah bagian belakang sutrah. Sutrah akan menjaga orang yang lewat terhindar dari berbuat dosa.

Orang yang sedang shalat berarti ia sedang bermunajat kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Sehingga, bila ada sesuatu yang lewat di hadapannya (dalam jarak dirinya dengan sutrahnya) berarti dapat memutus munajat tersebut serta mengganggu hubungan ia dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam shalatnya. Oleh sebab itu, siapa yang sengaja lewat di depan orang shalat, ia telah melakukan dosa yang besar. (Al-Mausu’atul Fiqhiyah, 24/178, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, 2/939, Taudhihul Ahkam, 2/58)

Hukum Sutrah
Hukum sutrah diperselisihkan oleh ahlul ilmi, antara yang berpendapat wajib dengan yang berpendapat sunnah.

Jumhur ulama berpendapat bahwa wajib hukumnya bagi orang yang sholat untuk menggunakan sutrah sepanjang ia mampu. Artinya bila tidak ada kondisi yang menghalanginya untuk menentukan sutrahnya maka wajib baginya menggunakan suatu benda sebagai sutrah sholatnya.

Asy-Syaukani berkata: “Kebanyakan hadits yang mencakup perintah membuat sutrah, dan dhahir dari perintah itu menunjukkan wajib. Jika didapati suatu dalil yang memalingkan perintah wajib ini kepada sunnah, maka hukumnya menjadi sunnah. Tidaklah benar untuk dijadikan sebagai dalil yang memalingkan, yaitu sabda beliau -shallallahu ‘alaihi wasallam-:

“Maka sesungguhnya sesuatu yang lewat di hadapannya tidak membahayakannya.” Karena seseorang yang shalat itu wajib menjauhi sesuatu yang membahayakannya dalam shalat atau menjauhi sesuatu yang bisa menghilangkan sebagian pahalanya.

Di antara hal yang menguatkan wajibnya membuat sutrah:
“Sesungguhnya sutrah itu sebab yang syar’i, yang dengannya shalat seseorang tidak batal, dengan sebab lewatnya seorang wanita yang baligh, keledai atau anjing hitam, sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang shahih. Dan untuk mencegah orang yang lewat dihadapannya serta hukum-hukum selain yang berkaitan dengan sutrah.

Oleh karena itu, salafus shalih -semoga Allah meridhai mereka- sangat gigih dalam membuat sutrah untuk shalat. Sehingga datanglah perkataan dan perbuatan mereka yang menunjukkan, bahwa mereka sangat gigih dalam mendorong menegakkan sutrah dan memerintahkannya serta mengingkari orang yang shalat yang tidak menghadap kepada sutrah, sebagaimana yang akan engkau lihat.

Dari Qurrah bin ‘Iyas, dia berkata: “‘Umar telah melihat saya ketika saya sedang shalat di antara dua tiang, maka dia memegangi tengkuk saya, lalu mendekatkan saya kepada sutrah. Maka dia berkata: “Shalatlah engkau dengan menghadap kepadanya.”"

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Dengan itu ‘Umar menginginkan agar dia shalat menghadap ke sutrah.”[9]

Dari Ibnu ‘Umar, dia berkata: “Jika salah seorang dari kalian shalat, hendaklah dia shalat menghadap ke sutrah dan mendekatinya, supaya syetan tidak lewat di depannya.”[10]

Ibnu Mas’ud berkata: “Empat perkara dari perkara yang sia-sia: “Seseorang shalat tidak menghadap ke sutrah… atau dia mendengar orang yang adzan, tetapi dia tidak memberikan jawaban.”

Orang yang meletakkan sutrah atau menjadikan sesuatu yang ada di hadapannya sebagai sutrah, harus mendekat dengan sutrahnya tersebut agar setan tidak mengganggu shalatnya. Sebagaimana hal ini diperintahkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam:

“Apabila salah seorang dari kalian shalat menghadap sutrahnya (yang ada di hadapannya), hendaklah ia mendekat ke sutrah tersebut agar setan tidak memutus shalatnya.” (HR. Abu Dawud no. 695, dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Abi Dawud)2

Yang dimaksud dengan “agar setan tidak memutus shalatnya” adalah agar setan tidak meluputkan konsentrasinya dengan mendatangkan was-was dan menguasainya dalam shalatnya.

Kata Asy-Syaikh ‘Ali Al-Qari t, “Diambil faedah dari hadits ini bahwa sutrah dapat mencegah berkuasanya setan terhadap seseorang yang sedang shalat dengan memasukkan was-was ke dalam hatinya. Bisa jadi seluruh shalatnya dikuasai oleh setan, bisa pula sebagian shalatnya. Semuanya tergantung kejujuran orang yang shalat tersebut serta bagaimana penghadapan hatinya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam shalatnya. Sementara, tidak memakai sutrah akan memungkinkan setan untuk menghilangkan apa yang sedang dihadapinya berupa perasaan khusyuk, tunduk, tadabbur Al-Qur`an, dan dzikir.” (Ashlu Shifah Shalatin Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam, 1/115)

Besarnya Dosa Melewati di Hadapan Orang Shalat
Abu Juhaim ibnul Harits z berkata, “Rasulullah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam bersabda:

“Seandainya orang yang lewat di depan orang yang shalat (dalam jarak yang dekat dengan orang yang shalat, pent.) mengetahui apa yang ditanggungnya, niscaya ia memilih untuk berhenti selama 40, itu lebih baik baginya daripada lewat di depan orang yang shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 510 dan Muslim no. 1132)

Hadits ini menunjukkan haramnya lewat di hadapan orang yang shalat dalam jarak yang dekat karena makna hadits ini adalah larangan yang ditekankan dan ancaman yang keras dari perbuatan demikian. Dengan begitu melewati orang yang shalat terhitung dosa besar. (Fathul Bari, 1/757)

Al-Imam Ibnu Hazm t menyatakan adanya kesepakatan ahlul ilmi tentang dibencinya lewat di antara orang shalat dengan sutrahnya dan berdosa siapa yang melakukan perbuatan tersebut. (Maratibul Ijma’ hal 54 )

Dalam hadits di atas kita dapatkan keterangan bahwa dosa yang disebutkan dalam hadits di atas diberikan kepada orang yang tahu adanya larangan lewat di depan orang shalat tapi ia tetap lewat. Dzahir hadits ini juga menunjukkan bahwa ancaman yang disebutkan khusus bagi orang yang lewat, bukan orang yang hanya diam berdiri dengan sengaja di depan orang shalat atau duduk ataupun tidur, akan tetapi bila alasan pelarangan adalah karena mengganggu/mengacaukan konsentrasi orang yang shalat maka sekadar diam di depan orang shalat pun bisa masuk ke dalam makna melewati.

Ulama berselisih pandang tentang jarak yang diharamkan dan dibenci untuk dilewati oleh orang yang ingin lewat bila di hadapan orang yang shalat tanpa ada sutrah. Al-Hanafiyyah dan Al-Malikiyyah mengatakan, “Haram dilewati antara tempat telapak kaki orang yang shalat sampai ke tempat sujudnya.” Adapun Asy-Syafi’iyyah dan Al-Hanabilah berpendapat yang diharamkan adalah sejarak tiga hasta dari telapak kaki orang yang shalat. (Al-Fatawal Hindiyah 1/128, Bada`i’ush Shana’i 2/83-84 Taudhihul Ahkam, 2/62)

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin t berkata, “Pendapat yang paling dekat dengan kebenaran adalah antara kedua kakinya dan tempat sujudnya, karena seorang yang shalat tidak berhak mendapatkan tempat lebih dari apa yang ia butuhkan dalam shalatnya sehingga ia tidak punya hak menahan orang yang lewat di tempat yang tidak dibutuhkannya. Adapun bila ia meletakkan sutrah maka tidak boleh dilewati antara dia dan sutrahnya. Namun kami katakan, “Bila engkau meletakkan sutrah maka jangan engkau berdiri jauh darinya tapi mendekatlah di mana nantinya sujudmu dekat dengan sutrah tersebut.” (Asy-Syarhul Mumti’, 1/709)

Jarak Orang Sholat Dengan Sutrahnya
Jarak dimana seorang yang sholat (sendiri atau sebagai imam) menentukan sutrahnya (berupa dinding atau benda lain) adalah jarak maksimal yang diperlukannya untuk melakukan sujud dengan nyaman dan baik.

Dalam jarak ini orang lain diharamkan untuk melewati dihadapannya saat sholat. Orang yang sedang sholat ini wajib melarang orang lewat dihadapannya dengan cara menghambat orang yang akan lewat dengan salah satu tangannya. Tentunya dengan gerakan seminimal mungkin.

Orang lain boleh lewat di depan orang yang sedang sholat bila ada sutrah yang menghalanginya antara orang yang sholat dengan orang yang lewat. Sebagai contoh, bila didepan seorang yng sedang sholat ada sutrahnya berupa tas ransel atau kotak amal yang lebih tinggi dari sekitar 2 jengkal (46,2 cm) maka orang lain boleh lewat diluar sutrah tersebut, tapi diharamkan lewat diantara sutrah dan orang yang sedang sholat tersebut.

Bila kita terpaksa harus melewati seseorang yang sedang sholat tanpa sutrah, maka tidaklah berdosa bila kita melewati dirinya pada jarak diluar jarak normal (yaitu sejauh jarak sujud orang yang sholat tersebut).

Sahl bin Sa’d As-Sa’idi z berkata:
“Jarak antara tempat berdirinya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam dalam shalatnya dengan tembok/dinding adalah sekadar (bisa) lewatnya seekor kambing.” (HR. Al-Bukhari no. 496 dan Muslim no. 1134)

Ibnu Baththal t berkata, “Ini jarak minimal seseorang yang shalat dengan sutrahnya, yaitu sekadar bisa dilewati seekor kambing.” Ada yang mengatakan jaraknya tiga hasta dan ini pendapat kebanyakan ahlul ‘ilmi. (Raddul Mukhtar Hasyiyatu Ibnu ‘Abidin 2/402, Al-Mughni Kitabus Shalah, fashl Dunu minas Sutrah, Al-Hawil Kabir 2/209, Al-Majmu` 3/226)

Dalilnya adalah hadits Bilal z:
“Sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam shalat di Ka’bah, jarak antara beliau dan dinding sejauh tiga hasta.” (Al-Imam Ibnu Abdil Barr t berkata: “Hadits ini diriwayatkan Ibnul Qasim dan Jama’ah dari Malik, dan sanad hadits ini lebih shahih4 dari sanad hadits Sahl ibnu Sa’d.” Lihat At-Tamhid 5/37, 38 dan Al-Istidzkar 6/171)

Ad-Dawudi ketika mengompromikan pendapat yang ada menyatakan bahwa yang paling minim adalah sekadar lewatnya seekor kambing dan maksimalnya tiga hasta. Sebagian ulama yang lain juga mengompromikan dengan menyatakan bahwa jarak yang awal (minimal) adalah pada keadaan berdiri dan duduk, sedangkan jarak yang kedua (maksimal) pada keadaan ruku’ dan sujud. (Fathul Bari, 1/743, Adz-Dzakhirah, 2/157-158)

Al-Imam Malik t berkata, “Apabila seseorang masbuq dalam shalatnya, sementara tiang masjid ada di sebelah kanan atau kirinya, maka boleh dia bergeser ke kanan atau ke kiri mengarah ke tiang itu untuk dijadikan sutrah, jika memang tiang itu dekat dengannya. Begitu pula jika tiang itu ada di depannya atau di belakangnya, dia boleh maju atau mundur sedikit ke arah tiang tersebut selama tidak jauh darinya. Adapun bila tiang itu jauh, maka dia tetap shalat di tempatnya dan berusaha mencegah segala sesuatu yang lewat di hadapannya semampunya.” (Al-Mudawwanatul Kubra, 1/202)

Bergeser seperti ini dengan mencari sesuatu yang menghalanginya lebih ringan daripada mencegah orang yang lewat di hadapannya. (Adz-Dzakhirah, 2/156). Wallahu a’lam.

Ukuran Tinggi dan Lebar Sutrah
Ukuran sutrah yang mencukupi bagi orang yang shalat, sehingga dia bisa aman memberi kesempatan orang yang lewat, adalah minimal setinggi pelana.

Dan dalilnya dari Thalhah, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian telah meletakkan tiang setinggi pelana di hadapannya, maka hendaklah ia shalat dan janganlah ia memperdulikan orang yang ada di belakangnya.” [Telah dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahih-nya no. (499).]

Ukuran panjang pelana adalah sepanjang (satu) hasta. Sebagaimana yang dijelaskan oleh ‘Atha`, Qatadah, ats-Tsaury serta Nafi’. Sehasta adalah ukuran di antara ujung siku sampai ke ujung jari tengah. Dan ukurannya kurang lebih: 46,2 cm.

Ukuran ketebalan Sutrah minimal adalah sebesar setangkai anak panah. Ibnu Qudamah t menyatakan, “Adapun kadar lebar/tebalnya sutrah, setahu kami tidak ada batasannya. Maka boleh menjadikan sesuatu yang tipis/tidak lebar sebagai sutrah seperti anak panah dan tombak, sebagaimana boleh menjadikan sesuatu yang tebal/lebar sebagai sutrah seperti tembok. Dan sungguh Nabi n pernah bersutrah dengan tombak. Abu Sa’id berkata, “Kami pernah bersutrah dengan anak panah dan batu ketika shalat.” Diriwayatkan dari Sabrah bahwa Nabi Shalallahu alaihi wasalam bersabda, “Bersutrahlah kalian di dalam shalat walaupun hanya dengan sebuah anak panah.”1 Diriwayatkan oleh Al-Atsram. Al-Auza’i berkata, “Mencukupi bagi seseorang anak panah dan cambuk (sebagai sutrah).” Ahmad berkata, “Sesuatu yang lebar lebih menyenangkan bagiku, karena dari ucapan Nabi n, ‘walaupun hanya dengan sebuah anak panah’ menunjukkan yang selain anak panah lebih utama dijadikan sutrah.” (Al-Mughni, kitabus Shalah, bab Imamah fashl Qadrus Sutrah)

Sutrah Bagi Orang Yang Sholat Berjamaah
Sutrah sekelompok orang yang sedang sholat berjamaah adalah sutrah yang digunakan oleh imam (yang memimpin sholat) nya. Dengan demikian dibolehkan berjalan di hadapan para makmum dan tidaklah berdosa. Namun bila ia mendapatkan jalan lain untuk lewat maka itu lebih utama, karena jelas lewatnya orang ini akan mengganggu orang yang sedang shalat, sementara menjaga diri agar tidak sampai mengganggu orang lain adalah perkara yang dituntut.

Faedah Sutrah
Sebagai penutup, kita bawakan beberapa faedah atau manfaat sutrah yang disebutkan dalam kitab-kitab para ulama. Di antaranya:

1. Shalat dengan memakai sutrah berarti menjalankan dan menghidupkan sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalaam. Sementara menghidupkan As-Sunnah dan mengikutinya adalah jalan yang lurus.
2. Sutrah menjaga shalat dari hal-hal yang dapat memutuskannya.
3. Sutrah akan menutupi pandangan mata orang yang shalat dari apa yang ada di sekitarnya, karena pandangan matanya terbatas pada sutrahnya. Dengan terbatasnya pandangan berarti membatasi pikiran-pikiran yang dapat mengganggu kekhusyukan di dalam shalat.
4. Orang yang memakai sutrah berarti memberi tempat berlalu bagi orang-orang yang ingin lewat, sehingga mereka tidak harus berhenti menunggu selesainya orang yang shalat tersebut.
5. Dengan adanya sutrah, orang yang ingin lewat bisa melewati daerah bagian belakang sutrah.
6. Sutrah akan menjaga orang yang lewat dari berbuat dosa.

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

HIKMAH DARI DIAM

Dikisahkan bahwa ada seorang lelaki miskin yang mencari nafkahnya hanya dengan mengumpulkan kayu bakar lalu menjualnya di pasar. Hasil yang ia dapatkan hanya cukup untuk makan. Bahkan, kadang-kadang tak mencukupi kebutuhannya. Tetapi, ia terkenal sebagai orang yang sabar.

Pada suatu hari, seperti biasanya dia pergi ke hutan untuk mengumpulkan kayu bakar. Setelah cukup lama dia berhasil mengumpulkan sepikul besar kayu bakar. Ia lalu memikulnya di pundaknya sambil berjalan menuju pasar. Setibanya di pasar ternyata orang-orang sangat ramai dan agak berdesakan. Karena khawatir orang-orang akan terkena ujung kayu yang agak runcing, ia lalu berteriak, "Minggir... minggir! kayu bakar mau lewat!."

Orang-orang pada minggir memberinya jalan dan agar mereka tidak terkena ujung kayu. Sementara, ia terus berteriak mengingatkan orang. Tiba-tiba lewat seorang bangsawan kaya raya di hadapannya tanpa mempedulikan peringatannya. Kontan saja ia kaget sehingga tak sempat menghindarinya. Akibatnya, ujung kayu bakarnya itu tersangkut di baju bangsawan itu dan merobeknya. Bangsawan itu langsung marah-marah kepadanya, dan tak menghiraukan keadaan si penjual kayu bakar itu. Tak puas dengan itu, ia kemudian menyeret lelaki itu ke hadapan hakim. Ia ingin menuntut ganti rugi atas kerusakan bajunya.

Sesampainya di hadapan hakim, orang kaya itu lalu menceritakan kejadiannya serta maksud kedatangannya menghadap dengan si lelaki itu. Hakim itu lalu berkata, "Mungkin ia tidak sengaja." Bangsawan itu membantah. Sementara si lelaki itu diam saja seribu bahasa. Setelah mengajukan beberapa kemungkinan yang selalu dibantah oleh bangsawan itu, akhirnya hakim mengajukan pertanyaan kepada lelaki tukang kayu bakar itu. Namun, setiap kali hakim itu bertanya, ia tak menjawab sama sekali, ia tetap diam. Setelah beberapa pertanyaan yang tak dijawab berlalu, sang hakim akhirnya berkata pada bangsawan itu, "Mungkin orang ini bisu, sehingga dia tidak bisa memperingatkanmu ketika di pasar tadi."

Bangsawan itu agak geram mendengar perkataan hakim itu. Ia lalu berkata, "Tidak mungkin! Ia tidak bisu wahai hakim. Aku mendengarnya berteriak di pasar tadi. Tidak mungkin sekarang ia bisu!" dengan nada sedikit emosi. "Pokoknya saya tetap minta ganti," lanjutnya.

Dengan tenang sambil tersenyum, sang hakim berkata, "Kalau engkau mendengar teriakannya, mengapa engkau tidak minggir?" Jika ia sudah memperingatkan, berarti ia tidak bersalah. Anda yang kurang memperdulikan peringatannya."

Mendengar keputusan hakim itu, bangsawan itu hanya bisa diam dan bingung. Ia baru menyadari ucapannya ternyata menjadi bumerang baginya. Akhirnya ia pun pergi. Dan, lelaki tukang kayu bakar itu pun pergi. Ia selamat dari tuduhan dan tuntutan bangsawan itu dengan hanya diam.

BOBOT SEBUAH DOA

Louise Redden, seorang ibu kumuh dengan baju kumal, masuk ke dalam sebuah supermarket.Dengan sangat terbata-bata dan dengan bahasa yang sopan ia memohon agar diperbolehkan mengutang. Ia memberitahukan bahwa suaminya sedang sakit dan sudah seminggu tidak bekerja & memiliki tujuh anaK yang sangat membutuhkan makan.

John Longhouse, si pemilik supermarket,mengusir dia keluar. Sambil terus menggambarkan situasi keluarganya, si ibu terus menceritakan tentang keluarganya. " Tolonglah, Pak, Saya janji akan segera membayar setelah aku punya uang." John Longhouse tetap tidak mengabulkan permohonan tersebut. " Anda tidak mempunyai kartu kredit, anda tidak mempunyai garansi," alasannya. Di dekat counter pembayaran, ada seorang pelanggan lain, yang dari awal mendengarkan percakapan tadi. Dia mendekati keduanya dan berkata:" Saya akan bayar semua yang diperlukan Ibu ini." Karena malu, si pemilik toko akhirnya mengatakan, " Tidak perlu, Pak. Saya sendiri akan memberikannya dengan gratis. Baiklah, apakah ibu membawa daftar belanja?"

" Ya, Pak. Ini," katanya sambil menunjukkan sesobek kertas kumal. " Letakkanlah daftar belanja anda di dalam timbangan, dan saya akan memberikan gratis belanjaan anda sesuai dengan berat timbangantersebut."

Dengan sangat ragu-ragu dan setengah putus asa, Louise menundukkan kepala sebentar, menuliskan sesuatu pada kertas kumal tersebut, lalu dengan kepala tetap tertunduk, meletakkannya ke dalam timbangan.Mata Si pemilik toko terbelalak melihat jarum timbangan bergerak cepat ke bawah. Ia menatap Pelanggan yang tadi menawarkan si ibu tadi sambil berucap kecil, "Aku tidak percaya pada yang aku lihat." Si pelanggan baik hati itu hanya tersenyum.Lalu, si ibu kumal tadi mengambil barang-barang yang diperlukan, dan disaksikan oleh pelanggan baik hati tadi, si Pemilik toko menaruh belanjaan tersebut pada sisi timbangan yang lain. 

Jarum timbangan tidak kunjung berimbang, sehinggasi ibu terus mengambil barang-barang keperluannya dan sipemilik toko terus menumpuknya pada timbangan, hingga tidak muat lagi. Si Pemilik toko merasa sangat jengkel dan tidak dapat berbuat apa-apa. 

Karena tidak tahan, Si pemilik toko diam-diam mengambil sobekan kertas daftar belanja si Ibu kumal tadi. Dan ia-pun terbelalak.Di atas kertas kumal itu tertulis sebuah doa pendek: " Tuhan, Engkau tahu apa yang hamba perlukan. Hamba menyerahkan segalanya ke dalam tanganMu."Si Pemilik Toko terdiam.Si Ibu, Louise, berterimakasih kepadanya, dan meninggalkan toko dengan belanjaan gratisnya. Si pelanggan baik hati bahkan memberikan selembar uang 50 dollar kepadanya. Si Pemilik Toko kemudian mencek dan menemukan bahwa timbangan yang dipakai tersebut ternyata rusak. Ternyata memang hanya Tuhan yang tahu bobot sebuah doa.

POWER OF TUTUR KATA

Pada suatu hari seorang teman bertutur, disebuah stasiun kereta api tanpa sengaja bertemu dengan seorang penjual asongan yang kehilangan tangan sebelahnya sedang menjajakan dagangannya karena hatinya iba dan ingin menolong. Dikeluarkan uang selembar sepuluh ribuan lalu diberikanlah uang itu padanya.

Sejenak berpikir di dalam benaknya ia merasa bersalah, segera kembali penjual asongan dan mengatakan kepadanya, 'Maaf bapak, saya tidak bermaksud merendahkan bapak. saya tahu, bapak adalah seorang pengusaha.' Lalu mengambil sebuah pulpen kemudian meninggalkan penjual asongan.

Setahun kemudian teman itu melintasi stasiun kereta api yang sama. Terdengar suara seseorang menyapa dirinya. 'Apa kabar Mas?' sapa seorang pemilik toko di stasiun kereta api. 'Saya sudah lama menunggu anda di toko ini.' kata pemilik toko. "Barangkali anda lupa, saya adalah penjual asongan yang waktu itu menyebut saya sebagai pengusaha sehingga saya termotivasi kata-kata anda sehingga saya bekerja keras untuk memiliki sebuah toko,' katanya dengan bangga menunjukkan tokonya.

Teman itu menceritakan betapa terharunya dirinya karena ia tidak mengira penjual asongan yang dia jumpai setahun yang lalu kini telah memiliki sebuah toko yang cukup besar distasiun kereta api.

Pesan dari kisah ini menunjukkan bahwa Tutur kata yang kita ucapkan memiliki sebuah kekuatan. Ucapan kita mampu memberikan motivasi seperti yang terjadi pada penjual asongan namun juga sebaiknya bila bertemu dengan orang yang tidak tepat malah menjerumuskan kita kepada kehancuran. Nabi mengajarkan kita agar senantiasa berkumpul dengan orang-orang sholeh, yaitu orang yang mampu menularkan kebahagiaan, kesehatan dan kedamaian dalam hidup kita.

----
'Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.' (QS. At Taubah: 119).

USILNYA IBLIS DI HARI JUM'AT

Pada suatu hari iblis berbaris rapih.. mempersiapkan pasukannya. Hari ini hari jum’at, hari raya mingguan umat Islam. Tidak seperti biasa, hari ini mereka yang tidak terbiasa mendatangi masjid, akan memenuhi serambi-serambi masjid untuk menunduk dihadapan Alloh. Hari ini mereka yang tidak terbiasa menafkahkan rizkinya, tergelitik untuk mengisi kotak-kotak amal, menyisihkan rupiah untuk pengemis yg biasanya jumlahnya meningkat dihari jum’at. Ahiya, hari ini perang besar…

“Siap, pasukan…”

“Labaik…”

Pidato pimpinan perang hari jum’at dihadapan prajurit yang khusyuk mendengarkan.

“Hari ini tugas kita akan bertambah. Ummat muslim akan dipenuhi cahaya kebaikan hari ini. Ingat pasukanku.. mereka yang menyebabkan kita terusir dari surga nan indah.. ingat pasukanku, bagaimanapun caranya…jerumuskan mereka bersama kita di neraka kelak…”



Wusss… api berkobar.. seperti semangat iblis…

“baiklah.. sekarang kalian menyebar.. carilah mangsa.. ingat! Harus berhasil…”

“siappppppppp!!!!!!!!”

……………………

Dalam kerjap mata iblis menghilang dari pandangan sang pemimpin..

“haha.. manusia.. engkau terlalu hina untuk menikmati surga..”



Mereka melesat, melewati sungai, gang-gang kecil, terminal, tempat-tempat hiburan, kantor-kantor, tidak satu titikpun yang terlewati. Mendekap kutub utara, menyebrangi samudera. Mendatangi lulusan-lulusan oxford, mendatangi mahasiswa-mahasiswa Al Azhar, mendatangi mahasiswa unsoed (kenapa harus unsoed? Tnya pada sang iblis), mendatangi gedung pentagon (masih ada umat Islam disana), mendatangi kedutaan-kedutaan besar, drilling shore lepas pantai, gedung-gedung pemerintah, pangkalan-pangkalan ojek, pasar-pasar, super Mall, tempat-tempat shooting, pedalaman-pedalaman Kalimantan, café-café, rumah-rumah petak, rusun, sungguh tiada satu titikpun yang tersisa.



Sementara itu..

Didunia manusia..



Semua berjalan seperti biasa… perang apa? Iblis bertepuk sebelah tangan. Disini kami sudah terjaga sejak subuh tadi, bahkan jauh sebelumnya. Menyelesaikan tadarus. Bersiap-siap sembari mendengarkan ceramah pagi di radio. Memulakan hari dengan doa-doa baik, dzikir pagi, ahiya menyisihkan sebagian harta (semoga malaikat hari ini mendoakan keberkahannya)..

Melangkahkan kaki keluar rumah dengan hati yang tertambat akan makna ibadah. Inna sholatii, wanusuki, wamahyaya, wamamatii lillahi robbil ‘alamin…



Menjemput rizki.. menjadikannya sbg ibadah. Sungguh, hanya karenaNya. Menanamkan benih-benih taat. Meninggalkan tipu daya dunia. Tanpa terasa lantunan ayat Al Quran mulai terdengar dari masjid-masjid disekitar kantor. Bertanda sebentar lagi waktu sholat Jum’at. Ah.. kami tidak berselera lagi untuk sejenak hang-out di café sebelum sholat jum’at. Ikhwan kami terlalu tangguh untuk tergoda urusan itu. Kami berlomba mendapatkan shaff terdepan.



Waktu istirahat tiba. Akhwat-akhwat berduyun mendatangi holaqoh-holaqoh ilmu. Atau sekedar menunggu sholat dhuhur dengan menghabiskan beberapa halaman Al Qur’an. Tidak berselera kami mengobrol sana sini, menggunjing, membicarakan aib orang lain. Tertawa kencang-kencang. Kami ingin menutup 36 pintu kemaksiatan dari lisan yang tidak terjaga. Sungguh,amalan kami masih terasa sangat sedikit apatah kami harus menambah dosa? Kami tidak ingin menjadi bagian penghuni neraka.



Sepanjang hari ini. Hanya ibadah..

Menyelesaikan malam dengan Qiyamul Lail.. menengadahkan tangan.. menundukkan hati kami di hadapanNya. Memohon keistiqomahan.. shirotol mustaqim.. memohon hadirnya keikhlasan..

Bagaimana bisa iblis menggoda kami. Sungguh, tidak ada meski satu celah pun…



Sementara itu..

Didunia malaikat..

Pagi ini dua malaikat mendatangi tiap jiwa, menyeru untuk berinfak*).. mendoakan mereka yang mendermakan hartanya hari ini. Sungguh malaikat hari ini sibuk sekali mencatat. Catatan kebaikan yang indah.



Malaikat berjaga dipintu pintu masjid, mencatat mereka yang datang di awal waktu. Menyediakan buku laporan lengkap (ahiya.. malaikat membawa banyak bendera untuk ditancapkan dipintu masjid dgn catatan nama sesuai urutan kehadiran).



Sebagian merentangkan sayapnya memenuhi langit dunia**). Memanjatkan doa-doa kebaikan bagi mereka yang berkumpul dalam holaqoh ilmu. Sebagian mencatat kebaikan mereka yang menghabiskan waktu membaca AlQur’an***). Sebagian menemani mereka yang sungguh kesulitan menyudahi pekerjaannya, terpaksa menunda istirahatnya, duhai mereka tetap bersinar karena dzikirnya.



Sungguh para malaikat menyerahkan catatan dengan senyum terindah mereka.



Dan malam ini iblis mengadakan rapat besar. Menyiapkan strategi yang lebih canggih. Mungkin ia akan membayangi dunia maya. Menyebarkan kemaksiatan lewat gelombang-gelombang elektromagnetik. Bersiaplah duhai saudaraku.. kau sasaran berikutnya…



Hem.. adakah cerita ini menjejak ketanah? Betul-betul terjadi diIndonesia? InsyaAlloh.. saya percaya, masih banyak orang-orang baik dikeliling kita… ^_^


 SALAM UKHUWAH FILLAH