Jumat, 06 Mei 2011

Hati-Hati Dengan HATI ....

Seorang pria telungkup di tengah lapangan yang luas di bawah teriknya sinar matahari, dengan tas disampingnya. Lalu segerombolan orang menghampiri dan memeriksa keadaan pria tersebut. Meninggal, kata salah satu orang gerombolan tersebut. Mereka kemudian sepakat membuka tas disamping pria itu dan mencari tahu apa yang sebenarnya yang terjadi. Ternyata mereka semua berpikiran sama, andai tas itu terbuka sesaat sebelumnya, maka pria tersebut mungkin tidak meninggal dalam keadaan seperti ini. 

Apakah isi tas itu?? Hayo apa ayoo? Ternyata isi tas itu adalah parasut. Parasut itu gagal terbuka pada saat si pria melakukan terjun payung. Memang sangat menyedihkan dan naas. Parasut jadi penentu keselamatan jiwa para penerjun payung. Dan...begitu jugalah hati kita. Hati hanya akan berfungsi jika dalam keadaan terbuka, open heart-lah istilahnya gitu. Hati akan menjadi penyelamat. Kita akan menyerap petunjuk lebih mudah, menerima hidayah lebih mudah dan berprilaku lebih mulia. Jangan biarkan hati tertutup dengan butir-butiran kotoran hati, yang akan kian menebal jika tidak segera dibersihkan. Karena pada keadaan tertentu, kotoran hati tidak dapat dibersihkan dengan hanya sekali-dua kali kilapan 'wing porselen'!! Kotoran hati tersebut sudah menjadi bagian dari prilaku dan sikap keseharian manusia. 

Oleh karena itu :

"Perhatikanlah  hatimu karena ia akan menjadi fikiranmu 

Perhatikanlah fikiranmu karena ia akan menjadi perkataanmu 

Perhatikanlah perkataanmu karena ia akan menjadi perbuatanmu 

Perhatikanlah perbuatanmu karena ia akan menjadi kebiasaanmu 

Perhatikanlah kebiasaanmu karena ia akan menjadi karaktermu 

Dan Perhatikanlah karaktermu karena ia akan menjadi lintasan hatimu" 

Semuanya kembali kediri kita masing-masing. Tanyakan pada diri sendiri apa yang akan terlintas dalam hati kita pada saat ini, saat itu, dalam keadaan ini, dan jika berada dalam keadaan itu. Karena kalau bukan diri sendiri yang bertanya lalu siapa lagi.......??? Masa harus orang lain..hehe 'just try to do better' 

wallahualam bishshowab

Aku Ingin Anak Lelakiku Menirumu

Ketika lahir, anak lelakiku gelap benar kulitnya, Lalu kubilang pada ayahnya: "Subhanallah, dia benar-benar mirip denganmu ya!" Suamiku menjawab: "Bukankah sesuai keinginanmu? Kau yang bilang kalau anak lelaki ingin seperti aku." Aku mengangguk. Suamiku kembali bekerja seperti biasa. 

Ketika bayi kecilku berulang tahun pertama, aku mengusulkan perayaannya dengan mengkhatam kan Al Quran di rumah Lalu kubilang pada suamiku: "Supaya ia menjadi penghafal Kitabullah ya,Yah." Suamiku menatap padaku seraya pelan berkata: "Oh ya. Ide bagus itu." 

Bayi kami itu, kami beri nama Ahmad, mengikuti panggilan Rasulnya. Tidak berapa lama, ia sudah pandai memanggil-manggil kami berdua: Ammaa. Apppaa. Lalu ia menunjuk pada dirinya seraya berkata: Ammat! Maksudnya ia Ahmad. Kami berdua sangat bahagia dengan kehadirannya. 

Ahmad tumbuh jadi anak cerdas, persis seperti papanya. Pelajaran matematika sederhana sangat mudah dikuasainya. Ah, papanya memang jago matematika. Ia kebanggaan keluarganya. Sekarang pun sedang S3 di bidang Matematika. 

Ketika Ahmad ulang tahun kelima, kami mengundang keluarga. Berdandan rapi kami semua. Tibalah saat Ahmad menjadi bosan dan agak mengesalkan. Tiba-tiba ia minta naik ke punggung papanya. Entah apa yang menyebabkan papanya begitu berang, mungkin menganggap Ahmad sudah sekolah, sudah terlalu besar untuk main kuda-kudaan, atau lantaran banyak tamu dan ia kelelahan. 

Badan Ahmad terhempas ditolak papanya, wajahnya merah, tangisnya pecah, Muhammad terluka hatinya di hari ulang tahunnya kelima. Sejak hari itu, Ahamad jadi pendiam. Murung ke sekolah, menyendiri di rumah. Ia tak lagi suka bertanya, dan ia menjadi amat mudah marah. 

Aku coba mendekati suamiku, dan menyampaikan alasanku. Ia sedang menyelesaikan papernya dan tak mau diganggu oleh urusan seremeh itu, katanya. 

Tahun demi tahun berlalu. Tak terasa Ahmad telah selesai S1. Pemuda gagah, pandai dan pendiam telah membawakan aku seorang mantu dan seorang cucu. Ketika lahir, cucuku itu, istrinya berseru sambil tertawa-tawa lucu: "Subhanallah! Kulitnya gelap, Mas, persis seperti kulitmu!" 

Ahmad menoleh dengan kaku, tampak ia tersinggung dan merasa malu. "Salahmu. Kamu yang ingin sendiri, kan. Kalau lelaki ingin seperti aku!" 

Di tanganku, terajut ruang dan waktu. Terasa ada yang pedih di hatiku. Ada yang mencemaskan aku. Cucuku pulang ke rumah, bulan berlalu. 

Kami, nenek dan kakeknya, datang bertamu. Ahmad kecil sedang digendong ayahnya. Menangis ia. Tiba-tiba Ahmad anakku menyergah sambil berteriak menghentak, "Ah, gimana sih, kok nggak dikasih pampers anak ini!" Dengan kasar disorongkannya bayi mungil itu. 

Suamiku membaca korannya, tak tergerak oleh suasana. Ahmad, papa bayi ini, segera membersihkan dirinya di kamar mandi.

Aku, wanita tua, ruang dan waktu kurajut dalam pedih duka seorang istri dan seorang ibu. Aku tak sanggup lagi menahan gelora di dada ini. Pecahlah tangisku serasa sudah berabad aku menyimpannya.

Aku rebut koran di tangan suamiku dan kukatakan padanya: "Dulu kau hempaskan Ahmad di lantai itu! Ulang tahun ke lima, kau ingat? Kau tolak ia merangkak di punggungmu! Dan ketika aku minta kau perbaiki, kau bilang kau sibuk sekali. Kau dengar? Kau dengar anakmu tadi? Dia tidak suka dipipisi. Dia asing dengan anaknya sendiri!" 

Allahumma Shali ala Muhammad. Allahumma Shalli alaihi wassalaam. 

Aku ingin anakku menirumu, wahai Nabi. Engkau membopong cucu-cucumu di punggungmu, engkau bermain berkejaran dengan mereka Engkau bahkan menengok seorang anak yang burung peliharaannya mati. Dan engkau pula yang berkata ketika seorang ibu merenggut bayinya dari gendonganmu, "Bekas najis ini bisa kuseka, tetapi apakah kau bisa menggantikan saraf halus yang putus di kepalanya?" 

Aku memandang suamiku yang terpaku. Aku memandang anakku yang tegak diam bagai karang tajam. Kupandangi keduanya, berlinangan air mata. Aku tak boleh berputus asa dari Rahmat-Mu, ya Allah, bukankah begitu? 

Lalu kuambil tangan suamiku, meski kaku, kubimbing ia mendekat kepada Ahmad. Kubawa tangannya menyisir kepala anaknya, yang berpuluh tahun tak merasakan sentuhan tangan seorang ayah yang didamba. 

Dada Ahmad berguncang menerima belaian. Kukatakan di hadapan mereka berdua, "Lakukanlah ini, permintaan seorang yang akan dijemput ajal yang tak mampu mewariskan apa-apa: kecuali Cinta. Lakukanlah, demi setiap anak lelaki yang akan lahir dan menurunkan keturunan demi keturunan. Lakukanlah, untuk sebuah perubahan besar di rumah tangga kita! Juga di permukaan dunia. Tak akan pernah ada perdamaian selama anak laki-laki tak diajarkan rasa kasih dan sayang, ucapan kemesraan, sentuhan dan belaian, bukan hanya pelajaran untuk menjadi jantan seperti yang kalian pahami. Kegagahan tanpa perasaan. 

Dua laki-laki dewasa mengambang air di mata mereka. Dua laki-laki dewasa dan seorang wanita tua terpaku di tempatnya. Memang tak mudah untuk berubah. Tapi harus dimulai. Aku serahkan bayi Ahmad ke pelukan suamiku. Aku bilang: "Tak ada kata terlambat untuk mulai, Sayang." 

Dua laki-laki dewasa itu kini belajar kembali. Menggendong bersama, bergantian menggantikan popoknya, pura-pura merancang hari depan si bayi sambil tertawa-tawa berdua, membuka kisah-kisah lama mereka yang penuh kabut rahasia, dan menemukan betapa sesungguhnya di antara keduanya Allah menitipkan perasaan saling membutuhkan yang tak pernah terungkapkan dengan kata, atau sentuhan. 

Kini tawa mereka memenuhi rongga dadaku yang sesak oleh bahagia, syukur pada-Mu Ya Allah! Engkaulah penolong satu-satunya ketika semua jalan tampak buntu. Engkaulah cahaya di ujung keputusasaanku. 

Tiga laki-laki dalam hidupku aku titipkan mereka di tangan-Mu. Kelak, jika aku boleh bertemu dengannya, Nabiku, aku ingin sekali berkata: Ya, Nabi. aku telah mencoba sepenuh daya tenaga untuk mengajak mereka semua menirumu! 

Amin, Alhamdulillah

Sungai Penghapus Dosa

"Hendaklah kalian mengingat Tuhan kalian, dan shalatlah kalian di awal waktu. Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla melipatgandakan pahala kalian" (HR.Al-Thabrani)
Shalat adalah "komunikasi langsung" dengan sang Khaliq. Langsung karena tidak boleh "diwakilkan" oleh orang lain. Atau, tidak boleh digantikan oleh amalan apapun, karena ia sarana percakapan hamba dengan penciptanya.

Sungguh indah kehidupan seorang muslim dengan Tuhannya. Setiap hari, lima kali ia menghadap kepada-Nya. Belum lagi shalat-shalat tambahan (nawafil), seperti dhuha, witir, tahajjud, hajat, dan sebagainya. Saat itulah sang hamba memuji Tuhannya, mensucikan, memohon pertolongan, meminta rahmat, hidayah dan ampunan kepada-Nya.

Shalat, menurut Rasulullah SAW seperti sungai yang mengalir di depan pintu rumah seorang Muslim. Dari Abu Hurairah r.a.: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, "Bagaimana pendapat kalian seandainya di depan pintu seorang dari kalian terdapat sebuah sungai. Setiap hari ia mandi lima kali di dalamnya. Apakah masih ada kotoran yang melekat di tubuhnya?" Mereka menjawab, "Tidak ada!" Rasulullah berkata, "Itulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapus semua kesalahan." (Muttafaq 'Alaih).

Dari Jabir r.a.: Rasulullah saw bersabda, "Perumpamaan shalat lima waktu seperti sebuah sungai yang melimpah, yang mengalir di depan pintu rumah seorang dari kalian. Ia mandi di dalamnya setiap hari lima kali." (HR Muslim).

Subhanallah! Begitu pemurahnya Allah kepada kita. Dosa-dosa kita dihapus hanya dengan shalat lima waktu. Kesalahan kita berguguran di sungai "penghapus dosa". Tidak ada kenikmatan, selain kenikmatan bermunajat kepada Allah lewat shalat. Shalat dijadikan oleh Rasulullah SAW sebagai "permata hati" (qurah 'ain).

Dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah berkata kepada Bilal, "Ya Bilal! Aqim al-shalah wa arihna biha (Hai Bilal! Dirikanlah shalat dan rehatkan kami dengannya). Bahkan akhir dari wasiat beliau adalah "shalat" (HR Ibnu Mâjah).

Pertanyaannya adalah: shalat yang bagaimanakah yang berfungsi sebagai "sungai penghapus dosa" itu?

Pertama, shalat yang senantiasa dilakukan di awal waktunya. Shalat inilah yang dicintai oleh Allah SWT. Hal ini dijelaskan oleh Nabi saw dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Mas 'ud ra: Aku bertanya kepada Rasulullah s.a.w., "Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah?" Beliau menjawab, "Shalat pada waktunya!" Aku bertanya lagi, "Lalu apa?" "Berbakti kepada kedua orangtua," jawab beliau. Lalu aku bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah" (Muttafaq 'Alaih).

Kedua, shalat yang khusyu'. Shalat yang khusyu' adalah shalat seorang Mukmin yang benar-benar mendapat "kesuksesan" dari Allah. Karena khusyu' dalam shalat adalah dambaan setiap Muslim yang mengerjakan shalat (mushallî). Meskpun khusyu' itu boleh dikatakan tidak merata alias relatif. Namun, berusaha untuk khusyu' dalam shalat adalah usaha yang sangat baik. Allah SWT berfirman, "Telah beruntunglah orang-orang yang berikan. (Yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya." (Qs. Al-Mu'minun: 1-2).

Tentunya untuk khusyu' ada kiat-kiat khusus di dalamnya. Di antaranya adalah dengan cara "memperbaiki cara berwudhu". Wudhu yang tidak sempurnya, akan menimbulkan rasa was-was dalam hati. Wudhu yang asal jadi hanya menyia-nyiakan air. Itulah mubadzir, dan mubadzir adalah perbuatan syaitan.

"Tidak seorang Muslim pun yang berwudhu, kemudian ia memperbagus wudhu'nya, lalu ia mendirikan shalat dua rakaat. Dengan dua rakaat itu ia benar-benar menghadapkan hatinya dan wajahnya, melainkan ia wajib memperoleh surga." (HR Muslim).

Rasulullah SAW bersabda, "Seburuk-buruk manusia adalah yang mencuri shalatnya." Mereka bertanya, "Bagaimana seseorang mencuri shalatnya?" Beliau menjawab, "Ruku' dan sujudnya tidak sempurna" (HR Ahmad). Inilah mungkin model shalat "patok ayam".

Selain itu, shalat yang khusyu' adalah "media" untuk menggapai ampunan Allah SWT. Nabi saw bersabda, "Barangsiapa yang berwudhu dan memperbagus wudhu'nya. Kemudian ia shalat sebanyak dua rakaat atau empat rakaat, baik itu shalat wajib (maktûbah) atau selainnya (shalat sunnah), dimana ia ruku dan sujud dengan baik kemudian meminta ampun kepada Allah, niscaya Allah mengampunkannya." (HR. Al-Thabrani).

Ketiga, shalat yang dilakukan dengan ikhlas. Amal adalah "jasad", dan ruhnya adalah "ikhlas". Shalat yang dilakukan dengan niat agar dilihat orang sebagai orang yang rajin shalat adalah shalat yang hanya menghabiskan energi. Dalam setiap ibadah, Allah senantiasa menganjurkan kita untuk "ikhlas" dan mengharap ridha dari-Nya. Shalat yang hanya sekedar "menggugurkan" kewajiban adalah shalat yang tidak banyak memberikan bekas dalam kehidupan.

Allah menjelaskan, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama..." (Qs. Al-Bayyinah: 5).

Insya Allah, shalat yang demikian adalah shalat yang diibaratkan oleh Rasulullah sebagai "sungai", sungai penghapus dosa, yang menghanyutkan kesalahan kita. Semoga shalat yang kita lakukan selama ini menjadi shalat yang benar-benar diterima oleh Allah SWT, sehingga dosa-dosa dan kesalahan kita "layak" untuk dihapus dan dihanyutkan.

Wallaahu a'lamu bi al-shawab.

Berproses Meraih Cinta Allah

"Ya Allah, aku sungguh memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu, dan mencintai amal yang dapat menghantarkan aku pada cinta-Mu." (HR Tirmidzi)
 
Saudaraku, seharusnya tidak ada yang harus kita impikan dalam hidup selain meraih cinta dan kasih
sayang Allah. Tampaknya, terlalu rendah bila kita sekadar memimpikan kekayaan, jabatan, popularitas, dan aksesoris duniawi lainnya. Tidak berarti semua itu tanpa mendapatkan cinta dan kasih sayang Allah. Dunia
hanya sementara, dan kalau tidak hati-hati malah bisa menjerumuskan.
 
Hakikatnya, semua yang ada mutlak milik Allah. Maka, alangkah bahagianya bila kita dicintai oleh Dzat yang pemilik semua itu. Tidak ada lagi yang harus kita takutkan seandainya Allah sudah mencintai kita. Namun, betapa nestafanya hidup bila kita jauh dari Allah, atau na’udzubillah bila sampai dibenci Allah. Inilah kerugian yang tiada bandingannya.
 
Ada sebuah hadis dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda,  
 
"Sungguh, jika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan memanggil Jibril, lalu berfirman:
‘Aku sungguh mencintai si Fulan, cintailah ia!’. Maka ia pun dicintai penghuni langit. Kemudian ia diterima di bumi.
Sebaliknya jika Allah membenci seorang hamba, maka Allah akan memanggil Jibril, lalu berfirman: ‘Aku sungguh membenci si Fulan, bencilah ia!’. Maka, Jibril pun membencinya dan berseru kepada penduduk langit, ‘Sungguh, Allah membenci si Fulan, maka bencilah ia’. Lalu ia pun dibenci penghuni langit. Kemudian ia mendapatkan kebencian di bumi" (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).
 
Pertanyaannya, bagaimana cara kita meraih cinta Allah? Jawabannya sederhana, paksakan untuk selalu melaksanakan amalan-amalan yang disenangi Allah dan rasul-Nya. Allah mencintai kedermawanan, maka jadilah kita hamba yang dermawan; tiada hari tanpa bersedekah. Allah mencintai shalat tepat waktu dan berjamaah, maka jadilah kita hamba yang selalu bersegera menyambut seruan adzan. Dan banyak lagi.
 
Tidak mudah memang melaksanakan semua amalan tersebut. Perlu ilmu, proses, dan kesungguhan. Namun, itulah kewajiban sekaligus tantangan bagi seorang Muslim.
      
Ada enam langkah yang dapat kita praktikkan :

1. Miliki tekad yang kuat untuk menjadi hamba yang dicintai Allah. Tanpa adanya tekad dan kemauan yang kuat mustahil kita bisa meraih keutamaan tersebut.

2. Buat target. Susunlah amal-amal yang dicintai Allah, lalu targetkan amal mana saja yang dapat kita lakukan (sesuai kemampuan diri). Usahakan target ini dibuat tertulis dan terukur.

3. Siapkan sarana pendukung. Misalnya, menyediakan buku-buku berkualitas dan membangkitkan, memasang kata-kata motivasi di kamar, bergaul dengan ulama, dan lainnya.

4. Lawan dan kalahkan rasa malas saat hendak beramal. Malas adalah kendaraan syetan. Tiada sedikit pun keberuntungan dengan memperturutkan kemalasan.

5. Sempurnakan setiap kali beramal. Jangan setengah-setengah.

6.Mohonlah kepada Allah agar digolongkan menjadi hamba yang dicintai-Nya. Ada sebuah doa yang dicontohkan Rasulullah SAW, Ya Allah, aku sungguh memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu, dan mencintai amal yang dapat menghantarkan aku pada cinta-Mu". Wallahu a’lam.

Muhasabah Kematian...

Bila sesosok jasad di depanmu itu adalah kalian…

Mungkin pagi kemarin kalian masih berjalan2 dengan teman2 kalian…

Mungkin siang kemarin kalian masih sempat mendengar sayup-sayup tausiah…

Atau mungkin sempat sejenak tidur bersantai menikmati hari…

Mungkin sore tadi kalian masih tertawa dan bercanda bersama teman2 kalian…

Tapi kini, inilah kalian, terbujur kaku…

Wajah cakap kalian tak bisa tersenyum lagi…

Tangan kuat kalian tak bisa diangkat lagi…

Pikiran cerdas kalian tak bisa berputar lagi…

Kaki lincah kalian tak bisa bergerak lagi…

Di kanan kirimu, mungkin ada ayah ibumu… atau ada saudara2mu… atau ada sahabat2mu…

Yang menangisi kepergianmu, tapi mereka tak bisa berbuat apa2…

Kau berusaha berbicara pada mereka…

Oh ayah… ada yang belum kusampaikan padamu, betapa aku ingin lebih banyak mengajakmu bicara…

Oh ibu… ada yang belum kuucapkan padamu, betapa aku menyesal lebih banyak aku membantah perkataanmu daripada mendengarkanmu dengan khusyuk…

Oh saudara2ku… apa yang kutinggalkan selain rasa sakit hati pada diri kalian karena buruknya sikapku?

Oh sahabat2ku, aku sering lupa menyapamu dengan senyuman tulus setiap saat aku bertemu kalian…

Oh, betapa aku ingin mengatakan aku mencintai kalian… aku menyayangi kalian…!!! 

Dengarkah kalian? Walau seberapa buruk sikapku, aku mencintai kalian!!! Dengarkah…??

Tapi tidak ada yang mendengarmu… karena lidahmu kini kelu… tak bisa berkata lagi…

Kamu kelak akan diarak oleh keluargamu, menuju peristirahatan terakhir.

Saat itu, mungkin merupakan perjumpaan terakhir.
 
Karena setelahnya, kalian akan sendiri bersama tanah yang akan membaur dengan tubuh kalian

Kaku… bisu… diam… hanya keheningan yang menjadi teman kalian saat itu…

Kalian sendirian…

Datanglah malaikat Munkar dan Nakir mendekat dan menanyakan kepada kalian…

Siapa Tuhanmu?

Apakah kau bisa menjawab lantang “Allah”? Lidahmu gemetar, ia tak bisa berbohong lagi, ia tak bisa kaugunakan lagi untuk menutupi kepalsuanmu…

Aku ingin menjawab Allah, tapi, lidah ku ini tak bisa menyebutnya… yang kuingat adalah aku terlalu banyak mencintai duniaku… Siapakah nama yang selalu terngiang dalam pikiranku dan terucap dalam lisanku selama ini, teman? Bila selama ini dalam sehari-hari, yang kauingat bukanlah Allah, yakinkah kau masih bisa mengingatnya di alam kubur ini?Kalaupun engkau mengingatnya, yakinkah lidahmu tidak akan kaku karena tak terbiasa ia mengucapkan itu?

Saat yaumil hisab datang padamu… Seperti apakah kisah hidupmu ini kelak akan kau ceritakan? Tidak, saat itu lidah kalian dikunci. Akal cerdik kalian dihentikan. Saatnya kejujuran berbicara. Lihatlah tangan kalian, kelak ia akan akan menjawabkan apa yang telah kalian lakukan. Sentuhlah kaki kalian kelak dialah yang akan menjawabkan apa yang telah kalian lakukan. Rasakan hati kalian, kelak dialah yang akan berteriak tentang apa yang dia rasa dan niatkan selama ini. Mereka akan berteriak dengan tangis terpendam karena saat itu ia tak bisa lagi berbohong menutupi kesalahanmu… tak bisa lagi membisu menahan aibmu…tak bisa lagi membelamu…

Setelah semua terungkap nanti… yang ada hanya tinggal penyesalan…

Apalah artinya rasa senangmu di dunia dulu?

Apa makanan enakmu siang tadi masih ada gunanya kini? Apa novel yang kalian baca kemarin masih ada manfaatnya saat ini? Atau film yang kau tonton minggu lalu masihkah menyenangkanmu kini? Handphone yang baru kau beli itu, apakah ada di sampingmu saat ini?

Pujian-pujian temanmu bahwa kau hebat dalam berbagai hal apakah masih bisa kau banggakan kini? Tatapan kagum adik-adik kelasmu, apakah masih dapat kau lihat kini? Permintaan tolong dari orang-orang sekitarmu, apakah masih membuatmu merasa penting saat ini?

Bila setelah tirai diturunkan, tap! Drama telah usai. Perjalanan telah berakhir. Kamu turun dari panggung kehidupan dan di situlah hidupmu yang sebenarnya…

Apa yang kamu bawa di tanganmu?

Mungkin yang kau bawa adalah hutang2mu yang belum terbayar? Amanah2mu yang terlalaikan? Rasa sakit hati teman2mu yang diabaikan?

Lalu mana amalmu? Ya Allah, cukupkah ini untuk perjalanan panjangmu ini? Kemarin saja ada kebaikanmu yang kau tunda. Nanti saja lah, kan masih ada waktu. Namun kini? Masihkah ada?

Di mana kamu kelak di akhirat berada? Di deretan orang-orang dengan wajah bersih bersinar? Atau deretan orang-orang yang menunduk karena hangus wajah kalian karena dosa yang kalian sembunyikan?

Di manakah kelak rumah abadimu? Apakah di Syurga tempat segala yang kau inginkan tersedia? Tempat segala yang kau tinggalkan di dunia ini dapat kau terima? Atau di Neraka? Tempat segala yang kau pinta adalah sia-sia? Tempat balasan atas hal-hal maksiat yang kau lakukan di dunia?

Setiap muslim akan masuk surga, bukan?

Namun apakah sebelumnya kau sempat merasakan api neraka itu? Yang satu hari seperti seribu tahun lamanya? Merasakannya untuk semenit saja? Hanya karena dosamu yang tidak kau pintakan taubatnya?

Bukan, bukan amalmu yang akan memasukkanmu ke Syurga… bukan sujudmu, bukan infaqmu,, bukan puasamu, bukan lelah kerjamu, bukan capai pikiranmu… bukan teman! Tapi rahmat Allah SWT! Maka hatimu, jagalah selalu pada harapan akan ridho Allah… Sikapmu, jagalah selalu dalam ikhlas padaNya. Lisanmu, jagalah selalu agar selalu membuahkan cinta padaNya…Harapkanlah Allah dalam hatimu, Karena hanyaAllah yang dapat menolongmu, Teman…

Maka mulai hari ini hitunglah segala amalmu… hitunglah segala kesalahanmu… menangislah karena amalmu itu belum juga cukup menutupi dosamu… Jagalah terus dirimu dalam kebaikan. Karena kau tak tahu kapan batas akhir hidupmu… Pada akhir ceritamu,apakah akhir yang indah atau buruk? Apakah kau yakin, kelak kau akan mati dalam kondisi sebaik ini? Apakah kau mati dalam maksiat, atau dalam amalmu? Apakah kau mati saat kau sedang berbuat sia2, atau saat kau sedang berbuat kebajikan?

Karena hidup ini hanyalah perjalanan sementara teman. Kisah senangnya hanya hiburan sesaat. Kisah sedihnya hanya ujian sementara. Alam akhirat itulah hidupmu yang sebenarnya. Maka tanyakah ada dirimu.. buat apa aku di dunia ini? Tugas apa yang harus kutuntaskan di sini? Bagaimanakah aku mengisi perjalanan ini? Apa yang harus kusiapkan untuk hidupku nanti? Bagaimana akhir hidupku ini nanti kurencanakan?

Tanyakan pada dirimu… cari tahu oleh dirimu… kerjakan olehmu… saat ini… mulai detik ini…karena waktu tak dapat menunggu…

"Susah hati dengan sebab dunia, akan menghitamkan hati.
Susah hati dengan dosa, akan memancarkan cahaya....
jagalah masa yang tinggal sedikit..
manfaatkan dgn perkara yg brfaedah
tanda kita mnyesal dgn masa yg sudah..
Ingatlah Tuhan setiap waktu...kerana kematian kita belum tahu "