Jumat, 15 April 2011

Melukis Pelangi

jangan merasa sudah matang, karena esok anda akan membusuk.. selalu merasa hijau maka esok anda akan berkembang..” (NLP modul)

Pilihan hidup seorang manusia selalu membawa sebuah konsekuensi. Dan sejatinya konsekuensi itulah yang harus kita hadapi. Kita tidak akan disibukkan dengan banyaknya pilihan, tapi kita akan direpotkan dengan konsekuensi yang ada dari sebuah pilihan itu.

Hingga kemudian manusia hanya bisa berencana, dan keputusan tetap menjadi hak prerogratif Allah Azza wa Jalla. Dan kita selalu memilih jalan yang menurut kita adalah yang terbaik bukan? Walau tidak selamanya pilihan kita itu ternyata bertemu dengan sebuah kegembiraan. Tidak jarang pilihan itu bertemu dengan sebuah kekecewaan. Berjuta kali kita mendeklarasikan bahwa kita mencintai kekecewaan, tapi tidak akan pernah sanggup mengubah cita rasa dari sebuah kekecewaan. Kekecewaan itu pahit. Kepahitan yang harus kita telan bulat-bulat.

Siapa yang menjadikan sebuah kejadian itu adalah baik, dan sebuah kejadian itu adalah buruk? Bukankah sebenarnya kita sendiri yang menjadikan sebuah kejadian itu baik, dan sebuah kejadian itu buruk. Ya. Bukankah kita sendiri? Hati? Pikiran kita?

Semua kejadian yang menimpa diri kita, kejadian di sekeliling kita, bukankah seharusnya mereka bersifat netral? Lalu kenapa sebuah kejadian sanggup menciptakan senses menggembirakan, menyedihkan, menyakitkan hati, mengecewakan, dan marah? MINDSET. OUR BEAUTIFUL MIND.

Tapi, semudah itu kah?

Teringat ngendikan almarhum mbah Kakung.. Ojo dinehke senthong kiwo, dinehke senthong tengen wae..Sebuah kejadian jangan diletakkan di sisi hati yang kiri, letakkan di sisi hati yang kanan. Nasihat sederhana tentang cara memandang hidup.

Kualitas hidup seseorang ditentukan dari kata-kata. Kata-kata yang ia dapat dan kata-kata yang keluar darinya.

Tapi, sesederhana itu kah?
Lalu dimana letak sebuah proses?
Tidak ada manusia yang menjadi hebat seketika hanya karena kata-kata kan?
Butuh action disana.

MAKE YOUR OWN COLOUR OF YOUR LIFE.

Lalu apa yang menghalangi kita menciptakan sebuah warna?  Rasa malas. Malas untuk memulai. Sampai saat ini, aku menganggapnya sebagai sebuah jawaban yang paling tepat menggambarkan keadaan diriku. Malas.

Malas yang hadir dari sebuah rasa nyaman. Nyaman dengan keadaan yang seperti ini. Begini juga sudah hidup. Ngene wae yo uwis urip kok, hehe_ Nggak kesampaian keinginan yang itu juga gakpapa, begini saja sudah hepi.. Rasa syukur, pasrah, atau malas, terkadang aku sendiri tidak bisa membedakannya dengan jelas, haha.. Foolness.

Hmmm,,apa yang membedakan kita dengan manusia-manusia hebat yang pernah dicatat oleh kehidupan ini? Menurut penelitian, perbedaannya terletak pada deliberate practice. Menurut teori penelitian ini, orang-orang hebat mengalami kurang lebih 10.000 jam pembelajaran hebat dalam hidupnya. Ya, pembelajaran hebat dari sebuah pembelajaran kehidupan. Tentu saja faktor pembelajarannya akan sangat beragam, sangat ditentukan dengan lingkungan dan peran apa yang kita sandang saat itu. Benar, tidak ada orang-orang hebat yang tidak lahir dari sebuah pembelajaran hebat kehidupan.

Lalu ketika kita berbicara peran, peran apakah yang kita sandang saat ini? Teringat kata-kata mas servis komputer yang sempat bercakap denganku saat mereka mengantarkan komputer ke rumah. “Kami ini bisa apa mbak, bisanya cuma benerin printer.. asalnya juga dari desa.. dibandingkan dengan orang lain, peran kami ini hanya sekedar rumput teki.. rumput teki yang ada untuk diinjak-injak..” Sempat tertegun juga dengan kata-kata mas itu. Ada benarnya juga, di sistem masyarakat kita seperti sekarang ini, orang-orang seperti mereka memang sering dipandang sebelah mata. Masih untung tidak dianggap pengangguran, walaupun ketika senggang, mereka mengaku menghabiskan waktu dengan ngrokok dan ngobrol ngalor ngidul. Tapi apa iya, mereka layak untuk menyebut diri mereka sebagai rumput teki yang diciptakan hanya untuk diinjak-injak. Dan di akhir perbincangan rumput teki itu, aku hanya bisa berkata “semua manusia memiliki peran kan, maksimalkan saja peran yang kita miliki.”

Filosofi rumput teki dan rumput gajah. Akhirnya aku menyebut cara berpikir mas servis komputer itu dengan filosofi rumput teki dan rumput gajah seusai perbincangan malam itu. Rumput teki memang memiliki keterbatasan, rendah-tidak tinggi. Berbeda dengan rumput gajah yang bisa tumbuh sangat tinggi. Tapi, bukankah teki pun punya manfaat? Dan rumput gajah pun memiliki manfaat? Walau mereka tetap saja berbeda, rendah dan tinggi. Kodrat. Kodrat rumput teki dan kodrat rumput gajah memang tumbuh dengan cara seperti itu.

Sebenarnya apa yang membedakan orang rendahan dan orang petinggi ketika dipandang dari strata sosial? Mungkin yang nampak membedakan keduanya adalah kekuasaan atas sebuah pengaruh. Dehemnya petinggi itu bisa sangat menentukan nasib orang lain. Apalagi kata-katanya, lobinya, atau keputusannya, sangat mempengaruhi nasib banyak orang. Beda dengan tukang becak. Keputusan seorang tukang becak tidak akan berpengaruh banyak pada nasib orang lain, karena memang mereka tidak memiliki kekuasaan seperti yang dimiliki para petinggi. Sekali lagi, hal ini muncul ketika dinilai dari sudut pandang strata sosial.

Lainnya menurutku sama saja. Karena Allah itu adil. Allah meletakkan satu hati pada semua manusia. Satu organ yang mempengaruhi seluruh organ tubuh dalam bekerja. Dan satu hati itu juga yang akan berpengaruh pada nilai kehidupan seseorang. Pejabat itu hatinya cuma satu kan? Atau hatinya jadi tumbuh ada dua ketika naik pangkat? Sama saja kan dengan tukang becak? Semua manusia diberi jumlah hati yang sama oleh Allah. Satu. Adil.

Sebenarnya tidak penting, apa pekerjaan kita saat ini. Penjual sayur keliling, tukang becak, pembantu rumah tangga, mahasiswa, pegawai, tukang servis komputer, penjaga rel kereta api, pemulung, kenek, sopir, dan lain sebagainya. Yang terpenting adalah bagaimana kita melakukan pekerjaan kita itu. Sekedarnya, atau di atas rata-rata. Saat pemulung yang lain mampu melakukan A, maka kita sebagai pemulung hebat, melakukan pekerjaan memulung dengan nilai A+ atau bahkan A++. Dan tentu saja itu tidak mudah. Melakukan pekerjaan melampaui batas itu membutuhkan energi yang besar, lebih besar dari yang dilakukan oleh orang lain. Hasil yang di atas rata-rata, menuntut usaha di atas rata-rata pula.

Hingga kemudian kita akan bertemu dengan kata malas itu tadi. Belum lama ini, aku mengenal sebuah kata asing, HOMEOSTATIS. Menurut ilmu psikologi, homeostatis adalah sebuah sistem tubuh yang bertugas menjaga comfort zone. Kondisi nyaman berupa kebiasaan-kebiasaan dalam hidup kita yang seolah menjadi pola dan telah menyatu dengan kehidupan kita. Hingga saat kita berusaha menciptakan sebuah kebiasaan baru dalam hidup kita, maka homeostatis ini akan mengirim ANT-automatic negative touch.ANT bertugas mencari pembenaran atas comfort zone yang kita miliki guna mendukung fungsi homeostatis dalam menjaga keseimbangan tubuh. Homeostatis akan melakukan sabotase-sabotase atas kebiasaan baru yang kita miliki, entah kebiasaan baik maupun buruk. Homeostatis akan berusaha menyabotase semua kebiasaan-kebiasaan baru kita.

Hebat ya? Benar-benar pertarungan hebat dalam tubuh kita sendiri.. Kita melawan kita sendiri.. Sungguh lawan yang berat.. Hehehe_

SO, MAKE YOUR OWN COLOUR OF YOUR LIFE.

Seperti melukis pelangi.
Terang, rumit, dan nyata.
Indah. 
 
It’s all about your beautiful mind.
Your act, your struggle to fight your self.
I know it’s not easy, coz it’s difficult for me surely.

Yang terpenting adalah jangan menjadi hebat ketika sendiri. Leak Kustiya seorang pengamat politik, pernah membuat catatan di Jawa Pos. Kurang hebat apa Gus Dur, kurang sakti apa Mega, saat bisa mengikis kerasnya batu orde baru. Tapi saat mereka duduk bersama sebagai Presiden dan Wakil Presiden, kerjanya hanya saling lempar dan memojokkan. Pun dengan kepemimpinan KIB jilid 1, kurang gagah apa SBY, kurang cerdas apa JK. Tapi saat mereka bekerja bersama, keduanya tidak pernah harmonis. Kisah “perceraian” mereka pun tidak kalah dramatisnya dengan perceraian Anang-KD di media massa. Lalu bagaimana dengan Budiono? Apakah Budiono ini juga tidak mau berperan sebagai ban serep dan kalah atraktif dari sang Presiden? Well, we’ll see.. Yang jelas, mereka berdua lah yang terpilih.

Sejarah mencatat, Susi Susanti, Yayuk Basuki, Chris John bisa membawa harum bangsa ini lewat prestasi mereka. Berjuang sendirian di kejuaraan dunia. Tapi pernahkah tim kesebelasan sepak bola kita mencatat sejarah selain kerusuhan dan perkelahian? Memang adakah sebuah korelasi disana? Watak bangsa ini kah? Hebat dengan syarat harus sendirian. Entahlah.. Tapi faktanya sejarah mencatat demikian

Pentingnya menyadari sebuah peran. Sekecil apa pun. Menjadi sosok yang hebat, tapi harus dengan satu syarat kondisi, yakni harus sendirian. Apa bisa dibilang hebat? Saat orang hebat itu kemudian menjadi lemah ketika masuk dalam sebuah kinerja tim, apa iya orang itu masih layak dibilang hebat? Mungkin saja memang masih layak.

Lalu sebenernya apa definisi orang hebat? Bukankah menjadi orang hebat itu melelahkan? Karena di saat orang lain menganggap kita tidak lagi hebat, maka kita akan melakukan banyak cara agar kembali dianggap hebat. Ah, bagiku menjadi orang hebat itu melelahkan.

Lebih baik menjadi manusia biasa saja. Dengan peran kecil yang kita miliki. Kesempatan ini lah yang hanya kita miliki saat ini. Yang terpenting bukan sebuah peran besar ato kecil, peran penting atau peran ban serep. Yang tepenting adalah bagaimana kita melakukan pekerjaan kita saat ini. Masih biasa saja kah atau diatas rata-rata kah?

Apa yang kau cari dalam hidup kawan? Aku mencari kebahagiaan. Dan kebahagiaan hakiki adalah saat dimana kita bisa membagi kebahagiaan dengan orang lain. Orang yang paling patut dikasihani di dunia ini adalah orang yang bahagia tapi ia tidak punya kawan untuk membagi kebahagiaannya. Orang lain akan berbahagia ketika kita bisa memberikan manfaat kepada mereka. Berbagilah kebahagiaan sekecil apa pun yang mampu kita bagi dengan orang lain, karena saat berbagi kebahagiaan, maka kebahagiaan kita tidak akan pernah berkurang sedikitpun. Namun sebaliknya. And I call it with, THE ART OF GIVING.

Islam Muliakan Engkau Sebagai Muslimah

Saat ini, sudahkah kita menyadari, betapa beruntungnya kita ditakdirkan sebagai seorang muslimah? Pernahkah kita membayangkan andai saja kita dilahirkan oleh keluarga non muslim, dan memegang keyakinan yang salah hingga akhir hidup kita? Atau, mungkin kita pernah menyesal menjadi seorang muslimah?

Bukan tidak mungkin, pemikiran kebanyakan muslimah sudah mulai tercekoki ide-ide Barat. Dimana mereka gandrung kebebasan yang kebablasan. Betapa perempuan disibukkan dengan urusan kesetaraan gender, yang sesungguhnya kedudukannya sangat dimuliakan dalam Islam.

Karenanya, tidak ada salahnya kita kembali merenungi akan eksistensi kita sebagai perempuan. Tidakkah kita menyadari, Islam datang ketika sebagian manusia mengingkari eksistensi kemanusiaan perempuan itu sendiri. Sebagian bersikap skeptis, sedang sebagian lagi mengakui sebatas persepsi perempuan sebagai makhluk pelengkap yang diciptakan untuk melayani laki-laki. Bahkan, ada pernyataan yang mengungkapkan bahwa perempuan diciptakan sebagai makhluk penggoda laki-laki, sebagaimana peristiwa yang dahulu menimpa Nabi Adam as dan Hawa.

Tentu saja ini adalah ungkapan yang tidak proporsional...

Allah SWT berfirman :
“Hai Adam, diamilah olehmu dan istrimu syurga ini dan makanlah makanan yang banyak lagi baik dimana saja kamu sukai dan janganlah kamu dekati pohon ini yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zhalim. Lalu keduanya digelincirkan oleh syaithan dari syurga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula“ (QS Al Baqarah : 35-36)

Nah, jelas bukan, ayat tersebut menyiratkan bahwa yang menggoda Adam dan Hawa sehingga memakan pohon yang dilarang oleh Allah SWT adalah syetan. (Hal ini juga terdapat dalam perjanjian lama). Inisiatif untuk memakan pohon tersebut datang dari mereka berdua, terbukti setelah melakukan perbuatan tersebut keduanya menyesal dan melakukan taubat bersama.

 “Dan sungguh kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu) dan kami tidak mendapati padanya kemauan yang kuat “ ( QS Thaha : 115)

“Kemudian syetan membisikkan pikiran jahat kepadanya dengan berkata : hai Adam maukah saya tunjukkan kepadamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa (QS Thaha : 123).

Dari beberapa ayat tadi bisa kita simpulkan bahwa pada prinsipnya kesalahan itu dilakukan oleh Adam, yang kemudian ada keterlibatan Hawa. Namun terlepas dari itu semua, dalam ketentuan yang Allah tetapkan bahwa seseorang akan mendapat balasan masing-masing dari apa yang dilakukannya dan tidak dapat dilimpahkan pada generasi-generasi setelahnya.

Selanjutnya, ada hal yang prinsip harus kita pahami. Islam sungguh telah menetapkan kemuliaan perempuan dan mempertegas jatidiri kemanusiaannya. Perempuan berhak mendapatkan taklif, tanggung jawab, balasan, sekaligus sangat berhak mendapatkan syurga.

Bagaimana Islam menjelaskan hal ini...

• Berdasarkan nash yang shahih, amal perbuatan manusia baik laki-laki maupun perempuan tidak akan sia-sia dihadapan Allah. “Barang siapa yang mengerjakan amal-amal shalih baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka itu masuk syurga dan mereka tidak akan dianiaya sedikitpun“. (Qs An Nisa : 4)

Jelas sekali bukan, Allah SWT memberikan penghargaan bagi perempuan setara dengan laki-laki yang disesuaikan pula dengan kualitas amal masing-masing.

• Islam menetapkan bagi perempuan hak kepemilikan dan hak penggunaannya.
• Islam menetapkan bagi perempuan hak pembelaan terhadap hartanya, seperti pembelaan terhadap dirinya.
• Perempuan dituntut mengerjakan tugas-tugas kemasyarakatan
• Perempuan diberi hak untuk memberikan perlindungan kepada siapa saja yang meminta perlindungannya.

Hal ini sebagaimana yang dilakukan Ummu Hani binti Abu Thalib pada peristiwa futuh Mekkah. Pada saat ia memberikan perlindungan kepada sebagian orang-orang musyrik di rumahnya, tiba-tiba ada seseorang yang hendak membunuhnya. Peristiwa ini kemudian diadukan kepada Nabi saw : ”Wahai Rasululullah, anak ibuku (keponakanku) mengatakan bahwa ia boleh membunuh orang yang telah saya beri perlindungan kepadanya, yaitu Fulah bin Hubairah. Nabi saw berkata : Sesungguhnya kami telah memberi perlindungan kepada orang yang engkau beri perlindungan, wahai Ummu Hani ( Muttafaq ’Alaih )

Nah, jika demikian adanya, adakah yang pantas kita sesalkan menjalani peran sebagai seorang muslimah?

Menderita Untuk Cantik

putiaza.wordpress.comLaki-laki adalah sosok yang ikut andil dan berkontribusi, dalam terciptanya standarisasi citra wanita.
Wanita sendiri berjuang kadang kala untuk memenuhi standar presepsi kaum Adam. Mereka menganalogikan kecantikan dalam batas sempit pemikiran bahwa cantik itu ukurannya ada di wajah dan tubuh.

Wanita berlomba-lomba untuk meningkatkan potensi dirinya demi meraih predikat cantik dan menarik, semua dilakukan untuk memuaskan pandangan baik laki-laki maupun perempuan dalam hal ini.
“Siapa sih yang tidak mau cantik?”.

CANTIK JADI RIBET DAN NGERI

RIBETNYA CANTIK!

Sekarang banyak alat make up, yang bisa menunjang kecantikan, dengan berbagai bentuk dan merk, tinggal melihat seberapa “kocek” yang kita punya. Dan seberapa banyak waktu yang tersedia untuk kita mematut diri di kaca, atau ke Salon. Wajah bulat bisa di sulap lonjong, wajah segitiga bisa di sulap oval, dan sebagainya semua lewat teknik make up. Kalau mau murah meriah ya harus bisa make up sendiri (kursus aja dong). Pengen tubuh kelihatan seksi atau lebih langsing, caranya dengan menjepitnya pakai korset, stagen, atau kemben yang sangat menyiksa. Dulu setelah melahirkan, hal itu pulalah yang saya lakukan, di tambah berbagai macam ramuan Jawa lainnya baik yang di buat “tapel” di “bobokkan” atau di minum, duh, pegelnya punggung menahan korset, stagen, dan kemben, dada sesak, ulu hati sakit, dan punggung mau rontok rasanya hehe. Susahnya jadi cantik dan langsing kembali. Jadi, cantik sama dengan ribet hehe

NGERINYA CANTIK!

Kurang puas dengan make up dan korset yang menyiksa, pengen agar tidak bolak balik pegang kuas dan juga pulas bedak, tinggal bikin yang permanen saja. Cuman caranya ada yang kelewat ngeri.

CARA INSTAN LEWAT OPERASI Seorang teman, yang ingin melangsingkan tubuhnya, sibuk mengeluarkan puluhan juta rupiah demi sedot lemak hasilnya lumayan, tapi sampingannya membuat seluruh badannya bilur-bilur penuh sayatan yang belum bisa hilang dalam tempo singkat, setelah itu sederetan menu diet harus dia lakukan untuk mempertahankan berat tubuh setelah sedot lemak, terakhir saya dengar dia menyerah, dan kini malah tambah gendut dari aslinya. Belum lagi operasi payudara, pantat, betis, paha, dan selulit, bahkan yang mengerikan adalah operasi kelamin :-S (oh my God, what is something wrong with the World?) duh, kapan puasnya manusia ya?

MERUBAH WAJAH, inget Michael Jackson, superstar pop Amerika yang berubah jadi mengerikan wajahnya dan hampir mirip tengkorak gara-gara sering memodifikasi bentuk wajahnya.  Seperti juga banyak cerita di Koran, gara-gara ingin cantik, hidung luar biasa indah pemberian Allah, bisa jadi tak berbentuk gara-gara operasi plastik atau suntik silicon, tidak hanya hidung, tapi juga kelopak mata, dagu, dan alispun dengan di tato, bisa di rekontruksi ulang, adapun bentuk dan selera sesuai permintaan pelanggan. Naudzubilah Himindzalik. Mudah-mudahan kita bukan orang yang tak pintar memaknai kalimat “Cantik” seperti mereka.

MEMBELI OBAT PELANGSING, seorang teman yang lain, sibuk menggerus perutnya dengan obat pelangsing, setelah selesai mengurasnya, dia sibuk menimbang badannya, kemudian, mengukur lagi, mulai lingkar dada, paha, dan pantat, semua dia lakukan karena suaminya sudah warning untuk segera menguruskan berat badannya sebelum dia mengambil keputusan menikah lagi. Alhasil diet super nekat dan ketat ini menghantarkannya ke UGD rumah sakit terdekat di rumahnya. Teman saya ini meninggal pada akhirnya, dan memang suaminya menikah lagi sepeninggalnya.

YANG LAIN yang lebih murah dan juga sedikit resiko adalah Pijat refkleksi, akupuntur, dan spa. Yang lucu salah satu teman baik saya, dia rela membeli alat spa yang berbentuk lemari plastik berharga ratusan ribu, hanya untuk bisa lebih sering berada di ruangan sempit ukuran 3x3 itu, demi melunturkan semua lemak yang ada ditubuhnya, itu katanya, hingga setelah keluar dari penjara panas itu, badannya yang bulat, jadi tampak merah bak tomat matang hihiihi. Eh, ternyata untuk jadi cantik harus lewat acara geli juga ya.

BERSYUKURLAH!

Menurut saya, sekalipun kita berubah dari Maritun ke Madonapun, atau siapapun. Seorang laki-laki tidak akan pernah menghargai semuanya, hingga sebatas nafsu matanya saja, karena teramat sulit baginya memberikan pujian hanya pada satu wanita, maka jangan sia-siakan waktu untuk memanjakan mata-mata lelaki, kenapa tidak mencoba perbaiki diri dan menggali potensi yang ada, untuk segera bangkit dan tinggalkan jahiliyah.

Kecantikan yang di berikan Allah atau yang sudah ada di dalam diri kita, itu adalah hal yang luar biasa, dimana semua wanita berpotensi untuk jadi cantik. Yang harus kita lakukan adalah tidak dengan merubahnya, tapi dengan merawat dan memeliharanya, karena setiap wanita saya yakin di lubuk hati terdalamnya hanya ingin di puji cantik oleh orang-orang yang paling disayanginya, mereka pada dasarnya tidak ingin pujian dari yang lain, cukup suami tercinta yang menyunggingkan senyum hari ini dengan kata-kata mesra “ Wah, kamu makin cantik saja sayang”.

Menjadi cantik, berkulit putih, bertubuh langsing, ataupun apa yang disebut cantik menurut pola fikir manusia tentang kecantikan, semua itu adalah anugrah, kalau sudah memiliki harus banyak-banyak bersyukur dan mawas diri, jangan sampai kecantikan menjadi sumber fitnah. Akan tetapi kecantikan tanpa di bumbui akhlak mulia apalah artinya, berusaha untuk berfikir positif pada orang lain salah satu bentuk kecantikan yang susah di dapat lho.

Untuk para suami, bukan mau menggurui tapi tidak ada salahnya khan membantu Istri untuk tidak jadi konsumtif dan nekat?  beri mereka gambaran dan pengertian bahwa kecantikan tidak hanya lahir dari fisik semata, karena kecantikan hakiki lahir dari hati, dengan sering mengasah empati, dan dari otak, dengan sering membaca, berdiskusi, dan juga memperluas pergaulan atau ruang silaturahim.

Cantik menurut saya lagi adalah apa yang sudah kita miliki, dan dapat kita syukuri. Dia cantik karena sudah menjadi milik kita dan kita merasa tentram berada disampingnya, karena sebenarnya kecantikan itu bersemayam di hati, hingga menimbulkan aura diluar diri, sering di puji cantik, seperti sebuah doa, apalagi yang memuji kekasih hati, duh…senangnya, doa ini melahirkan kecantikan dari jiwa.

Banyak wanita cantik, tapi jarang yang cantik hatinya, karena saya yakin semua wanita memiliki kecantikan yang berbeda-beda, tapi pada dasarnya semua adalah cantik, karena Allah menakdirkan wanita sebagai surga dan perhiasan dunia. Maka menjaga dan merawat diri adalah wajib, tapi “Please say NO, to change every part of your body!, just for a stupid reason”.

Puaslah dengan apa yang di berikan Allah, dengan banyak bersyukur.

Melukis Pelangi Di Pantai Cinta

Ayu melangkah perlahan menyusuri pasir putih yang terhampar sejauh mata memandang. Deburan ombak menyapu tepi pantai dengan buih-buih putih yang sehalus sutera. Hari masih pagi. Kicauan camar terdengar di kejauhan. 

"Ah… pagi yang sangat indah," gumam Ayu dalam hati seraya mendekap buku gambarnya erat-erat. Ia segera duduk di sebuah ayunan kecil di bawah sebuah pohon kelapa sambil memandangi ombak yang bergulung kecil di pantai. Pantai itu masih sepi. Turis-turis yang biasa mendatangi tempat itu umumnya masih terlelap di peraduannya.

"Ayu, kamu rajin sekali ya ? Pagi-pagi sudah siap untuk melukis. Kelihatannya langganan-langgananmu yang mau dilukis belum datang," sapa seorang pemuda berbadan kekar dan berkulit gelap. Pemuda itu menenteng sebuah papan selancar. Ayu tersenyum pahit. Bukan kemauannya ia datang ke pantai itu pagi-pagi. Ia sebenarnya masih ingin beristirahat di rumah. Tetapi keadaannya tidak memungkinkan.

"Aku lagi suntuk di rumah, Gus. Ibu dan ayahku sedang membuat sesajen untuk upacara penyembahan nanti malam. Ada ayam, daging, sayur dan buah-buahan yang lengkap. Aku heran, untuk makan sehari-hari saja sangat sulit bagi kami. Jangankan ayam atau daging. Ada sepiring nasi saja aku sudah bersyukur,” kata Ayu sambil memain-mainkan pensil gambarnya. “Dan parahnya lagi, kita tidak boleh memakan makanan untuk sesajen. Padahal aku ingin sekali makan ayam itu. Kelihatannya lezat.”

Bagus tersenyum mendengar kata-kata Ayu. Memang sudah tradisi bagi penduduk di pesisir pantai itu untuk mengadakan upacara penyembahan di tepi pantai setiap bulan purnama menghias cakrawala. Penduduk pesisir yang umumnya mencari nafkah sebagai nelayan dan pemandu wisata tidak pernah melewatkan upacara itu. Untuk memperluas rejeki, begitu alasan mereka. Penghasilan mereka yang pas-pasan tidak menyurutkan usaha mereka untuk menyediakan makanan sesajen yang lezat dan beraneka ragam. Apapun dilakukan agar bisa menyiapkan sesajen yang lengkap.

“Ya sudah, nanti malam, kita makan besar lagi, ok?” hibur Bagus sambil menepuk pundak Ayu. “Ingat, tepat jam 12 malam, aku tunggu di muara sungai. Kita sikat semua makanan sesajen itu sampai tandas.” Ayu tertawa keras. Menurut kepercayaan penduduk, apabila keesokan harinya makanan sesajen mereka habis tak bersisa, itu pertanda dewa-dewa menerima persembahan mereka dan mereka akan diberikan rejeki yang berlimpah. 

Sejak mereka duduk di bangku SMP, Bagus dan Ayu sering menyelinap diam-diam di malam hari, seusai upacara persembahan itu. Saat semua orang telah pergi dan makanan lezat itu terhampar di dinginnya udara malam, mereka berdua memulai pesta besar mereka.

“Gus, apa kamu gak takut ketahuan kalau kita yang makan sesajen ini? Aku gak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kalau orang tuaku dan semua orang mengetahui kalau sesajen ini kita yang habiskan,” kata Ayu takut-takut waktu pertama kali Bagus mengajaknya menghabiskan sesajen itu. “Aku lebih suka melukis bule-bule itu sehingga aku dapat uang lalu aku bisa  beli ayam goreng ketimbang mesti makan sesajen ini. Nanti kalau dewa-dewa marah, bagaimana?”

“Ah…Mereka gak bakal marah. Percaya deh sama aku. Malah mereka berterima kasih karena kita membantu mereka menghabiskan makanan ini. Lihat, makanan ini begitu banyak. Sayang sekali kalau tidak dimakan,” jawab Bagus ringan sambil mengambil sepotong besar ayam dan mulai mengunyahnya. Ayu memandangnya ragu. Akhirnya karena lapar, ia ikut makan. Biasanya setelah selesai makan, Ayu melukis laut di buku gambarnya. Begitu indah. Senyum bulan purnama memantul di permukaan air. Bagus berenang-renang sejenak, lalu mereka pulang ke rumah masing-masing.

Bagus dan Ayu bersahabat sejak kecil. Karena kesulitan ekonomi, mereka berdua tidak dapat melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah. Selepas SMA, Ayu mencari nafkah dengan melukis turis-turis yang datang ke pantai itu dengan pensil hitamnya. Setiap hari, ia duduk di tepi pantai, menunggu para pelanggan yang hendak dilukis. Bagus bekerja sebagai instruktur selam dan renang di sebuah resort lepas pantai itu.

"Aku tidak mau lagi makan sesajen. Bosan. Hidupku kok lama-lama mirip lukisanku. Hitam putih. Suram. Orang-orang itu makin lama makin tidak waras saja,” gerutu Ayu. “Ayahku memukul ibuku semalam. Ibuku babak belur gara-gara daging untuk sesajen hanya sedikit. Mereka semakin lama semakin gila.” Ayu menerawang jauh ke ujung pantai. Bagus menghela nafas panjang. Mereka terdiam sambil mendengarkan suara ombak yang berbuih-buih.

“Kemarin ada orang yang minta aku melukis sesuatu di rumahnya, Gus. Orangnya berbaju putih dan berpeci putih. Sudah agak tua. Ia bilang ia akan membayar lukisanku dengan harga yang pantas. Cuma aku harus melukis di rumahnya. Aku tidak tahu aku harus melukis apa,” kata Ayu pelan sambil mulai menggoreskan pensil hitamnya di buku gambar. “Bagaimana menurutmu, Gus?”

“Di mana rumah orang itu? Jauh dari sini?” tanya Bagus. “Memangnya ia memintamu melukis apa? »

"Rumahnya di kampung sebelah. Namanya Pak Haji Ahmad. Ia bilang lukisan untuk di masjid,” jawab Ayu. “Aku sudah memutuskan untuk menerima tawarannya. Uang yang ditawarkannya melebihi penghasilanku melukis selama seminggu. Sebentar lagi ia akan datang ke sini. Kalau aku setuju, aku langsung ikut dengannya ke rumahnya dan baru pulang besok.”
“Besok? Yaahhh…Kita tidak jadi pesta besar dong nanti malam,” kata Bagus kecewa. “Kita tidak pernah melewatkan malam persembahan satu malampun sejak empat tahun yang lalu. Masak sekarang hanya karena satu lukisan, kita nggak jadi makan-makan. Memangnya lukisan apa sih? Aku jadi penasaran.”

“Maaf aku tidak bisa ikut pesta nanti malam. Aku harus cari uang. Aku juga ingin kuliah, Gus. Lain kali saja. Toh bulan depan masih ada malam persembahan, » Ayu beranjak dari tempat duduknya ketika ia melihat sesosok tua berjalan menghampirinya.

Pak Haji Ahmad tersenyum ramah pada mereka berdua. Diiringi dengan tatapan kecewa Bagus, Ayu pergi ke kampung sebelah dengan Pak Haji Ahmad sambil membawa buku gambar dan pensil hitamnya.

**************

Ayu terbengong-bengong ketika ia memasuki halaman rumah Pak Haji Ahmad. Rumah yang besar, taman yang asri dan sejuk. Jauh sekali berbeda dengan rumah-rumah di kampungnya yang reot dan kusam. Pantai berpasir putih terhampar di belakang rumah. 

“Mari masuk, Nak,” Pak Haji Ahmad mengajak Ayu ke dalam rumahnya. “Ini gambar yang harus kau lukis. Ini Ka’bah. Saya membelinya di Mekkah waktu saya menunaikan ibadah haji. Saya ingin memasang lukisanmu nanti di masjid.” Pak Haji Ahmad memberikan gambar Ka’bah yang tercetak di atas sebuah karton yang besar.

Ayu memandangi gambar itu. Ia belum pernah melihat gambar itu sebelumnya.

“Kelihatannya tidak sulit,” pikirnya. “Hanya gambar kotak hitam, lalu aku arsir di sekelilingnya. Aku mungkin bisa menyelesaikannya hari ini sehingga aku bisa ikut makan besar malam nanti.”

Ayu duduk di tepi pantai dan mulai melukis. Hampir tak berhenti ia melukis Ka’bah. Bahkan makanan yang disuguhkan Pak Haji Ahmad pun nyaris tidak disentuhnya. Rasanya ada kesenangan tersendiri. Sesuatu yang membuatnya begitu gembira kala ia menggoreskan pensil hitamnya, arsiran demi arsiran, bagaikan melodi yang menyatu dengan nyanyian yang dirangkai oleh nada-nada indah. Tangannya terus bekerja dengan lincah.

Hari menjelang malam. Ayu tidak beranjak sedikitpun dari tempat duduknya. Desir angin malam yang bertiup membuatnya mengantuk dan jatuh tertidur di atas lukisan Ka’bah yang hampir selesai. Antara sadar dan tidak, Ayu melihat dirinya berdiri di depan Ka’bah yang menjulang tinggi di hadapan. Berwarna hitam mengkilap. Cahaya yang sangat terang melingkupi sekelilingnya. Cahaya itu berasal dari atas langit di sebelah kanannya. Mulanya kecil namun makin lama makin membesar. Menerangi segala sesuatu sejauh mata memandang. Damai. Tenang. Sesuatu yang hangat mulai mengaliri hatinya. Ayu merasa seperti pulang ke rumah. Matanya perlahan merebak basah.  

“Rumah…Rumah…Aku rindu rumah… Aku ingin pulang…Aku ingin pulang,” kata Ayu berulang-ulang. Ia terus mengulang-ulang kalimat itu hingga Pak Haji Ahmad membangunkannya.

"Ayu…Ayu…Bangun…Bangunlah, Nak. Sudah hampir subuh. Ayu tidur di dalam rumah saja ya?" Suara Pak Haji Ahmad membangunkan Ayu dari mimpi. Mimpi? Apakah yang tadi itu mimpi? Mengapa rasanya nyata? Ayu sungguh tidak mengerti.

"Pak, aku rindu rumah … Aku ingin pulang… " kata Ayu.

"Iya, nanti kalau hari sudah terang, Bapak antar Ayu pulang ya. Kelihatannya lukisannya sudah hampir selesai." jawab Pak Haji Ahmad. 

“Bukan, Pak... Aku ingin ke sini,” Ayu menunjuk lukisan Ka’bah itu. “Aku ingin pulang ke sini, Pak. Apa namanya? Ka’bah? Aku ingin pulang ke Ka’bah, Pak,” Ayu mulai menangis sesegukan. 

Pak Haji Ahmad memandangnya dengan heran. Lalu diajaknya Ayu ke masjid. Shalat subuh berjamaah akan segera dimulai. Ayu duduk di belakang orang-orang yang sedang shalat. Rasa damai dan tenang sewaktu shalat subuh berjamaah menyelusup ke dalam hati Ayu. Rasa yang sama seperti di dalam mimpinya. 

“Pak, bagaimana caranya agar aku bisa ke sana, Pak? Ke Ka’bah?” tanya Ayu seusai shalat subuh. 

“Nak, Ka’bah itu rumah Allah. Hanya orang muslim yang boleh memasuki Mekkah, diundang ke rumah-Nya,” jawab Pak Haji Ahmad.

“Kalau begitu, aku mau menjadi seorang muslim, Pak. Aku mau menjadi seorang muslim  sehingga boleh pergi ke Mekkah. Aku ingin pulang ke sana, Pak,” kata Ayu.

Pak Haji Ahmad terkejut. “Ayu, lebih baik Ayu selesaikan lukisannya, lalu Ayu boleh pulang. Mungkin kamu kelelahan semalaman melukis di tepi pantai sehingga masuk angin. Bapak antar kamu pulang ya?” 

Ayu langsung berdiri dan berkata tegas, “Pulang? Pulang ke mana? Ke rumah mana? Pulang ke rumah yang isinya cuma pertengkaran saja? Untuk makan manusia saja susah tetapi malah menyajikan makanan yang mewah untuk dewa-dewa? Rumah macam apa? Dewa macam apa? Aku tidak tahan lagi, Pak. Aku ingin menjadi muslim. Sekarang!”

Pak Haji Ahmad memandang Ayu lama. “Nak, apakah keputusanmu ini sudah bulat? Apakah kau tidak akan menyesalinya?” 

“Tidak, Pak. Saya ingin menjadi muslim sekarang,” jawab Ayu tegas.

Akhirnya, dengan disaksikan jamaah shalat subuh, Ayu mengucapkan ikrar syahadatnya.

“Ashyadu alaa ilaaha ilallahu… wa ashadu anna muhammadar rasulullah…Hamba bersaksi, bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan hamba bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah…”

Fajar yang merekah di ufuk timur turut menjadi saksi pulangnya Ayu ke jalan Illahi. Jalan lurus Sang Maha Cinta, yang dapat mengubah segalanya sekejap saja, walau hanya dalam satu malam. Mulai sekarang, Ayu tidak lagi melukis hitam dan putih, ia dapat melukis sejuta warna pelangi kebesaran Allah, menimba ilmu di masjid itu, masjid di mana lukisan Ka’bah yang ia buat tergantung dengan anggun di pintu masuknya. Dan di pantai Cinta, lukisan pelangi itu telah berlabuh. 

Oleh : Lia Octavia

Kamis, 14 April 2011

Bila Cinta Harus Memilih

Bel masuk sekolah membuat suasana menjadi ramai, sebagian anak-anak kelas 2 B mempersiapkan catatan kecil yang ditulis di meja untuk nyontek karena konon kabarnya pagi itu akan diadakan ulangan matematika Pak Budi yang super killer itu. Tapi sebagian yang lain seperti gak takut akan adanya ulangan matematika, malahan mereka pada ngerumpi masalah aktual seputar film, hiburan dan terutama cowok dan cewek mereka.
Wawan salah satu makhluk penghuni kelas 2 B yang termasuk anak rajin dan selalu dapat ringking itu kelihatan santai kaya gak akan terjadi apa-apa aja pagi itu. Dia malah sedang asyik mencorat-coret buku tulisnya dengan beberapa huruf yang dirangkai menjadi sebuah nama. Mungkin dialah nama yang menjadi pujaan hati Wawan. Ya Anggi nama gadis imut-imut bendahara Rohis yang terkenal ulet dan pantang menyerah dan berpenampilan cool itu ternyata telah berhasil mengisi renung hati Wawan.
“Kamu sungguh manis Nggi, manis orangnya dan manis kepribadiannya” gumam Wawan dalam hati.
“Anggi, andai aja kaMu tau perasaanku padamu, apakah kamu akan menerimanya?” Wawan terus-menghayal tanpa memperhatikan Pak Budi yang sudah berdiri di depan pintu Kelas 2B.
Lamunan Wawan pada pagi itu mendadak menjadi hilang ketika Pak Budi The Killer Man itu datang ke kelas dan membagikan soal ulangan harian.
Ya pagi yang berat telah dilalui oleh naka-anak kelas 2 B SMU Biru itu. Rasa lega dan gembira dilukiskan dengan berbagai ekspresi. Ada yang meloncat kegirangan dan ada yang biasa-biasa saja termasuk Wawan. Ulangan itu ternyata gak menggoyahkan konsentrasinya buat ngebayangin wajah nan manis dengan kedua lesung di pipi ketika tersenyum.
***
Bel istirahatpun berbunyi. Anak-anak pada bubar berhamburan di halaman. Ada yang segera ke kantin buat ngasih makan cacing di perut yang udah dari tadi nyanyi terus minta jatah makan pagi. Tapi ada sebagian yang malahan pergi ke musholla buat sholat Duha.
Wawan, Indar, Paras dan Taufiq adalah sebuah gank anak Rohis yang keliatan kompak banget. Kalo istirahat pertama gank itu saling berebut shof pertama buat sholat duha. Begitu juga halnya dengan Anggi sang idola di Rohis itu, juga hadir tuk njalanin sholat duha. Seperti biasa setelah sholat, makhluk penghuni musholla itu tidak langsung pulang ke kelas masing-masing, mereka biasa ngetam di Perpus musholla buat ngejaga buku, kali aja ada yang mo pinjam atau mo ngembalikan buku perpustakaan rohis.
Sembari jaga ternyata mata Wawan yang udah terkenal dengan sebutan mata elang itu mengawasi gerak-gerik Anggi dengan senyum yang begitu mempesona yang sedang asik bercerita didepan ruang Rohis yang kebetulan emang jadi satu dengan Musholla itu. Anggi mungkin gak nyadar kalo dia lagi diawasi sama cowok keren Ketua Rohis SMU Biru itu.
“Anggi-Anggi, kenapa aku gak berani ngungkapin isi hati ini sama kamu ya Nggi????” lamunan Wawan seolah gak percaya akan nasib yang dialaminya.
“Nha!!!!, mikirin siapa hayooo??!!!!” sapa Paras secara tiba-tiba yang bikin Wawan terperanjat dari duduknya.
” Salam dulu kek, jangan main sentak donk, kayak gak pernah ikut pengajian aja!!!” Wawan nerocos memprotes perlakuan sohibnya yang paling setia itu.
“Abis ngelamunin Anggi ya ?” Tebak Paras membut Wawan kaget.
“Yeeee siapa yang baru ngelamunin orang, wong kita tadi baru ngelamunin ummat Islam kok pada loyo , eeee dikira ngelamunin orang ” bela Wawan seolah gak mau kalo sohibnya itu ikut terlibat dalam persoalan yang satu ini.
”Ah jangan gitu Wan, aku tau kok kamu suka ama Anggi, kan aku gak sengaja pernah baca buku kamu yang ada coretan-coretan tinta pink nama Anggi pas aku pinjam buku Fisika kemarin” Paras njelasin ke Wawan.
Seketika itu Wawan tak bisa berkutik, soalnya rahasia yang selama ini dia pendam ternyata diketahui oleh Paras sang sohib yang perhatian banget sama dia.
“Eh Ras! Aku percaya kamu bisa nyimpen rahasia ini, soalnya aku belum berani buat ngungkapin cinta ke Anggi, takut nih” minta Wawan seolah agak memaksa.
“Beres Wan, jamin aman deh.” Jawab Paras meyakinkan Wawan.
Akhirnya tak terasa bel masuk pun berbunyi, mereka bergegas kembali meninggalkan Musholla ke kelas masing-masing. Tapi kayaknya ada yang gak beres, soalnya baju belakang Wawan keliatan gak rapi, padahal Wawan terkenal anak yang rapi banget di SMU Biru itu. Akhirnya dia bergegas menuju kamar kecil sebelah utara musholla. Tapi sayang didalam ada orang yang pake. Wawan menunggu beberapa lama, dan akhirnya.
“Klek” bunyi pintu kamar mandi itu terbuka.
Tak lama kemudian muncullah sesosok tubuh yang gak asing lagi bagi Wawan. Ya, Anggi keluar ruangan itu dengan melemparkan senyuman khasnya yang membuat jantung Wawan berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.
“Serrrr . Dak Dik Duk .” begitu mungkin suasana jantung Wawan melihat senyum Anggi yang begitu manis.
“Kok belon masuk Wan, kan udah bel .??” Tanya Anggi
“Iy iy iyya, Nggi, Maklum baju belakang keluar nih, takut entar gak keliatan rapi” jawab Wawan agak gerogi.
“Ooo, gitu ya.. Ya udah duluan ya Asalamualaikum” Pamit Anggi smbil melempar senyum mautnya kembali kepada Wawan yang membuat Wawan jadi salah tingkah lagi.
“Waalaikum salam” sahut Wawan.
***
Hampir dua bulan Wawan memendam rasa ke Anggi, tapi gak berani mengungkapkannya. Dia hanya bisa curhat ke Paras kalo dia itu cinta sama Anggi, tapi gak berani ngungkapin ke Anggi.
Tanggal 31 Maret 2010, Wawan mengetahui bahwa hari itu adalah hari spesial bagi Anggi, ya hari Ulang tahun yang ke 17, Wawan berpikir keras buat ngungkapin rasa cintanya secara non verbal. Yaitu dengan hadiah di hari spesial itu. Wawan meminta pendapat ke Paras, soal hadiah apa yang cocok diberikan ke Anggi buat hadiah Ultahnya.
“mo kasih apa ya Ras????” tanya wawan minta pendapat Paras.
”kasih bunga aja, biar romantis!” jawab Paras.
“gak ah, takut gak ada manfaatnya, gimana kalo aku kasih Khimar?” Wawan minta pendapat ke Paras.
“wah, hebat kamu Wan, bagus banget tuh ” Paras mendukung.
“Tapi Pas” Wawan Menyela.
“Aku gak berani ngasihin ke dia, tolongin aku ya, kan kamu temen setia aku! Ya ras ya Please!!!!!!” Rengek Wawan seolah memaksa paras tuk menurutinya.
“Wah kok aku sih, napa gak kamu sendiri aja yang nyampein, kan yang suka sama dia kamu, kok suruh aku sih?” ledek Paras.
“Iya deh Wan, jangan kuatir pasti aku sampein ke dia”Jawaban Paras melegakan.
***
Pagi yang cerah dia awal bulan April. Seperti biasa anak-anak pada berkerumun ke gank-nya masing-masing. Termasuk Wawan yang udah ngetem sama Paras di taman Sekolah depan kelas 2 B. Tema pembicaraannya apa lagi kalo bukan masalah Anggi. Tapi pembicaraan mereka terhenti sejenak karena ada sesosok tubuh berjalan dihadapan mereka. Anggi berjalan dengan kalem menuju kelas 2 A.
“Subhanallah, Ras itu khimar yang kemarin aku kasih ke dia ” ucap Wawan seolah enggak percaya akan apa yang dia saksikan.
“Haa.. yang bener Wan ?” tanya Paras.
“Iya, bener itu yang aku kasih ke Anggi, Subhanallah… tau berterimakasih banget dia..”gumam Wawan
“Wah beruntung kamu Wan, berarti hadiah kamu special buat dia” ledek paras.
Kedua sahabat itu masih enggak percaya akan perlakuan Anggi pada pagi itu yang membuat Wawan seperti diatas angin.
***
Bel istirahatpun tiba. Seperti biasa gank rohis itu pergi ke musholla tuk ngejalanin sholet duha. Tapi entah mengapa Anggi udah duluan sebelum bel tadi ke musholla. Entah apa yang dilakukan Anggi di musholla itu, tapi perlakuannya gak begitu digubris sama anak-anak lainnya. Mereka sholat seperti biasanya. Dan sudah menjadi kebiasaan juga sehabis sholat ya 5 menitan-lah anak-anak pada istirahat sambil nongkrong di ruang rohis disebelah selatan musholla.
Pas mo balik ke kelas karena udah bel. Wawan menemukan sepucuk surat yangditujukan kepadanya dilaci yang biasa tuk nyimpan pecinya kalau mau masuk kelas. Ya sebuah surat dengan sampul biru muda dengan tulisan yang udah gak asing lagi buat Wawan.
“Hah surat dari Anggi????” batin wawan seolah gak percaya.
“Eh Wan surat dari siap tuh?” tanya Paras pingin tau.
“Dari Anggi “jawab Wawan..
“Kok jadi berdebar gini ya Ras “sahut Wawan sedikit gerogi.
“Udah lah Wan, jangan terlalu dipikirin berat-berat. Lagian udah bel tuh” nasehat paras sambil mengajak sohibnya itu masuk ke kelas.
Tapi langkah mereka berdua gak semulus yang di duga. Mereka dihadang oleh sesosok tubuh yang kini sedang mengisi renung hati Wawan. Anggi menghadang perjalanan mereka. Biasa sebelum dia mengucapin kata-kata, Anggi menebarkan senyum yang begitu mempesona.
“Wah, makashi banget ya Wan, enggak ada hadiah sebagus yang udah Wawan sampein ke Anggi, sekali lagi makasih ya .” Kata Anggi sembari meneber senyum kembali membuat hati Wawan berontak.
“iya deh Nggi, selamat Ulang tahun ya ” jawan Wawan
“makasih lho Eh udah dibaca Surat Anggi?” tanya Anggi.
“Belon, mungkin nanti siang aja ba’da sholat Duhur” jawab Wawan.
“Iya deh. Anggi tunggu ta jawabannya ” Jawab Anggi.
“Insya Allah, Nggi” Jawaban Wawan meyakinkan.
Setelah Anggi pergi, paras yang dari tadi cuman dijadiin obat nyamuk protes.
“Busyet kamu Wan, kalo udah ketemu sama yang cocok gak inget sama temen lagi” protes Paras.
“Sory deh Ras, habis mo gimana lagi? “jawab Wawan.
Kedua sahabat itu akhirnya lenyap dilorong laboratorium biologi yang mereka lewati.
Selama pelajaran berlangsung, bukannya pelajaran yang dipikirin Wawan, tapi dia coba ngebayangin berbagai kemungkinan isi surat Anggi siang itu. Hampir 3 jam penuh dia menciummi surat bersampul biru muda itu dengan penuh perasaan. 3 jam bagi Wawan amatlah lama dan membosankan. Tanpa sadar ia kembali terhanyud dalam lamunan yang memang membuat bibirnya senyam-senyum sendiri. Walaupun begitu dia masih bisa nyembunyiin ketergelisahannya itu, jadi gak sempat jadi perhatian Pak Pardjo yang sedang mengajar Momen Gaya.
***
Dan bel yang begitu indah pun terdengan dengan diiringi jerat jerit anak-anak SMU Biru itu. Rasa lega dan bimbang menyelimuti perasaan Wawan yang udah dari tadi gak bisa konsentrasi sama pelajaran dari guru-guru yang mengajar. Ia bergegas menunaikan sholat dhuhur dengan berjamaah di musholla sekolah.
Setelah cukup berdoa dan berdzikir Wawan segera bergegas menuju ruangan Rohis yang menang udah mulai rame dengan anak-anak kelas 1 dan 2 yang sedang asyik membaca buku perpustakaan. Tanpa diketahui oleh mereka, Wawan berhasil mengambil sepucuk surat yang emang udah menjadikannya gak bisa berfikir jernih.
Ya surat dari Anggi. Ia segera menuju gudang musholla yang emang dia pegang kuncinya dan segera membaca surat itu. Tak ketinggalan Paras yang udah dari tadi menyertai Wawan ikut menyimaknya.
“Assalamualaikum Wr. Wb.
Untuk Akhi Wawan yang Dirohmati Allah.
Sebelumnya Anggi mengucapkan terima kasih banyak kepada Akhi Wawan yang udah memberikan perhatian lebih kepada Anggi. Anggi merasa bahwa hidup ini adalah perjuangan. Siapa yang mau berjuang dialah yang akan mendapatkan sesuatu yang dia impikan. Akhi Wawan, Anggi sebenarnya mengerti bahwa akhi Wawan menyukai Anggi. Perlu diketahui saja sebenarnya Anggi juga gak bisa menmbohongi hati Anggi sendiri bahwa Anggi juga menyukai Wawan, emang suka tak harus memiliki. Mungkin Akhi Wawan bisa faham maksud hati Anggi. Teruslah berjuang tuk mengapai cinta ..
Wassalamualaikum Wr Wb
Anggi”
Itulah surat yang diberikan Anggi kepada Wawan. Singkat, Padat dan penuh dengan makna.
“Wah gimana nih Ras???” tanya Wawan seolah gak percaya.
” Lho kok gimana sih, nha ini kan yang sebenarnya kamu inginkan .” Ledek Paras.
“Serius atuh!!!, Wawan butuh pendapat nih .” Rengek Wawan.
” kalo aku sih ya ungkapin aja sama dia .” Jawab Paras.
Diskusi singkat itu akhirnya membuahkan keputusan yang bulat. Sebelum bel masuk wawan akan ngungkapin isi hatinya sama Anggi. Memang hari itu keberuntungan wawan. Belum juga dia nyari Anggi, eee Anggi-nya udah nongol di depan musholla. Kontan aja wajah Wawan jadi berseri-seri dan akhirnya dia mengejar tuk mendapatkan kepastian hidup .
“Nggi! Aku pingin ngomong nih .”
“Apa Wan yang tadi ya ..?” jawab Anggi .
“Iya ” jawab wawan.
“Gimana Nggi’ Sumpah deh aku cinta mati sama kamu bener-bener, terimalah cintaku ini ya Nggi!”. Rengek wawan.
“Wah gimana ya, benarnya Anggi belum berani buat mengatakannya, tapi apa boleh buat anggi juga cinta kok ama wawan”. ungkapan yang begitu indah terdenganr dari mulut Anggi seolah-olah telah mampu menghancurkan kebekuan hati Wawan selama ini.
Seiring dengan waktu dan seiring dengan perkembangan situasi kedua pasangan serasi Rohis SMU Biru itu semakin dekat aja. Walaupun mereka melakukan aktifitas pacaran tapi tetap gak diketahui sama teman-temannya, karena mereka adalah anak-anak Rohis. Wawan adalah ketua dan Anggi adalah Bendahara. Jadi ketika kedua pasangan itu bercakap-cakap dianggap teman-temannya adalah koordinasi kegiatan.
***
Genap sudah 4 bulan mereka berpacaran tanpa diketahui oleh siapapun, kecuali Paras. Udah jadi kebiasaan ketika cawu 3 Rohis SMU Biru mengadakan sarasehan mengenai pelajar dan masalah lain yang menyangkut langsung dalam dunia pelajar.
“Gimana Fik, udah kelar bigraundnya?” tanya Wawan dalam sebuah rapat pengecekan akhir.
“udah kok Wan, tapi ada yang belon beres nih mengenai moderator buat acara besok..”
“jadi gimana, udah ada belon? kalo belon ada Wawan juga bisa kok jadi moderator” tawaran Wawan, serius
“bener Wan.. tapi apa gak aneh entar ?” Tanggapan Taufik
“Lho kok aneh sih.. emang kalo udah jadi ketua gak boleh jadi moderator ya? enak aja.. kalo gitu mendingan gak usah jadi ketua yeeee” Sahut Wawan penuh semangat.
Akhirnya acara sarasehanpun diadakan. Dengan dihadiri oleh hampir seratus orang siswa SMU Biru dan beberapa guru yang memang diundang oleh pihak panitia. Tema-nya pun gak tanggung-tanggung. “Peran pelajar dalam mengubah dunia”. Walaupun tema-nya agak berat tepi karena yang membawakan sarasehan itu adalah ustadz yang agak gaul jadi para peserta bisa menangkap dengan baik. Bahkan karena merasa cocok, beberapa siswa menginginkan ada follow up dari kegiatan itu. Dan Rohispun mensepakati.
Setelah disepakati oleh Mas Ardiansyah ustadz gaul yang belakangan mulai naik daun namanya itu akhirnya setiap pekannya akan mengisi kajian Rohis. Hari Rabu siang jam 14.00 WIB.
***
Seiring dengan berjalannya pengajian yang mulai membahas tema-tema cinta dan pacaran. Sedikit banyak Wawan yang emang lagiada “main’ dengan bendahara Rohis ini mengalami kegelisahan batin. Antara mencintai nya (Anggi) dengan mencintai-Nya. Tetapi seiring dengan waktu akhirnya pemahaman mereka telah menuntun kepada jalan yang benar.
“Akhirnya merekapun kemudian saling menjauh walaupun sebenarnya dekat. Dan saling mendekat walaupun mereka jauh. Akhirnya mereka lebih mencintai Allah dari pada mencintai sesama makhluknya.”
Bila Cinta harus Memilih maka kan ku pilih untuk mencintai-Nya.