Rabu, 09 November 2011

HIJAB is My Beauty

This Thing in My Head

You see that thing on my head?
What is that? A hijab? A headscarf? A towel?
It doesn’t matter what you call it, because it’s just a word,
And you’re just a face that I probably will never see again.
Your words mean nothing. You’re throwing pebbles at a mountain.
Don’t you know that those pebbles are what made the mountain in the first place?
You’re strengthening me, perfecting my base, my core, my faith.

This thing on my head,
Separates me from one world and binds me to another.
Pulls me away from sin and washes me with mercy,
Pulls away from me my pride and sprinkles me with humility.
Builds a wall between myself and vicious gazes,
And lets people know what won’t be tolerated.

This thing on my head,
Lets me hold my head high and say that I am a part of
Something big.  Something unstoppable. Something undefeatable.
This thing on my head,
Lets me call strangers my brothers and sisters
Even if I don’t know where they are or whether they exist at all.
I can pass another like me and smile like we share a secret,
and she’ll smile back
Because she also has that thing on her head.

It’s because of this thing on my head,
That you can tell who I am and what I believe.
It’s a proof of my words and actions and the reasons behind them.
You can draw out my fears and paint my desires
And know that I’m not a puppet.
That these hands and legs that move aren’t the work of a puppeteer.
I have no strings pulling my legs saying walk here, walk there.
It’s not because of someone that I do what I do,
I do it because I want to.
And all I want is a place in that beautiful Garden.

This thing on my head is what gave me strength that day
When we were walking down the street and I saw a couple of boys walking our way.
Hood over head, face covered.
We stayed on one side, they on the other.
And as we passed them, someone said, ‘Salam.’
I looked up to see a man with his two small kids.
What illusions the dark plays on our eyes.
‘Salam’ we replied, and I wasn’t scared anymore.

So this thing on my head gives me respect.
It lets others know who I am and what I believe.
You might not understand, but that’s alright,
It doesn’t matter what you think of me because they’re just thoughts
And you’re just a face that I will probably never see again.

Mencari Ridho Suami Ada Batasnya

Betapa butuhnya pasutri kepada sikap saling meridhoi, sebab keridhoan antara mereka berdua merupakan pangkal kecintaan, sedangkan kecintaan merupakan salah satu asas kebahagiaan.Bagi pasutri yang tidak berpijak pada pokok iman akan melakukan apa saja dengan sarana apapun untuk mencari keridhoan pasangannya tanpa peduli apapun dan tanpa ambil risiko selain hal keduniaan semata. Itu pun sedikit sekali yang peduli dan mempertimbangkannya. 

Keridhoan suami bagi seorang istri sejati merupakan kepuasan dan puncak harapannya, sementara keridhoan istri bagi suami sejati merupakan kebanggaan dan keberhasilannya. Hal inilah yang memotivasi para suami maupun para istri berusaha untuk saling meraih keridhoan pasangannya. Hanya saja benar-benar terdapat perbedaan yang sangat prinsip antara bentuk usaha pasutri muslim dengan selain mereka di dalam meraih keridhoan ini. Perbedaan itu berawal dari adanya dua hal yang sangat bertolak belakang pada dua macam pasutri tersebut, yaitu iman dan kemunafikan atau kekufuran. 

"Siapa saja yang mencari keridhoan Alloh Subhanahu wa Ta'ala meski dengan kemurkaan manusia, niscaya Alloh akan mencukupinya dari butuh kepada mereka. Dan siapa saja yang mencari ridho manusia dengan kemurkaan Alloh Subhanahu wa Ta'ala, niscaya AIIoh Azza wa Jalla akan timpakan seluruh kebutuhan mereka atasnva." 

Yang kami sebutkan ini sebagiannya saja. Yang jelas secara umum, sang istri tidak diperkenankan menaati suaminya sedangkan di saat yang sama ia bermaksiat Kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala, termasuk dalam berbagai jenis tata rias di atas, hanya dengan dalih suaminya senang atau suaminya sangat suka dengan tata riasnya. Sebab yang demikian itu tentu akan menghilangkan mawaddah dan rohmah dari rumah tanggan dan memperkeruh masalah di kemudian hari. 

Sehingga harus tetap dipegangi sabda Rosululloh Shalalloohu 'alaihi wa Salam berikut sebagai syi'ar kita: "Ada dua golongan ahli neraka yang belum pernah aku lihat sebelum ini, yaitu ... dan wanita yang berpakaian tetapi hakikatnya telanjang, berjalan menggoda dan berlenggak-lenggok, suka berbuat dosa, ( rambut) kepala mereka condong seperti punuk onta. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapati bau harumnya. Sesungguhnya bau harumnya surga telah didapati dari jarak sekian dan sekian (jauhnya)." (HR. Muslim: 3971) 

7. Menyanggul rambut di kepala. 6. Memakai pakaian yang tipis dan transparan. 5. Memakai pakaian yang tidak menutup aurot meskipun hanya sebagian aurot saja yang terbuka. 

Dan telah shohih dari 'Aisyah radhialloohu 'anha disebutkan bahwa seorang wanita Anshor menikah dan dia ditimpa sakit sampai rambutnya rontok sehingga mereka hendak menyambungnya. Lalu mereka bertanya kepada Nabi Shalalloohu 'alaihi wa Salam, lalu beliau bersabda: "Alloh Subhanahu wa Ta'ala melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan yang meminta di sambung rambutnya." (HR. Bukhori:5478) 

Dari lbnu Umar radhialloohu 'anhu berkata: "Nabi Shalalloohu 'alaihi wa Salam melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan yang meminta disambung rambutnya, juga wanita yang mentato dan yang meminta ditato". (HR. Bukhori: 5491) 

Karena Nabi Shalalloohu 'alaihi wa Salam melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang minta disambung rambutnya. 4. Menyambung rambut lain dengan rambutnya. Dalam ash-shohihain(1) dari jalan 'Alqomah radhialloohu 'anhu, ia berkata: "Abdulloh (bin Mas'ud) radhialloohu 'anhu melaknat wanita yang membuat tato di badannya, mengukir alisnya, dan wanita yang mengikir giginya untuk mempercantik diri. Kemudian Ummu Ya'qub radhialloohu 'anha berkata, 'Apa ini, mengapa engkau berkata seperti itu?' Berkata Abdulloh, 'Mengapa aku tidak melaknat orang yang dilaknat Rosululloh Shalalloohu 'alaihi wa Salam sebagaimana hal ini juga terdapat didalam al-Qur'an?' Ummu Ya'qub radhialloohu 'anha berkata, 'Demi Alloh, sungguh aku telah membaca al-qur'an dan belum aku temukan!' Maka Abdulloh berkata, 'Demi Alloh, bila kamu membacanya pasti kamu akan menemukannya (yakni dalam ayat): "Apa yang diberikan Rosul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.(QS. Al-Hasyr[59]: 7)'" 

3. Mengikir dan menjarangkan gigi. 2. Mengukir atau menggunting atau mengikis bulu alis. l. Bertato. Ada sesuatu yang harus dipahami bersama, yaitu bahwa tidak semua yang dipandang indah dan elok oleh manusia itu menguntungkan. Bisa jadi banyak hal yang seakan indah namun kenyataannya ia mendatangkan kerusakan dan bahaya. Sehingga wajar dan merupakan sebuah hikmah ilahiyah yang sangat agung bila Alloh Subhanahu wa Ta'ala mengharamkannya. 

Oleh karenanya, meski para suami senang dan puas dengan bentuk maupun mode berhias tertentu tetapi itu diharamkan oleh Alloh Azza wa Jalla, seorang istri muslimah pun tidak akan melakukannya demi keridhoan suaminya. Mengapa? Sebab bila ia melakukannya berarti ia telah mendahulukan keridhoan suami di depan keridhoan Alloh Azza wa Jalla. 

"KatakanIah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Alloh yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khususs (untuk mereka saja) di hari kiamat." (QS. al-A'rof [7]:32)

Salah satu contohnya adalah ketika istri muslimah berhias dalam rangka mencari keridhoan suaminya, maka yang kita dapati ia akan sangat memperhatikan dan berhati-hati dalam memilih perhiasan maupun bentuk berhias yang hendak ia lakukan. Pertimbangannya adalah jangan sampai ia mendapati keridhoan suami namun dimurkai oleh Alloh Azza wa Jalla. Dan sebaliknya bagaimana ia bisa mendapatkan keridhoan suami sebagai buah dari keridhoan Alloh Subhanahu wa Ta'ala. (HR. Tirmidzi 2338, dishohihkan oleh al-Albani dalam Shohih Sunan Tirmidzi: 2414) 

"Ketaatan itu hanya boleh dalam perkara yang ma'ruf (baik)." ditulis ulang dari majalah al-Mawaddah, thn ke-2, hlm 29-30 1. HR. B ukhori (al-Fath, 10/377) dan Muslim(4/836). (HR. Bukhori:6612 dan Muslim: 3424)

Jilbab Menurut Islam, Kristen dan Yahudi : Mitos dan Realita













Marilah kita buka satu persoalan yang di negara-negara Barat dianggap sebagai simbol dari penindasan dan perbudakan wanita, yaitu jilbab atau tudung kepala. Apakah betul tidak terdapat pembahasan mengenai jilbab di dalam tradisi Jahudi-Kristen ? Mari kita lihat bukti catatan yang ada. Menurut Rabbi Dr. Menachem M. Brayer, Professor Literatur Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman in Rabbinic Literature, menulis bahwa baju bagi wanita Yahudi saat bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya meninggalkan sebelah mata saja. Beliau disana mengutip pernyataan beberapa Rabbi (pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: "Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala" dan "Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut isterinya terlihat," dan "Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan."

Hukum Rabbi melarang pemberian berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap "telanjang". Dr. Brayer juga mengatakan bahwa "Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak empat ratus zuzim untuk pelanggaran tersebut."

Dr. Brayer juga menerangkan bahwa jilbab bagi wanita Yahudi bukanlah selalu sebagai simbol dari kesopanan. Kadang-kadang, jilbab justru menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki wanita yang mengenakannya ketimbang ukuran kesopanan. Jilbab atau tudung kepala menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi. Jilbab juga diartikan sebagai penjagaan terhadap hak milik suami.

Jilbab menunjukkan suatu penghormatan dan status sosial dari seorang wanita. Seorang wanita dari golongan bawah mencoba menggunakan jilbab untuk memberikan kesan status yang lebih tinggi. Jilbab merupakan tanda kehormatan. Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak diperbolehkan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati (S.W.Schneider, 1984, hal 237). Wanita-wanita Yahudi di Eropa melanjutkan menggunakan jilbab sampai abad ke sembilan belas hingga mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Tekanan eksternal dari kehidupan di Eropa pada abad sembilan belas memaksa banyak dari mereka pergi keluar tanpa penutup kepala.

Beberapa wanita Yahudi kemudian lebih cenderung menggantikan penutup tradisional mereka dengan rambut palsu sebagai bentuk lain dari penutup kepala. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang saleh tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (gereja Yahudi) (S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239). Sementara beberapa dari mereka. seperti sekte Hasidic, masih menggunakan rambut palsu (Alexandra Wright, 19??, hal 128-129).

Bagaimanakah jilbab menurut tradisi Kristen?
Kita sendiri menyaksikan sampai hari ini bahwa para Biarawati Katolik menutup kepalanya yang suruhannya sebetulnya telah ada semenjak empat ratus tahun yang lalu. Tetapi bukan hanya itu, St. Paul (atau Paulus) dalam Perjanjian Baru, I Korintus 11:3-10, membuat pernyataan-pernyataan yang menarik tentang jilbab sebagai berikut: "Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap laki-laki adalah Kristus, kepala dari perempuan adalah laki-laki dan kepala Kristus adalah Allah. Tiap laki-laki yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang bertudung, menghina kepalanya. Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga mengguting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya. Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki. Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki. Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan dicipt akan karena laki-laki. Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena malaikat". (I Korintus 11:3-10).

St. Paul memberikan penalaran tentang wanita yang berjilbab atau berkerudung adalah bahwa jilbab memberikan tanda kekuasaan pada laki-laki, yang merupakan gambaran kebesaran Tuhan, atas wanita yang diciptakan dari dan untuk laki-laki. St. Tertulian di dalam risalahnya "On The Veiling Of Virgins" menulis: "Wanita muda hendaklah engkau mengenakan kerudung saat berada di jalan, demikian pula hendaknya engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara laki-lakimu."

Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum yang memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M Henning, 1974, hal 272). Beberapa golongan Kristen, seperti Amish dan Mennoties contohnya, mereka hingga hari ini tetap mengenakan tutup kepala. Alasan mereka mengenakan tutup kepala, seperti yang dikemukakan pemimpin gerejanya adalah: "Penutup kepala adalah simbol dari kepatuhan wanita kepada laki-laki dan Tuhan," logika yang sama seperti yang ditulis oleh St. Paul dalam Perjanjian Baru (D. Kraybill, 1960, hal 56).

Dari semua bukti-bukti di atas, nyata bahwa Islam bukanlah agama yang mengada-adakan dan mewajibkan penutup kepala, tetapi Islam telah mendukung hukum tersebut. Al Qur'an memerintahkan kepada laki-laki dan perempuan yang beriman untuk menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Juga memerintahkan wanita beriman agar memanjangkan penutup kepalanya sampai menutupi leher dan dadanya.

"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat..... Katakanlah kepada wanita yang beriman : "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya..." (An Nuur:30,31)

Di dalam Al Qur'an jelas tertulis bahwa kerudung sangat penting untuk menutup aurat. Mengapa aurat itu penting ? Hal itu dijelaskan dalam Al Qur'an surat Al Ahzab 59: "Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu." (Al Ahzab:59)

Pada intinya, kesederhanaan digambarkan untuk melindungi wanita dari gangguan atau mudahnya, kesederhanaan adalah perlindungan.

Jadi, tujuan utama dari jilbab atau kerudung di dalam Islam adalah perlindungan. Kerudung di dalam Islam tidak sama seperti di dalam tradisi Kristen dimana merupakan tanda bahwa martabat laki-laki berada di atas wanita dan merupakan simbolisasi tunduknya wanita terhadap laki-laki. Kerudung di dalam Islam juga bukan seperti di dalam tradisi Yahudi dimana kerudung merupakan tanda keagungan dan tanda pembeda sebagai wanita bangsawan yang menikah. Kerudung di dalam Islam hanya sebagai tanda kesederhanaan dengan tujuan melindungi wanita, tepatnya semua wanita. Pada falsafah Islam dikenali prinsip bahwa selalu lebih baik menjaga daripada menyesal kemudian. Al Qur'an sangat
memperhatikan wanita dengan menjaga tubuh mereka dan kehormatan mereka atas pernyataan laki-laki yang berani menuduh ketidaksucian seorang wanita, mereka akan mendapat balasan;

"Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah (mereka yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. An Nuur 4)

Bandingkan sikap Al Qur'an yang sangat tegas, dengan hukuman yang sangat longgar bagi pemerkosa di dalam Injil:

"If a man find a damsel that is a virgin, which is not betrothed, and there was none to save her. Then the man that lay with her shall give unto the damsel's father fifty shekels of silver, and she shall be his wife; because he hath humbled her, he may not put her away all his days" (Deut. 22:28-29).

Terjemahannya:
"Jika seorang laki-laki menemui seorang gadis yang tidak dijanjikan untuk dinikahkan kemudian memperkosanya, dia harus membayar sebesar lima puluh shekels perak kepada ayah gadis itu. Laki-laki itu harus menikahi gadis tersebut karena perbuatannya dan dia tidak boleh menceraikannya selama hidupnya" (Ulangan. 22:28-29).

Patut ditanyakan, siapa yang sebenarnya dihukum dalam hal ini? Orang yang membayar denda karena telah memperkosa ataukah gadis yang dipaksa untuk menikah dengan laki-laki yang memperkosanya dan harus tinggal bersamanya sampai dia mati ? Pertanyaan lainnya: Mana yang lebih melindung seorang wanita sikap tegas Al Qur'an atau sikap kendor moral (lax) daripada Injil ?

Beberapa kalangan, terutama di belahan negara-negara Barat, mungkin cenderung untuk menertawakan bahwa kesederhanaan (modesty) berguna untuk perlindungan. Alasan mereka adalah perlindungan yang terbaik yaitu memperluaskan pendidikan, berperilaku yang sopan, dan pengendalian diri. Kami akan mengatakan: semua itu baik tapi tidak cukup.

Jika tindakan yang ada dipandang perlindungan yang sudah cukup, lalu mengapa wanita-wanita di Amerika Utara saat ini tidak berani berjalan sendirian di kegelapan atau bahkan cemas melewati tempat parkir yang sepi ?. Jika pendidikan adalah suatu penyelesaian lalu mengapa Universitas Queen yang terkenal pelayanan pendidikannya terpaksa harus mengantar pulang para mahasiswi di dalam kampus ?. Jika pengendalian diri adalah jawabannya, lalu mengapa kasus pelecehan sex di tempat kerja diberitakan di media masa nyaris setiap hari ?. Contohnya, yang tertuduh melakukan pelecehan sex dalam beberapa tahun terakhir: para perwira Angkatan Laut, Manager-manager,
Professor-professor, Senators, Pengadilan Tinggi (Supreme Court Justices), dan bahkan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton sendiri !

Saya tercengang saat saya membaca statistik yang ditulis dalam sebuah pamflet yang dikeluarkan oleh Dean of women's office di Universitas Queen berikut :

* Di Canada, setiap 6 menit ada seorang wanita yang mengalami pelanggaran sexual.

* 1 dari 3 wanita di Canada akan mengalami pelanggaran sexual pada suatu saat dalam kehidupannya.

* 1 dari 4 wanita berada dalam resiko diperkosa atau usaha pemerkosaan dalam kehidupannya.

* 1 dari 8 wanita akan mengalami pelanggaran sexual saat menjadi mahasiswi unitersitas.

* Sebuah penelitian menemukan bahwa 60% dari mahasiswa laki-laki mengatakan mereka akan berbuat pelanggaran seksual jika mereka yakin mereka tidak ditangkap.

Ada sesuatu yang secara fundamental amat sangat keliru di masyarakat kita ini [negara Barat, penerjemah] Suatu perubahan yang radikal sangat perlu dilakukan di dalam gaya hidup dan budaya kita ini. Budaya hidup sederhana (modesty) teramat sangat dibutuhkan.Sederhana dalam berpakaian, dalam bertutur kata, dan dalam sopan santun berhubungan antara pria dan wanita. Kalau perubahan tidak dilakukan, maka angka-angka statistik yang kelabu di atas akan makin suram dari hari ke hari hingga benar-benar semuanya terjerembab dalam kegelapan. Dan sialnya, penanggung beban masyarakat yang paling berat adalah para wanita.

Sesungguhnya kita semua menderita sebagaimana Khalil Gibran (sastrawan nasrani dari Libanon, penerjemah) pernah mengatakan: "...for the person who receives the blows is not like the one who counts them." (Khalil Gibran, 1960, hal 56). Oleh sebab itu, sebuah masyarakat seperti Perancis yang pernah mengusir seorang gadis dari sekolahnya lantaran si gadis menampilkan kesederhaan dengan mengenakan tudung, sesungguhnya hanyalah tindakan yang mencelakakan masyarakat itu sendiri.

Adalah sebuah ironi maha besar di dalam dunia yang kita tinggali saat ini. Secarik tudung penutup kepala mereka katakan sebagai simbol 'kesucian' saat dikenakan oleh seorang biarawati Katolik, padahal dalam ajaran Kristiani hal itu untuk menunjukkan kekuasaan pria. Namun apabila secarik tudung kepala tersebut dikenakan oleh seorang muslimah untuk keperluan melindungi diri, justru dituduh sebagai simbol penindasan pria atas wanita!