Jumat, 09 September 2011

Tafsir Surat Al-Jin Ayat 1-4

قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآناً عَجَباً يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَلَن نُّشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَداً وَأَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَداً وَأَنَّهُ كَانَ 
يَقُولُ سَفِيهُنَا عَلَى اللَّهِ شَطَطاً






Katakanlah (hai Muhammad), “Telah diwahyukan kepadamu bahwasa: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Qur’an), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur’an yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseorang pun dengan Tuhan kami, Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristeri dan tidak (pula) beranak. Dan bahwasanya: orang yang kurang akal daripada kami selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah.

Mufradat (Kosa Kata)

أوحي

wahyu adalah sesuatu yang diturunkan kepada para Nabi/Rasul dari sisi Allah. Wahyu juga mengandung arti alkhafa (samar) dan as-sur’ah (cepat). Sedangkan kata “al-ihaa” adalah menyampaikan sesuatu kepada orang lain sesuai dengan yang diinginkan dengan jalan isyarat, surat, kitabah dan ilham

نفر

Nafarun berarti bilangan kecil dari 3 sampai 10 orang

استمع

Istama’a berarti mendengar dengan baik dan sungguh-sungguh

شططا

Syathatha adalah ucapan yang melampaui batas kebenaran dan keadilan.

Gambaran Singkat Tentang Kisah Jin Dan Al-Quran

Dalam riwayat shahih dijelaskan bahwa golongan jin telah mendengarkan Nabi SAW di saat beliau sedang shalat dengan para sahabatnya dan membaca Al-Quran dengan lantunan suara yang mendorong jin bergerak menuju ke haribaan-Nya. Setelah mereka mendengarkannya dengan sungguh-sungguh dan memahami hakekat Kalamullah maka, mereka bertolak dan bergerak menuju masyarakatnya untuk memberi kabar gembira dan mengajarkan apa-apa yang telah mereka pahami.

Allah SWT mewahyukan hal ini kepada Nabi SAW agar hatinya merasa tentram dan jiwanya tetap menggelora dalam dakwahnya meskipun orang-orang musyrik berpaling darinya.

Ayat jin ini diturunkan dalam surat Al-Ahqaf secara global pada dua ayat 29 dan 30 dan secara terperinci seperti yang digambarkan dalam surat jin ini untuk memberikan teguran pada Kuffar Quraisy dan Arab yang terlambat merespon keimanan sementara jin yang bukan dari golongan manusia lebih cepat merespon dakwah dari pada mereka. Mereka Kuffar Quraisy tidak beriman dan bahkan mendustakannya dikarenakan sifat hasud yang menyelimuti diri mereka dan benci apabila Allah menurunkan anugerahnya kepada orang yang dikehendaki-Nya.

Makna Ijmali

Katakanlah kepada mereka Ya Muhammad; “sungguh Allah telah mewahyukan kepadaku bahwasanya sekelompok dari golongan jin telah mendengarkan Al-Quran dengan khusyuk. Lalu mereka berkata kepada kaumnya di saat kembali kepada mereka; “sesungguhnya kami telah mendengar Al-Quran yang agung nan indah yang sangat mengherankan karena beda dengan “kalamul basyar” (perkataan manusia), bahkan dengan kitab-kitab dahulu dalam susunan, metode, tujuan dan artinya. Al-Quran adalah kitab yang mengandung petunjuk, kebenaran, nilai-nilai kebaikan dan jalan yang lurus. Dari sini kami (golongan jin) beriman kepadanya dan Dzat yang menurunkannya. Tidak hanya berhenti di sini saja, akan tetapi kami juga tidak akan menyekutukan Allah SWT dengan satu pun makhluknya. Sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian sufaha (jin-jin bodoh) dari golongan kami. Dan sesungguhnya Allah SWT tidak memerlukan teman dan anak sebagaimana yang dituduhkan oleh musyrikun dan sebagian golongan jin. Maka ketika mendengar ayat Al-Quran tentang hal ini, mereka mengingatkan kesalahan keyakinan jin-jin kafir yang menyatakan bahwa Allah memerlukan seorang teman, pendamping dan anak. Bagaimana hal ini terjadi, sedangkan Allah Maha Kaya dari segala sesuatu?

Dan jin-jin itu beriman dan membenarkan apa yang dikatakan Al-Quran. Mereka tidak mau taqlid buta apalagi berkaitan dengan kesalahan yang sudah jelas salahnya dan kebatilan yang nyata, meskipun yang melakukan tokoh-tokohnya. Mereka berkata, ”Kami beriman kepada Allah dan mengakui kesalahan kami dalam menisbatkan Allah kepada yang tidak laik bagi-Nya. Karena kami semua yakin bahwa mustahil ada satu dari manusia dan jin yang berkata dusta atas nama Allah.”

Durus wa ’Ibar
  1. Wahyu datangnya hanya dari Allah dan hanya diberikan kepada para Rasul.
  2. Risalah Islam tidak terbatas hanya pada golongan manusia, akan tetapi untuk semua makhluk termasuk golongan jin.
  3. Sekelompok Jin telah mendengar langsung Al-Quran dari Rasulullah SAW baik saat shalat maupun langsung berhadapan dengannya.
  4. Jin meyakini bahwa Al-Qur’an adalah Kitab yang mengandung petunjuk.
  5. Ayat mengisyaratkan kepada kita bahwa jin setelah mendengar Al-Quran langsung menyampaikan kepada kaumnya.
  6. Jin terbagi dua, ada yang bertauhid dan ada yang musyrik.

Tafsir Surat Al-Alaq

iqra Dinamakan surat Iqra’ atau surat Al-Qalam, Makkiyah dan terdiri dari 19 ayat. Di surat ini Nabi diperintahkan untuk membaca disertai adanya penjelasan tentang kekuasaan Allah terhadap manusia dan penjelasan sifat-sifatnya. Juga disebutkan keterangan tentang pembangkangan sebagian menusia dan balasan yang sesuai dengan perbuatan.

1.  Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2.  Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.  Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4.  Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
5.  Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
6.  Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
7.  Karena dia melihat dirinya serba cukup.
8.  Sesungguhnya Hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu).
9.  Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang,
10.  Seorang hamba ketika mengerjakan shalat,
11.  Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran,
12.  Atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?
13.  Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling?
14.  Tidaklah dia mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?
15.  Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya kami tarik ubun-ubunnya,
16.  (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.
17.  Maka Biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),
18.  Kelak kami akan memanggil malaikat Zabaniyah,
19.  Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).

Makna Mufradat

Arti
Mufradat
  1. Jamak dari ‘Alaqah artinya segumpal darah.
  2. Lebih mulia dan yang mulia.
  3. As-Saf’u artinya menarik dengan kasar, sedangkan An-Nashiyah artinya rambut di ubun-ubun. Maksudnya sebagai bentuk penghinaan.
  4. Yang memanggil.
  5. Malaikat yang ditugaskan untuk mengurusi orang-orang kafir di neraka. Di dalamnya mereka dimasukkan secara paksa.
  6. Mendekatlah kepada Tuhanmu melalui ibadah.
  1. علق
  2. الأكرم
  3. لنسفعن بالناصية
  4. ناديه
  5. الزبانية
  6. واقترب

Syarah:

Dalam Shahih-nya Bukhari meriwayatkan dari Aisyah ra. yang artinya demikian, “Wahyu pertama yang sampai kepada Rasul adalah mimpi yang benar. Beliau tidak pernah bermimpi kecuali hal itu datang seperti cahaya Shubuh. Setelah itu beliau senang berkhalwat. Beliau datang ke gua Hira dan menyendiri di sana, beribadah selama beberapa malam. Yang untuk itu beliau membawa bekal. Kemudian kembali ke Khadijah dan membawa bekal serupa. Sampai akhirnya dikejutkan oleh datangnya wahyu, saat beliau berada di gua Hira. Malaikat datang kepadanya dan berkata, “Bacalah!” Beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” lalu Rasulullah saw. berkata, “Lalu di merangkulku sampai terasa sesak dan melepaskanku. Ia berkata, ‘Bacalah!’ Aku katakan, ‘ Aku tidak bisa membaca.’ Lalu di merangkulku sampai terasa sesak dan melepaskanku. Ia berkata,

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,  Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al-Hadits).

Dengan demikian maka awal surat ini menjadi ayat pertama yang turun dalam Al-Qur’an sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia. Wahyu pertama yang sampai kepada Nabi saw. adalah perintah membaca dan pembicaraan tentang pena dan ilmu. Tidakkah kaum Muslimin menjadikan ini sebagai pelajaran lalu menyebarkan ilmu dan mengibarkan panjinya. Sedangkan Nabi yang ummi ini saja perintah pertama yang harus dikerjakan adalah membaca dan menyebarkan ilmu. Sementara ayat berikutnya turun setelah itu. Surat pertama yang turun secara lengkap adalah Al-Fatihah.

Pengertian ringkas ayat-ayat ini adalah: Agar kamu menjadi orang yang bisa membaca, ya Muhammad. Setelah tadinya kamu tidak seperti itu. Kemudian bacalah apa yang diwahyukan kepadamu. Jangan mengira bahwa hal itu tidak mungkin hanya dikarenakan kamu orang ummi, tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis. Allah-lah yang menciptakan alam ini, yang menyempurnakan, menentukan kadarnya, dan memberi petunjuk. Yang menciptakan manusia sebagai makhluk paling mulia dan menguasainya serta membedakannya dari yang lain dengan akal, taklif, dan pandangan jauhnya. Allah swt. menciptakannya dari darah beku yang tidak ada rasa dan gerak. Setelah itu ia mnejadi manusia sempurna dengan bentuk yang paling indah. Allah-lah yang menjadikanmu mampu membaca dan memberi ilmu kepadamu ilmu tentang apa yang tadinya tidak kamu ketahui. Kamu dan kaummu tadinya tidak mengetahui apa-apa. Allah juga yang mampu menurunkan Al-Qur’an kepadamu untuk dibacakan kepada manusia dengan pelahan. Yang tadinya kamu tidak tahu, apa kitab itu dan apa keimanan itu?

Bacalah dengan nama Tuhanmu, maksudnya dengan kekuasaan-Nya. Nama adalah untuk mengenali jenis dan Allah dikenali melalui sifat-sifat-Nya. Yang menciptakan semua makhluk dan menyempurnakan sesuai dengan bentuk yang dikehendaki-Nya. Dan Allah swt. telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

Bacalah, ya Muhammad. Dan Tuhanmu lebih mulia dari setiap yang mulia. Karena Allah swt. yang memberikan kemuliaan dan kedermawanan. Maha Kuasa daripada semua yang ada. Perintah membaca disampaikan berulang-ulang karena orang biasa perlu pengulangan termasuk juga Al-Mushtafa Rasulullah saw.  Karena Allah sebagai Dzat yang paling mulia dari semua yang mulia, apa susahnya memberikan kenikmatan membaca dan menghapal Al-Qur’an kepadamu tanpa sebab-sebab normal. Silakan baca firman Allah,

“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” (Al-Qiyamah: 17).

“Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) Maka kamu tidak akan lupa.” (Al-A’la: 6).

Bacalah dengan nama Tuhanmu yang Maha Mulia dan mengajarkan manusia untuk saling memahami dengan pena, meski jarak dan masa mereka sangat jauh. Ini merupakan penjelasan tentang salah satu indikasi kekusaan dan ilmu (manusia).

“Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Allah memberikan insting dan kemampuan berpikir kepada manusia yang menjadikannya mampu mengkaji dan mencerna serta mencoba sampai ia mampu menyibak rahasia alam. Dengan demikian ia dapat menguasai alam dan menundukkannya sesuai dengan yang diinginkannya.

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu(Al-Baqarah: 29).

“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya” (Al-Baqarah: 31).

Nampaknya Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk membaca secara umum dan khususnya membaca Al-Qur’an. Setelah itu Allah menjelaskan bahwa hal itu sangat mungkin bagi Allah yang menciptakan semua makhluk dan menciptakan manusia dari segumpal darah. Dia-lah yang Maha Mulia dan tidak pelit terutama terhadap Rasul-Nya. Dialah yang mengajarkan manusia dengan pena tentang apa yang belum pernah diketahuinya.

“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya Hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu).”

Sungguh benar, bahwa manusia itu melampaui batas, sombong, dan keterlaluan melakukan dosa. Karena ia menganggap dirinya tidak butuh kepada orang lain akibatnya melimpahnya harta, anak-anak, dan lain-lain. Sesungguhnya pada hari Kiamat nanti ia akan kembali kepada Allah swt. dan akan diminta pertanggung-jawaban atas semua yang dilakukan.

Mungkin anda bertanya tentang konsiderasi ayat-ayat ini. Saya katakan bahwa ketika Allah swt. menyebutkan indikasi kekuasaan dan ilmu serta kesempurnaan nikmat yang dianugerahkan kepada manusia. Tujuannya adalah agar manusia tidak ingkar nikmat. Namun apa lacur, ternyata manusia benar-benar mengingkari dan melampaui batas. Oleh karena itu Allah swt. ingin menjelaskan sebabnya, bahwa cinta dunia, tertipu olehnya, dan berambisi terhadapnya dapat menyibukkannya dari melihat ayat-ayat Allah yang agung.

Setelah memerintahkan Nabi-Nya untuk membaca wahyu yang ada di dalam kitab-Nya dan menjelaskan penyebab kekafiran manusia, Allah membuat perumpamaan gembong kekafiran, yakni Abu Jahal. Kendatipun pengertian ayat tersebut umum.

Ceritakan kepada-Ku, ya Muhammad, tentang seseorang yang melarang hamba untuk tunduk kepada Allah dan melakukan shalat. Apa urusanya? Orang itu sungguh mengherankan, ia kafir dan bermaksiat kepada Tuhannya. Ia melarang orang lain melakukan kebaikan terutama shalat. Ceritakan kepada-Ku tentang kondisi orang tersebut, kalau memang ia termasuk golongan kanan dan termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk setelah itu ia mengajak orang lain kepada ketakwaan dan kebaikan. Kalau orang itu seperti ini keadaannya tentu ia berhak mendapatkan pahala yang besar dan surga sebagai tempat tinggalnya.

Ceritakan kepada-Ku tentang orang yang berdusta serta berpaling dari kebenaran lalu mengerahkan segenap potensinya untuk mengejar apa yang diinginkan. Tidakkah mereka tahu bahwa Allah swt. melihat? Sebenarnya mereka mengakui bahwa Allah swt. mengetahui yang gaib dan yang nyata lalu akan membalas masing-masing orang sesuai dengan amal perbuatannya. Kalau amalnya baik balasannya baik dan kalau amalnya buruk dibalas dengan keburukan. Maka bergegaslah kalian, wahai manusia, menuju Allah, bertaubatlah dan beramallah untuk mendapatkan ridha-Nya.

Kalla, kata penolakan bagi orang yang bermaksiat kepada Allah. Aku bersumpah, jika orang-orang kafir dan pelaku kemaksiatan itu tidak menyudahi perbuatan mereka, Kami akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih. Kami akan hinakan mereka serendah-rendahnya sesuai dengan tingkat kesombongan mereka di dunia. Dan bagi Allah hal itu tidaklah sulit. Akan Kami tarik ubun-ubun mereka dengan kasar. Ubun-ubun yang sering menyombongkan dirinya karena kekuatan dan keyakinanya bahwa dirinya akan selamat dari murka Allah. Padahal tidak ada yang bisa mengalahkan Allah, baik yang ada di bumi maupun di langit. Tentu saja dugaan tersebut salah karena mereka melampaui batas dan berlaku jahat, khususnya terhadap orang-orang baik dan jujur. Kami akan hinakan orang seperti ini, maka biarkan saja malaikat yang memanggil mendorong mereka semua. Bahkan Kami, Allah swt. akan memanggil Zabaniyah. Yakni Allah swt. akan memanggil Zabaniyah, penjaga Jahannam untuk mendorong mereka.

“Pada hari mereka didorong ke neraka Jahannam dengan sekuat- kuatnya.”

Pada saat itu mereka tidak memiliki penolong maupun pembantu.
Kalla, tinggalkan orang kafir itu dengan perbuatannya dan jangan sampai mengganggunya, ya Rasulullah. Bersujudlah selalu untuk Allah serta mendekatlah kepada-Nya melalui ibadah, karena ibadah merupakan benteng yang kokoh dan jalan keselamatan. Allahu a’lam.

Tafsir Surat An-Naas

Surat An-Nas ini Makkiyah menurut pendapat paling benar, terdiri dari 6 ayat. Ini merupakan ayat perlindungan yang kedua.

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ﴿١﴾ مَلِكِ النَّاسِ ﴿٢﴾ إِلَٰهِ النَّاسِ ﴿٣﴾ مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ ﴿٤﴾ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ ﴿٥﴾ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ ﴿٦

1.  Katakanlah, “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
2.  Raja manusia.
3.  Sembahan manusia.
4.  Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
5.  Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
6.  Dari (golongan) jin dan manusia.”
 
Makna Mufradat:
ArtiMufradat
1. Yang membisikkkan kata-kata jahat di dada manusia.1.     الوسواس
2. Bentuk hiperbola dari kata Al-Khunus yang berarti kembali atau terlambat. Karena kalau ia diusir ia mundur dan kembali.2.     الخناس
3. Makhluk tersembunyi, tidak ada yang mengetahuinya selain Penciptanya.3.     من الجِنَّة
Syarah:
 
Katakan kepada mereka, “Aku berlindung kepada Allah agar menjagaku dari kejahatan makhluk yang berbisik kepadaku. Aku berlindung kepada Tuhan manusia yang mendidik dan mengambil sumpah kepada mereka di kala mereka kecil atau lemah. Allah telah menguasai urusan mereka dan Dialah Pemilik Manusia. Dia Allah mereka dan mereka budak-Nya. Dia yang layak disembah, ditunduki, dan dituju. Sebab Dialah Allah Taala yang menciptakan manusia, menumbuh kembangkan mereka, serta menguasai urusan mereka. Karena Dialah tempat berlindung dan meminta pertolongan. Bernaung kepada-Nya dari kejahatan bisikan di dalam hati yang biasa menghiasi kejahatan dan menampakkan keburukan dengan bentuk kebaikan. Itulah bisikan yang kebanyakan mengajak kepada larangan, baik dari bangsa jin, makhluk yang tersembunyi, yang mereka itu anak-anak dan tentara iblis atau dari bangsa manusia seperti halnya teman-teman buruk.

Mudah-mudahan kita dipelihara Allah dari kejahatan setan jin dan setan manusia. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan. Dia juga Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah sendiri telah mengajarkan kita bagaimana berlindung diri dari kejahatan lahir maupun batin.” 

Wallahu A’lam.

Tafsir Surat Al-Falaq

Surat Al-Falaq ini Makkiyah. Ada yang mengatakan Madaniyyah. Terdiri dari 5 ayat, dan merupakan salah satu dari dua ayat perlindungan.

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ﴿١﴾ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ ﴿٢﴾ وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ ﴿٣﴾ وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ ﴿٤﴾ وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ ﴿٥

1.  Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh,
2.  Dari kejahatan makhluk-Nya,
3.  Dan dari kejahatan malam apabila Telah gelap gulita,
4.  Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,
5.  Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.”
 
Makna Mufradat:
ArtiMufradat
1. Asalnya terbelahnya sesuatu dan jelasnya sesuatu dari yang lain. Maksudnya pada surat ini adalah semua yang dibelah Allah baik berupa bumi untuk tumbuhan, gunung untuk mata air, gunung untuk hujan, dan rahim untuk jabang bayi.1. الفلق
2. Malam yang sangat gelap gulita.2. غاسق
3. Masuk ke dalam apa saja dan menutupi apa saja.3. إذا وقب
4. Nafatsah maksudnya hembusan yang keluar dari mulut.4. النفاثات
5. Jamak dari ‘uqdah, apakah maksudnya buhul tali atau yang dimaksud ikatan cinta dan hubungan antar manusia.5. في العقد
Syarah:
 

Diriwayatkan bahwa ada orang Yahudi menyihir Nabi saw. Hingga beliau sakit sampai tiga hari. Sakit beliau sangat parah sampai-sampai tidak sadar terhadap apa yang dilakukan. Kemudian Jibril datang dan memberitahu tentang bagian yang terkena sihir. Setelah itu beliau dibacakan surat An-Nas dan Al-Falaq akhirnya kembali sadar seperti semula.

Menurutku riwayat ini tidak benar sebagaimana pendapat para ulama. Ia hanya celoteh orang-orang Yahudi dengan tujuan agar manusia ragu terhadap Nabi saw. Dan menganggap beliau terkena sihir. Padahal Allah berfirman,

إِنَّا كَفَيْنَاكَ الْمُسْتَهْزِئِينَ

“Sesungguhnya kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu).” (QS. Al-Hijr: 95).

Katakan kepada mereka, ya Muhammad, “Aku berlindung kepada Tuhan seluruh Alam yang dapat membelah tanah dan langit, aku berlabuh kepada-Nya dari semua kejahatan yang menimpaku, keluargaku, dakwahku, dan sahabatku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan malam jika telah menjadi gelap gulita dan menutupi seluruh alam. Karena kegelapan malam bisa menjadi tabir bagi setiap orang yang melampaui batas dan pendosa. Aku juga berlindung kepada-Mu dari para wanita peniup buhul tali yang mereka ikat.” Sebagaimana yang dijelaskan tadi. Namun maksud yang sebenarnya adalah, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan para pengadu domba yang memutuskan hubungan cinta kasih. Dengan demikian ta’ pada kata,

النفاثة

bermakna hiperbol dan tidak menujukkan ta’nits (feminim). Yakni orang yang berusaha mengadu domba, mengerahkan segenap upayanya untuk menyakiti orang yang dipuji. Tidak ada jalan untuk mendapatkan keridhaan orang semacam ini. Maka tidak ada cara lain  menghadapi orang tersebut selain menghadap kepada Allah agar berkenan memelihara kita dari kejahatannya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Tafsir Surat Al-Ikhlash




Surat ini Makkiyah, terdiri dari 4 ayat. Merupakan surat tauhid dan pensucian nama Allah Taala. Ia merupakan prinsip pertama dan pilar tama Islam. Oleh karena itu pahala membaca surat ini disejajarkan dengan sepertiga Al-Qur’an. Karena ada tiga prinsip umum: tauhid, penerapan hudud dan perbuatan hamba, serta disebutkan dahsyatnya hari Kiamat. Ini tidaklah mengherankan bagi orang yang diberi karunia untuk membacanya dengan tadabbur dan pemahaman, hingga pahalanya disamakan dengan orang membaca sepertiga Al-Qur’an.

(قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٤

1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.”

Makna Mufradat:
Arti
Mufradat
1. Satu Dzat-Nya, sifat-Nya, dan perbuatan-Nya.أحد
2. Dapat mencukupi semua kebutuhan sendirian.الصمد
3. Sepadan, sama, dan tandingan.كفؤاً
Syarah:

Inilah prinsip pertama dan tugas utama yang diemban Nabi saw. Beliau pun menyingsingkan lengan baju dan mulai mengajak manusia kepada tauhid dan beribadah kepada Allah yang Esa. Oleh karena itu di dalam surat ini Allah memerintahkan beliau agar mengatakan, “Katakan, ‘Dialah Allah yang Esa.” Katakan kepada mereka, ya Muhammad, “Berita ini benar karena didukung oleh kejujuran dan bukti yang jelas. Dialah Allah yang Esa. Dzat Allah satu dan tiada berbilang. Sifat-Nya satu dan selain-Nya tidak memiliki sifat yang sama dengan sifat-Nya. Satu perbuatan dan selain-Nya tidak memiliki perbuatan seperti perbuatan-Nya.

Barangkali pengertian kata ganti ‘dia’ pada awal ayat adalah penegasan di awal tentang beratnya ungkapan berikutnya dan penjelasan tentang suatu bahaya yang membuatmu harus mencari dan menoleh kepadanya. Sebab kata ganti tersebut memaksamu untuk memperhatikan ungkapan berikutnya. Jika kemudian ada tafsir dan penjelasannya jiwa pun merasa tenang. Barangkali Anda bertanya, tidakkah sebaiknya dikatakan, “Allah yang Esa” sebagai pengganti dari kata, “Allah itu Esa.” Jawabannya, bahwa ungkapan seperti ini adalah untuk mengukuhkan bahwa Allah itu Esa dan tiada berbilang Dzat-Nya.
Kalau dikatakan, “Allah yang Maha Esa,” tentu implikasinya mereka akan meyakini keesaan-Nya namun meragukan eksistensi keesaan itu. Padahal maksudnya adalah meniadakan pembilangan sebagaimana yang mereka yakini.

Oleh karena itu Allah berfirman,

(هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢

“Dia-lah Allah, Dia itu Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.”

Artinya tiada sesuatu pun di atas-Nya dan Dia tidak butuh kepada sesuatu pun. Bahkan selain-Nya butuh kepada-Nya. Semua makhluk perlu berlindung kepada-Nya di saat sulit dan krisis mendera. Maha Agung Allah dan penuh berkah semua nikmat-Nya.

(لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣

“Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan”
 
Ini merupakan pensucian Allah dari mempunyai anak laki-laki, anak perempuan, ayah, atau ibu. Allah tidak mempunyai anak adalah bantahan terhadap orang-orang musyrik yang mengatakan bahwa malaikat itu anak-anak perempuan Allah, terhadap orang-orang Nasrani dan Yahudi yang mengatakan ‘Uzair dan Isa anak Allah. Dia juga bukan anak sebagaimana orang-orang Nasrani mengatakan Al-Masih itu anak Allah lalu mereka menyembahnya sebagaimana menyembah ayahnya. Ketidakmungkinan Allah mempunyai anak karena seorang anak biasanya bagian yang terpisah dari ayahnya. Tentu ini menuntut adanya pembilangan dan munculnya sesuatu yang baru serta serupa dengan makhluk. Allah tidak membutuhkan anak karena Dialah yang menciptakan alam semesta, menciptakan langit dan bumi serta mewarisinya. Sedangkan ketidakmungkinan Allah sebagai anak, karena sebuah aksioma bahwa anak membutuhkan ayah dan ibu, membutuhkan susu dan yang menyusuinya. Maha Tinggi Allah dari semua itu setinggi-tingginya.

(وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٤

“Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.”

Ya. Selama satu Dzat-Nya dan tidak berbilang, bukan ayah seseorang dan bukan anaknya, maka Dia tidak menyerupai makhluk-Nya. Tiada yang menyerupai-Nya atau sekutu-Nya. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan.

Meskipun ringkas, surat ini membantah orang-orang musyrik Arab, Nasrani, dan Yahudi. Menggagalkan pemahaman Manaisme (Al-Manawiyah) yang mempercayai tuhan cahaya dan kegelapan, juga terhadap Nasrani yang berpaham trinitas, terhadap agama Shabi’ah yang menyembah bintang-bintang dan galaksi, terhadap orang-orang musyrik Arab yang mengira selain-Nya dapat diandalkan di saat membutuhkan, atau bahwa Allah mempunyai sekutu. Maha Tinggi Allah dari semua itu.

Surat ini dinamakan Al-Ikhlas, karena ia mengukuhkan keesaan Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Dia sendiri yang dituju untuk memenuhi semua kebutuhan, yang tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, tiada yang menyerupai dan tandingan-Nya. Konsekuensi dari semua itu adalah ikhlas beribadah kepada Allah dan ikhlas menghadap kepada-Nya saja.

Tafsir Surat Al-Kaafiruun




Surat Al-Kaafiruun merupakan surat Makkiyah yang terdiri dari enam ayat. Surat ini memutus keinginan orang-orang kafir dan menjelaskan perbedaan antara ibadah mereka dan ibadah Nabi SAW yang lebih luas.

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ﴿١﴾ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿٢﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٣﴾ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ ﴿٤﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٥﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦

Artinya:
1.  Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,
2.  Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3.  Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah.
4.  Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5.  Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah.
6.  Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”

Diriwayatkan bahwa setelah para pemimpin Quraisy berputus asa menghadapi Nabi, mereka mendatangi beliau. Mereka melihat adanya kebaikan dalam dakwah beliau namun mereka enggan mengikutinya karena kecintaan mereka bertaqlid buta. Mereka berkata, “Marilah, kami menyembah Tuhanmu untuk suatu masa dan kamu menyembah Tuhan kami untuk suatu masa. Dengan demikian ada perdamaian di antara kita dan permusuhan lenyap. Jika pada ibadah kami ada kebenaran Anda bisa mengambil sebagian dan jika pada ibadahmu ada kebenaran kami mengambilnya. Maka surat ini turun untuk membantah mereka dan memupus harapan mereka.

Syarah:
 
Ya Muhammad, katakan kepada orang-orang kafir yang tidak ada kebaikannya sedikit pun pada mereka dan tidak ada harapan untuk beriman. Katakan kepada mereka, aku tidak menyembah apa yang kalian sembah. Sebab kalian menyembah tuhan-tuhan yang kalian jadikan sebagai perantara kepada Allah yang Esa lagi Maha Perkasa. Kalian menyembah tuhan-tuhan yang kalian kira terwujud dalam bentuk patung atau berhala. Sedangkan aku menyembah Tuhan yang Esa, Satu, Tunggal, Tempat bergantung yang tidak perlu istri dan anak, tiada yang menyamai dan tiada pesaing. Tidak terwujud dalam fisik atau pribadi seseorang. Tidak membutuhkan perantara dan tidak ada yang mendekati-Nya melalui makhluk. Sarana yang mendekatkan seseorang kepada-Nya hanyalah ibadah. Jadi, antara apa yang aku sembah dan kalian sembah sangat berbeda. Maka aku tidak menyembah apa yang kalian sembah dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah.

Hai orang-orang kafir yang mantap dengan kekafiran. Aku tidak menggunakan cara ibadah kalian dan kalian tidak menggunakan cara ibadahku. Ayat 2 dan 3 menunjukkan perbedaan antar kedua Tuhan yang disembah. Nabi menyembah Allah sedangkan mereka menyembah patung dan berhala berikut perantara lainnya. Sementara ayat 4 dan 5 menunjukkan perbedaan ungkapan. Ibadah Nabi itu murni dan tidak terkontaminasi oleh kesyirikan serta jauh dari ketidaktahuan tentang Tuhan yang disembah itu. Ibadah kalian penuh dengan kesyirikan juga tawasul tanpa usaha. Bagaimana mungkin kedua jenis ibadah ini bisa bertemu. Sebagian ulama berkata, membantah pengulangan pada surat ini. Pengertiannya, aku tidak menyembah apa yang kalian di masa lalu demikian pula kalian, tidak menyembah apa yang aku sembah. Jelas dan akhirnya sama.

Bagi kalian agama kalian termasuk dosanya kalian tanggung sendiri dan bagi kami agama kami, aku bertanggung jawab terhadap memikul bebannya. Kedua ungkapan untuk menguatkan ungkapan sebelumnya.

Tafsir Surat An-Nashr


Surat ini adalah surat Madaniyah, terdiri dari tiga ayat, sebagai berita gembira bagi Nabi dan sahabat yang berupa turunnya pertolongan Allah bagi agama mereka. Dibukanya hati manusia untuk menerima agama ini lalu diperintahkannya mereka untuk bertasbih dan mensucikan Allah. Sebab itu semua adalah faktor keberhasilan.

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ﴿١﴾وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا﴿٢﴾فَسَبِّحْ بِحَمْدِ (رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا﴿٣

Artinya:
  1. Apabila Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
  2. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,
  3. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya dia adalah Maha Penerima taubat.
Makna Mufradat:

Arti
Mufradat
1. Pertolongan-Nya.
نصر الله
2. Artinya penaklukan sebuah negeri atau keputusan untuk sebuah persengketaan antara kalian dan musuh Islam.
والفتح
3. Jamak dari fauj, artinya berkelompok-kelompok.
أفواجاً
4. Tasbih berarti penyucian dan hamdun berarti pujian untuk Allah yang memang layak mendapat pujian itu.
فسبح بحمد ربك

Syarah:

Nabi sangat berambisi agar semua manusia beriman, terutama Quraisy dan bangsa Arab. Sebagai manusia, Nabi juga tidak mengetahui yang gaib. Oleh karena itu terkadang ia terguncang dan gusar kalau ada yang menimpa dakwah. Maka surat ini menjadi berita gembira untuk beliau dan mengingatkan beliau, sebaiknya engkau tidak bersikap demikian. Ini konteksnya, kebaikan orang-orang baik adalah kejahatan orang-orang dekat. Boleh jadi sesuatu menjadi kebaikan bagimu namun bagi orang lain dosa kecil yang tidak perlu minta ampun.

Jika pertolongan Allah datang dan memang harus datang. Lalu datang pula kunci untuk negeri yang tadinya tertutup dan hati yang terkatup. Anda melihat manusia masuk ke dalam agama Allah berbondong-bondong dan berkelompok-kelompok. Untuk menyambut kemenangan ini, wajib bersyukur dan memuji Allah karena Dia yang layak mendapat pujian. Jika itu semua terjadi, kamu juga wajib bertasbih mensucikan Tuhanmu seperti yang seharusnya. Bertasbihlah untuk-Nya dengan memuji-Nya atas perbuatan indah-Nya, menyebut sifat-sifat-Nya yang laik dan nama-nama-Nya yang bagus. Juga beristighfarlah untuk dosamu dan mintalah ampunan atas apa yang pernah kamu lakukan dan tidak layak bagimu selaku penutup para nabi dan rasul. Beristighfarlah kepada Allah karena Dia Maha menerima taubat hamba-Nya serta memaafkan kesalahannya. Dia Maha Mengetahui apa yang engkau lakukan. Yang menjadi objek bicara surat ini adalah Nabi dan siapa saja pantas.

Diriwayatkan bahwa surat ini merupakan belasungkawa untuk Nabi, karena Muhammad sallallahu'alaihi wassallam telah menunaikan risalahnya secara sempurna. Jika telah menunaikan tugas, beliau akan segera bertemu dengan Pertemanan Tertinggi, Allah Azza wa Jalla. Sebagian sahabat memahami esensi surat ini lalu menangisi Rasulullah.

Tadabbur Al-Qur’an: Surah At-Takaatsur


أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ ﴿١﴾ حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ﴿٢﴾ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ﴿٣﴾ ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ(٤﴾ كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ ﴿٥﴾ لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ ﴿٦﴾ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ ﴿٧﴾ ثُمَّ (لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ ﴿٨

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (1) Bermegah-megahan telah melalaikan kamu (2) sampai kamu masuk ke dalam kubur. (3) Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), (4) dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. (5) Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, (6) niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, (7) dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin, (8) kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS. At Takaatsur: 1-8)

Surah At-Takaatsur termasuk dalam kategori surah Makkiyah. Artinya, ia diturunkan ketika Rasulullah saw berada di kota Mekah. Pada saat itu, bangsa Arab tengah dimabuk harta. Setiap orang berlomba-lomba mengumpulkan dan memupuk harta sebanyak-banyaknya, bahkan tak jarang saling adu pertunjukan harta. Menurut Syeikh An-Naisaburi, surah ini diturunkan Allah swt ketika kaum Quraisy Mekah saling membanggakan harta yang mereka miliki. Tepatnya, ketika keturunan keluarga Abdul Manaf bersaing dengan keturunan keluarga Saham. Kedua keluarga itu dikenal sebagai golongan kaya yang merajai masyarakat kafir Quraisy saat itu. Hanya saja, harta yang mereka miliki hanya untuk kesombongan dan keangkuhan.

Saat ini, kita menyaksikan fenomena yang kurang lebih sama. Bahkan dengan skala yang lebih luas. Bila sebelumnya penyakit itu hanya menjangkiti masyarakat kafir di kota Mekah, kini merasuki hampir semua umat Islam di berbagai belahan dunia. Lihatlah, bagaimana para penguasa di negeri-negeri muslim hidup bermegah-megah saat rakyatnya kelaparan. Lihatlah, saat jutaan bangsa ini belum mendapat tempat tinggal yang layak, sebagian lainnya justru membangun rumah megah, memiliki apartemen mewah, memborong vila-vila di Puncak dan seterusnya. Padahal, asset itu tidak menjadi keperluan hidupnya.

Lihatlah pula pada daftar negara-negara terkorup di dunia yang dikeluarkan oleh lembaga Transparancy International dimana sebagian besar adalah negara-negara berpenduduk muslim. Sampai saat ini, Indonesia termasuk dalam daftar Sepuluh Besar negara-negara terkorup di dunia, bersama-sama dengan Bangladesh, Burma, Haiti, Chad, dan Turkmenistan. Naudzubillah.

Allah swt berfirman,

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.

Kata “alhakum” memiliki kesamaan makna dengan kata “syagalakum”. Kata ini telah diserap menjadi bahasa Indonesia, masygul yang berarti sibuk. Mengapa kalian disibukkan dengan mengejar harta sehingga melupakan ketaatan kepada Allah swt? Ibn Katsir mengatakan, diriwayatkan dari Ibn Abi Hatim dari Zayid bin Aslam dari bapaknya yang berkata, telah bersabda Rasulullah saw, “Alhakumut takatsur, dari ketaatan, hatta zurtumul maqabir, sampai maut datang menjemputmu” Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah dimana dia berkata, telah bersabda Rasulullah saw “seorang hamba biasa berkata, inilah hartaku, inilah hartaku. Sesungguhnya, harta bagi seseorang itu hanya pada tiga hal. Apa yang ia makan lalu habis, apa yang ia pakai lalu menjadi usang, apa yang ia sedekahkan, itulah yang kekal. Selain itu semua, pasti akan berlalu dan ia tinggalkan buat orang lain.” Diriwayatkan pula dari Imam Ahmad dari Matruf dari bapaknya berkata, aku datang kepada Rasulullah saw, dan beliau bersabda, Alhakumut takatsur, anak cucu Adam biasa mengklaim, ini hartaku, ini hartaku, tidaklah sesuatu menjadi hartamu, kecuali apa yang kamu makan lalu habis, apa yang kamu pakai lalu menjadi usang dan apa yang kamu sedekahkan, itulah yang kekal.”

Sementara kata “At-Takaatsur” (bermegah-megah) memiliki kesamaan akar kata dengan kata “katsir” yang berarti “banyak.” Bila kita belajar bahasa Arab, umumnya diajarkan untuk mengucapkan, “syukran katsir” (terima kasih banyak). Atau, jazakumullahu khairan katsir (semoga Allah memberimu kebaikan yang lebih banyak). Banyak harta pun tidak akan kita membawanya hingga ke liang lahat. Hal ini diingatkan oleh Rasulullah saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas bin Malik berkata, telah bersabda Rasulullah saw, “Akan menyertai seorang mayit tiga hal, dua kembali dan hanya satu yang tinggal bersamanya; keluarganya, hartanya dan amalnya. Niscaya akan kembali keluarga dan hartanya, hanya amalnya yang menyertainya.”

Bermegah-megahan telah menjadi ciri masyarakat Arab saat itu. Sehingga Allah swt ingatkan dengan firman-Nya.

sampai kamu masuk ke dalam kubur.

Kata maqabir adalah bentuk plural dari kata qabr yang berarti kuburan. Di dalam kitab suci al- Qur’an hanya ada sekali penyebutan kata maqabir ini. Sehingga, para ulama mengatakan, ziarah kubur merupakan obat hati di kala kita sedang alpa atau lengah dengan kematian. Nabi saw bersabda, “Aku pernah melarang kalian ziarah kubur. Maka (sekarang) ziarah kuburlah. Karena yang demikian itu membuat kalian zuhud di dunia, dan selalu ingat akhirat.”(HR Ibn Majah). Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan, “Maka sesungguhnya (ziarah kubur itu) mengingatkan kalian tentang kematian.”Dari penjabaran ini, tak heran bila kemudian terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama hukum ziarah kubur, terutama bagi kaum wanita. Perbedaan pendapat tersebut dapat dirangkum berikut ini:

Pertama, sebagian ulama mengatakan ziarah kubur dikhususkan bagi kaum pria saja. Hal ini mengingat kaum pria tidak mudah tersulut emosinya saat mengunjungi makam orang-orang yang disayanginya.

Lain halnya kaum wanita, mereka boleh jadi akan menangis saat melihat pusara ibu, kakak, adik atau anaknya sendiri. Menangis sebagai ungkapan emosi tentu tak ada yang melarang. Tetapi menangis di depan kuburan dapat mempengaruhi nilai keimanan seseorang. Karena, boleh jadi, ia akan meraung-raung dan meratapi kepergian sanak familinya serta melupakan bahwa semua kita milik Allah, dan hanya kepada-Nya kita akan kembali.

Kedua, sebagian mengatakan hukumnya makruh. Pendapat ini mendasari pada ungkapan hadits yang bersifat umum, di mana Rasulullah saw tidak memilah anjurannya untuk ziarah kubur. Yaitu bagi kaum pria dan wanita. Bukankah fungsi ziarah kubur adalah mengingatkan kematian, dan kematian pasti terjadi juga pada kaum wanita juga. Karena itu, menurut pendapat ini, ziarah kubur bagi wanita hendaklah dilakukan dari tempat yang agak jauh. Bila ia berbentuk pemakaman umum, kaum wanita bisa melakukannya dari balik gerbang kuburan itu sendiri.

Tentang bentuk kuburan, kita memang patut prihatin dengan umat ini. Lihatlah, berbagai bentuk kuburan yang ada di Indonesia di mana sebagian besar tak memenuhi standar syariat Islam. Ada kuburan yang dibangun dengan sangat wah, berkeramik, dibuatkan rumah, diletakkan topi baja (terutama pada taman makam pahlawan) dan bahkan dijadikan mushalla. Allah melaknat orang-orang Yahudi, sabda baginda Nabi saw, karena mereka menjadikan kuburan para nabinya sebagai tempat shalat. Ditambah pula, ziarah kubur yang dilakukan dengan sangat keliru. Banyak di antara umat Islam yang mendatangi kuburan, membawa air di dalam kendi, meletakkannya selama sekian waktu, membawanya pulang dan meminumnya seraya mengharapkan keberkahan dari air itu. Naudzubillah.

Allah swt kemudian berfirman,

Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),  dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.

Dua ayat di atas menegaskan kepada kaum kafir bahwa perbuatan mereka itu (menimbun harta), pasti akan mereka lihat akibatnya. Allah swt sampai mengulang dua kali peringatan-Nya dalam surah ini. Para mufassir mengatakan, jika suatu peringatan Allah (wa’id) diulang, maka hal itu menunjukkan penegasan yang amat dahsyat.

Lalu, Allah swt berfirman,

Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,  niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,  dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin,

Tiga ayat ini bercerita lebih jauh tentang kepastian akan kematian yang menutup seluruh rangkaian nikmat dunia. Allah swt menyebutkan dengan kata, “Kalla” yang berarti “sekali-kali kalian akan melihatnya”, suatu penegasan yang telah diulang di dua ayat sebelumnya. Dengan kata lain, kaum kafir Quraisy waktu itu enggan sekali menyadari bahwa kematian pasti menutup seluruh rangkaian dunia yang mereka kejar.

Oleh sebab itu, sebagian ulama menafsirkan kata “yaqin” dalam ayat ini berarti kematian. Jadi, terjemahan yang paling tepat harusnya berbunyi, Janganlah begitu, jika kamu mengetahuinya saat kematian telah datang. Untuk itulah, kita mendapati ayat Allah lainnya yang menyebutkan kata yaqin yang berarti kematian. Allah swt berfirman,

Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu kematian yang pasti terjadi. (QS:Al-Waqiah:95).

Kemudian, Allah swt menegaskan sekali lagi dengan sumpah-Nya pada ayat di atas. Dalam kaidah bahasa Arab, huruf lam adalah salah satu huruf sumpah apabila diikuti dengan kata kerja aktif. Pada ayat ini, Allah bersumpah kepada kaum kafir bahwa mereka semua pasti akan melihat neraka Jahim. Suatu neraka yang diperuntukkan bagi mereka yang mengingkari keimanan kepada Allah swt.

Dalam suatu hadits diceritakan bahwa pada saat manusia melintasi neraka, sebagian ada yang melintasinya dengan sangat cepat, secepat kilat menyambar. Sebagian lain secepat angin bertiup, sebagian lain laksana orang yang sedang berlari, berjalan bahkan ada yang merangkak. Mereka semua akan melihat neraka Jahim. Neraka yang di dalamnya terhimpun para pendusta agama Allah swt. Allah swt berfirman,

kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah- megahkan di dunia itu).

Ketika menafsirkan ayat ini, Imam al-Qurthubi merujuk pada satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Sahabat Nabi saw itu berkata bahwa pada suatu hari Rasulullah saw keluar rumah, kemudian beliau menjumpai Abu Bakar dan Umar. Rasulullah saw bertanya, “Apa yang membuat kalian keluar dari rumah kalian pada jam seperti ini?” Keduanya menjawab, “Rasa lapar, ya Rasulullah.” Rasulullah saw berkata, “Demi Allah, yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya. Rasa lapar juga membuat aku keluar seperti kalian. Berdirilah. Maka keduanya pun berdiri. Mereka kemudian mendatangi rumah seseorang dari kaum Anshar. Hanya saja, pemilik rumah tak ada di tempat. Istrinya kemudian berkata, “Marhaban wa Ahlan”. Rasulullah saw lalu bertanya, “di mana si fulan ini?” “Ia sedang mengambil air bersih untuk kami, ya Rasulullah”.

Tak lama kemudian, laki-laki Anshar itu datang. Ia memandangi Rasulullah dan dua sahabatnya seraya berkata, “Alhamdulillah, tak ada seorang pun tamu yang lebih mulia bagiku pada hari ini. Ia kemudian permisi sebentar. Rupanya, laki-laki itu datang dengan membawa setangkai buah kurma. “Makanlah dari buah-buah ini.” Ia kemudian mengambil pisau. Rasulullah saw berkata, “Tak usahlah kau menyembelih domba perahanmu itu.” Ia malah menyembelihnya dan memasaknya kemudian menghidangkannya pada Rasulullah saw.

Setelah menikmati hidangan itu, Rasulullah saw bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, “Demi Allah, yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, kalian akan ditanya tentang kenikmatan hari ini, pada hari kiamat kelak. Kalian keluar dari rumah dalam keadaan lapar, kemudian kalian tak kembali sampai menjumpai kenikmatan ini.” Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan, “Demi Allah, yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya. Di antara nikmat Allah yang akan dimintai pertanggungannya pada hari kiamat adalah tempat berteduh yang sejuk, kurma (muda) yang baik dan air yang dingin.” Kabarnya, laki-laki Anshar yang dikunjungi Rasulullah saw dan dua sahabatnya itu adalah Abu Haitsan bin Taihan. Menurut al-Qurtubi, Abu Haitsan adalah kuniyah dari seseorang yang bernama asli Malik bin Taihan.

Menyikapi ayat di atas, dan kisah dalam hadits barusan, para ulama kemudian berbeda pendapat tentang nikmat-nikmat yang akan kita pertanggungjawabkan di hari akhir kelak. Perbedaan pendapat itu terangkum dalam keterangan berikut ini.

Pertama, nikmat sehat dan waktu luang. Demikian dikatakan oleh Sa’id bin Zubair. Dasarnya adalah hadits Rasulullah saw, “Ada dua nikmat dari berbagai nikmat Allah yang orang seringkali tertipu; nikmat sehat dan waktu luang.”

Kedua, nikmat pandangan dan pendengaran. Allah swt berfirman, Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS: Al-Isra’: 36)

Ketiga: kenikmatan makanan dan minuman, demikian dikatakan oleh Jabir bin Abdullah al-Anshari.

Keempat: perut yang kenyang, minuman yang menyegarkan, tempat tinggal yang sejuk, tidur yang lelap dan kesempurnaan penciptaan. Demikian dikatakan oleh imam al-Mawardi dalam kitab tafsirnya. Demikianlah kira-kira nikmat-nikmat dunia yang akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah swt kelak. Tentu saja, semua terpulang pada kita, apakah kita pandai mensyukuri nikmat atau sebaliknya. Jangan sampai, kita hanya sibuk menumpuk-numpuk harta dan tak pernah mau mendermakannya pada jalan kebaikan.

Wallahua’lam bis showab.

Tadabbur Al-Qur’an: Surah Al-’Ashr

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا (بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ﴿٣

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 1. Demi masa. 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, 3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al-‘Ashr: 1-3)

Mukadimah


Ilustrasi (inet)

Dalam hidup yang singkat ini, banyak orang terlena dengan nikmat usia yang dimilikinya. Padahal, kata pepatah Arab, manusia tak ubahnya dari sekumpulan hari-hari. Setiap kali satu hari berlalu, berlalu pula sebagian dari umur manusia di dunia ini. Jika seseorang hari ini berusia 10 tahun, maka pada tahun depan, di hari yang sama, ia telah menjadi 11 tahun. Saat ia merayakan ulang tahunnya, orang mengucapkan “selamat panjang umur.” Sesungguhnya, umurnya tidak pernah menjadi lebih panjang. Bahkan sebaliknya, jatah usianya di dunia ini makin berkurang.

Dalam tafsir Fi Dzilalil Qur’an, Sayyid Qutb mengatakan, “Pada surah yang hanya memiliki tiga ayat ini terkandung suatu manhaj yang menyeluruh tentang kehidupan umat manusia sebagaimana yang dikehendaki Islam. Ia meletakkan suatu konstitusi Islami dalam kehidupan seorang muslim, tentang hakikat dan tujuan hidupnya yang meliputi kewajiban dan tugas-tugasnya. Suatu bukti bahwa surah ini merupakan mukjizat Allah yang tiada seorang pun dapat melakukannya.” Diriwayatkan bahwa Imam Syafi’i pernah berkata, “Seandainya saja al-Qur’an tidak diturunkan, niscaya satu surah ini cukup menjadi petunjuk manusia. Karena di dalamnya terkandung seluruh pesan-pesan al-Qur’an.”

Allah swt berfirman,

(وَالْعَصْرِ﴿١

Demi masa.

Para ulama menafsirkan kata “al-’Ashr” di sini dimaksudkan beberapa hal. Pertama: Waktu (Masa). Menurut Ibn Abbas, kata ‘Ashr di sini sangatlah tepat jika ditafsirkan sebagai waktu. Sebab, Allah swt memang sangat memberikan perhatian kepada perputaran orbit waktu. Banyak orang rugi akibat tidak memahami hakikat waktu dengan menghabiskannya secara sia-sia. Kedua: Kata ‘Ashr di sini berarti shalat Ashar. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari – Muslim, Rasulullah saw dikabarkan telah bersabda, “Jagalah shalat-shalatmu, dan shalat Ashar” Ketiga: zaman Nabi saw. Kita tahu, periode kehidupan Nabi saw adalah periode terbaik sejarah peradaban manusia. Keempat, sebagian ulama menafsirkannya sebagai Tuhan pemilik waktu. Ketika Allah swt berfirman, “demi masa” hendaklah dipahami sebagai “Demi Tuhan, pemilik peredaran waktu.”

Allah swt kemudian berfirman,

(إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ﴿٢

Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian

Ayat ini merupakan jawaban dari sumpah Allah tentang waktu. Secara bahasa, Allah swt menggunakan dua penegasan sekaligus dalam ayat ini. Yaitu, kata “inna” dan huruf “lam” pada kata “fi”. Hal ini menunjukkan bahwa manusia, sebagai objek dialog wahyu Allah kepada rasul-Nya, acap lengah dengan waktu yang dimilikinya. Sehingga Allah tegaskan bahwa orang seperti itu akan benar-benar hidup dalam kerugian. Menurut Ibn Abbas, ketika ayat ini diturunkan oleh Allah swt, orang-orang yang tengah disoroti adalah sekelompok kaum Musyrikin Mekah. Mereka itu adalah al-Walid bin al-Mughirah, Ash bin Wail, Al-Aswad bin Abdul Muthalib, dan Aswad bin Abdul Yagust. Tokoh-tokoh musyrikin Mekah ini selalu asyik berleha-leha tanpa menyadari perubahan kerut muka di wajahnya, uban menguasai kepalanya dan kesehatan badan yang mulai menurun akibat dimakan usia.

Orang seperti ini pasti benar-benar berada dalam kerugian. Sama halnya dengan saudara-saudara kita yang asyik terlena dalam nina-bobo syaitan. Lihatlah, bagaimana para anak muda menghabiskan waktunya di depan tv, bermain game, playstation, browsing internet dan lain-lain. Mereka telah membuang waktu dan tanpa sadar telah “disembelih” olehnya. Pepatah Arab mengatakan, waktu laksana pedang, bila engkau tak menggunakannya, ia akan memotong usiamu.

Kerugian ini tentu saja bagi mereka yang berleha-leha. Sebab, Allah swt kemudian memberikan pengecualian kepada sekelompok lainnya. Ia berfirman,

(إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ﴿٣

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.

Pengecualian itu diberikan kepada kelompok orang yang beriman. Allah swt memberikan suatu pra-syarat tentang kelompok ini. Yaitu mereka yang berbuat baik, saling nasihat menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Dengan kata lain, seorang yang mengaku beriman, tak cukup dengan hanya deklarasi pada dirinya sendiri namun dibutuhkan suatu tindakan nyata dengan amal saleh.

Metaforsis ini mungkin bisa lebih menjelaskan bagaimana surah ini dijelaskan langsung oleh Rasulullah saw. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Ubay bin Ka’ab berkata, Aku membaca (surah al-ikhlas) di hadapan Rasulullah saw. Kemudian aku bertanya, apa maksudnya wahai Nabi Allah? Beliau saw menjawab, “Al-’Ashr adalah janji dari Allah swt. Tuhanmu tengah berjanji dengan menyebut penggalan akhir waktu di siang hari. “Innal Insana Lafi Khusrin” : Abu Jahal, “illa ladzina amanu” : Abu Bakar, “wa-amilus shalihat” : Umar bin al-Khattab, “Watawasau bil haq” : Utsman bin Affan, dan “Watawasau bis-shabr” : Ali bin Abi Thalib. (Hadits Mawquf). Semoga bermanfaat.

Wallahua’lam bis shawab.