Senin, 02 Mei 2011

Potret Buram Keluarga Dalam Kapitalisme

Keluarga yang bahagia merupakan dambaan setiap orang. Keluarga dambaan digambarkan kebanyakan orang adalah keluarga yang sukses, jauh dari pertengkaran dan jauh dari perceraian, ekonomi keluarga yang tercukupi, pendidikan anak terpenuhi, keinginan anak istri terealisasi.

Untuk memenuhi itu semua tak jarang sang ayah bekerja keras banting tulang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan keluarga, jika dirasa masih kurang sang ibu pun terkadang ikut terjun ke dunia kerja dan sang anak yang masih kecil pun dipercayakan kepada para pengasuh, sementara anak yang sudah besar dibiarkan bebas berekspresi sesuka hati untuk mengembangkan potensi.

Orang tua beranggapan keluarganya sukses apabila anak-anaknya sukses pula, baik itu sukses dalam pendidikan, sukses dalam jenjang karir, dll. Untuk mewujudkan kesuksesan seorang anak, orang tua tidak segan-segan menyekolahkan anak-anaknya di sekolah favorit dengan biaya yang sangat mahal hingga ke jenjang universitas.

Anak-anak pun dibiarkan bebas berekspresi selama itu bermanfaat bagi kehidupannya seperti mengikuti berbagai kesibukan aktivitas misalnya les-les yang mampu mengembangkan bakat dan potensi (mulai dari les mata pelajaran sampai les-les keterampilan menyanyi, menari, piano, berenang, dll) yang terkadang pendidikan-pendidikan formal dan non formal tersebut tidak diimbangi dengan pendidikan agama yang kuat.

Teringat sebuah ungkapan dari seorang teman yang mengungkapkan, selama dia hidup kalau dijumlah-jumlah biaya yang dikeluarkan orang tuanya untuk membiayai kesuksesan hidupnya dari segi pendidikan SD hingga kuliah sangatlah besar dan penuh dengan perjuangan.

Jangankan dari SD hingga kuliah, waktu kuliah saja orang tuanya setiap bulan mengirimkan biaya kosan, biaya hidup dan biaya kuliah membutuhkan uang yang sangat mahal. Dia menyimpulkan setelah lulus kuliah nanti harus mendapatkan pekerjaan yang setimpal gajinya dengan biaya yang sudah orang tuanya keluarkan.

Sampai ada ungkapan ‘apa gunanya sekolah tinggi-tinggi kalau tidak balik modal, kalau tidak dapat pekerjaan dengan gaji besar berarti tidak meraih sukses dalam hidup dan telah gagal membanggakan serta membahagiakan keluarga’.

Sungguh miris memang hidup di zaman serba kapitalistik ini, semuanya diukur dengan materi bernama ‘uang’. Kesuksesan dan kebahagiaan keluarga diukur dengan uang. Pemikiran kebanyakan orang yang hidup dimasa sekarang sudah sangat kental dipengaruhi arah pandang kapitalis.

Segala sesuatu dalam dunia kapitalis ini hanya dipandang dengan materi, maka tak heran kadang orang melakukan berbagai cara untuk mendapatkan materi tanpa memandang lagi halal dan haram.

Lalu apakan setelah terpenuhinya materi sebuah keluarga akan bahagia? Ternyata faktanya tidak! Banyak kasus di dalam keluarga kaya anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang karena orang tuanya sibuk mencari materi dengan dalih untuk membahagiakan keluarga.

Karena kurang kasih sayang dari orang tuanya yang sibuk sang anak pun mencari pelampiasan kasih sayang kepada teman-temannya. Tak jarang mereka melampiaskan kebutuhan kasih sayangnya kepada lawan jenis yang ujung-ujungnya sang anak terjerumus kedalam pergaulan bebas.

Tak jauh kondisi orang tuapun sama gentingnya terkadang suami istri yang sibuk dengan pekerjaan masing-masing pasti tidak akan terhindar dari yang namanya pertengkaran karena sang istri atau suami merasa kurang diperhatikan.


Ternyata melihat gambaran kasus diatas kebahagiaan itu tidak dapat diukur dengan materi. Lantas kebahagiaan yang didambakan itu seperti apa? Kebahagiaan dapat tergambarkan dari keluarga yang samara ideologis (sakinah, mawadah warohmah dan ideologis) yang akan muncul di dalamnya ketenangan dan ketentraman.

Keluarga samara ideologis hanya dapat diraih ketika keluarga tersebut berjalan dalam aturan Allah. Masing-masing anggota keluarga melaksanakan setiap kewajiban-kewajibannya selalu berdasarkan aturan Allah karena tujuan hakiki sebuah keluarga adalah selamat dunia akhirat.

Masing-masing anggota keluarga selalu mengingatkan anggota lainnya agar tetap berada di jalan yang benar. Karena pada dasarnya setiap anggota keluarga harus saling menjaga agar terhindar dari api neraka seperti dalam firman Allah dalam QS. At-Tahrim (66): 6, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, mereka tidak mendurhakai Allah dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.”

Setiap anggota keluarga harus dapat memelihara dirinya dan anggota yang lainnya dari api neraka. Suami wajib memberikan pendidikan kepada istri nya , istrinya yang berperan sebagai seorang ibu wajib mendidik anaknya agar berjalan dalam kehidupan Islam yang mengimplementasikan seluruh aturan Islam yang telah diperintahkan Allah aset penting untuk meraih sukses keluarga.

Perlakukan dan persiapkan mereka agar mampu menjadi pemimpin umat dan bangsa; perlakukan dan bekali mereka agar mampu menjadi penyelamat orang tua dan keluarganya dari neraka.

Pandangan keluarga bahagia yang didambakan dalam Islam sungguh jauh berbeda dengan pandangan kapitalis. Islam memandang keluarga akan bahagia jika seluruh anggota keluarganya berjalan sesuai aturan Islam yang penuh kasih sayang.

Sedangkan kapitalis memandang keluarga bahagia yang diidamkan adalah keluarga yang kehidupannnya bergelimang materi. Pandangan ala kapitalis ini pada kenyataannya tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan ketenangan melihat banyaknya fakta keluarga yang hancur karena mengutamakan materi.

Dalam Islam materi hanya dijadikan sebagai wasilah bukan tujuan utama dalam hidup. Tujuan utama dalam hidup adalah meraih Ridho Allah, begitupun dalam berkeluarga Ridho Allah harus menjadi tujuan utama karena itulah kebahagiaan yang hakiki dalam hidup dan berkeluarga, bukan materi.

Jadi untuk mencapai atau mewujudkan keluarga bahagia yang didambakan cukup tinggalkan pemikiran kapitalis yang memiliki kerusakan yang sistemik dan jadikan aturan Islam sebagai jalan menuju keluarga yang didambakan. Tentunya aturan Islam yang paripurna ini hanya dapat terterap dalam bingkai Daulah Khilafah.Marilah bersegera mewujudkannya.

"Facebook" Kamu, "Harimau" Kamu

Curhat, curhat, share, share lalu tunggu komentar teman, begitulah aktivitas akhwat dan ummahat yang sadar IT. Yap, bagi yang banyak waktu luang, banyak masalah dan pastinya banyak uang amat rentan kecanduan share di jejaring sosial. Tapi, ada aturan main di dunia maya yang sebenarnya mirip aturan di dunia sebenarnya, kenapa saya bilang mirip?

Semua berawal dari fenomena (kegelisahan saya sebenarnya), bahwa ada yang membedakan gaya bersosialisasi di dunia maya dan dunia riil. Paling gampang adalah, ada akhwat atau ummahat yang di dunia riil sangat menjaga pergaulan dengan nonmahrom tapi sayangnya di dunia maya dia punya banyak teman laki-laki nonmahrom yang akan dengan mudahnya nimbrung komentar di tiap statusnya.

Well, kita berjuang ghadul bashor di lingkungan sekitar atau kampus tapi bebas ber “hai” ria di jejaring sosial, buat apa kita diam membisu saat bertemu tapi di jejaring social kita saling curhat, Masya Alloh. Bukankah aturan menjaga muru’ah (kehormatan diri) juga berlaku dimanapun kita berada, termasuk di dunia maya sekalipun. Jika kita bisa mengaplikasikan aturan main menjaga pergaulan dan menjaga izzah di dunia riil, mestinya kita juga bisa dan mau menerapkannya di dunia maya. Bahkan dalam mendakwahi lawan jenispun ada SOP-nya, tidak dengan dalih berdakwah lantas kita terima ikhwan-ikhwan jadi teman “maya” kita.

Saya merasa cemburu saat ada ummahat yang notabene mengerti ajaran menjaga izzah tapi teman nonmahrom di akunnya banyak banget. Tiap update status ikhwan-ikhwan juga ikutan komentar, waduh suaminya apa tidak cemburu ya?. Mengapa aturan menjaga pandangan dan menjaga izzah seolah memudar hanya karena kita tidak ketemu langsung face to face, padahal kalau dipikir, komentar di tiap status kan sama saja dengan kirim SMS, berarti sama saja kita sedang SMS-an dengan nonmahrom, curhat-curhatan dan cekakak cekikik bukan dengan suami kita?. Termasuk memajang foto tercantik kita yang dapat dilihat dengan mudahnya oleh ikhwan nonmahrom, sebaiknya dihindari, hatta dalam foto itu kita memakai cadar.

Semua itu untuk menjaga agar kita tidak menjadi fitnah (ujian dan cobaan) bagi orang lain, tidakkah terpikir oleh kita, bisa jadi foto kita tengah dikagumi oleh laki-laki bukan mahrom kita atau suami wanita lain. Ahsan, foto cantik kita digantikan simbol seperti bunga dan pemandangan untuk menjaga hati siapapun yang melihatnya. Bukankah syariat kita menjaga dan menutup celah bagi timbulnya kerusakan, sekecil apapun.

Poin penting dalam berjejaring sosial adalah kita harus merasa bahwa Alloh pasti sedang mengawasi tiap gerak-gerik kita, jadi mari kita terapkan sikap cerdas dalam memilah dan memilih teman. Jika ia bukan mahrommu, sebaiknya tidak berteman dengannya karena manusia adalah tempatnya khilaf dan kita tahu betul bahwa hati wanita mudah goyah (paling terasa saat haid, jadi gampang moody). Apalagi kembali merajut pertemananan dengan mantan atau seseorang yang pernah kita suka, ini big NO, NO deh! Hindari sekuat mungkin meng-add-nya. Insya Alloh, berteman dengan wanita saja atau mahrom kita, pasti jauh lebih menenangkan jiwa dan tentunya jika dibarengi niat untuk saling amar ma’ruf nahi munkar akan mendapat pahala, Insya Alloh.

Marilah akhwat dan ummahat yang baik nan salihah, tetap jaga kehormatan kita dimanapun dan kapanpun plus berhati-hati dalam bersikap maupun bertutur. Seperti yang pernah dilansir sebuah situs ternama bahwa penyebab tertinggi perceraian di Jawa Barat adalah akibat Facebook. 

Jejaring sosial merk apapun tergantung pemakainya, jika pemakainya cerdas maka ia sukses memiliki jaringan (terutama bagi yang berjualan via OS), tapi jika memperturutkan hawa nafsu dan tak berilmu maka jejaring sosial hanya akan menjadi jurang gelap berbuah sesal dan dosa, Naudzubillahi min Dzalik. Wallahu a’lam.

Ketika Allah Mencintai Hamba-Nya

Jika seseorang mencintai seorang, maka ia akan selalu mendekatinya. Selalu ingin berdekatan. Melihat wajahnya. Berusaha memberi perhatian lebih. Lalu bagaimana jika Allah mencintai hamba-Nya?

Bukan bermaksud membandingkan dengan manusia atau cinta sesama manusia, bukan. Tetapi hanya sedikit menyadarkan tanpa bermaksud menyamakan dengan makhluk. Maaf Allah, aku yang salah berkata ini.

Jika Allah cinta, mungkin seperti cintanya manusia dan lebih lagi. Allah akan membuat kita mendekat kepada Allah. Diberi cobaan dan kesulitan agar selalu mendekat kepada Allah melalui doa dan rintihan kesedihan.

Allah akan lebih suka lagi jika kita ingat dosa-dosa dan bertobat ketika tengah kesusahan. Allah kemudian memberi kebahagiaan agar kita bersyukur dan memuji-Nya. Allah selalu memperhatikan kita, menjaga kita, men-spesial-kan kita, karena kita beriman dan selalu yakin kepadaNya. Karena Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.

Berbeda dengan orang-orang yang tidak Allah cinta, dibiarkannya berbuat sesuka hati. Diberi ujian tidak mendekat apalagi diberi kelapangan, malah semakin jauh. Allah tidak akan membuat dia merintih dengan ujian dan penderitaan. Allah juga tidak peduli jika dia tidak bersyukur saat bahagia. Karena Allah tidak cinta, Allah hanya mengasihi mereka. Ah, ini hanya pemikiran dan persangkaanku saja. Sebuah pemikiran yang tidak tepat.

Jadi, berbahagialah untuk kita (semoga aku juga termasuk di dalamnya) yang merintih dan memelas, memohon kepada Allah. Mengadukan segala kesedihan hanya kepada Allah. Karena kita terpilih menjadi hamba yang dicintai Allah.

Kita dituntun untuk mendekat kepada-Nya. Karena Allah suka jika dekat dengan hamba yang dicintai-Nya. Lalu kenapa kita tak juga membalas cinta-Nya? Kenapa masih juga tidak ikhlas dengan kehendak-Nya. Tidak bersabar dengan kesulitan-kesulitan yang datang. Bahkan selalu mengeluh dan menolak jalan ini.

Sebaiknya, mulai sekarang kita harus lebih peka pada setiap kehendak Allah. Apakah itu berwujud cinta Allah agar kita makin meningkatkan ketakwaan, atau berwujud peringatan Allah agar kembali ke jalan Allah dan mendekat kepada-Nya. atau berwujud hadiah dari Allah agar kita bersyukur dan memuji kemurahan Allah. Jangan sampai itu berwujud azab Allah karena kita telah durhaka kepada Allah, naudzubilah. 

Semoga kita selalu membersihkan hati dari dosa-dosa yang kita perbuat. Agar kita bisa peka dengan kehendak Allah yang selalu terbaik untuk kita. Amin...

(Allah tengah mengawasiku yang sedang menulis ini, semoga Allah menyukainya, semoga benar yang kupikirkan, semoga Allah selalu cinta padaku). Semoga ini merupakan wujud cintaku kepada Allah... Amin ya Robbal 'Alamin....

Jaga 7 (Tujuh) Sunnah Rasulullah SAW.

"Cerdasnya orang yang beriman adalah dia yang mampu mengolah hidupnya yang sesaat, yang sekejap untuk hidup yang panjang. Hidup bukan untuk hidup, tetapi hidup untuk Yang Maha Hidup. Hidup bukan untuk mati, tapi mati itulah untuk hidup.

Kita jangan takut mati, jangan mencari mati, jangan lupakan mati, tapi rindukan mati. Karena, mati adalah pintu berjumpa dengan Allah SWT. Mati bukanlah cerita dalam akhir hidup, tapi mati adalah awal cerita sebenarnya, maka sambutlah kematian dengan penuh ketakwaan.

Hendaknya kita selalu menjaga tujuh sunnah Nabi setiap hari. Ketujuh sunnah Nabi SAW itu adalah:

Pertama: Tahajjud, karena kemuliaan seorang mukmin terletak pada tahajjudnya.

Kedua: Membaca Al-Qur'an sebelum terbit matahari Alangkah baiknya sebelum mata melihat dunia, sebaiknya mata membaca Al-Qur'an terlebih dahulu dengan penuh pemahaman.

Ketiga: Jangan tinggalkan masjid terutama di waktu shubuh. Sebelum melangkah kemana pun langkahkan kaki ke mesjid, karena mesjid merupakan pusat keberkahan, bukan kerana panggilan muadzin tetapi panggilan Allah yang mencari orang beriman untuk memakmurkan mesjid Allah.

Keempat: Jaga sholat dhuha, karena kunci rezeki terletak pada solat dhuha.

Kelima: Jaga sedekah setiap hari. Allah menyukai orang yang suka bersedekah, dan malaikat Allah selalu mendoakan kepada orang yang bersedekah setiap hari.

Keenam: Jaga wudhu terus menerus karena Allah menyayangi hamba yang berwudhu. Kata khalifah Ali bin Abu Thalib, "Orang yang selalu berwudhu senantiasa ia akan merasa selalu solat walau ia sedang tidak solat, dan dijaga oleh malaikat dengan dua doa, ampuni dosa dan sayangi dia ya Allah".

Ketujuh: Amalkan istighfar setiap saat. Dengan istighfar masalah yang terjadi kerana dosa kita akan dijauhkan oleh Allah.

Zikir adalah bukti syukur kita kepada Allah. Bila kita kurang bersyukur, maka kita kurang berzikir pula, oleh karena itu setiap waktu harus selalu ada penghayatan dalam melaksanakan ibadah ritual dan ibadah ajaran Islam lainnya. Zikir juga merupakan makanan rohani yang paling bergizi, dan dengan zikir berbagai kejahatan dapat ditangkal sehingga jauhlah umat manusia dari sifat-sifat yang berpangkal pada materialisme dan hedonisme.

Jumat, 29 April 2011

Sangat Butuh Pada Allah

Di saat kesulitan melanda, di saat hati telah merasa putus asa, yang diharap hanyalah pertolongan Allah. Hamba hanyalah seorang yang fakir. Sedangkan Allah adalah Al Ghoniy, Yang Maha Kaya, yang tidak butuh pada segala sesuatu. Bahkan Allah-lah tempat bergantung seluruh makhluk. 

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

Hai manusia, kamulah yang sangat butuh kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS. Fathir: 15).

Dalam ayat yang mulia ini, Allah Ta’ala menerangkan bahwa Dia itu Maha Kaya, tidak butuh sama sekali pada selain Dia. Bahkan seluruh makhluklah yang sangat butuh pada-Nya. Seluruh makhluk-lah yang merendahkan diri di hadapan-Nya.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Seluruh makhluk amat butuh pada Allah dalam setiap aktivitasnya, bahkan dalam diam mereka sekali pun. Secara dzat, Allah sungguh tidak butuh pada mereka. Oleh karena itu, Allah katakan bahwa Dialah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji, yaitu Allah-lah yang bersendirian, tidak butuh pada makhluk-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah sungguh Maha Terpuji pada apa yang Dia perbuat dan katakan, juga pada apa yang Dia takdirkan dan syari’atkan.”

Seluruh makhluk sungguh sangat butuh pada Allah dalam berbagai hal.
Makhluk masih bisa terus hidup, itu karena karunia Allah.
Anggota badan mereka begitu kuat untuk menjalani aktivitas, itu pun karena pemberian Allah.
Mereka bisa mendapatkan makanan, rizki, nikmat lahir dan batin, itu pun karena kebaikan yang Allah beri.
Mereka bisa selamat dari berbagai musibah, kesulitan dan kesengsaraan, itu pun karena Allah yang menghilangkan itu semua.
Allah-lah yang memberikan mereka petunjuk dengan berbagai hal sehingga mereka pun bisa selamat.
Jadi, makhluk amatlah butuh pada Allah dalam penghambaan kepada-Nya, cinta kepada-Nya, ibadah kepada-Nya, dan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya. Seandainya mereka tidak melakukan penghambaan semacam ini, niscaya mereka akan hancur, serta ruh, hati, dan kondisi mereka pun akan binasa. 

Di antara bentuk ghina Allah (tidak butuh pada makluk-Nya) adalah Allah tidak butuh pada ketaatan yang dilakukan oleh orang yang taat. Tidak memudhorotkan Allah sama sekali jika hamba berbuat maksiat. Jika seluruh makhluk yang ada di muka bumi ini beriman, tidak akan menambah kerajaan-Nya sedikit pun juga. Begitu pula jika seluruh makhluk yang ada di muka bumi kafir, tidak pula mengurangi kerajaan-Nya sedikit pun.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ

Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendir. Dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. An Naml: 40).

وَمَنْ جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Al ‘Ankabut: 6).

فَكَفَرُوا وَتَوَلَّوْا وَاسْتَغْنَى اللَّهُ وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Lalu mereka ingkar dan berpaling; dan Allah tidak memerlukan (mereka). Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. At Taghobun: 6).

إِنْ تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ

Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Ibrahim: 8).

Dalam hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman,

يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا

Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 2577).

Di antara bentuk ghina Allah (tidak butuh-Nya Allah pada segala sesuatu) adalah Allah tidak butuh pada infak dari orang yang berinfak dan begitu pula Allah tidak mendapatkan bahaya jika ada orang yang pelit. 
Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ

Dan siapa yang kikir, sesungguhnya Dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang butuh (kepada-Nya).” (QS. Muhammad: 38).

Di antara bentuk ghina Allah (tidak butuh-Nya Allah pada segala sesuatu) adalah terbebasnya Allah dari berbagai ‘aib dan kekurangan. Barangsiapa yang menetapkan sifat tidak sempurna bagi Allah, maka itu berarti telah mencacati sifat ghina Allah. Allah Ta’ala berfirman,

قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ هُوَ الْغَنِيُّ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ

Mereka (orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata: "Allah mempuyai anak". Maha suci Allah; Dia-lah yang Maha Kaya; Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan apa yang di bumi.” (QS. Yunus: 68).

Tidak ada yang sebanding dengan Allah dan tidak pula yang jadi tandingan bagi-Nya. Itulah bentuk ghina Allah yang lain. Lantas bagaimana seseorang menyamakan makhluk yang fakir dengan Allah. Bagaimana mungkin Allah yang ghoni Yang Maha Kaya disamakan dengan hamba. Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ قُلْ فَمَنْ يَمْلِكُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu ialah Al masih putera Maryam". Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi kesemuanya?". Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Maidah: 17).

Di antara bentuk ghina Allah (tidak butuh-Nya Allah pada segala sesuatu) adalah hamba-Nya amat butuh berdoa pada-Nya setiap saat. Allah pun berjanji untuk mengabulkannya. Allah pun memerintahkan hamba-Nya untuk beribadah dan Allah janji akan memberikan ganjaran.

Barangsiapa yang mengetahui Allah memiliki sifat ghina (tidak butuh pada segala sesuatu selain Dia), maka ia akan mengenali dirinya yang fakir dan benar-benar butuh pada Allah. Jika hamba telah mengetahui bahwa ia sangat fakir dan sangat butuh pada Allah, itu adalah tanda bahagia untuknya di dunia dan akhirat.