Kamis, 12 Januari 2012

( ~.~ ) ...............

Penyesalan selalu datang di akhir. Tak ada yang bisa kulakukan selain pasrah dan istiqomah terhadap-Nya.

Lelaki itu adalah suamiku, tapi dia belum bisa jadi imamku. Imam di dunia ini dan imam di akhirat nanti. Yang selalu mencurigai istrinya, menuduh tanpa alasan dan bukti, dan tidak berlaku baik pada istrinya. Bukankah Rasulullah pernah berkata, sebaik-baik suami adalah yang mampu berlaku baik pada wanita (istri) nya.

Ya, dia bukan sosok yang takut akan adzab-Nya. Bukan sosok yang ingin mengikuti sirah Nabinya.

Memintaku untuk memakai pakaian panjang modern, kerudung modern, bergaya modern, dan hidup sederhana tapi modern. Bukankah itu adalah cara-cara jahiliyah?? Apakah aku harus menurutinya agar aku dibilang istri berbakti dan tidak diceraikan sesuai ancaman yang kerap kali dia ucapkan?? Ataukah aku mengikuti hatiku untuk tidak menurutinya dengan resko ancaman itu???

Ya Rabb...rasanya aku sudah tak sanggup lagi bersamanya. Bersama manusia yang tidak takut pada-Mu. Manusia yang tidak mau mengikuti sunnah Rasul-Mu. Manusia yang menginginkanku termasuk wanita yang berpakaian tapi telanjang. 

Ya Rabb....ampuni aku jika akhirnya aku bukan seorang istri seperti keinginannya. Ampuni aku jika aku tidak menjadi istri berbakti sesuai kehendaknya. 

Aku hanya tidak mau mengkhianati-Mu Ya Rabb...
Aku hanya tidak mau mendurhakai-Mu dan mendurhakai Rasul-Mu...

Ya Rabb....
Lindungi aku dan mujahid mujahidahku dari ancaman dunia ini...
Lindungi kami dari fitnah dunia dan fitnah kubur...
Matikan kami dalam keadaan Islam, suci, syahid dan kusnul khotimah...

Ya Allah Yang Maha Kuasa...
Semoga selamanya cintaku pada makhluk-Mu takkan melebihi  cintaku pada-Mu...
Aamiin Aamiin Aamiin Ya Rabbal 'Alaamiin....

Jumat, 25 November 2011

To You All of Muslimah




You are a symbol of true Islam
 
You represent muslims from near and far
 
You are a sign for the world to read
 
You symbolize what our nation really needs  

Peace, Kindness, Inner Strength and Faith . .

Yes... for your radiant smile which spread the love and affection to human being.


Yes... for your nice heartening word that set up truly friendship and  away from jealousy.


Yes... for your charity, give the poor and feed the hungry.


Yes... for your modest and hijab that Allah command you.


Yes... for always remembering Allah in anytime and anywhere (dzikr).

Yes... for doing prayer and read Qur'an daily.


Yes... for keeping the true womenhood.


Yes... for being muslimah and proud to be one!

Salam...

Mom...

"Your mom, your mom, your mom..." said The Prophet (Peace Be Upon Him)
Well, I suddenly remembered a hadith of Prophet Muhammad (PBUH) regarding to the position of mother. He also said that paradise lies on our mother's feet. I miss my mom suddenly (as I mentioned before I live in a boarding house now and have to be apart from my family).  I'm interested to write a poem about mom.
How important she is in my life. Check this out:

MOM...

Mom..
I've been loving you since the first time I've opened my eyes.

You are the one who always looks after me.
You are the best teacher in all over the world.
You always teach me right from wrong.
You are there with me, when others have no concern about me.

Mom..
All the times you cared for me.
But I never realized it.
All the times I caused you pain and burden.
But you don't mind with it.

O my angel..
O light of my eyes..
O comfort of my nights.
Who, other you, will embrace me?
Who, other you, will wipe  my tears away?


O Mom...
Please forgive me...
I promise, I will never let you down anymore..


Dia Yang Bermuka Masam Part 1

Shifa, where are you going?” pertanyaan Cathy, teman sekelasku, membuat diriku terhenyak.
As usual. Mosque.” Jawabku singkat sambil mengambil tas  dari dalam lokerku.
“Haha... what? Mosque? Shifa, what are you doing in that boring place? Come on, Let’s join us to the  party. It’s gonna be fun!” Janet menambahkan sambil mengerlingkan mata. Aku agak sedikit kesal dengan nada bicaranya yang seakan menghina tempat suciku.
“I’m afraid I can’t. For me, it’s more important rather than going to the party.”
“Well, it’s up to you. But, I bet you will regret. See you then.”
Aku menarik nafas panjang. Sabar. Satu kata yang harus aku tanam erat-erat di benakku. Memang sulit hidup di negara yang menganut sistem kebebasan individu yang tanpa batas. Masyarakatnya sangat mendewakan sikap hedonisme, bahkan terkadang beberapa dari mereka menganggap remeh soal agama. Sebenarnya aku agak geram dan muak melihat kenyataan ini. Aku seperti berada di zaman jahiliah versi modern. Wanita-wanita berprilaku layaknya mereka tidak ada harganya. Mereka mengenakan baju-baju ketat, bahkan tak malu memamerkan auratnya. Tak hanya wanita, pria pun demikian. Pesta, menghamburkan uang, mabuk-mabukkan, freesex dan lain-lain menjadi santapan biasa bagi mereka. Atas nama kebebasan dan demokrasi, mereka menganggap wajar hal yang demikian. Padahal, mereka adalah orang-orang cerdas dan terpelajar.
Ya, mungkin semua itu bukan sepenuhnya salah mereka. Hal itu sudah menjadi budaya turun temurun di kalangan masyarakat barat. Padahal, tidakkah mereka sadar bahwa keindahan, keanggunan, dan kecantikan seorang wanita tergantung bagaimana mereka menjaga diri mereka. Apakah mereka tidak memikirkan bahwasanya wanita yang menutup auratnya dan menjaga dirinya dari tangan-tangan jahil bagaikan sebuah mutiara berharga yang terlindung di dalam kerangnya?
Mereka bahkan terkadang memandang sebelah mata terhadap muslimah yang berhijab. Mereka pikir, hijab itu adalah sebuah oppression. Hijab membatasi kebebasan mereka. Alangkah piciknya. Padahal hijab bukan semata-mata penutup kepala. Hijab merupakan jati diri sebagai muslimah. Hijab melindungi wanita dari hal-hal yang dapat membahayakan. Most of all, hijab is showing our modesty, dignity, and integrity to God. Hijab is my freedom.
Sampai saat ini aku hanya bisa memberontak di dalam hati. Rasanya aku ingin cepat-cepat menyelesaikan study-ku disini dan kembali ke negara asalku tercinta, Indonesia. Ya Rab, berilah hamba kekuatan, ketegaran dan kesabaran agar hamba tidak terpengaruh westernisasi. Kuatkanlah iman hamba agar hamba tetap istiqamah berada di jalan-Mu yang lurus.
***
Pagi yang cerah di New York. Meski dengan udara yang agak dingin, tetapi mentari tetap menyiratkan senyum hangatnya. Padahal, perkiraan cuaca semalam memprediksikan hari ini akan turun hujan. Tak disangka Allah Sang Maha Kuasa berkehendak lain. Begitulah, Man purpose but God dispose. Pagi ini kuawali dengan Shalat Subuh. Seperti yang kubaca dalam buku La Tahzan, jika kita mengawali hari dengan Shalat Subuh, kita akan senantiasa berada dalam jaminan dan perlindungan Allah. Shalat Subuh merupakan pembuka buku keberhasilan dari sisi penting sebuah kemenangan dan kemuliaan. Shalat Subuh seakan memberiku energi positif untuk siap melakukan segudang kegiatan yang menguras tenaga.
Aku melihat pantulan wajahku lewat cermin besar di kamarku. Tak lupa kusematkan hijab, untuk menutupi rambutku. Tak kutambah sedikitpun sapuan make up di wajahku. Kuraih tas merah muda kesayanganku. Well, I’m ready to leave for school.
Hari ini suasana di kampus terasa berbeda. Kudengar pembicaraan teman-temanku, semua membicarakan hal yang sama. Mereka membicarakan tentang persiapan pesta dansa yang akan digelar dalam rangka memperingati HUT universitas. Dan dalam pesta ini akan dipilih sepasang dancing queen and king. Para wanita sibuk membahas gaun apa yang akan mereka kenakan, make up, aksesoris dan hal remeh temeh lainnya. Sedangkan para pria sibuk menentukan tuxedo seperti apa yang akan mereka pakai. Memang acara ini akan menjadi sedikit formal. Dan aku? Aku sama sekali tak tertarik untuk pergi ke acara itu. Aku kesini hanya untuk belajar. Aku tak ingin menyia-nyiakan amanah pemberi beasiswa yang mempercayakan aku untuk menuntut ilmu di negara adikuasa ini.
Aku meletakkan tasku, dan duduk di kursi paling depan. Kukeluarkan sebuah buku intisari ekonomi. Aku berniat untuk membaca buku itu sekilas, sebelum kuliah dimulai. Tiba-tiba sebuah suara menghampiriku.
“Hey, Shifa. Would you like to come to the party with me?” suara yang amat tak asing di telingaku. Aku mendongakkan kepala. Dan benar saja. That’s Richard. Tunggu! Richard?!
“Richard...? Are you talking with me?”
“Ya, kenapa kau kaget?”
“Tidak, aku cuma... tadi kau bilang apa?
“Well, apa kau mau pergi ke pesta dansa denganku?” Apa aku tidak salah dengar? Seorang Richard mengajakku datang bersamanya ke pesta? Kulihat tak nampak sedikitpun gurauan dari nada bicaranya.
Richard adalah pria terpopuler di kampus dan dia menjadi idola banyak teman-temanku. Dia sangat tampan, pintar dan kaya. Dia selalu dikelilingi oleh wanita-wanita cantik yang mengobral auratnya. Juga tak ayal sering sekali bergonta-ganti pacar. Siapa yang dapat menolak pria flamboyan nan karismatik yang satu ini? Sebuah jawaban pasti sudah kupersiakan.
“Maaf Richard, aku tak bisa.”
Richard nampak kaget.
“Are you sure? No one has ever refused to go with me.”
“I’m really sorry. I don’t mean to let you down. But I really can’t.”
“Ok... I got it”
Dia berlalu dengan langkah gontai. Sekilas kulihat gurat kecewa di wajahnya. Alhamdulillah, I did it! Aku berhasil lolos dari godaan ini. Syetan benar-benar cerdik dengan segala tipu dayanya. Ya Allah, aku berlindung dari godaan syetan yang terkutuk. Setelah Richard menghilang, Janet yang duduk di sebelahku menggelengkan kepalanya. “She’s terribly stupid!” gumamnya pelan. Aku hanya tersenyum.

***
 
source : I love being muslimah

Dia Yang Bermua Masam Part 2

Shifa, wait!” panggil Richard sepulang kuliah. Aku menghentikan langkahku. Mau apa lagi dia?
Hey, come on. Please go to the party with me. I’ll pick you up later, ok?
“Maaf, aku benar-benar tak bisa.” Jawabku singkat sambil menunduk. Aku langsung memutar badan. Richard menghadangku lagi.
“Bisakah kau memikirkannya lagi?”
“Maaf,” ucapku lirih.
“Shifa.. please!” ujarnya sambil mencoba meraih tanganku.
“Hey! Aku bukan seperti wanita-wanita lain yang kau pikirkan. Tidak ada yang boleh menyentuhku kecuali mahram-ku.” teriakku spontan.
Mahram? What is it? Bisakah kau menjelaskannya padaku tentang hal itu?” Aku diam. Susah menjelaskan hal ini bagi orang  seperti Richard.
“Kau tahu, sebenarnya aku menyukaimu. Kau berbeda dari wanita-wanita lain yang dengan gampangnya menerima tawaranku. Kau selalu menundukkan pandanganmu dan melindungi dirimu dengan tutup kepala itu. Kau juga selalu menjaga prilakumu. Kau adalah satu-satunya wanita yang membuatku kagum.” Lanjutnya menjelaskan.
“Aku hanya mengikuti perintah Tuhanku. Aku hanya berprilaku sesuai dengan apa yang diajarkan agamaku.” Jawabku singkat.
“Agama? Apakah hal itu penting?”
“Menurutmu agama itu tak penting?”
“Ya. Aku pikir agama itu sama sekali tak ada gunanya.” Keterlaluan.
“Maaf aku harus pergi.” Sahutku.
“Shifa, apa kau menolakku karena aku tak percaya dengan agama?”
Aku tak menghiraukan pertanyaannya.
“Aku bisa masuk agama apapun asal kau mau menerimaku. Itu perkara sepele.”
Ini benar-benar keterlaluan. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu. Aku  tak habis pikir kenapa orang seperti dia menyukaiku. Padahal apa yang menarik dari diriku? Aku curiga dia mengidap rabun dekat. Aku mengambil langkah seribu meninggalkannya. Mulai sekarang aku harus menjauhinya. Ya. Aku harus berhati-hati padanya. Aku harus membangun pagar beton yang lebih kokoh agar aku terlindung darinya.
***
 Richard Brandon. Dari hari ke hari prilakunya makin aneh. Dia sering mendekatiku dan bertanya-tanya tentang Islam. Tapi aku sudah tahu, pasti ini hanyalah akal-akalannya saja agar dapat menarik simpatiku. Gosip tentang Richard yang mengejarku-pun sudah tersebar ke hapir seantero kampus. Aku tak akan goyah dan bergeming dengan siasat bulusnya. Aku selalu menghindar dan menunjukkan wajah tidak berkenan setiap kali dia datang padaku. Itu semua kulakukan agar dia tahu bahwa aku tak sedikitpun terpengaruh dengan tipu dayanya.
Hari inipun demikian, untuk kesekian kalinya dia menghampiriku diriku yang sedang berkutat dengan buku Ekonomi-ku. Dengan wajah serius dan  innocent. Dia bertanya-tanya tentang Islam.
“Shifa, could you please tell me more about Islam?”
“Kenapa kau ingin tahu? Bukankah kau mengatakan bahwa sesungguhnya agama bukanlah hal yang penting?” kataku sambil meneruskan membaca.
I don’t know. Aku sangat tertarik mempelajarinya sekarang.”
“Really?” sahutku tak bersemangat. Aku tahu dia hanya berpura-pura.
“Shifa, I’m serious.”
 “Well, good luck then.” Sambungku acuh sambil meninggalkannya. Aku tak kan begitu mudah mempercayainya. Mana mungkin sifat atheisnya dapat hilang begitu saja. Aku takut dia begitu karena hanya ingin mendapatkanku. Bagaimana dia bisa menjadi imam yang baik untukku dan keluargaku kelak? Aku sangat memimpikan mendapat pendamping hidup yang shaleh dan taat. Bukan orang yang menjadikan agama seperti permainan.
Tak disangka, itulah terakhir kali aku melihatnya. Setelah itu dia tak pernah muncul lagi di hadapanku untuk bertanya-tanya tentang islam. Entah kemana perginya. Baguslah, setidaknya aku tidak lagi terganggu olehnya.
***
Sepulang kuliah ini, seperti biasa aku menyempatkan diri untuk pergi ke masjid. Untuk berkumpul bersama sister in Islam, dan mengkaji lebih dalam mengenai islam. Tak jarang aku mengajak teman-teman satu flat setanah airku, Lina, Vita dan yang lain. Diantara mereka, hanya aku dan Lina yang mengenakan hijab. Lina adalah sahabat baikku. Kami sudah saling mengenakl sejak SMA. Tetapi mereka cenderung terlalu sibuk. Jadi terkadang aku harus kesana sendiri. Hari ini masjid Al-Ehsan, mendatangkan seorang ulama dari Mesir. Ulama itu membahas tentang tafsir surah ‘Abasa. Surah ‘Abasa adalah surah ke-80 yang termasuk surah Makiyah.
“Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling. Karena seorang buta telah datang kepadanya. Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali ia ingin menyucikan dirinya (dari dosa), atau dia ingin mendapatkan pengajaran yang memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (pembesar Quraisy), maka engkau (Muhammad) memberi perhatian kepadannya. Padahal tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri. Dan adapun orang-orang yang bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang dia takut kepada Allah, engkau malah mengabaikannya. Sekali-kali jangan begitu!...”
Aku terhenyak begitu ayat tersebut dibacakan. Ayat itu seakan langsung menghujam lubuk hatiku. Bagaikan sindiran tajam dan keras. Tak ayal air mataku mengalir dengan derasnya. Ulama tersebut menjelaskan bahwa surah itu turun sebagai peringatan dari Allah bagi Nabi Muhammad SAW.  Ketika itu ada seorang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum datang kepada Rasulullah SAW dengan harapan mendapatkan pengajaran dari beliau tentang Islam. Tetapi karena Rasulullah sedang sibuk dengan urusannya dengan para pembesar Quraisy, beliau berpaling dan bermuka masam. Maka turunlah ayat tersebut sebagai peringatan langsung dari Allah SWT terhadap dirinya.
Astagfirullah...
Betapa jahatnya diriku. Ada seseorang yang bertanya padaku tentang Islam aku malah mengabaikannya. Barangkali Richard benar-benar ingin mengetahui tentang Islam. Bukankah itu bagian dari da’wah? Bukankah kita dilarang menyembunyikan satu ayatpun? Sekarang aku merasa menjadi manusia paling hina sedunia. Apa yang harus aku katakan di hadapan-Nya kelak? Astagfirullah... Ampuni hamba Ya Rab... Hamba berjanji tak akan mengulangi kesalahan yang sama.
Sekarang aku benar-benar dilanda kebingungan yang amat sangat. Apa yang harus kulakukan untuk memperbaiki kesalahanku? Mungkin sekarang Richard sangat membenciku dan tak akan pernah sudi bertanya padaku karena aku selalu bermuka masam dan mengabaikannya. Astagfirullahal ‘adzim...
***
 
source : I love being muslimah