Pasrah adalah satu syarat mutlak dari seorang hamba kepada Tuhannya. Pasrah itu sendiri akan melahirkan beberapa kata yang sulit untuk dimengerti maupun dikerjakan oleh orang lain kecuali antara dia sendiri dengan Tuhannya, kekasihnya, sahabat sejati dan juga teman dekatnya (ya shohibika).
“Shohibka” sendiri telah dibuktikan oleh shohibika kulafaurrosyidin pada rosululloh saw atau telah diikutkan oleh Rabb pada setiap pengabdi setia yang berniat membersihkan hati, menyucikan jiwa agar setiap hamba mencari jalan keindahan kepada Rabbnya, sehingga tertujulah cintanya kepada Sang Rabb untuk menggapai ridho-Nya yang membelah dada hamba. Kemudian dada yang telah terbelah ini diisi dengan rakhmat dan hikmah oleh Allah. Dengan demikian tercapailah kepuncak dari apa yang telah dialami oleh para pengabdi Rabbi yang setia tanpa tergiur sedikitpun dengan apa yang disodorkan oleh selain ALLAH azza wajalla (QS Ar_Ra’dhu 10,11,12 dan QS Infithor 11).
“Shohibka” sendiri telah dibuktikan oleh shohibika kulafaurrosyidin pada rosululloh saw atau telah diikutkan oleh Rabb pada setiap pengabdi setia yang berniat membersihkan hati, menyucikan jiwa agar setiap hamba mencari jalan keindahan kepada Rabbnya, sehingga tertujulah cintanya kepada Sang Rabb untuk menggapai ridho-Nya yang membelah dada hamba. Kemudian dada yang telah terbelah ini diisi dengan rakhmat dan hikmah oleh Allah. Dengan demikian tercapailah kepuncak dari apa yang telah dialami oleh para pengabdi Rabbi yang setia tanpa tergiur sedikitpun dengan apa yang disodorkan oleh selain ALLAH azza wajalla (QS Ar_Ra’dhu 10,11,12 dan QS Infithor 11).
Sifat pasrah itu sendiri akan melahirkan suatu pemikiran yang jernih, kebijaksanaan yang akurat sebagai wujud dari “ta’rifuna” (kebijaksanaanku) itu sendiri dari kebijaksanaan Rabbinya. “Taf’rifuna” (kebijaksanaan Kami) yang dari Tuhannya melebihi dari ta’rifuna seorang hamba yang menerjemahkannya. Seorang hamba kurang faham terhadap hal apapun, padahal kebesaran kebijksanaan sudah ada didepan mata. Ini karena pemahaman akal yang terbatas telah mengikis naluri asli dari hati sehingga akan memunculkan nafsu pengharapan yang terlalu besar. Cinta hamba yang seperti ini tidak akan sampai kepada Sang Rabb jika jalan yang dilalui adalah seperti ini.
Seorang hamba akan mati namun “cinta” ini tidak akan pernah mati. Ruh hidup disisi-Nya dengan cinta. Badan hamba berjalan kurang cepat dibandingkan Ruh Cinta itu sendiri. Ruh cinta berjalan tanpa halangan pergi menuju ke Rabbnya tanpa rintangan. Jalan terjal inilah adalah wujud dari pasrah itu sendiri yang selalu terlewati oleh para pengabdi suci (QS Al Hijr 99).
Jalan keyakinan adalah jalan kematian. Kata yakin berarti maut. Yakin pada Ruh adalah yakin pada maut. Yakin pasti akan diberikan pada setiap pengabdi untuk mencapai dari ridho dan pasrahnya hamba menurut kadar hatinya. Perilaku kebaikan yang dominan akan menggapai pada ujung ridho keyakinan (maut) sebagai suatu pengharapan (roja’) yang paling tinggi sebagai manusia hidup (QS. Al Ankabut 69).
0 komentar:
Posting Komentar