Ujian ataupun cobaan berasal dari akar kata yang sama, tinggal di balik saja. Ketika menerima sesuatu dengan ikhlas lalu intropeksi diri lalu berbenah diri, maka itu adalah ujian, tetapi ketika ingkar, maka itu adalah cobaan juga disebut pula musibah.
Dalam satu ayat disebutkan bahwa musibah itu adalah sebagai akibat dari salah manusia sendiri, misalkan sakit dan kalau ditelurusi lebih jauh, maka sakit ini adalah buah dari perilaku yang kurang baik. Namun dalam ayat yang lain juga disebutkan bahwa sakit juga rakhmat dari Allah dan bisa mengurangi dosa. Dalam ayat yang lain disebutkan bahwa semua ini bisa terjadi karena ijin Allah. Satu ayat akan ditegaskan atau juga dijabarkan dengan ayat yang lain.
Menyikapi setiap kejadian yang tidak seenak apapun, maka kesadaran tertinggi harus ditempatkan yaitu Allah lah yang menghendakinya. Kehendak Allah ini turun karena memang manusia yang menghendakinya. Semisal, dihina orang lain itu ndak enak, maka janganlah menghina. Terlalu banyak makan akan menimbulkan penyakit, ya makan secukupnya sesuai ajaran Rosululloh yaitu rumus 1/3.
Kalau semua itu kehendak Allah (takdir), berarti aku harus diam saja, toh Allah sudah menggariskan. Ada bahasa kodrat, ada pula irodat. Ada hal yang bisa dirubah dan ada yang tidak bisa dirubah. Untuk memahami bahasa kodrat dan irodat, maka juga harus dipahami bahasa “kehendak” itu sendiri. Kehendak berhubungan dengan kesadaran absolut yang menempatkan Allah dalam hirarki tertinggi. Adakah maksud lain dari kehendak ini? Ini adalah titik awal untuk mengetahui sebenarnya ada apa dibalik ini, karena sesungguhnya setiap hal memiliki latar belakang dan masa depan. Pertanyaan lanjutan adalah why me?? Kenapa saya yg harus mengalami hal ini? Ada ego juga kesombongan di dalam statement tsb. Pertanyaan lanjutan, ketika hal yg tidak enak dijawab kenapa saya, lalu kenapa saat menerima hadiah atau uang, tidak juga mengatakan “kenapa saya”, yg menerima, kenapa bukan dia atau tetangga lainnya? Ini adalah bahasa otak alias bahasa dagang, untung mau, rugi, nanti dulu. Lain lagi kalau bahasa hati, maka yang ada adalah iya saya terima, terima kasih sudah diberi demikian banyak hal kepada saya dan ini adalah bagian dari proses perjalanan hidup saya. Biarlah saya yang menerima, jangan orang lain. Cukuplah aku yang mengalami, jangan orang lain. Ada tawaduk disini, kerendahan hati seorang hamba terhadap pemberian Gusti nya. Inilah yang disebut dengan rakhmat, pintu ampunan dibuka maka mengalirlah pahala laksana air hujan membasahi bumi.
Sakit, semisal adalah contoh satu pintu sudah ditutup, namun Allah sebenarnya membuka pintu yang lainnya. Dalam “kun fayakun” dari kehendak ini, hikmah lain diturunkan jika “memahami” nya. Dengan salah satu jenis penyakit ini maka Allah sudah menurunkan sedemikan banyaknya rezeki kepada orang lain, mulai dari dokter, bidan, perawat, sales obat, pabrik obat, perbankan, jasa transportasi dsb. Ketika menurut satu kasus sakit saja, maka akan ada keterkaitan yang melibatkan aspek di seluruh dunia. Apakah ini disebut musibah??? Pembahasan ini baru dalam tahap kulit alias syareat saja belum lagi ketika bahasa ini dilanjutkan ke hakekat, toreqoh dan makrifat.
Ketika sakit datang mendera, pelajaran yang sangat indah dari Allah adalah “kasih sayang” ada rahman dan ada rahimnya. Sakit kok malah kasih sayang, apa tidak terbalik? Andaikata kita bisa mendengar sapaan Allah ketika kita sakit, maka yang terdengar adalah “aku sayang kamu, aku ingin engkau kembali kepada-KU. Aku ingin engkau seperti dahulu yang penuh rasa hormat dan tawaduk kepada-KU. Bukankah dahulu kita sudah pernah berjanji kepada-NYA, alastu birobbikum qoluu bala syahidna antaquluu.. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Al A’raaf 172).
Kita sudah bersaksi, pengakuan, mengakui DIA lah Tuhan, tetapi dalam perjalanan ini terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga dari penyimpangan itu ada konsekuensi logis yang harus diterima. Bukan hukuman, baru taraf jeweran seperti halnya kita menjewer anak kita ketika mereka berbuat salah..ada kasih disini yaitu salah satu bentuk perwujudan rahman dan rahim itu sendiri. Dari yang dulunya emosian, suka marah, maka ketika jatuh sakit, jadilah orang yang lemah, tidak kuasa duduk, tidak kuasa berkata-kata. Itulah pelajaran bagi yang sakit sendiri juga cermin bagi yang sehat. Ketika sudah sampai disini, masih beranikah kita menyebutnya Allah menghukumku?? Kalau memang Allah benci kepada kita, sudah dicabut nyawa ini setiap kali kita berbuat salah, tetapi kenyataannya TIDAK. Inipun bentuk rakhmat, ampunan dan ridhonya Allah.
Ketika melihat pohon-pohon bergoyang diterpa angin yang kencang, lalu ada yang roboh. Ketika pohon berguncang, bergerak dengan keras, maka itu sebenarnya menggerakkan akar-akar pohon itu sendiri, maka tanah disekitarnya menjadi semakin gembur, dan akar-akarnya akan semakin gampang merobos tanah sehingga batang akan semakin kuat dan pohon akan semakin besar. Bagi yang roboh, sebenarnya dia memberi peluang pohon yang lain untuk menjadi lebih besar tanpa terganggu pohon yang lainnya. Ini adalah sebuah siklus kehidupan yang akan berjalan terus menerus seperti halnya gempa bumi dimana-mana. Gempa bumi itu tidak lain juga wujud dari pergerakan bumi untuk menyetabilkan diri. Analogi gempa bumi dalam diri manusia tidak lain adalah permasalahan hidup yang mendera, entah sakit, entah kebangkrutan dsb. Tujuannya adalah agar membuat manusia itu semakin tegar, kokoh dan dewasa. Ini adalah sebuah keseimbangan alam agar tetap harmoni. Maka sudah jelaskah Allah menciptakan makluknya ini berpasang-pasangan. Disatu tempat ada bencana, ditempat itu pula Allah menurunkan rakhmat. Kalau sudah sampai disini, masihkah kita berkata-kata lagi tentang musibah.. ujian.. cobaan. Saya malah jadi takut sendiri. Yang ada adalah Allah sudah menghendaki seperti ini dan saya harus bersyukur menerima ini..na’am.. inggih.. alhamdulillah wa syukurilah… Allah Maha Tahu.. Semua ini harus terjadi. Bukan hukuman..bukan hujatan melainkan rakhmat Allah bagi semesta alam.
0 komentar:
Posting Komentar