Jika membeli nasi goreng yang di jual dipinggir jalan, gerobak, kaki lima, mulai untuk berani mengatakan : "Tidak usah memakai angciu". Angciu tidak memberi pengaruh terhadap rasa, ini hanya soal kebiasaan. [buku panduan ringkas memilih produk halal - Halal Watch]
Banyak yang meranggapan bahan ini tidak haram, karena sudah menguap selama proses pengolahan makanan. Betulkah begitu? Bila mendengar kata arak, pikiran akan langsung tertuju pada salah satu jenis minuman keras khas dari negeri Cina. Padahal sebetulnya, arak tidak hanya untuk konsumsi minuman saja, melainkan juga digunakan untuk penyedap masakan.
Seorang juru masak yang kebetulan Muslim di sebuah restoran Jepang mengakui bahwa arak itu haram hukumnya. Tetapi dia juga mengaku tidak bisa mengelak dan menyingkirkan bahan yang satu itu. Untuk masakan yang diolahnya, tanpa arak sama artinya dengan menyajikan hidangan yang hambar dan rasanya kurang 'Jepang'. Rasa arak memang sulit didefinisikan. Bukan karena alkoholnya, tetapi justru flavor dan aroma yang muncul itulah yang menghasilkan rasa tertentu. Malangnya, arak telah dikembangkan berabad-abad dan diyakini sebagai pelezat masakan.
Arak ditemukan hampir disemua suku bangsa sebagai bagian dari tradisinya. Di Cina, minum arak sudah menjadi budaya yang tak terpisahkan. Di Jepang budaya minum Sake telah terjadi selama berabad-abad. Begitu juga di Eropa dan belahan dunia lain. Penggunaan arak dalam masakan sepertinya sudah sulit dipisahkan. Banyak kegunaan yang diharapkan dari barang haram tersebut. Kegunaan pertama adalah melunakkan jaringan daging. Para juru masak meyakini bahwa daging yang direndam dalam arak akan menjadi empuk dan enak. Oleh karena itu daging yang akan dipanggang atau dimasak dalam bentuk tepanyaki seringkali direndam dalam arak.
Selain itu arak juga menghasilkan aroma dan flavor yang khas, yang oleh para juru masak dianggap dapat mengundang selera. Aroma itu muncul pada saat masakan dipanggang, ditumis, digoreng, atau jenis masakan lainnya. Munculnya arak itu memang menjadi salah satu ciri masakan Cina, Jepang, Korea dan masakan lokal yang berorientasi pada arak. Jenis arak yang digunakan dalam berbagai masakan itu bermacam-macam ada arak putih (Pek Be Ciu), arak merah, arak putih (Ang Ciu), arak mie (Kue Lo Ciu), Arak gentong, dan lain-lain. Produsenya pun beragam, ada yang diimpor dari Cina, Jepang, Singapura bahkan banyak pula buatan lokal dengan menggunakan perasan tape ketan yang difermentasi lanjut (anggur tape). Pengguna arak ini pun beragam, mulai dari restoran besar, restoran kecil bahkan warung-warung tenda yang buka di pinggir jalan.
Keberadaan arak sebagai bahan penyedap masakan masih jarang diketahui oleh masyarakat. Sementara itu ada kesalahan pemahaman di kalangan pengusaha atau juru masak yang tidak menganggap arak sebagai sesuatu yang haram. Kalau tentang daging babi, mungkin sudah cukup dipahami berbagai kalangan bahwa masakan itu dilarang bagi kaum muslim. Meskipun ada sebagian masyarakat yang melanggarnya, tetapi kebanyakan pengelola restoran tahu bahwa hal itu tidak boleh dijual untuk orang muslim.
Lain halnya dengan arak. Sebagian besar kalangan pengelola restoran tidak menganggap bahan masakan itu haram hukumnya. Apalagi dalam proses pemasakannnya arak tersebut sudah menguap dan hilang. Sehingga anggapan itu menyebabkan mereka tidak merasa bersalah ketika menghidangkan masakan itu kepada konsumen muslim. Anggapan itu tentu saja perlu diluruskan karena dalam Islam hukum mengenai arak atau khamr ini sudah cukup jelas, yaitu haram.
Saat ini berbagai masakan banyak menggunakan arak sebagai bahan penyedap. Meskipun dalam proses pemasakannya alkohol telah terbang, tetapi rasa dan aroma arak masih tetap menempel pada masakan tersebut. Hal yang sama akan terjadi pada masyarakat, karena dibiasakan dengan rasa dan aroma arak lama-lama masakan itulah yang dianggapnya enak. Konsumen akan lebih akrab dengan rasa dan aroma arak itu dibanding masakan lain. Kalau sudah demikian, maka benarlah anggapan sang juru masak tadi, bahwa masakan tanpa arak akan hambar.
Hambar dan enak yang serba relatif, yang tercipta karena mitos yang ditanamkan selama bertahun-tahun. Mungkin oleh arak secara langsung, mungkin dari masakan yang menggunakan arak, atau mungkin juga dari flavour atau bahan perasa yang mengarah kepada arak. Nah, ini tentunya menjadi peringatan bagi kita semua agar lebih berhati-hati dalam membeli masakan, sekaligus juga menjadi perhatian bagi para pengelola restoran yang menjual produknya kepada masyarakat umum agar tidak menggunakan arak tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar