Menciptakan manfaat sebesar-besarnya dan menepis bahaya, kendatipun kecil, itulah spirit yang melekat pada setiap aturan Islam. Tidak ada satu pun ketetapan hukum Ilahi yang berimplikasi buruk bagi umat manusia. Semua mengandung kemaslahatan demi kemaslahatan. Termasuk juga bolehnya melakukan poligami bagi kaum laki-laki, sama sekali tidak menimbulkan ekses negatif pada diri wanita. Justru poligami (yang sesuai dengan syari'at Islam) memberikan aspek positif pada mereka.
Oleh karena itu, poligami tidak perlu ditakuti, apalagi sampai antipati. Sebelum Islam datang, poligami sudah ada dan merupakan sesuatu yang wajar, bahkan di lingkungan kerajaan di negeri ini pada masa lalu. Tak sedikit para raja yang memiliki isteri lebih dari satu, bahkan mungkin tak terhitung. Begitu pula yang terjadi pada masa Jahiliyah. Seorang laki-laki bisa memiliki isteri bisa lebih dari sepuluh, bahkan lebih. Yang lebih mengenaskan, seolah wanita diperlakukan layaknya barang, yang bisa dipindah kepemilikannya.
Kemudian Islam datang dengan membawa pencerahan, mengoreksi kebiasaan buruk tersebut. Tidak lain ialah untuk “memanusiakan” wanita, yang keberadaannya tertindas. Tidak memiliki hak sebagai manusia merdeka. Islam datang untuk mengangkat derajat wanita setinggi-tingginya, memuliakannya, menjaga kehormatannya, dan menjauhkan mereka dari tempat yang hina.
Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
Berwasiatlah kalian (kepada orang lain) untuk berbuat baik kepada wanita.
(HR. Bukhari)
(HR. Bukhari)
Data statistik di banyak negara mengindikasikan jumlah wanita melebihi kaum Adam, Jika sensus ini benar, sementara aturan pernikahan hanya membolehkan seorang laki-laki menikah dengan satu wanita, lantas bagaimana wanita-wanita yang belum bertemu jodohnya mencari perlindungan, keamanan, memenuhi kebutuhannya, dan menjaga kehormatannya?
Tentu, siapa pun tidak ingin menghabiskan hari-harinya sendirian. Ini sebuah permasalahan sosial. Meski para wanita ini dipaksa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, kemungkinan justru menjadi bumerang bagi keamanan dan kehormatannya.
Jika mau jujur, hidup sendiri tanpa pasangan resmi, bak orang yang berjalan dengan pincang, penuh resiko. Gelar berjejer, status sosial tinggi, atau seabreg kesibukan dalam karir, tidak akan dapat mengobati kesendirian seorang wanita yang mendambakan kehadiran seorang lelaki. Dan yang demikian ini adalah fitrah bagi wanita.
Mereka membutuhkan tempat bernaung yang bisa melindungi, membimbing, mencurahkan kata hatinya, dan mendapatkan kasih sayang. Bahkan untuk mengobati kerinduannya dipanggil ibu oleh anak-anaknya.
Dalam konteks ini, kemaslahatan poligami yang didapatkan wanita lebih besar dibandingkan kemaslahatan lelaki yang menjalankan poligami, sebagaimana telah diungkapkan oleh Syaikh Shalih al-Fauzan saat ditanya mengenai solusi penanganan banyaknya jumlah wanita yang belum menikah. (Lihat al Muntaqa, 3/168).
Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ini termasuk asasi. Ironisnya, meski mengetahui kemaslahatan poligami, tak kurang para penentang poligami seolah selalu menutup mata terhadap keindahan yang terkandung dalam syari’at Islam ini. Dengan berbagai alasan, propaganda penolakan didengungkan di mana-mana, media massa, mimbar-mimbar, bahkan dipolitisasi. Seolah-olah poligami adalah buruk, sedangkan perzinaan sesuatu yang baik.
Begitu pula para wanita, tidak sedikit yang merasa berat suaminya melakukan poligami, tetapi tak merasa terganggu jika suaminya melakukan perselingkungan dengan wanita lain. Na’udzubillah.
Padahal jika ditelusur secara mendalam, perzinaan telah menimbulkan keresahan. Dampak sosialnya sangat mahal untuk dibayar. Perzinaan sangat meresahkan masyarakat, merancukan nasab, dan yang telah terjadi, perzinaan telah memberikan saham sejumlah penyakit menular, sejak dikenal dengan sipilis, rajasinga, hingga pada masa kiwari ini munculAIDS. Jadi, perzinaan sangat tidak menguntungkan bagi wanita.
Begitu pula dengan “wanita simpanan”, hakikatnya telah mempecundangi harkat dan martabat wanita. Dia tidak mendapat perlindungan, tetapi justru sekedar dijadikan pemuas nafsu belaka. Di hadapan hukum, bila terjadi kematian pasangan selingkuhnya, tidak ada pasal-pasal yang menguatkan posisinya. Ketidakpastian, lilitan dosa dan penyesalan akan mendera dan menghiasi hari-harinya. Jadi, jika kita mengupas poligami, sangat banyak maslahat dan faidah yang bisa dipetik. Bahwa poligami itu indah, karena ia melindungi wanita.
0 komentar:
Posting Komentar