Senin, 24 Oktober 2011

♥●•٠·˙ Pesan Panjang Untukmu Ukhti ˙·٠•●♥


✿ Ukhti…Besarnya kerudungmu tidak menjamin sama dengan besarnya semangat jihadmu menuju ridho Tuhanmu,mungkinkah besarnya kerudungmu hanya di gunakan sebagai fashion atau gaya jaman sekarang, atau mungkin kerudung besarmu hanya di jadikan alat perangkap busuk supaya mendapatkan ikhwan yang di idamkan bahkan bisa jadi kerudung besarmu hanya akan di jadikan sebagai identitasmu saja, supaya bisa mendapat gelar akhwat dan di kagumi oleh banyak ikhwan

✿ Ukhti…tertutupnya tubuhmu Tidak menjamin bisa menutupi aib saudaramu, keluargamu bahkan diri antum sendiri, coba perhatikan sekejap saja, apakah aib saudaramu, teman dekatmu bahkan keluargamu sendiri sudah tertutupi, bukankah kebiasaan buruk seorang perempuan selalu terulang dengan tanpa di sadari melalui ocehan-ocehan kecil sudah membekas semua aib keluargamu, aib sudaramu, bahkan aib teman dekatmu melalui lisan manis mu

✿ Ukhti…lembutnya suaramu mungkin selembut sutra bahkan lebih dari pada itu, tapi akankah kelembutan suara antum sama dengan lembutnya kasihmu pada saudaramu, pada anak-anak jalanan, pada fakir miskin dan pada semua orang yang menginginkan kelembutan dan kasih sayangmu

✿ Ukhti…lembutnya Parasmu tak menjamin selembut hatimu, akankah hatimu selembut salju yang mudah meleleh dan mudah terketuk ketika melihat segerombolan anak-anak palestina terlihat gigih berjuang dengan berani menaruhkan jiwa dan raga bahkan nyawa sekalipun dengan tetes darah terakhir, akankah selembut itu hatimu ataukah sebaliknya hatimu sekeras batu yang ogah dan cuek melihat ketertindasan orang lain.

✿ Ukhti…Rajinnya tilawahmu tak menjamin serajin dengan shalat malammu, mungkinkah malam-malammu di lewati dengan rasa rindu menuju Tuhanmu dengan bangun di tengah malam dan di temani dengan butiran-butiran air mata yang jatuh ke tempat sujud mu serta lantunan tilawah yang tak henti-hentinya berucap membuat setan terbirit-birit lari ketakutan, atau sebaliknya, malammu selalu di selimuti dengan tebalnya selimut setan dan di nina bobokan dengan mimpi-mimpi jorokmu bahkan lupa kapan bangun shalat subuh.

✿ Ukhti…Cerdasnya dirimu tak menjamin bisa mencerdaskan sesama saudaramu dan keluargamu, mungkinkah temanmu bisa ikut bergembira menikmati ilmu-ilmunya seperti yang antum dapatkan, ataukah antum tidak peduli sama sekali akan kecerdasan temanmu, saudaramu bahkan keluargamu, sehingga membiarkannya begitu saja sampai mereka jatuh ke dalam lubang yang sangat mengerikan yaitu maksiat

✿ Ukhti…cantiknya wajahmu tidak menjamin kecantikan hatimu terhadap saudaramu, temanmu bahkan diri antum sendiri, pernahkah antum menyadari bahwa kecantikan yang antum punya hanya titpan ketika muda, apakah sudah tujuh puluh tahun kedepan antum masih terlihat cantik, jangan-jangan kecantikanmu hanya di jadikan perangkap jahat supaya bisa menaklukan hati ikhwan dengan senyuman-senyuman busukmu

✿ Ukhti…tundukan pandanganmu yang katuh ke bumi tidak menjamin sama dengan tundukan semangatmu untuk berani menundukan musuh-musuhmu, terlalu banyak musuh yang akan antum hadapi mulai dari musuh-musuh islam sampai musuh hawa nafsu pribadimu yang selalu haus dan lapar terhadap perbuatan jahatmu,

✿ Ukhti…tajamnya tatapanmu yang menusuk hati, menggoda jiwa tidak menjamin sama dengan tajamnya kepekaan dirimu terhadap warga sesamamu mu yang tertindas di palestina, pernahkah antum menangis ketika mujhaid-mujahidah kevil tertembak mati, atau dengan cuek bebk membiarkan begitu saja, pernahkah antum merasakan bagaimana rasanya berjihad yang di lakukan oleh para mujahidah-mujahidah teladan

✿ Ukhti…lirikan mamatamu yang menggetarkan jiwa tidak menjamin dapat menggetarkan hati saudaramu yang senang bermaksiat, coba antum perhatikan dunia sekelilingmu masih banyak teman,saudara bahkan keluarga antum sendiri belum merasakan manisny islam dan iman mereka belum merasakan apa yang antum rasakan, bisa jadi salah satu dari kleuargamu masih gemar bermaksiat, berpakaian seksi dan berperilaku binatang yang tak karuan, sanggupkah antum menggetarkan hati-hati mereka supaya mereka bisa merasakan sama apa yang kamu rasakan yaitu betapa lezatnya hidup dalam kemulyaan islam

✿ Ukhti…muhasabah yang antum lakukan masihkah terlihat rutin dengan menghitung-hitung kejelekan dan kebusukan kelakuan antum yang di lakukan siang hari, atau bahkan kata muhasabah itu sudah tidak terlintas lagi dalam hatimu, sungguh lupa dan sirna tidak ingat sedikitpun apa yang harus di lakukan sebelum tidur, antum tidur mendengkur begitu saja dan tidak pernah kenal apa itu muhasabah sampai kapan akhlak busuk mu di lupakan, kenapa muhasabah tidak di jadikan sebagai moment untuk perbaikan diri bukankah akhwat yang hanya akan mendapatkan ikhwah yang baik

✿ Ukhti… hatimu di jendela dunia, dirimu menjadi pusat perhatian semua orang, sanggupkah antum menjaga izzah yang antum punya, atau sebaliknya antum bersikap acuh tak acuh terhadap penilaian orang lain dan hal itu akan merusak citra akhwat yang laing, kadang orang lain akan mempunyai persepsi di sama ratakan antara akhwat yang sautu dengan akhwat yang lain, jadi kalo antum sendiri membuat kebobrokan akhlak maka akan merusak citra akhwat yang lain

✿ Ukhti…dirimu menjadi dambaan semua orang, karena yakinlah preman sekalipun, bahkan brandal sekalipun tidak menginginkan istri yang akhlaknya bobrok tapi semua orang menginginkan itri yang solehah, siapkah antum sekarang menjadi istri solehah yang selalu di damba-dambakan oleh semua orang

Semoga Bermanfaat ... ^__^

♥●•٠·˙ Jalan kembali itu Bernama Taubat Nashuha ˙·٠•●♥


 
Hari-hari kita mestinya adalah hari-hari taubat...Karena setiap saat, setiap detik, antara cahaya dan kegelapan, antara dosa dan pahala, antara harapan dan penyesalan saling berebut di hati anda....Bahkan jika hari ini pun anda menyesali apa yang anda lakukan,besok pun terulang kembali dosa yang sama dalam waktu dan tempat berbeda,atau dalam bentuk yang berbeda pula....

Allah Maha Tahu, betapa sombongnya manusia, betapa lemahnya manusia, betapa fananya manusia, dan banyaknya manusia yang mengeluh, betapa banyaknya manusia yang tidak bersyukur, betapa banyaknya manusia yang tidak menalarkan akal sehatnya, betapa banyaknya yang tidak mampu mengekang hawa nafsunya.

Dan, dengan Kemaha Besaran, serta Kemaha Lembutan Kasih Sayang-Nya, Allah memanggil kita semua, dengan panggilan Kemaha Lembutan dan kasih-Nya, "Wahai orang-orang yang beriman, kembalilah kepada Allah(bertaubatlah) kalian semua, wahai (hamba-hamba-Ku)yang (mengaku) beriman, agar kalian semua bahagia?" (An-Nuur:31)

Lalu gelombang demi gelombang cahaya memancarkan pembersihan atas kegelapan-kegelapan kita. Gelombang air qudus memandikan kotoran-kotoran bumi kita,penyesalan menjadi pintu gerbang bagi haribaan-Nya,Istighfar menjadi luapan paling indah dari Pelukan-Nya.Sebab disanalah peleburan, penyirnaan, kefanaan dan kehambaan maujud."Akulah hamba dan Engkaulah Rabb".

Lalu Rasulullah SAW. menegaskan betapa lebih gembiranya Allah ketimbang seorang yang kehilangan kendaraan unta beserta seluruh hartanya, dalam drama yang mengenaskan, sampai lelah, ia terlunglaikan dalam lelah tidurnya. Ketika ia bangun dari lelap tidurnya,unta dan seluruh hartanya ada di depan mata. Allah lebih erat memeluknya ketimbang eratnya pelukan sifulan yang kehilangan harta benda, kemudian ada didepannya.

Lihatlah, seperti air gunung yang melimpah, bening bercahaya. Lihatlah seperti gulungan-gulungan ombak Kinasih-Nya yang mengejar seluruh apa pun yeng membuat bergolak Kecemburuan-Nya. Lihatlah kabut-kabut dan mega-mega tersingkap oleh Tangan-Tangan Kekuasaan-Nya,dan Senyuman Keabadian Yang Agung menerima kita semua.Hamba-hamba-Nya yang bertobat.

Karena itu janganlah takut dengan taubat, karena taubat itu indah dan penuh cinta. Janganlah khawatir dengan taubat, karena kekhawatiran itu adalah nafsu yang dikelola oleh kandang-kandang syetan. Janganlah pesimis atas ampunan-Nya, karena jika langit dan bumi ini dipenuhi oleh noda-noda kita, dosa-dosa kita,kesalahan dan kezaliman kita, niscaya ampunan,maghfirah, kemaafan, dan cinta-Nya lebih besar dari semuanya.

Bahkan kata Ibnu Athaillah as-Sakandary, "Terkadang Allah mentakdirkan hamba-hamba-Nya berbuat dosa, agar si hamba lebih dekat kepada-Nya." Amboi betapa indah dan luhurnya Dia, kita harus berbaik sangka kepada-Nya,bahwa dosa-dosa pun bagian dari cara Dia mendidik kita. Ketika kita cerdas dan pandai, seluruh kesadaran kita sudah kembali kepada-Nya. Tetapi janganlah kita begitu gegabah memaknai, dengan merasa berbesar diri,menyepelekan dosa-dosa kita, hanya karena dosa kita tak ada apa-apanya dibanding ampunan-Nya.Jangan pula kita berbangga dengan dosa-dosa kita,hanya karena berbangga dengan dosa itu melemparkan kita pada kegelapan paling mengerikan: Jauh dari Cinta dan pelukan Illahi.

Karena itu mari kita bertobat. Taubatan Nasuha. Taubat yang sesungguhnya. Pertama-tama kita taubati dosa-dosa kita, karena hari demi hari, ada saja dosa-dosa yang menempel bagai debu di tubuh kita.Semua hanyalah debu-debu yang hampir tiada artinya,lama-lama telah berubah menjadi kumpulan debu dan gundukan kotoran di tubuh kita, lalu menjadi dosa besar namanya. Apalagi jika kumpulan kotoran itu adalah noda-noda besar kita. Oh, Tuhan, ternyata Engkau tidak tega menyiksa mereka, ketika mereka sedang bergelora dalam istighfar.

Wallohhu a'lam

Kisah Seorang Istri yang Sholehah.. (Subhanallah Banget Ceritanya)


Usia istri Yaqin masih sangat muda, sekitar 19 tahun. Sedangkan usia Yaqin waktu itu sekitar 23 tahun. Tetapi mereka sudah berkomitmen untuk menikah.

Istrinya Yaqin cantik, putih, murah senyum dan tutur katanya halus. Tetapi kecantikannya tertutup sangat rapi. Dia juga hafal Al-Qur’an di usia yang relatif sangat muda , Subhanallah…

Sejak awal menikah, ketika memasuki bulan kedelapan di usia pernikahan mereka, istrinya sering muntah-muntah dan pusing silih berganti… Awalnya mereka mengira “morning sickness” karena waktu itu istrinya hamil muda.

Akan tetapi, selama hamil bahkan setelah melahirkanpun istrinya masih sering pusing dan muntah-muntah. Ternyata itu akibat dari penyakit ginjal yang dideritanya.

Satu bulan terakhir ini, ternyata penyakit yang diderita istrinya semakin parah..

Yaqin bilang, kalau istrinya harus menjalani rawat inap akibat sakit yang dideritanya. Dia juga menyampaikan bahwa kondisi istrinya semakin kurus, bahkan berat badannya hanya 27 KG. Karena harus cuci darah setiap 2 hari sekali dengan biaya jutaan rupiah untuk sekali cuci darah.

Namun Yaqin tak peduli berapapun biayanya, yang terpenting istrinya bisa sembuh.

Pertengahan bulan Ramadhan, mereka masih di rumah sakit. Karena, selain penyakit ginjal, istrinya juga mengidap kolesterol. Setelah kolesterolnya diobati, Alhamdulillah sembuh. Namun, penyakit lain muncul yaitu jantung. Diobati lagi, sembuh… Ternyata ada masalah dengan paru-parunya. Diobati lagi, Alhamdulillah sembuh.

oOo

Suatu ketika , Istrinya sempat merasakan ada yang aneh dengan matanya. “Bi, ada apa dengan pandangan Ummi?? Ummi tidak dapat melihat dengan jelas.” Mereka memang saling memanggil dengan “Ummy” dan ” Abi” . sebagai panggilan mesra. “kenapa Mi ?” Yaqin agak panik “Semua terlihat kabur.” Dalam waktu yang hampir bersamaan, darah tinggi juga menghampiri dirinya… Subhanallah, sungguh dia sangat sabar walau banyak penyakit dideritanya…

Selang beberapa hari, Alhamdulillah istri Yaqin sudah membaik dan diperbolehkan pulang.

Memasuki akhir Ramadhan, tiba-tiba saja istrinya merasakan sakit yang luar biasa di bagian perutnya, sangat sakiiit. Sampai-sampai dia tidak kuat lagi untuk melangkah dan hanya tergeletak di paving depan rumahnya.

oOo

“Bi, tolong antarkan Ummi ke rumah sakit ya..” pintanya sambil memegang perutnya…

Yaqin mengeluh karena ada tugas kantor yang harus diserahkan esok harinya sesuai deadline. Akhirnya Yaqin mengalah. Tidak tega rasanya melihat penderitaan yang dialami istrinya selama ini.

Sampai di rumah sakit, ternyata dokter mengharuskan untuk rawat inap lagi. Tanpa pikir panjang Yaqin langsung mengiyakan permintaan dokter.

“Bi, Ummi ingin sekali baca Al-Qur’an, tapi penglihatan Ummi masih kabur. Ummi takut hafalan Ummi hilang.”

“Orang sakit itu berat penderitaannya Bi. Disamping menahan sakit, dia juga akan selalu digoda oleh syaitan. Syaitan akan berusaha sekuat tenaga agar orang yang sakit melupakan Allah. Makanya Ummi ingin sekali baca Al-Qur’an agar selalu ingat Allah.

Yaqin menginstal ayat-ayat Al-Qur’an ke dalam sebuah handphone. Dia terharu melihat istrinya senang dan bisa mengulang hafalannya lagi, bahkan sampai tertidur. Dan itu dilakukan setiap hari.

“Bi, tadi malam Ummi mimpi. Ummi duduk disebuah telaga, lalu ada yang memberi Ummi minum. Rasanya enaaak sekali, dan tak pernah Ummi rasakan minuman seenak itu. Sampai sekarangpun, nikmatnya minuman itu masih Ummi rasakan”

“Itu tandanya Ummi akan segera sembuh.” Yaqin menghibur dirinya sendiri, karena terus terang dia sangat takut kehilangan istri yang sangat dicintainya itu.

Yaqin mencoba menghibur istrinya. “Mi… Ummi mau tak belikan baju baru ya?? Mau tak belikan dua atau tiga?? Buat dipakai lebaran.”

“Nggak usah, Bi. Ummi nggak ikut lebaran kok” jawabnya singkat. Yaqin mengira istrinya marah karena sudah hampir lebaran kok baru nawarin baju sekarang.

“Mi, maaf. Bukannya Abi nggak mau belikan baju. Tapi Ummi tahu sendiri kan, dari kemarin-kemarin Abi sibuk merawat Ummi.”

“Ummi nggak marah kok, Bi. Cuma Ummi nggak ikut lebaran. Nggak apa-apa kok Bi.”

”Oh iya Mi, Abi beli obat untuk Ummi dulu ya…??” Setelah cukup lama dalam antrian yang lumayan panjang, tiba-tiba dia ingin menjenguk istrinya yang terbaring sendirian. Langsung dia menuju ruangan istrinya tanpa menghiraukan obat yang sudah dibelinya.

oOo

Tapi betapa terkejutnya dia ketika kembali . Banyak perawat dan dokter yang mengelilingi istrinya.

“Ada apa dengan istriku??.” tanyanya setengah membentak. “Ini pak, infusnya tidak bisa masuk meskipun sudah saya coba berkali-kali.” jawab perawat yang mengurusnya.

Akhirnya, tidak ada cara lain selain memasukkan infus lewat salah satu kakinya. Alat bantu pernafasanpun langsung dipasang di mulutnya.

Setelah perawat-perawat itu pergi, Yaqin melihat air mata mengalir dari mata istrinya yang terbaring lemah tak berdaya, tanpa terdengar satu patah katapun dari bibirnya.

“Bi, kalau Ummi meninggal, apa Abi akan mendoakan Ummi?” “Pasti Mi… Pasti Abi mendoakan yang terbaik untuk Ummi.” Hatinya seakan berkecamuk. “Doanya yang banyak ya Bi” “Pasti Ummi” “Jaga dan rawat anak kita dengan baik.”

Tiba-tiba tubuh istrinya mulai lemah, semakin lama semakin lemah. Yaqin membisikkan sesuatu di telinganya, membimbing istrinya menyebut nama Allah. Lalu dia lihat kaki istrinya bergerak lemah, lalu berhenti. Lalu perut istrinya bergerak, lalu berhenti. Kemudian dadanya bergerak, lalu berhenti. Lehernya bergerak, lalu berhenti. Kemudian matanya…. Dia peluk tubuh istrinya, dia mencoba untuk tetap tegar. Tapi beberapa menit kemudian air matanya tak mampu ia bendung lagi…

Setelah itu, Yaqin langsung menyerahkan semua urusan jenazah istrinya ke perawat. Karena dia sibuk mengurus administrasi dan ambulan. Waktu itu dia hanya sendiri, kedua orang tuanya pulang karena sudah beberapa hari meninggalkan cucunya di rumah. Setelah semuanya selesai, dia kembali ke kamar menemui perawat yang mengurus jenazah istrinya.

“Pak, ini jenazah baik.” kata perawat itu. Dengan penasaran dia balik bertanya. “Dari mana ibu tahu???” “Tadi kami semua bingung siapa yang memakai minyak wangi di ruangan ini?? Setelah kami cari-cari ternyata bau wangi itu berasal dari jenazah istri bapak ini.” “Subhanalloh…”

Tahukah sahabatku,… Apa yang dialami oleh istri Yaqin saat itu? Tahukah sahabatku, dengan siapa ia berhadapan? Kejadian ini mengingatkan pada suatu hadits

“Sesungguhnya bila seorang yang beriman hendak meninggal dunia dan memasuki kehidupan akhirat, ia didatangi oleh segerombol malaikat dari langit. Wajah mereka putih bercahaya bak matahari. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari surga. Selanjutnya mereka akan duduk sejauh mata memandang dari orang tersebut. Pada saat itulah Malaikat Maut ‘alaihissalam menghampirinya dan duduk didekat kepalanya. Setibanya Malaikat Maut, ia segera berkata: “Wahai jiwa yang baik, bergegas keluarlah dari ragamu menuju kepada ampunan dan keridhaan Allah”. Segera ruh orang mukmin itu keluar dengan begitu mudah dengan mengalir bagaikan air yang mengalir dari mulut guci. Begitu ruhnya telah keluar, segera Malaikat maut menyambutnya. Dan bila ruhnya telah berada di tangan Malaikat Maut, para malaikat yang telah terlebih dahulu duduk sejauh mata memandang tidak membiarkanya sekejap pun berada di tangan Malaikat Maut. Para malaikat segera mengambil ruh orang mukmin itu dan membungkusnya dengan kain kafan dan wewangian yang telah mereka bawa dari surga. Dari wewangian ini akan tercium semerbak bau harum, bagaikan bau minyak misik yang paling harum yang belum pernah ada di dunia. Selanjutnya para malaikat akan membawa ruhnya itu naik ke langit. Tidaklah para malaikat itu melintasi segerombolan malaikat lainnya, melainkan mereka akan bertanya: “Ruh siapakah ini, begitu harum.” Malaikat pembawa ruh itupun menjawab: Ini adalah arwah Fulan bin Fulan (disebut dengan namanya yang terbaik yang dahulu semasa hidup di dunia ia pernah dipanggil dengannya).” (HR Imam Ahmad, dan Ibnu Majah).

“Sungguh sangat singkat kebersamaan kami di dunia ini , akan tetapi sangat banyak bekal yang dia bawa pulang. Biarlah dia bahagia di sana” Air matapun tak terasa mengalir deras dari pipi Yaqin.

Subhanallah,..aku membacanya, sambil menangis.. :) Hehe..Semoga ku dikaruniakan Istri Yang Solehah Mujahidah Nan Jamilah :) Amien...


Sumber: Kafemuslimah

Sabtu, 22 Oktober 2011

Ketika Anak Belum Mau Berjilbab

Oleh : Abi Sabila

Tidak mau! Aku belum mau pakai jilbab sekarang!”

Begitulah jawaban putri tunggal kami, setiap kali kami memintanya untuk memakai jilbab. Bukan baru kali ini saja, sudah berkali-kali kami mengarahkannya, sejak beberapa tahun yang lalu saat dia memasuki usia sekolah. Dan pembicaraan serupa kembali terjadi malam itu, usai makan malam. Semua bermula ketika dia menceritakan pada uminya tentang apa yang dilihatnya saat di pasar kaget sore tadi. Dia masih merasa bingung dengan penampilan seorang ibu yang memakai kerudung namun pakaian yang dikenakannya sama sekali tidak nyambung, bahkan terlihat aneh. Pakai kerudung tapi celana dan baju yang dipakai semuanya menggantung alias pendek.

Mendengar pembicaraan mereka, aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Kembali kucoba mengingatkan dia agar segera mengenakan jilbab, mengikuti umminya. Tapi sayang, sama seperti jawaban-jawaban sebelumnya, dia masih bersikeras untuk menunda mengenakan jilbab.


Aku mau memakai jilbab, tapi tidak sekarang. Nanti, kalau aku sudah baligh “ jawabnya selalu setiap kali kami meminta agar ia memakai jilbab secepatnya.

Bila, Bila itu sudah bukan anak kecil lagi, sudah kelas 4. Sebentar lagi Bila sudah memasuki usia remaja. Bila harus ingat bahwa setiap muslimah itu wajib menutup auratnya, caranya dengan memakai jilbab yang syar’I . Bila mau, kelak abi sama umi terhalang masuk syurga gara-gara anaknya tidak menutup aurat dengan benar?” istriku menimpali.

Aku sudah seringkali mendengar nasihat istriku seperti itu, namun meski akhirnya membuat indah mata putri kami berubah menjadi merah sendu menahan air mata, tetap saja dengan sifat kekanakannya dia mempertahankan egonya untuk mengenakan jilbab nanti setelah memasuki usia baligh.
Begitulah putri kami, selalu saja mencari-cari alasan untuk menunda berjilbab. Yang gerahlah, malu lah dengan teman-teman sekolahnya yang hampir semuanya tak berjilbab. Dan alasan utama yang selalu dia jadikan alasan adalah bahwa usianya sekarang masih anak-anak, maka memakai jilbab belum merupakan kewajiban baginya.

Sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi, seandainya sejak kecil kami sudah membiasakannya mengenakan jilbab. Inilah salah satu kekhilafan kami sebagai orang tuanya. Kami terbuai dengan kemolekan seorang anak perempuan. Astaghfirulloh! Saat itu, pemahaman kami tentang agama masihlah dangkal. Sedih bila mengingat semua ini. Kami sangat menyesal, namun kami tak ingin rasa sesal kami kemudian memupuskan harapan untuk memperbaiki diri. Kami tak ingin larut dalam rasa penyesalan tanpa ada usaha perbaikan. kami mencoba menemukan sebuah pelajaran dari kesalahan yang telah terlanjur kami lakukan.

Mungkin kami kurang tegas dalam mendidik anak, sehingga di usia 9 tahun putri kami belum mau menggunakan jilbab dalam kesehariannya. Bisa saja kami memaksanya untuk berjilbab saat ini juga, namun kami tidak ingin putri kami berjilbab karena terpaksa. Kami ingin putri kami mengenakan jilbab dengan penuh kesadaran dan pemahaman yang benar dan mendalam akan pentingnya berjilbab, dan bagaimana tata cara serta konsekuensi yang harus dijaga oleh seorang muslimah yang mengenakan jilbab. Kami sama sekali tidak ingin melihat putri kami mengenakan jilbab secara asal-asalan, setengah-setangah atau bahkan tidak bisa menjaga perilakunya sehingga justru akan merusak citra jilbab itu sendiri.

Jika ditengok ke belakang, istrikupun sebenarnya belum lama mengenakan jilbab. Baru sekitar tiga tahun yang lalu. Saat pertama bertemu, kemudian memutuskan untuk menikah bahkan sampai anak kami memasuki usia 6 tahun, istriku belum mengenakan jilbab. Tapi Alhamdulillah, seiring dengan pemahaman kami tentang agama ini, maka sekarang istriku sudah mengenakan jilbab, bukan hanya ketika hendak bepergian, tetapi di rumahpun dia tetap mengenakannya. Dan, alhmadulillah juga, jilbab yang dikenakannya bukanlah jilbab yang sekedarnya. Tentunya masih banyak hal yang harus dia benahi dan terus pelajari tentang bagaimana berjilbab yang benar menurut agama.

Butuh proses, tidak bisa instan tetapi harus intens. Ketika anak belum mau berjilbab, maka sebagai orang tuanya kami senantiasa berdoa, berharap dan senantiasa memberikan arahan. Satu hal yang tak boleh kami lupakan adalah bahwa kita tidak bisa menyuruh anak tanpa kita sendiri terlibat di dalamnya. Memberikan contoh bagaimana memilih pakaian dan mengenakan jilbab yang benar menurut agama, juga bagaimana adab-adab yang harus dijaga oleh seorang muslimah yang berjilbab adalah tugas utama istriku. Sementara aku, selain terus melakukan berbagai pendekatan, juga perlahan menyiapkan baju-baju muslimah sebagai bukti nyata keseriusan kami. Kami optimis, bahwa dengan kesabaran, kelembutan dan contoh yang nyata dari umminya, maka satu saat nanti putri kami mau mengenakan jilbab dengan kesadaran dan kemauannya sendiri. Insha Allah.

Banyak Bukan Berarti Boleh

 Oleh : Abi Sabila
Seorang anak sedang berbincang dengan ibunya di teras rumah. Ia baru saja pulang sekolah.

“ Bunda, hari Minggu besok aku mau ikut teman-teman renang. Boleh ya, Bun? Buat refreshing. Kan sudah selesai mid semester.” sang anak membuka pembicaraan.

“ Renang? Dimana?” tanya Bunda sambil berjongkok di samping gadis kecilnya yang sedang melepas sepatu.

“ Biasa, Bunda!” Sang anak kemudian menyebut kolam renang yang ia maksudkan.

“ Jangan, sayang! Itu kan kolam renang untuk umum!” jawab Bunda setengah kaget.

“ Ya, memang. Terus kenapa, Bunda?” gadis kecil itu balik bertanya. 

“ Lho, kamu ini bagaimana sih, Nak. Di kolam renang itu kan tidak dibedakan antara kolam untuk laki-laki dan perempuan. Kamu nda boleh ke sana!”

“ Tapi dulu kita pernah kesana, Bunda.”

“ Memang, tapi itu dulu, sebelum Ayah dan Bunda mempelajari Islam lebih dalam. Bunda tidak melarang renangnya, bagaimanapun itu olah raga yang menyehatkan. Tapi yang Bunda tidak ijinkan adalah karena di kolam renang itu tidak dipisahkan antara pengunjung laki-laki dan perempuan.”

“ Pakai baju renang untuk muslimah kan bisa, Bunda “

“ Baju renang muslimah? Memangnya ada ya? Bunda belum pernah lihat, apalagi memakainya. Tapi ‘semuslimah’ apapun bentuk dan modelnya, tetep saja ngepas di badan kan? Kamu pernah liat orang berenang pakai baju model gamis? Kalaupun ada mungkin tidak sengaja jatuh ke kolam atau sedang kebanjiran. Lagian juga, baju renang muslimah itu dibuat bukan berarti bisa dan boleh dipakai di kolam renang yang bercampur antara laki-laki dan perempuan. Baju itu semestinya dipakai di kolam renang yang khusus untuk perempuan. Meskipun sesama perempuan, bukan berarti kita boleh membuka aurat semau kita. Harus tetap dijaga!”

“ Dulu boleh, kenapa sekarang tidak!” protes sang anak, penasaran.

“ Kan sudah Bunda katakan. Pengetahuan Ayah dan Bunda tentang Islam waktu itu masih awam. Tidak semua yang pernah kita lakukan boleh kita ulangi lagi. Apalagi kalau ternyata itu sebuah kesalahan, jangan sampai terulang kedua kali. Kita harus mengambil hikmah dan pelajaran dari masa lalu. Ambil yang baik, tinggalkan yang buruk.”

Gadis kecil itu terdiam, mencoba memahami apa yang Bundanya katakan.

“ Ingat nak, kamu sekarang sudah beranjak remaja, bukan anak-anak lagi. Kewajiban agama sudah melekat padamu, diantaranya menutup auratmu dengan baik dan benar. Soal kekhilafan Ayah dan Bunda di masa lalu, jangan diikuti. Kami sudah bertaubat dan terus memperbaiki diri, semoga Allah senantiasa membimbing agar kami senantiasa istiqomah menempuh jalan yang lurus ini.” Bunda menambahkan. Untuk beberapa saat Bunda terdiam. Perih terasa di hatinya bila mengingat ‘kejahiliyahan’nya di masa lalu.

“ Tapi, Bunda. Teman-temanku banyak yang mau ikut. Sebagian malah hampir setiap bulan kesana. Masa aku sendirian yang nda pernah ikut renang?”

Pertanyaan gadis itu membuyarkan lamunan Bunda.

“ Sayang, banyak yang melakukan bukan berarti boleh. Meski seluruh teman sekolahmu berenang di sana, sama sekali tidak mengurangi apalagi mengubah hukum Islam. Sekali haram tetap haram. Ingat, bukan pada renangnya tapi pada bercampurnya laki-laki dan perempuan, apalagi dengan pakaian renang yang jauh dari menutup aurat.”

Sebenarnya Bunda ingin menambahkan, memberi contoh dengan korupsi yang mewabah di negeri ini. Meski semua pejabat dalam sebuah instansi kompak menjadi penjahat, melakukan korupsi uang rakyat, sama sekali tidak merubah hukum korupsi. Korupsi tetaplah haram, dulu, kini dan yang akan datang, selamanya. Tapi niat itu Bunda batalkan, bukan waktunya menyampaikan ini pada anaknya yang sedang ngotot ingin berenang. Biarlah ini menjadi pengingat bagi yang membaca tulisan ini bahwa korupsi adalah haram, berapapun jumlahnya, apapun bentuk dan caranya, siapa dan berapapun orang yang melakukannya.

Mendapati sang Bunda tetap keukeuh dengan keputusannya, gadis kecil itu mulai berpikir mencari jalan lain agar ia dapatkan ijin untuk berenang bersama teman-temannya. Dan ketika ia menemukan, matanyapun berbinar-binar.

“ Aku mau nelpon Ayah, siapa tahu diijinkan” gadis kecil itu menyeringai, kembali bersemangat.

“ Tidak….”

Bunda ingin mencegah, tapi sang anak sudah terlanjur masuk ke kamar, mengambil handphone dan langsung menghubungi ayahnya yang masih di kantor.

Tiga menit kemudian.

“ Bagaimana, Ayah mengizinkan? Bunda yakin tidak! Benar kan?” tanya Bunda yang masih menunggu di depan pintu kamar.

“ Bunda sama Ayah sekongkol!” jawab gadis kecil itu, mulutnya manyun, ngambek.

“ Lho…lho..lho…kok nuduh begitu?” Bunda tersenyum melihat putri tunggalnya yang justru terlihat lucu kalau sedang ngambek. “ Ayah dan Bunda nda sekongkol, tapi memang begitu seharusnya. Orang tua harus sejalan dalam beramar maruf dan nahi munkar. Tadi Bunda mau mengingatkan kalau Ayah pasti tidak akan mengijinkan,tapi kamu keburu masuk kamar. Tanpa Bunda kasih tahu, insha Allah - ayahmu lebih paham soal ini.”

“ Sudahlah, simpan keinginanmu untuk ikut renang sampai kita temukan kolam renang khusus untuk perempuan. Mudah-mudahan suatu saat Ayah bisa buatkan kolam renang untuk kita di rumah, jadi kita bisa berenang kapanpun kita mau.” bujuk Bunda. 

Gadis kecil itu diam, bergeming. 

“ Biasanya jika tida setuju, Ayah memberikan pilihan lain. Kalau Bunda boleh tahu, Ayah tadi nawarin apa?” tanya Bunda mencoba mencairkan suasana.

“ Ayah bilang, insha Allah mau ajak aku dan Bunda ke toko buku yang ada di mall .“

“ Alhamdulillah. Tuh kan, masih ada cara refreshing yang lebih aman, tidak melanggar larangan agama. Kalau ada yang halal, untuk apa melakukan yang haram? “

“ Iya, Bunda. Tapi besok aku bebas memilih buku apa saja yang aku suka, ya? “

“ Bebas bukan berarti tanpa batas. Harus melihat kemampuan, juga segi kepentingannya. Kita beli yang kamu butuhkan, bukan yang kamu inginkan!”