Kesepian memang kadang menyakitkan, menoreh setiap senyum dan tawa,  serta menciptakan riak anak sungai di sudut mata. Pedih dan sedih silih  berganti kunjung mengunjungi. Pupus segala harap, melukai semua impian  yang kadang memabukkan. Hingga, jiwa yang rapuh menciptakan serpihan  kegelisahan yang memilukan.
Saat temaram rembulan menyuguhkan  hidangan, terlintas sekelebat bayang. Disibaknya kegelapan, namun entah  dimana ia berada. Kecewa, hingga guratan keresahan menyibukkan kelamnya  malam. Kebisuan yang menusuk-nusuk, membuat kedukaan semakin berat,  hingga menghujam akal dan aqidah. Air mata semakin deras tumpah, lelah,  tubuh pun mencoba rebah. Namun jiwa ini lemah, mata air di telaga yang  coba dibendungnya kembali menerobos kelopak mata, ke pipi, hingga  membasahi sarung bantal dan kapuk di dalamnya.
Cinta…
Entah  berapa banyak pahlawan yang tercipta karenanya, namun cinta juga kadang  melahirkan para pecundang. Ia laksana kobaran api yang berasal dari  setitik bara, menyuluh, namun dapat pula membakar. Impian cinta membuat  hati dan raga terselimuti bahagia, memompa harapan yang keluar masuk  melalui butiran darah. Mengharapkan kakanda tercinta yang siap  mendampingi saat tawa dan air mata, hingga terbentang siluet istimewanya  seorang wanita yang telah menikah, mengandung, dan melahirkan si kecil  dengan selimut kasih sayang.
Namun, impian berbeda dengan kenyataan. Sepi semakin menggerogoti hari, sendiri… dan masih sendiri.
Duhai belahan hati, entah dimana kakanda bersembunyi.
Ukhti Sholehah yang dicintai Allah Ta’ala…
Cinta  dan impian membentuk sebuah keluarga memang begitu indah. Namun takkala  ia belum menyapa, janganlah membuat gundah dan resah, bahkan merubah  pandangan terhadap Sang Pemilik Cinta. Kegelisahan jangan pula membuatmu  menggadaikan aqidah, karena sungguh harta itu tak ternilai harganya.  Tak ada yang dapat membelinya, apalagi dengan basa-basi cinta yang  menyelubungi halleluyah.
Cinta yang membara tak akan dapat menghapus ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman…” [Al Baqarah: 221]. 
Namun,  ajaran junjungan Rasulullah Sallallaahu Alayhi Wasallam akan pupus,  tidak dengan senjata tapi dengan kata-kata, tidak dengan kekuatan tapi  dengan logika, dan tidak dalam benci tapi dalam cinta [Henry Martyn,  missionaris, 1812 M].
Cinta akan membentuk sebuah keluarga samara  (sakinah, mawaddah wa rahmah) karena kesamaan iman dan aqidah, dalam  naungan ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan biarkan sedikitpun celah  hatimu terbuka dengan cinta berselaput halleluyah, karena cinta seperti  itu akan meranggas aqidah. Pernikahan dengan keyakinan yang berbeda,  tak akan melahirkan ketenteraman jiwa, karena ia adalah zina.
Dapatkah  engkau menjawab saat anakmu bertanya, mengapa ayah selalu pergi setiap  hari Minggu, sedangkan dirimu ruku’ dan sujud? Bisakah engkau  menjelaskan saat anak laki-lakimu bertanya, mengapa ayah tidak pergi  sholat Jum’at padahal dirimu berbicara panjang lebar tentang kewajiban  menunaikannya? Atau, mengapa ayah tidak mengucapkan bismillah tapi atas  nama Bapa, Putera dan Roh Kudus? Juga, mengapa Tuhannya ayah ada 3  sedangkan dirimu selalu mengucapkan ahad… ahad… ahad?
Mampukah engkau menjelaskan semua itu dan banyak lagi kepada buah hatimu?
Duhai Ukhti, sanggupkah engkau menahan murkanya Allah Subhanahu wa Ta’ala?
Saat  jiwamu lelah bertanya dimanakah gerangan kekanda berada, kembalilah  kepada Sang Pemilik Rahasia, lantunkan munajat dan do’a, mohon tetapkan  iman untuk selalu terhatur kepada-Nya. Jadikan hati ini selalu ikhlas  serta rela atas setiap keputusan-Nya.
As’alukallahummar ridha ba’dal qadha, wa burdal ‘iisyi ba’dal maut, wa ladzdzatan nazhori ila wajhika, wa syauqon ila liqaa’ika.
Ya  Allah, aku mohon kerelaan atas setiap keputusan-Mu, kesejukan setelah  kematian, dan kelezatan memandang wajah-Mu serta kerinduan berjumpa  dengan-Mu.
Mohonkan juga kepada-Nya, agar Ia menguatkan niat dan  azzam kepada lelaki yang belum menikah untuk segera menyempurnakan  setengah agama, sehingga dirimu serta pasangan jiwa tercinta dapat  bersama membangun sebuah istana kecil nan indah dalam naungan ridho-Nya.
Duhai Ukhti Sholehah…
Sabar…  dan bertahanlah. Kalaulah Allah Subhanahu wa Ta’ala menakdirkan dirimu  sebagai lajang di dunia ini, yakinlah di surga ada yang setia menanti.  Kuatkan hati, tegar… dan selalu tegar, karena dirimu memiliki harta yang  tak ternilai harganya, yaitu aqidah.
Wallahua’lam bi showab.

0 komentar:
Posting Komentar