Jumat, 09 September 2011

Tafsir Surat Al-Kaafiruun




Surat Al-Kaafiruun merupakan surat Makkiyah yang terdiri dari enam ayat. Surat ini memutus keinginan orang-orang kafir dan menjelaskan perbedaan antara ibadah mereka dan ibadah Nabi SAW yang lebih luas.

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ﴿١﴾ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿٢﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٣﴾ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ ﴿٤﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٥﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦

Artinya:
1.  Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,
2.  Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3.  Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah.
4.  Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5.  Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah.
6.  Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”

Diriwayatkan bahwa setelah para pemimpin Quraisy berputus asa menghadapi Nabi, mereka mendatangi beliau. Mereka melihat adanya kebaikan dalam dakwah beliau namun mereka enggan mengikutinya karena kecintaan mereka bertaqlid buta. Mereka berkata, “Marilah, kami menyembah Tuhanmu untuk suatu masa dan kamu menyembah Tuhan kami untuk suatu masa. Dengan demikian ada perdamaian di antara kita dan permusuhan lenyap. Jika pada ibadah kami ada kebenaran Anda bisa mengambil sebagian dan jika pada ibadahmu ada kebenaran kami mengambilnya. Maka surat ini turun untuk membantah mereka dan memupus harapan mereka.

Syarah:
 
Ya Muhammad, katakan kepada orang-orang kafir yang tidak ada kebaikannya sedikit pun pada mereka dan tidak ada harapan untuk beriman. Katakan kepada mereka, aku tidak menyembah apa yang kalian sembah. Sebab kalian menyembah tuhan-tuhan yang kalian jadikan sebagai perantara kepada Allah yang Esa lagi Maha Perkasa. Kalian menyembah tuhan-tuhan yang kalian kira terwujud dalam bentuk patung atau berhala. Sedangkan aku menyembah Tuhan yang Esa, Satu, Tunggal, Tempat bergantung yang tidak perlu istri dan anak, tiada yang menyamai dan tiada pesaing. Tidak terwujud dalam fisik atau pribadi seseorang. Tidak membutuhkan perantara dan tidak ada yang mendekati-Nya melalui makhluk. Sarana yang mendekatkan seseorang kepada-Nya hanyalah ibadah. Jadi, antara apa yang aku sembah dan kalian sembah sangat berbeda. Maka aku tidak menyembah apa yang kalian sembah dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah.

Hai orang-orang kafir yang mantap dengan kekafiran. Aku tidak menggunakan cara ibadah kalian dan kalian tidak menggunakan cara ibadahku. Ayat 2 dan 3 menunjukkan perbedaan antar kedua Tuhan yang disembah. Nabi menyembah Allah sedangkan mereka menyembah patung dan berhala berikut perantara lainnya. Sementara ayat 4 dan 5 menunjukkan perbedaan ungkapan. Ibadah Nabi itu murni dan tidak terkontaminasi oleh kesyirikan serta jauh dari ketidaktahuan tentang Tuhan yang disembah itu. Ibadah kalian penuh dengan kesyirikan juga tawasul tanpa usaha. Bagaimana mungkin kedua jenis ibadah ini bisa bertemu. Sebagian ulama berkata, membantah pengulangan pada surat ini. Pengertiannya, aku tidak menyembah apa yang kalian di masa lalu demikian pula kalian, tidak menyembah apa yang aku sembah. Jelas dan akhirnya sama.

Bagi kalian agama kalian termasuk dosanya kalian tanggung sendiri dan bagi kami agama kami, aku bertanggung jawab terhadap memikul bebannya. Kedua ungkapan untuk menguatkan ungkapan sebelumnya.

Tafsir Surat An-Nashr


Surat ini adalah surat Madaniyah, terdiri dari tiga ayat, sebagai berita gembira bagi Nabi dan sahabat yang berupa turunnya pertolongan Allah bagi agama mereka. Dibukanya hati manusia untuk menerima agama ini lalu diperintahkannya mereka untuk bertasbih dan mensucikan Allah. Sebab itu semua adalah faktor keberhasilan.

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ﴿١﴾وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا﴿٢﴾فَسَبِّحْ بِحَمْدِ (رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا﴿٣

Artinya:
  1. Apabila Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
  2. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,
  3. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya dia adalah Maha Penerima taubat.
Makna Mufradat:

Arti
Mufradat
1. Pertolongan-Nya.
نصر الله
2. Artinya penaklukan sebuah negeri atau keputusan untuk sebuah persengketaan antara kalian dan musuh Islam.
والفتح
3. Jamak dari fauj, artinya berkelompok-kelompok.
أفواجاً
4. Tasbih berarti penyucian dan hamdun berarti pujian untuk Allah yang memang layak mendapat pujian itu.
فسبح بحمد ربك

Syarah:

Nabi sangat berambisi agar semua manusia beriman, terutama Quraisy dan bangsa Arab. Sebagai manusia, Nabi juga tidak mengetahui yang gaib. Oleh karena itu terkadang ia terguncang dan gusar kalau ada yang menimpa dakwah. Maka surat ini menjadi berita gembira untuk beliau dan mengingatkan beliau, sebaiknya engkau tidak bersikap demikian. Ini konteksnya, kebaikan orang-orang baik adalah kejahatan orang-orang dekat. Boleh jadi sesuatu menjadi kebaikan bagimu namun bagi orang lain dosa kecil yang tidak perlu minta ampun.

Jika pertolongan Allah datang dan memang harus datang. Lalu datang pula kunci untuk negeri yang tadinya tertutup dan hati yang terkatup. Anda melihat manusia masuk ke dalam agama Allah berbondong-bondong dan berkelompok-kelompok. Untuk menyambut kemenangan ini, wajib bersyukur dan memuji Allah karena Dia yang layak mendapat pujian. Jika itu semua terjadi, kamu juga wajib bertasbih mensucikan Tuhanmu seperti yang seharusnya. Bertasbihlah untuk-Nya dengan memuji-Nya atas perbuatan indah-Nya, menyebut sifat-sifat-Nya yang laik dan nama-nama-Nya yang bagus. Juga beristighfarlah untuk dosamu dan mintalah ampunan atas apa yang pernah kamu lakukan dan tidak layak bagimu selaku penutup para nabi dan rasul. Beristighfarlah kepada Allah karena Dia Maha menerima taubat hamba-Nya serta memaafkan kesalahannya. Dia Maha Mengetahui apa yang engkau lakukan. Yang menjadi objek bicara surat ini adalah Nabi dan siapa saja pantas.

Diriwayatkan bahwa surat ini merupakan belasungkawa untuk Nabi, karena Muhammad sallallahu'alaihi wassallam telah menunaikan risalahnya secara sempurna. Jika telah menunaikan tugas, beliau akan segera bertemu dengan Pertemanan Tertinggi, Allah Azza wa Jalla. Sebagian sahabat memahami esensi surat ini lalu menangisi Rasulullah.

Tadabbur Al-Qur’an: Surah At-Takaatsur


أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ ﴿١﴾ حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ﴿٢﴾ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ﴿٣﴾ ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ(٤﴾ كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ ﴿٥﴾ لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ ﴿٦﴾ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ ﴿٧﴾ ثُمَّ (لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ ﴿٨

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (1) Bermegah-megahan telah melalaikan kamu (2) sampai kamu masuk ke dalam kubur. (3) Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), (4) dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. (5) Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, (6) niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, (7) dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin, (8) kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS. At Takaatsur: 1-8)

Surah At-Takaatsur termasuk dalam kategori surah Makkiyah. Artinya, ia diturunkan ketika Rasulullah saw berada di kota Mekah. Pada saat itu, bangsa Arab tengah dimabuk harta. Setiap orang berlomba-lomba mengumpulkan dan memupuk harta sebanyak-banyaknya, bahkan tak jarang saling adu pertunjukan harta. Menurut Syeikh An-Naisaburi, surah ini diturunkan Allah swt ketika kaum Quraisy Mekah saling membanggakan harta yang mereka miliki. Tepatnya, ketika keturunan keluarga Abdul Manaf bersaing dengan keturunan keluarga Saham. Kedua keluarga itu dikenal sebagai golongan kaya yang merajai masyarakat kafir Quraisy saat itu. Hanya saja, harta yang mereka miliki hanya untuk kesombongan dan keangkuhan.

Saat ini, kita menyaksikan fenomena yang kurang lebih sama. Bahkan dengan skala yang lebih luas. Bila sebelumnya penyakit itu hanya menjangkiti masyarakat kafir di kota Mekah, kini merasuki hampir semua umat Islam di berbagai belahan dunia. Lihatlah, bagaimana para penguasa di negeri-negeri muslim hidup bermegah-megah saat rakyatnya kelaparan. Lihatlah, saat jutaan bangsa ini belum mendapat tempat tinggal yang layak, sebagian lainnya justru membangun rumah megah, memiliki apartemen mewah, memborong vila-vila di Puncak dan seterusnya. Padahal, asset itu tidak menjadi keperluan hidupnya.

Lihatlah pula pada daftar negara-negara terkorup di dunia yang dikeluarkan oleh lembaga Transparancy International dimana sebagian besar adalah negara-negara berpenduduk muslim. Sampai saat ini, Indonesia termasuk dalam daftar Sepuluh Besar negara-negara terkorup di dunia, bersama-sama dengan Bangladesh, Burma, Haiti, Chad, dan Turkmenistan. Naudzubillah.

Allah swt berfirman,

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.

Kata “alhakum” memiliki kesamaan makna dengan kata “syagalakum”. Kata ini telah diserap menjadi bahasa Indonesia, masygul yang berarti sibuk. Mengapa kalian disibukkan dengan mengejar harta sehingga melupakan ketaatan kepada Allah swt? Ibn Katsir mengatakan, diriwayatkan dari Ibn Abi Hatim dari Zayid bin Aslam dari bapaknya yang berkata, telah bersabda Rasulullah saw, “Alhakumut takatsur, dari ketaatan, hatta zurtumul maqabir, sampai maut datang menjemputmu” Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah dimana dia berkata, telah bersabda Rasulullah saw “seorang hamba biasa berkata, inilah hartaku, inilah hartaku. Sesungguhnya, harta bagi seseorang itu hanya pada tiga hal. Apa yang ia makan lalu habis, apa yang ia pakai lalu menjadi usang, apa yang ia sedekahkan, itulah yang kekal. Selain itu semua, pasti akan berlalu dan ia tinggalkan buat orang lain.” Diriwayatkan pula dari Imam Ahmad dari Matruf dari bapaknya berkata, aku datang kepada Rasulullah saw, dan beliau bersabda, Alhakumut takatsur, anak cucu Adam biasa mengklaim, ini hartaku, ini hartaku, tidaklah sesuatu menjadi hartamu, kecuali apa yang kamu makan lalu habis, apa yang kamu pakai lalu menjadi usang dan apa yang kamu sedekahkan, itulah yang kekal.”

Sementara kata “At-Takaatsur” (bermegah-megah) memiliki kesamaan akar kata dengan kata “katsir” yang berarti “banyak.” Bila kita belajar bahasa Arab, umumnya diajarkan untuk mengucapkan, “syukran katsir” (terima kasih banyak). Atau, jazakumullahu khairan katsir (semoga Allah memberimu kebaikan yang lebih banyak). Banyak harta pun tidak akan kita membawanya hingga ke liang lahat. Hal ini diingatkan oleh Rasulullah saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas bin Malik berkata, telah bersabda Rasulullah saw, “Akan menyertai seorang mayit tiga hal, dua kembali dan hanya satu yang tinggal bersamanya; keluarganya, hartanya dan amalnya. Niscaya akan kembali keluarga dan hartanya, hanya amalnya yang menyertainya.”

Bermegah-megahan telah menjadi ciri masyarakat Arab saat itu. Sehingga Allah swt ingatkan dengan firman-Nya.

sampai kamu masuk ke dalam kubur.

Kata maqabir adalah bentuk plural dari kata qabr yang berarti kuburan. Di dalam kitab suci al- Qur’an hanya ada sekali penyebutan kata maqabir ini. Sehingga, para ulama mengatakan, ziarah kubur merupakan obat hati di kala kita sedang alpa atau lengah dengan kematian. Nabi saw bersabda, “Aku pernah melarang kalian ziarah kubur. Maka (sekarang) ziarah kuburlah. Karena yang demikian itu membuat kalian zuhud di dunia, dan selalu ingat akhirat.”(HR Ibn Majah). Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan, “Maka sesungguhnya (ziarah kubur itu) mengingatkan kalian tentang kematian.”Dari penjabaran ini, tak heran bila kemudian terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama hukum ziarah kubur, terutama bagi kaum wanita. Perbedaan pendapat tersebut dapat dirangkum berikut ini:

Pertama, sebagian ulama mengatakan ziarah kubur dikhususkan bagi kaum pria saja. Hal ini mengingat kaum pria tidak mudah tersulut emosinya saat mengunjungi makam orang-orang yang disayanginya.

Lain halnya kaum wanita, mereka boleh jadi akan menangis saat melihat pusara ibu, kakak, adik atau anaknya sendiri. Menangis sebagai ungkapan emosi tentu tak ada yang melarang. Tetapi menangis di depan kuburan dapat mempengaruhi nilai keimanan seseorang. Karena, boleh jadi, ia akan meraung-raung dan meratapi kepergian sanak familinya serta melupakan bahwa semua kita milik Allah, dan hanya kepada-Nya kita akan kembali.

Kedua, sebagian mengatakan hukumnya makruh. Pendapat ini mendasari pada ungkapan hadits yang bersifat umum, di mana Rasulullah saw tidak memilah anjurannya untuk ziarah kubur. Yaitu bagi kaum pria dan wanita. Bukankah fungsi ziarah kubur adalah mengingatkan kematian, dan kematian pasti terjadi juga pada kaum wanita juga. Karena itu, menurut pendapat ini, ziarah kubur bagi wanita hendaklah dilakukan dari tempat yang agak jauh. Bila ia berbentuk pemakaman umum, kaum wanita bisa melakukannya dari balik gerbang kuburan itu sendiri.

Tentang bentuk kuburan, kita memang patut prihatin dengan umat ini. Lihatlah, berbagai bentuk kuburan yang ada di Indonesia di mana sebagian besar tak memenuhi standar syariat Islam. Ada kuburan yang dibangun dengan sangat wah, berkeramik, dibuatkan rumah, diletakkan topi baja (terutama pada taman makam pahlawan) dan bahkan dijadikan mushalla. Allah melaknat orang-orang Yahudi, sabda baginda Nabi saw, karena mereka menjadikan kuburan para nabinya sebagai tempat shalat. Ditambah pula, ziarah kubur yang dilakukan dengan sangat keliru. Banyak di antara umat Islam yang mendatangi kuburan, membawa air di dalam kendi, meletakkannya selama sekian waktu, membawanya pulang dan meminumnya seraya mengharapkan keberkahan dari air itu. Naudzubillah.

Allah swt kemudian berfirman,

Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),  dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.

Dua ayat di atas menegaskan kepada kaum kafir bahwa perbuatan mereka itu (menimbun harta), pasti akan mereka lihat akibatnya. Allah swt sampai mengulang dua kali peringatan-Nya dalam surah ini. Para mufassir mengatakan, jika suatu peringatan Allah (wa’id) diulang, maka hal itu menunjukkan penegasan yang amat dahsyat.

Lalu, Allah swt berfirman,

Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,  niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,  dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin,

Tiga ayat ini bercerita lebih jauh tentang kepastian akan kematian yang menutup seluruh rangkaian nikmat dunia. Allah swt menyebutkan dengan kata, “Kalla” yang berarti “sekali-kali kalian akan melihatnya”, suatu penegasan yang telah diulang di dua ayat sebelumnya. Dengan kata lain, kaum kafir Quraisy waktu itu enggan sekali menyadari bahwa kematian pasti menutup seluruh rangkaian dunia yang mereka kejar.

Oleh sebab itu, sebagian ulama menafsirkan kata “yaqin” dalam ayat ini berarti kematian. Jadi, terjemahan yang paling tepat harusnya berbunyi, Janganlah begitu, jika kamu mengetahuinya saat kematian telah datang. Untuk itulah, kita mendapati ayat Allah lainnya yang menyebutkan kata yaqin yang berarti kematian. Allah swt berfirman,

Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu kematian yang pasti terjadi. (QS:Al-Waqiah:95).

Kemudian, Allah swt menegaskan sekali lagi dengan sumpah-Nya pada ayat di atas. Dalam kaidah bahasa Arab, huruf lam adalah salah satu huruf sumpah apabila diikuti dengan kata kerja aktif. Pada ayat ini, Allah bersumpah kepada kaum kafir bahwa mereka semua pasti akan melihat neraka Jahim. Suatu neraka yang diperuntukkan bagi mereka yang mengingkari keimanan kepada Allah swt.

Dalam suatu hadits diceritakan bahwa pada saat manusia melintasi neraka, sebagian ada yang melintasinya dengan sangat cepat, secepat kilat menyambar. Sebagian lain secepat angin bertiup, sebagian lain laksana orang yang sedang berlari, berjalan bahkan ada yang merangkak. Mereka semua akan melihat neraka Jahim. Neraka yang di dalamnya terhimpun para pendusta agama Allah swt. Allah swt berfirman,

kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah- megahkan di dunia itu).

Ketika menafsirkan ayat ini, Imam al-Qurthubi merujuk pada satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Sahabat Nabi saw itu berkata bahwa pada suatu hari Rasulullah saw keluar rumah, kemudian beliau menjumpai Abu Bakar dan Umar. Rasulullah saw bertanya, “Apa yang membuat kalian keluar dari rumah kalian pada jam seperti ini?” Keduanya menjawab, “Rasa lapar, ya Rasulullah.” Rasulullah saw berkata, “Demi Allah, yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya. Rasa lapar juga membuat aku keluar seperti kalian. Berdirilah. Maka keduanya pun berdiri. Mereka kemudian mendatangi rumah seseorang dari kaum Anshar. Hanya saja, pemilik rumah tak ada di tempat. Istrinya kemudian berkata, “Marhaban wa Ahlan”. Rasulullah saw lalu bertanya, “di mana si fulan ini?” “Ia sedang mengambil air bersih untuk kami, ya Rasulullah”.

Tak lama kemudian, laki-laki Anshar itu datang. Ia memandangi Rasulullah dan dua sahabatnya seraya berkata, “Alhamdulillah, tak ada seorang pun tamu yang lebih mulia bagiku pada hari ini. Ia kemudian permisi sebentar. Rupanya, laki-laki itu datang dengan membawa setangkai buah kurma. “Makanlah dari buah-buah ini.” Ia kemudian mengambil pisau. Rasulullah saw berkata, “Tak usahlah kau menyembelih domba perahanmu itu.” Ia malah menyembelihnya dan memasaknya kemudian menghidangkannya pada Rasulullah saw.

Setelah menikmati hidangan itu, Rasulullah saw bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, “Demi Allah, yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, kalian akan ditanya tentang kenikmatan hari ini, pada hari kiamat kelak. Kalian keluar dari rumah dalam keadaan lapar, kemudian kalian tak kembali sampai menjumpai kenikmatan ini.” Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan, “Demi Allah, yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya. Di antara nikmat Allah yang akan dimintai pertanggungannya pada hari kiamat adalah tempat berteduh yang sejuk, kurma (muda) yang baik dan air yang dingin.” Kabarnya, laki-laki Anshar yang dikunjungi Rasulullah saw dan dua sahabatnya itu adalah Abu Haitsan bin Taihan. Menurut al-Qurtubi, Abu Haitsan adalah kuniyah dari seseorang yang bernama asli Malik bin Taihan.

Menyikapi ayat di atas, dan kisah dalam hadits barusan, para ulama kemudian berbeda pendapat tentang nikmat-nikmat yang akan kita pertanggungjawabkan di hari akhir kelak. Perbedaan pendapat itu terangkum dalam keterangan berikut ini.

Pertama, nikmat sehat dan waktu luang. Demikian dikatakan oleh Sa’id bin Zubair. Dasarnya adalah hadits Rasulullah saw, “Ada dua nikmat dari berbagai nikmat Allah yang orang seringkali tertipu; nikmat sehat dan waktu luang.”

Kedua, nikmat pandangan dan pendengaran. Allah swt berfirman, Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS: Al-Isra’: 36)

Ketiga: kenikmatan makanan dan minuman, demikian dikatakan oleh Jabir bin Abdullah al-Anshari.

Keempat: perut yang kenyang, minuman yang menyegarkan, tempat tinggal yang sejuk, tidur yang lelap dan kesempurnaan penciptaan. Demikian dikatakan oleh imam al-Mawardi dalam kitab tafsirnya. Demikianlah kira-kira nikmat-nikmat dunia yang akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah swt kelak. Tentu saja, semua terpulang pada kita, apakah kita pandai mensyukuri nikmat atau sebaliknya. Jangan sampai, kita hanya sibuk menumpuk-numpuk harta dan tak pernah mau mendermakannya pada jalan kebaikan.

Wallahua’lam bis showab.

Tadabbur Al-Qur’an: Surah Al-’Ashr

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا (بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ﴿٣

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 1. Demi masa. 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, 3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al-‘Ashr: 1-3)

Mukadimah


Ilustrasi (inet)

Dalam hidup yang singkat ini, banyak orang terlena dengan nikmat usia yang dimilikinya. Padahal, kata pepatah Arab, manusia tak ubahnya dari sekumpulan hari-hari. Setiap kali satu hari berlalu, berlalu pula sebagian dari umur manusia di dunia ini. Jika seseorang hari ini berusia 10 tahun, maka pada tahun depan, di hari yang sama, ia telah menjadi 11 tahun. Saat ia merayakan ulang tahunnya, orang mengucapkan “selamat panjang umur.” Sesungguhnya, umurnya tidak pernah menjadi lebih panjang. Bahkan sebaliknya, jatah usianya di dunia ini makin berkurang.

Dalam tafsir Fi Dzilalil Qur’an, Sayyid Qutb mengatakan, “Pada surah yang hanya memiliki tiga ayat ini terkandung suatu manhaj yang menyeluruh tentang kehidupan umat manusia sebagaimana yang dikehendaki Islam. Ia meletakkan suatu konstitusi Islami dalam kehidupan seorang muslim, tentang hakikat dan tujuan hidupnya yang meliputi kewajiban dan tugas-tugasnya. Suatu bukti bahwa surah ini merupakan mukjizat Allah yang tiada seorang pun dapat melakukannya.” Diriwayatkan bahwa Imam Syafi’i pernah berkata, “Seandainya saja al-Qur’an tidak diturunkan, niscaya satu surah ini cukup menjadi petunjuk manusia. Karena di dalamnya terkandung seluruh pesan-pesan al-Qur’an.”

Allah swt berfirman,

(وَالْعَصْرِ﴿١

Demi masa.

Para ulama menafsirkan kata “al-’Ashr” di sini dimaksudkan beberapa hal. Pertama: Waktu (Masa). Menurut Ibn Abbas, kata ‘Ashr di sini sangatlah tepat jika ditafsirkan sebagai waktu. Sebab, Allah swt memang sangat memberikan perhatian kepada perputaran orbit waktu. Banyak orang rugi akibat tidak memahami hakikat waktu dengan menghabiskannya secara sia-sia. Kedua: Kata ‘Ashr di sini berarti shalat Ashar. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari – Muslim, Rasulullah saw dikabarkan telah bersabda, “Jagalah shalat-shalatmu, dan shalat Ashar” Ketiga: zaman Nabi saw. Kita tahu, periode kehidupan Nabi saw adalah periode terbaik sejarah peradaban manusia. Keempat, sebagian ulama menafsirkannya sebagai Tuhan pemilik waktu. Ketika Allah swt berfirman, “demi masa” hendaklah dipahami sebagai “Demi Tuhan, pemilik peredaran waktu.”

Allah swt kemudian berfirman,

(إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ﴿٢

Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian

Ayat ini merupakan jawaban dari sumpah Allah tentang waktu. Secara bahasa, Allah swt menggunakan dua penegasan sekaligus dalam ayat ini. Yaitu, kata “inna” dan huruf “lam” pada kata “fi”. Hal ini menunjukkan bahwa manusia, sebagai objek dialog wahyu Allah kepada rasul-Nya, acap lengah dengan waktu yang dimilikinya. Sehingga Allah tegaskan bahwa orang seperti itu akan benar-benar hidup dalam kerugian. Menurut Ibn Abbas, ketika ayat ini diturunkan oleh Allah swt, orang-orang yang tengah disoroti adalah sekelompok kaum Musyrikin Mekah. Mereka itu adalah al-Walid bin al-Mughirah, Ash bin Wail, Al-Aswad bin Abdul Muthalib, dan Aswad bin Abdul Yagust. Tokoh-tokoh musyrikin Mekah ini selalu asyik berleha-leha tanpa menyadari perubahan kerut muka di wajahnya, uban menguasai kepalanya dan kesehatan badan yang mulai menurun akibat dimakan usia.

Orang seperti ini pasti benar-benar berada dalam kerugian. Sama halnya dengan saudara-saudara kita yang asyik terlena dalam nina-bobo syaitan. Lihatlah, bagaimana para anak muda menghabiskan waktunya di depan tv, bermain game, playstation, browsing internet dan lain-lain. Mereka telah membuang waktu dan tanpa sadar telah “disembelih” olehnya. Pepatah Arab mengatakan, waktu laksana pedang, bila engkau tak menggunakannya, ia akan memotong usiamu.

Kerugian ini tentu saja bagi mereka yang berleha-leha. Sebab, Allah swt kemudian memberikan pengecualian kepada sekelompok lainnya. Ia berfirman,

(إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ﴿٣

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.

Pengecualian itu diberikan kepada kelompok orang yang beriman. Allah swt memberikan suatu pra-syarat tentang kelompok ini. Yaitu mereka yang berbuat baik, saling nasihat menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Dengan kata lain, seorang yang mengaku beriman, tak cukup dengan hanya deklarasi pada dirinya sendiri namun dibutuhkan suatu tindakan nyata dengan amal saleh.

Metaforsis ini mungkin bisa lebih menjelaskan bagaimana surah ini dijelaskan langsung oleh Rasulullah saw. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Ubay bin Ka’ab berkata, Aku membaca (surah al-ikhlas) di hadapan Rasulullah saw. Kemudian aku bertanya, apa maksudnya wahai Nabi Allah? Beliau saw menjawab, “Al-’Ashr adalah janji dari Allah swt. Tuhanmu tengah berjanji dengan menyebut penggalan akhir waktu di siang hari. “Innal Insana Lafi Khusrin” : Abu Jahal, “illa ladzina amanu” : Abu Bakar, “wa-amilus shalihat” : Umar bin al-Khattab, “Watawasau bil haq” : Utsman bin Affan, dan “Watawasau bis-shabr” : Ali bin Abi Thalib. (Hadits Mawquf). Semoga bermanfaat.

Wallahua’lam bis shawab.


Rabu, 07 September 2011

catatan untuk wanita

Siapa bilang wanita tidak memiliki kedudukan dalam sejarah Islam?
Bukankah orang yang pertama kali beriman kepada Islam dari golongan wanita? yaitu Khadijah .
Bukankah orang yang pertama kali mati syahid dari golongan wanita? yaitu Sumayyah binti Hubath.
Dan bukankah orang yang pertama kali syahid di laut juga dari golongan wanita? yaitu Ummu Haram binti Malhan.
Dibalik itu, masih banyak wanita-wanita Muslimah yang terukir namanya dengan abadi dalam sejarah keislaman..

Banggalah engkau menjadi seorang wanita...

* Wanita pertama yang menjadi istri Rasulullah sallallahu alayhi wassallam dan pertama kali masuk Islam; Khadijah binti Khuwailid.

* Wanita pertama yang mati syahid dalam Islam: Sumayyah binti Khabbath. Sumayyah masuk Islam beserta suami dan anaknya. Orang-orang Quraisy menyiksa dan menjemurnya di bawah terik matahari. Abu Jahl menusuknya dengan tombak hingga Sumayyah gugur sebagai syuhada Islam pertama.

* Wanita pertama yang ikut bai’at ‘aqabah: Asma binti Amru.

* Wanita pertama yang tiba di madinah saat hijrah: Laila binti Abi Hatsmah.

* Wanita pertama yang dua kali hijrah (muhajirah al-hijratin) dan shalat dua kiblat (mushaliah al qiblatain) : Asma’ binti Umais.

* Wanita pertama yang membai’at Rasulullah: Laila binti Al Khatim. Dia saudara Qais binti Al Khatim, seorang penyair penduduk Anshar dari kabilah Aus. Dialah wanita pertama yang membei’at Rasulullah, saat beliau tiba Madinah hijrah dari Mekah.

* Muslimah pertama yang membunuh laki-laki musyrik: Shafiah binti Abdul Muthalib. Shafiah adalah bibi Nabi Saw. Ketika perang Uhud seorang Yahudi menyusup ke benteng umat Islam. Shafiah turun tangan dengan memukul Yahudi itu dengan tongkat hingga mati terbunuh.

* Wanita pertama yang dimerdekakan oleh anaknya: Mariah al Qibthiyah. Dia adalah budak Nabi, dihadiahkan bersama saudaranya Sirin oleh Mauqaqis, penguasa Mesir. Mereka menerima tawaran memeluk agama Islam. Setelah itu Mariah dinikahi Nabi, ketika ia melahirkan Ibrahim, Nabi bersabda, ”Dia telah dimerdekakan oleh anaknya”.

* Wanita pertama yang digelari penjaga Al Quran (Haritsah Al Quran) : Hafshah binti Umar bin Khaththab.

* Wanita pertama yang menikah tanpa wali dan saksi: Zainab binti Jahsy. Dia istri Nabi, puteri dari bibi beliau (Umaimah). Sebelumnya dinikahi oleh Zaid bin Haritsah, lalu diceraikan. Kemudian Nabi menikahinya berdasarkan nash Al Quran (QS Al Ahzab [33] :37) tanpa saksi dan wali. Zainab sangat bangga, ”Aku dinikahkan oleh Allah di atas Arsy-Nya”. Dengan pernkahan Rasul ini sekaligus ditiadakannya adopsi anak dalam Islam.

* Wanita pertama yang membunuh sembilan tentara Romawi: Asma binti Yazid. Dia ikut serta dalam perang Yarmuk membagi air minum dan merawat mujahid yang terluka. Di samping itu berhasil membunuh sembilan tentara Romawi dengan tiang kemah.

* Wanita pertama yang menikah dengan dua Khulafa Rasyidin: Asma binti Umais. Dia pernah menikah dan memberikan keturunan pada dua orang Khalifah Rasyidin (Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib).

* Wanita pertama yang memeluk Islam berkat do’a Nabi: Umaimah ibu dari Abu Hurairah. Suatu kali Abu Hurairah menangis, sebab gagal mengajak ibunya memeluk Islam. Umaimah malahan mengejek Rasul, sehingga Abu Hurairah mohon agar ibunya mendapat hidayah. Lantas Nabi memanjatkan do’a, tak lama kemudian ibunya sadar dan memeluk agama tauhid.

* Wanita pertama yang dikatakan Rasulullah kepadanya ”Kamu ibuku setelah ibu kandungku” : Barakah al-Habasyiah. Ia dikenal dengan Ummu Aiman. Wanita yang mengasuh beliau sejak kecil. Sampai beliau menikah dengan khadijah, Ummu Aiman masih menyertainya. Nabi Saw juga pernah bersabda, “Ummu Aiman adalah ibuku setelah ibu kandungku”. Lantas Zaid datang menikahinya sesudah mendengar Rasul berkata, “Alangkah bahagianya orang yang menikahi perempuan ahli surga, maka nikahilah Ummu Aiman.”

* Wanita pertama yang menjadikan mahar pernikahannya keislaman suami: Ummu Sulaim binti Milhan. Ketika dipinang oleh Abu Thalhah yang masih musyrik, Ummu Sulaim mensyaratkan keislaman sebagai maharnya. Terlebih dahulu Abu Thalhah Abu Thalhah memeluk Islam dan menjadi muslim yang baik, lalu menikahi mu’minah sejati.

* Wanita pertama yang tidak peduli akan kematian ayah, saudara dan putera-puteranya: Anshariyah. Saat perang uhud ayah dan saudaranya serta puteranya syahid. Tapi Anshariyah justru cemas mendengar Rasulullah wafat. Setelah dapat kepastian Rasul selamat, maka legalah hatinya dan berkata, ”Demi bapak dan ibuku wahai Rasulullah, aku tidak peduli siapapun yang meninggal, asal engkau selamat”.

* Wanita pertama yang tidak tidur pada malam hari untuk beribadah: Haula binti Tuwait. Aisyah menceritakan kesibukan Haula dalam ibadah hingga orang mengira dirinya tidak tidur sekejap pun. Rasulullah bersabda, ”Lakukanlah amal perbuatan sekuat kemampuan kalian. Demi Allah, Allah tidak akan pernah bosan, sampai kalian bosan”.

* Wanita pertama yang syairnya disukai oleh nabi: Khansa’ binti Amru. Rasulullah sangat mengagumi syairnya, beliau berkata, ”Ayolah wahai Khansa!” Pernah ditanyakan pada Jarir, ”Siapakah yang paling pandai bersyair?” dia menjawab, ”saya, kalau tidak ada Khansa.”

* Wanita pertama yang memimpin para muslimah dalam peperangan melawan Ramawi: Haulah binti al-azur al-Qindi. Srikandi ini beserta muslimah lainnya ditawan musuh. Tetapi dengan semangat membara mereka melakukan perlawanan sengit. Hanya bersenjatakan tiang-tiang kemah mereka berhasil menyelamatkan diri dari pasukan Romawi.

* Wanita pertama suami, anak dan cucunya menjabat Khalifah: Haizuran al-Qarsiyah. Haizuran istri Khalifah Al Mahdi, mempunyai wawasan yang luas, wibawa serta kekuasaan. Setelah suaminya wafat, puteranya Musa Al Hadi naik tahta, menyusul sesudah itu puteranya Harun al Rasyid juga menjabar Khalifah. Kemudian cucunya bernama Al Ma’mun juga menggantikan pada jabatan yang sama.

* Wanita pertama yang diminta ilmunya dibukukan: Amarah binti Abdurrahman. Dia seorang ahli fiqh dan hadits yang pernah bertemu dengan Aisyah. Amirul Mu’minin Umar bin Abdul Aziz mengirim Surat kepada Abu Bakar bib Muhammad, “Lihatlah yang ada pada hadits-hadits Rasulullah, atau sunnah yang lalu, atau hadits pada Amarah dan tulislah. Karena aku takut ilmu akan hilang dengan hilangnya ahli ilmu.”

* Wanita pertama yang memperhatikan kaligrafi arab: Hafizhah Khatun. Seorang kaligrafer hebat yang belajar pada Sufyan al Wahabi al Baghdadi. Putri seorang hakim di Irak ini memperoleh penghargaan berkat keahlian dalam bidang kaligrafi tsulutsi dan naskhi.

* Wanita pertama yang berkuasa dari balik tirai: Urwa binti Ahmad Shalihiah. Dikenal dengan Balqis kecil, lahir di kampung Harraj, Yaman. Ketika suaminya Makram jatuh sakit, urusan negara diambil alih sang istri. Selanjutnya Urwah menguasai dan mengurus negara di balik tirai.

dikutip : grup manusia pembelajar