Senin, 30 Januari 2012

Teguran Halus Seorang SUami Kepada Istri

Istriku tercinta, aku menulis catatan ini sebagai bukti cintaku kepadamu dan keridhahanku menerimamu sebagai istri, aku telah menyerahkan hidupku kepadamu. Dalam hatiku berkata, inilah wanita yang bisa menjadi ibu anak-anakku dan cocok untuk menjadi istriku. Inilah mawaddah dan sakinah, inilah raihanah rumahku. Aku bimbing tanganmu bersama-sama mengarungi samudera dengan bahtera rumah tangga, menuju pantai penuh kedamaian di sisi Ar-Rabb Ar-Rahman.

  Akan tetapi tiba-tiba datang topan badai menghalangi jalan kita, angin bertiup kencang. Kalau kita berdua tidak segera sadar niscaya kita akan kehilangan kendali bahtera dan kita akan tersesat arah. Aku berkata dalam hati: Tidak! Aku tidak akan membuat bahtera ini karam. Maka aku pegang erat penaku dan aku buka lembaran kertasku. Lalu aku tulis teguran halus ini dari seorang kekasih kepada kekasihnya.

  • Istriku tercinta, tidakkah engkau ingat pada awal pernikahan kita dahulu..engkau adalah lambang kecantikan, kemudian aku tidak mengerti mengapa penampilanmu sampai taraf demikian parah. Awut-awutan dan tak enak dilihat. Apakah engkau lupa bahwa termasuk salah satu sifat wanita adalah apabila suaminya memandang niscaya akan membuatnya senang.
  • Sayangku, tidakkah engkau ingat, berulang kali engkau mengungkit-ungkit jasamu kepadaku, menyebut-nyebut kewajiban rumah tangga yang telah engkau lakukan untukku, pelayanan yang telah engkau berikan kepada tamu-tamuku dan dalam melayani kebutuhanku, apakah Engkau lupa firman Allah subhaanahu wa ta'aala :
ياَيُّهَا الذِينَ امَنُوا لاَ تُبْتِلُوْا صَدَقَاتِكُمْ بِالمَنِّ وَالاَذَى
Artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)." (Q.S.Al-Baqarah:264)  
  • Tidakkah engkau ingat duhai kekasihku, berapa kali kita telah saling berjanji pada saat-saat pernikahan bahwa kita akan saling bahu membahu dalam ketaatan, mengemban dakwah kepada agama Allah, berikrar bahwa kita akan fokus kepada masalah umat islam dan mendidik anak-anak kita dengan pendidikan islami, tetapi realitanya kita sibuk mengikuti perkembangan mode, hanyut mengikuti cerita-cerita, kisah-kisah, pernak-pernik dan mengejar harta dari manapun sumbernya.
  • Sayangku, tidakkah engkau ingat seringnya engkau menggerutu, tidak qana'ah (puas) menerima rezeki yang telah Allah berikan kepada kita. Haruskah aku menjalani usaha yang haram demi mewujudkan keinginanmu? Apakah engkau sudah lupa kisah wanita yang berkata kepada suaminya :"Bertakwalah kepada Allah dalam memperlakukan kami, sungguh kami bisa sabar menahan lapar namun kammi tidak sabar menanggung panasnya api naar"
  • Ingatkah dirimu, betapa sering aku bangun dari tidurku di bagian akhir malam, ternyata aku dapati engkau sedang asyik menonton film dan musik. Bukankah lebih baik engkau dzikir mengingat Allah dan mengerjakan shalat dua raka'at sementara manusia sedang tertidur di kegelapan kubur. Atau minimal engkau berangkat tidur agar tidak terluput dari shalat fajar.
  • Sayangku, ingatkah dirimu ketika engkau keluar rumah tanpa seizinku untuk mengunjungi keluargamu dan ketika engkau memasukkan temanmu fulanah ke dalam rumahku padahal aku telah melarangmu untuk memasukkannya ke dalam rumah! Lupakah dirimu bahwa itu merupakan hakku!
  • Kekasihku, ingatkah dirimu ketika keluargaku datang mengunjungiku, demikian pula teman-temanku, namun aku lihat engkau menunjukkan wajah muram, berat langkah kakimu dan bermuka masam!..Memang, engkau telah menghidangkan kepada mereka makanan lezat dan mengundang selera, akan tetapi semua itu tiada artinya karena muka masammu itu!
Sayangku, aku telah mengatakan sepenuh hatiku bahwa aku mencintaimu.
Aku berharap kita bersama-sama dapat meraih ridha Ar-Rahman.
Barangkali aku juga banyak melakukan kesalahn dan mengabaikan hakmu. dan barangkali aku tidak menyadari kekuranganku dalam melaksanakan kewajiban terhadapmu dan dalam menjaga perasaanmu.
 
Aku memohon kepadamu agar membalas risalah ini, silahkan mengungkapkan apa yang terbertik dalam benakmu. Bukankah tujuan kita berdua adalah satu. Kita telah menampung bahtera yang satu dan tujuan kita juga satu. Tujuan kita adalah bersama-sama duni dan akhirat di jannah 'Adn. Jangan engaku biarkan angin badai menghantam kita sehingga membuat kita tersesat jalan.

Dikutip dari buku : "Agar Suami Cemburu Padamu", Dr. Najla As-Sayyid Nayil
gambar : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi2sVjGqWA_OItkZZrAikuFS2ltIBTU0dAg82Dq6YDFGYlkWZnfrfF-zIQ_i7QDJqmBOqUDkPGO49VPY5qtL-iyspDYRKRwNpF0SbVtuUgmx2SQ8aMX_B2Ubz1yjk2fiBFCMCoAZvw9yak/s200/surat-surat.gif

Hiasi Diri Dengan Qana'ah

Agar engkau bisa menikmati kehidupan rumah tangga bersama suamimu hendaklah engkau menghiasi diri dengan sifat qana'ah (merasa cukup) dan ridha.

Dengan qana'ah jiwa akan merasa tenang dan ridha menerima pembagian yang Allah Rabbul 'aalamin berikan, dan tehindar dari sifat tamak yang selalu mengimpikan tambahan sehingga sebagai konsekwensinya kerap kali menyeretnya kepada cara-cara yang syubhat dan haram. Qana'ah yang menahan jiwa kita dari keinginan memiliki apa yang ada di tangan orang lain.


Ingatlah selalu sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam.

"Barang siapa di antara kamu bangun di pagi hari dengan perasaan aman, sehat tubuhnya dan cukup persediaan makanan pokoknya untuk hari itu, seakan-akan ia telah diberi semua kenikmatan dunia." (H.R. Tirmidzi)

Adakah sesuatu yang lebih diinginkan seseorang dalam kehidupan dunia selain dari tiga perkara tersebut?
Sebagaimana sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam :

"Beruntunglah orang yang diberi hidayah kepada islam dan rezekinya cukup lalu ia qana'ah"  (H.R Tirmidzi)

Hendaklah seorang istri menghiasi dirinya dengan sifat qana'ah. janganlah ia melihat-lihat apa yang ada di tangan orang lain. Hendaklah ia menggunakan harta titipan Allah itu untuk kepentingan fisabilillah. Agar menjadi tabungan pahala di akhirat.

Sebahagian istri ada yang mengeluhkan kehidupannya dan tidak bisa menerima penghasilan suaminya. Ia ingin hidup seperti fulanah atau seperti salah seorang karib keluarganya.

Engkau lupa bahwa Allah subhaanahu wata'aala tidaklah menciptakan manusia sama rata. Allah menciptakan orang kulit putih dan orang kulit hitam, orang kaya dan orang miskin, orang kuat dan orang yang lemah.

Agar kita merasa tenang, camkan hadits berikut ini :

"Lihatlah orang yang dibawahmu (kekayaannya) dan jangan lihat orang yang diatasmu (kekayaannya), hal itu lebih baik sehingga engkau tidak menyepelekan nikmat Allah". (H.R. Muslim)

Ingatlah selalu bahwa kebahagiaan bukan hanya terletak pada harta semata. Berapa banyak wanita yang memiliki suami kaya hartanya namun bakhil perasaan ddan cintanya. Sementara yang lain memiliki suami yang fakir hartanya namun kaya perasaan dan cintanya kepada istri dan rumahnya.

Hendaklah seorang istri selalu ridha menerima suaminya yang mencintai dirinya. Kebahagiaan itu bukan hanya terletak pada makanan dan minuman, bukan berhias dengan pakaian mahal, perabotan mewah, emas perak dan kendaraan yang banyak. Namun kekayaan itu letaknya dalam dada dan hati yang tenang, penuh dengan cinta dan keimanan.

Wanita Menjalankan Puasa Sunnah Harus Dengan Ijin Suami

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
 
Dalam melaksanakan puasa Sunnah, ada suatu aturan yang mesti diperhatikan oleh wanita muslimah. Aturan yang dimaksud adalah ia harus meminta izin pada suaminya ketika ingin menjalankan puasa sunnah. Keterangan selengkapnya silakan disimak dengan seksama dalam risalah berikut.


Dalil Pendukung

Para fuqoha telah sepakat bahwa seorang wanita tidak diperkenankan untuk melaksanakan puasa sunnah melainkan dengan izin suaminya.

Dalam hadits yang muttafaqun ‘alaih, dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

Tidaklah halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sedangkan suaminya ada (tidak bepergian) kecuali dengan izin suaminya.

Dalam lafazh lainnya disebutkan,

لاَ تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ غَيْرَ رَمَضَانَ

Tidak boleh seorang wanita berpuasa selain Ramadhan sedangkan suaminya sedang ada (tidak bepergian) kecuali dengan izin suaminya

Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan izin bisa jadi dengan ridho suami. Ridho suami sudah sama dengan izinnya.

An Nawawi rahimahullah menerangkan, “Larangan pada hadits di atas dimaksudkan untuk puasa tathowwu’ dan puasa sunnah yang tidak ditentukan waktunya. Menurut ulama Syafi’iyah, larangan yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah larangan haram.”

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud larangan puasa tanpa izin suami di sini adalah untuk puasa selain puasa di bulan Ramadhan. Adapun jika puasanya adalah wajib, dilakukan di luar Ramadhan dan waktunya masih lapang untuk menunaikannya, maka tetap harus dengan izin suami. ... Hadits ini menunjukkan diharamkannya puasa yang dimaksudkan tanpa izin suami. Demikianlah pendapat mayoritas ulama.”

Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah disebutkan, “Jika seorang wanita menjalankan puasa (selain puasa Ramadhan) tanpa izin suaminya, puasanya tetap sah, namun ia telah melakukan keharaman. Demikian pendapat mayoritas fuqoha. Ulama Hanafiyah menganggapnya makruh tahrim. Ulama Syafi’iyah menyatakan seperti itu haram jika puasanya berulang kali. Akan tetapi jika puasanya tidak berulang kali (artinya, memiliki batasan waktu tertentu) seperti puasa ‘Arofah, puasa ‘Asyura, puasa enam hari di bulan Syawal, maka boleh dilakukan tanpa izin suami, kecuali jika memang suami melarangnya.”

Jadi, puasa yang mesti dilakukan dengan izin suami ada dua macam: (1) puasa sunnah yang tidak memiliki batasan waktu tertentu (seperti puasa senin kamis, (2) puasa wajib yang masih ada waktu longgar untuk melakukannya. Contoh dari yang kedua adalah qodho’ puasa yang waktunya masih longgar sampai Ramadhan berikutnya.
 
Jika Suami Tidak di Tempat
 
Berdasarkan pemahaman dalil yang telah disebutkan, jika suami tidak di tempat, maka istri tidak perlu meminta izin pada suami ketika ingin melakukan puasa sunnah. Keadaan yang dimaksudkan seperti ketika suami sedang bersafar, sedang sakit, sedang berihrom atau suami sendiri sedang puasa. Kondisi sakit membuat suami tidak mungkin melakukan jima’ (hubungan badan). Keadaan ihrom terlarang untuk jima’, begitu pula ketika suami sedang puasa. Inilah yang dimaksud kondisi suami tidak di tempat.

Hikmah Mengapa Harus dengan Izin Suami
 
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah menerangkan, “Dalam hadits yang menerangkan masalah ini terdapat pelajaran bahwa menunaikan hak suami itu lebih utama daripada menjalankan kebaikan yang hukumnya sunnah. Karena menunaikan hak suami adalah suatu kewajiban. Menjalankan yang wajib tentu mesti didahulukan dari menjalankan ibadah yang sifatnya sunnah.”

An Nawawi rahimahullah menerangkan, “Sebab terlarangnya berpuasa tanpa izin suami di atas adalah karena suami memiliki hak untuk bersenang-senang (dengan bersetubuh, pen) bersama pasangannya setiap harinya. Hak suami ini tidak bisa ditunda karena sebab ia melakukan puasa sunnah atau melakukan puasa wajib yang masih bisa ditunda.”

Semoga sajian singkat ini bermanfaat bagi wanita muslimah dan pembaca rumaysho.com lainnya. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Selesai disusun setelah ‘Isya’, 5 Ramadhan 1431 H (13/09/2010), di Panggang-Gunung Kidul

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Story Puding : Ketika Cinta Harus Diperjuangkan


Postingan dengan tema story Puding (cerita seputar pernikahan). Namun di sini saya tidak ingin bercerita tentang pernikahan kami. Walau memori indah masa-masa awal pernikahan kami akan selalu menjadi kenangan manis, dan hari ini masih tetap manis..mudah-mudahan ke depan akan lebih manis..:) Amin..Yaa Rabb
Kali ini saya akan bercerita tentang pernikahan kawan kami, yang saya pikir cukup "seru" untuk diceritakan..

Bismillah..
Awalnya, saya tidak pernah berpikir apapun tentang pernikahan mereka. Semuanya terlihat baik-baik saja, mereka terlihat begitu bahagia -karena memang mereka bahagia pada saat itu- tapi ternyata mereka menyimpan suatu cerita di awal kisah cinta mereka...
Sebut saja, si lelaki bernama Yusran, dan si wanita bernama Bunga... (kedua nama disamarkan)
Yusran adalah seorang "ikhwah" (baca: pemuda yang paham agama), bekerja sebagai praktisi kesehatan yang kebetulan pernah bertempat tugas yang sama dengan suamiku bekerja.
Sedangkan Bunga, gadis tamatan SMA, pemahaman agamanya pun biasa-biasa saja, tapi insya Allah termasuk gadis yang baik..
Mereka tidak saling mengenal, Yusran secara tidak sengaja melihat Bunga yang ternyata termasuk keluarga dari seorang ustadz yang cukup dekat dengannya.
Dalam hati, Yusran menyimpan keinginan untuk melamar sang Gadis guna menyempurnakan setengah dari ad-dien ini. Dan niat itu disampaikannya ke Ustadz.... Dan ustadz-lah yang menjadi perantara bagi mereka berdua..
Singkat kata..mereka pun menikah.. Saya pun hadir di pernikahan mereka.
Pernikahannya sederhana dengan tata cara islam (baca: mempelai dan undangan pria dan wanita terpisah).
Hal yang tak terduga, ternyata walaupun kedua orang tuanya menerima lamaran Yusran, ternyata mereka memendam ketidak setujuan terhadap pernikahan keduanya..
Dan menyedihkannya, kedua orang tuanya berniat memisahkan mereka berdua.. setelah mereka sudah diikrarkan sebagai suami istri...dengan alasan mereka tidak terima tata cara pernikahannya yang tidak bersanding.. Ditambah lagi, Bunga mulai sedikit demi sedikit nampak keinginannya menutup auratnya dengan sempurna.
Sang orangtua khawatir, Bunga akan terpengaruh pada suaminya. Mungkin mereka berprasangka Yusran memiliki pemahaman sesat.. (padahal kami tahu sekali Yusron sangat jauh dari hal itu)..
Yang jadi pertanyaan, "Kenapa tidak dari dulu mereka menolaknya???". Pertanyaan yang sama yang Bunga lontarkan kepada orang tuanya saat itu..
Yusran pun di usir dari rumah mertua, meninggalkan isterinya yang baru saja dinikahinya.. Padahal seharusnya mereka merasakan "honey moon" seperti umumnya pengantin baru...
Tapi qadarullah, kesabaran Yusran diuji. Dia hanya bisa mengatakan kepada mertuanya, "Apa salah saya??"
Akhirnya Yusran meninggalkan rumah itu, Bunga juga tidak bisa melakukan apa-apa...
Sampai pada saat klimaks, mereka berdua disuruh bercerai, namun Alhamdulillah, pada saat proses mediasi di pengadilan, terbukti bahwa mereka berdua tidak memiliki keinginan untuk berpisah.
Yusran hanya berkata, "Saya mencintai istri saya, apa salah saya??"
Dua kali proses pengadilan, belum ada titik temu...
Yusron pun masih teguh pendiriannya untuk mempertahankan bunga sebagai istrinya...
Hal itu juga sebenarnya yang menjadikan Bunga luluh.
Saya teringat waktu dia bercerita kepadaku, "Awalnya sebenarnya saya pasrah pada orang tua, mengingat mama sempat sakit, saya bilang "Ya Sudahlah". Dalam hati saya juga berkata kami kan memang belum saling mengenal, jadi belum cinta"... Saya memperhatikan dia bercerita dengan serius.
"Tapi, karena melihat keteguhannya untuk mempertahankan saya. Padahal saya pikir toh masih ada wanita lain, tapi kenapa dia begitu teguh pendiriannya mempertahankan saya. Dari situlah ada "rasa"...." lanjutnya..
Saya tersenyum mendengarnya...subhanallah...Allah telah menghadirkan kasih sayang di antara keduanya.
Alhamdulillah, ada seorang tante dari pihak Bunga yang menyetujui pernikahan keduanya, dan menginginkan mereka tetap bersatu.
Melalui perantara dialah mereka berdua bisa berkomunikasi..
Sampai suatu saat, Yusron mengambil keputusan nekat untuk "menculik" isterinya.. (seru bukan.. suami menculik isterinya sendiri)..
Akhirnya rencana disusun, mereka janjian untuk bertemu di wartel terdekat.
Bunga juga "terpaksa" melepaskan jilbabnya (memang pada saat itu istilahnya masih "bongkar pasang").
Karena kalau pakai jilbab, ketahuan kalau dia mau kemana-mana..
Mereka bertemu, dan jadilah Yusran berhasil "menculik" isterinya dengan bermodal motor pinjaman (karena memang waktu itu beliau belum punya motor)
Yusron membawa isterinya ke rumah teman sesama staff di tempatnya bertugas.. Disana Bunga diberi jilbab dan mereka berdua dikurung di kamar. Sampai-sampai diberi makan lewat jendela .. (seru ya!!)
Hp Bunga dimatikan, orang tua Bunga bingung mencari putrinya..
Sampai-sampai mendatangi rumah ustadz yang menjadi perantara pernikahan dulu, sambil memohon-mohon agar putrinya dikembalikan.
Padahal, ustadz sendiri tak tahu apa-apa (karena memang tidak diberi tahu)...
Beberapa hari kemudian, Bunga mengaktifkan hp-nya, serentetan pesan sudah memenuhi inbox-nya.
Akhirnya Bunga berkomunikasi dengan orang tuanya dan berjanji akan pulang tapi dengan syarat mereka berdua tidak dipisahkan lagi..
End of story :
Mereka akhirnya bisa diterima sebagai sepasang suami isteri, orang tua Bunga sudah tidak mau mengungkit kejadian yang lalu.

Mereka kini dikaruniai seorang anak perempuan lucu dan aktif.

Oh iya, ingat motor pinjaman tadi??
Akhirnya, motor tersebut berhasil dibeli oleh Yusron (pemiliknya ingin melanjutkan pendidikan) dengan hasil keringatnya sendiri, sebagai saksi bisu "drama penculikan isterinya" untuk memperjuangkan cinta mereka..

Alhamdulillah, Bunga juga sekarang mulai menutup auratnya, sedikit demi sedikit mendekati sempurna.
Yusran akhirnya bisa memperlihatkan bahwa insya Allah, dia adalah lelaki yang pantas mendampingi Bunga,,
Subhanallah...
Saya hanya bisa berkata, seperti cerita sinetron, tapi walaupun disinetronkan akan menjadi cerita yang membosankan dan biasa-biasa saja.
Namun karena ini adalah Kisah Nyata (true story), menjadikan kisah ini menjadi luaarrr biasa.....
Ada pertanyaan di awal kisah tadi "Kenapa tidak dari dulu??". Itu karena rencana Allah mempertemukan mereka.  Jodoh ada di tangannya. Selalu ada hikmah dibaliknya. Dan yang paling tahu tentang hkmahnya, tentu mereka berdua .
Hikmah yang dapat kupetik dari kisah ini :
  • Rencana Allah pasti indah
  • Allah ingin melihat sampai di mana usaha kita, Yusran memperjuangkan cinta yang halal baginya
  • Inna ma'al Usri Yusraa  (setelah kesulitan PASTI ada kemudahan)
  • Menikah tanpa pacaran.. Why not??
Bagaimana dengan anda?? 
 
*dari blog ummu abdillah*