Inilah nasehatku kepada ikhwan dan akhwat fillah pada khususnya, dan kepada seluruh manusia pada umumnya. Inilah nasehatku buat kalian dan juga buat diriku sendiri. Yaitu ; hendaklah kita senantiasa memperhatikan Al-Qur'an, merenungi makna-maknanya. mengahafalnya di luar kepala, tamak untuk terus menerus membacanya, sesekali membaca dengan cara melihat pada mushaf, kali lain membaca dengan hafalan tanpa melihat mushaf. Manakala pembaca Al-Qur'an tergolong yang sudah hafal maka ditindaklanjuti dengan merenungi, memikirkan, dan mencari faedah dari apa yang dibaca.Hal ini sebagaimana difirmankan Allah:
"Artinya : Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran". [Shad : 29].
Adapun pelaksanaannya yaitu dengan pengamalan, pemahaman dan pendalaman. Allah subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan Al-Qur'an untuk diamalkan, dikaji dan didalami. Allah berfirman:
"Artinya : Dan Al-Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertaqwalah agar kamu diberi rahmat". [Al-An'am : 155]
Al-Qur'an ini diturunkan untuk diamalkan dan diikuti. Tidak semata-mata hanya untuk dibaca dan dihafal. Karena menghafal dan membaca itu sekedar perantara saja. Adapun yang dimaksudkan adalah memahami kitab dan sunnah disertai dengan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya dan melaksanakan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangannya. Hal itu terkumpul dalam perintah Allah Ta'ala.
"Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". [At-Taubah : 71]
Ayat ini merupakan kumpulan dari ayat-ayat yang secara menyeluruh menjelaskan sifat-sifat mukmin dan mukminat dan akhlaknya yang agung serta apa-apa yang diwajibkan atas mereka. Maka firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain". [At-Taubah : 71].
Ayat ini menunjukkan bahwa sesungguhnya mukminin dan mukminat, mereka itu adalah saling menjadi wali satu sama lain, mereka saling memberi nasehat dan saling mencintai karena Allah dan saling berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran dan saling tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa. Demikian sifat mukminin dan mukminat.
Seorang mukminin menjadi wali atas saudaranya fillah, yang laki-laki dan perempuan. Seorang mukminat menjadi wali bagi saudaranya fillah, baik yang laki-laki dan perempuan. Masing-masing diantara mereka merasa senang terhadap kebaikan (yang diperoleh) saudaranya. Mereka mendoakan kebaikannya, turut bahagia atas keistiqamahan saudaranya dan mencegah keburukan yang akan menimpanya, tidak melakukan ghibah padanya, tidak berbicara yang dapat menjatuhkan kehormatannya, tidak mengadu domba tidak memberikan persaksian palsu atasnya dan tidak memakinya, serta tidak memanggilnya dengan panggilan bathil. Demikianlah akhlak mukminin dan mukminat.
Manakala kau dapatkan dirimu menyakiti saudaramu fillah baik laki-laki atau perempaun misalkan dengan mengghibah, mencela, mengadu domba atau mendustainya dan lain semisalnya, ketahuilah bahwa keimananmu kurang atau engkau adalah orang yang lemah iman. Seandainya keimananmu itu benar-benar lurus lagi sempurna, niscaya kamu tidak akan mendhalimi saudaramu atau melakukan ghibah dan adu domba, atau memanggilnya dengan panggilan-panggilan bathil, atau memberikan persaksian palsu atau sumpah palsu atau mencacinya dan semisalnya. Maka keimanan kepada Allah, dan rasul-Nya, taqwa kepada Allah, kebaikan dan hidayah, kesemuanya itu mencegah seseorang melakukan tindakan yang menyakitkan saudaranya fillah baik laki-laki atau wanita. Mereka dilarang melakukan ghibah, cacian, kedustaan, memanggil dengan sebutan yang bathil, mempersaksikan dengan kedustaan dan berbagi macam tindak kezhaliman. Keimanan seseorang yang benar, merintangi dan menghalangi untuk berbuat berbagi tindakan yang menyakitkan saudaranya.
Allah berfirman:
"Artinya : .... mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar,....." [At-Taubah : 71]
Inilah kewajiban yang besar yang didalamnya ada kebaikan bagi umat, kemenangan bagi agama dan terhindarnya sebab-sebab kebinasaan, kemaksiatan dan kejahatan.
Sudah selayaknya bagi mukminin dan mukminat untuk amar ma'ruf nahi mungkar. Seorang mukmin tidak akan berdiam diri melihat kemungkaran yang terjadi pada saudaranya, pastilah ia berusaha untuk mencegahnya. Apabila melihat pada diri saudara, bibi atau saudari perempuan yang lain melakukan kemaksiatan pastilah mereka akan mencegahnya. Apabila melihat pada diri saudaranya fillah meremehkan kewajiban pastikah akan mengingkarinya dan memerintahkannya kepada kebaikan. Itu semua dilakukan dengan bijak dan cara yang baik. Seorang mukmin apabila melihat saudaranya bermalas-malas dalam menunaikan shalat, melakukan ghibah, adu domba, minum khamr, merokok, mabuk-mabukan, durhaka kepada orang tua, memutuskan tali persaudaraan, pastilah ia akan mengingkarinya dengan ucapan yang baik dan cara yang tepat, ia tidak menuduhnya dengan sebutan yang dibenci atau dengan cara yang kasar. Allah telah memberikan penjelasan bahwa hal tersebut adalah dilarang.
Demikian pula jika ia melihat kemungkaran pada diri saudara perempuannya fillah, ia harus mengingkarinya. Seperti tatkala dia tidak patuh kepada orang tuanya, berlaku buruk pada suaminya, meremehkan pendidikan anak-anaknya atau meremehkan shalatnya, maka seorang mukmin harus mengingkarinya, baik (ia itu) suaminya, ayahnya, saudaranya, kemenakannya atau bahkan tidak ada hubungan kekerabatan dengannya. Sebaliknya jika seorang mukminah melihat pada diri suaminya sikap meremehkan (kewajiban), ia pun harus melarangnya. Seperti, jika ia melihat suaminya minum khamr, merokok,meremehkan shalat atau suaminya shalat fardhu di rumah (tidak di masjid), maka ia harus mengingkarinya dengan cara yang baik dan ucapan yang baik pula. Seperti dengan mengatakan (kepada suaminya), "Wahai Hamba Allah, bertaqwalah kepada Allah ! Sesungguhnya perbuatan itu tidak boleh kamu lakukan. Peliharalah shalat jama'ah. Tinggalkanlah apa yang telah diharamkan Allah kepadamu dari minuman yang memabukkan, merokok, mencukur jenggot, memanjangkan kumis atau isbal".
Kemungkaran-kemungkaran ini wajib diingkari oleh setiap orang beriman. Maka hal ini wajib atas suami dan istri, saudara, kerabat, tetangga, teman duduk dan yang lain untuk menegakkan kewajiban ini. Sebagaimana firman Allah:
"Artinya : ... mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar ....". [At-Taubah : 71]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Sesungguhnya, apabila manusia telah melihat kemungkaran, lalu ia tidak mau merubahnya, dikhawatirkan Allah akan meratakan adzab-Nya".
"Artinya : Barangsiapa di antara kamu sekalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman".
Perintah ini berlaku umum untuk seluruh bentuk kemungkaran, baik yang terjadi di jalan-jalan, di rumah, di masjid, di kapal terbang, di kereta api, di mobil atau di tempat mana saja. Perintah amar ma'ruf nahi mungkar itu berlaku secara umum baik kepada laki-laki atau perempuan. Baik laki-laki maupun perempuan harus berbicara tentang amar ma'ruf dan nahi mungkar. Karena amar ma'ruf nahi mungkar membawa kebaikan dan keselamatan untuk semua pihak. Tak seorangpun boleh berdiam diri dari amar ma'ruf nahi mungkar semata-mata karena takut kepada setiap muslim atau takut kepada suami, saudara laki-laki atau fulan dan fulan. Setiap muslim harus tetap beramar ma'ruf nahi mungkar dengan cara yang baik dan ucapan yang mengena, tidak dengan cara yang kasar dan keras. Disamping juga memperhatikan waktu yang tepat. Ada kalanya, seseorang tidak bisa menerima pengarahan pada waktu tertentu, tetapi ia bisa menerima pengarahan pada waktu yang lain, bahkan dengan lapang dada.
Selayaknya, seorang mukmin dan mukminah senantiasa memperhatikan timing yang tepat dalam beramar ma'ruf nahi mungkar. Janganlah berputus asa apabila ditolak pada hari itu. Sebab bisa jadi akan diterima besok lusa. Seorang mukmin dan mukminah janganlah berputus asa dalam mengingkari kemungkaran, tetapi hendaklah terus menerus dilakukannya. Hendaklah selalu menegakkan amar ma'ruf dan an-nasihah untuk hamba-Nya disertai dengan husnudhan dan mengharap besarnya pahala yang ada di sisi Allah.
Selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Mereka menegakkan shalat dan membayar zakat".
Demikianlah karakteristik mukminin dan mukminat, mereka selalu menegakkan shalat dan menjaga ketetapan waktunya. Bagi laki-laki melaksanakan shalat di masjid secara berjamaah bersama para ikhwan yang lain. Mereka bergegas menuju masjid tatkala mendengar muadzin berseru : "Hayya 'alash shalaah hayya 'alal-falaah". Mendengar serua muadzin itu mereka akan bersegera ke masjid di setiap saat.
Menjadi kewajiban bagi setiap mukmin untuk takut kepada Allah dalam meninggalkan shalat berjamaah, serta berhati-hati terhadap musibah yang banyak menimpa manusia (musibah tidak shalat berjamaah). Berlindunglah kepada Allah dari akibat shalat di rumah dan ketinggalan shalat di masjid. Keadaan mereka nyaris menyerupai keadaan kaum munafik. Ia melaksanakan shalat farhdu di rumah, padahal Allah telah mengaruniakan kesehatan kepadanya, barangkali juga ia mengakhirkan shalat Shubuh hingga terbitnya matahari, bahkan sampai waktu ia akan berangkat kerja baru melaksanakan shalat Shubuh, atau bahkan ia tinggalkan shalat sama sekali. Ini adalah musibah yang besar dan kemungkaran yang membahayakan, karena shalat adalah tiangnya Islam. Barangsiapa menjaga berarti menjaga agamanya, barangsiapa menyia-nyiakannya tentulah ia akan lebih menyia-nyiakan hal yang lain, barangsiapa meninggalkannya maka termasuk kafir. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut :
" Artinya : Perjanjian yang mengikat antara kita dengan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka telah kafir".
Kafirnya orang yang meninggalkan shalat adalah berlaku umum bagi laki-laki dan juga wanita. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih menegaskan lagi dalam sabdanya:
"Artinya : Batas antara seseorang (mukmin) dengan kekafiran atau kemusyrikan adalah meninggalkan shalat".
Tidak dibenarkan bagi mukminin dan mukminat meremehkan perkara shalat. Bagi laki-laki, tidak boleh menunaikan shalat di rumah dengan meninggalkan jamaah di masjid, bahkan menjadi kewajiban bagi laki-laki untuk menunaikannya di masjid.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Barangsiapa mendengar adzan kemudian tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya kecuali karena udzur".
Telah datang menghadap Nabi seorang laki-laki lalu berkata: "Ya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, saya seorang yang buta, saya tidak mempunyai penunjuk jalan yang dapat menghantarkan saya ke masjid, apakah ada keringanan bagi saya untuk shalat di rumah ?" Nabi bersabda : "apakah Anda mendengar panggilan adzan untuk shalat ?" Dia menjawab : "Saya mendengar". Nabi bersabda : "Datangilah panggilan adzan itu".
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memberi rukhsah (keringanan) bagi laki-laki tadi padahal sesungguhnya dia buta, dia tidak memiliki seorang penunjuk jalan yang membimbingnya ke masjid. Bagaimana dengan laki-laki yang keadaan penglihatannya sehat ?!!.
Telah dikuatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang keharusan mendatanngi shalat jamaah di masjid dengan sabdanya:
"Artinya : Sungguh aku ingin sekali perintahkan segera ditunaikannya iqamat untuk shalat dan akan aku perintahkan di antara kalian agar salah seorang mengimami shalat, di saat itulah aku ingin pergi bersama para laki-laki yang sudah siap dengan kayu bakar, menuju rumah kaum lelaki yang tidak shalat berjamaah dan akan aku bakar rumah-rumah mereka".
Hal ini menunjukkan besarnya perintah tersebut, maka wajiblah bagi kaum muslimin memperhatikan shalat jamaah dan untuk bersegera mendatangi masjid setiap kali mendengar adzan. Waspadalah dari rasa malas dan berat hati melaksanakan shalat jamaah, sebab keduanya adalah merupakan sifat-sifat orang munafik. Na'udzubillah kita berlindung kepada Allah dari sifat-sifat mereka.
Allah berfirman :
"Artinya : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikir sekali". [An-Nisaa' : 142]
Wajib atas setiap muslim dan muslimah untuk memperhatikan masalah shalat karena shalat adalah pilar penyangga Islam, shalat merupakan rukun Islam terbesar setelah dua kalimat syahadat, barangsiapa menjaganya berarti telah menjaga agamanya, barangsiapa menyia-nyiakannya berarti menyia-nyiakan agamanya. --Wala haula wala quwwata illa billah--. Barangsiapa menjaga shalatnya, menegakkannya dengan khusyuk dan tidak mendahului imam, maka mereka mendapat kebahagiaan sebagaimana firman Allah:
"Artinya : Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya". [Al-Mukminun : 1-2]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Seburuk-buruk pencurian yang terjadi pada manusia adalah ; 'manusia yang mencuri dalam shalatnya'. Sahabat bertanya : 'Bagaimana terjadi pencurian dalam shalat ?'. Nabi menjawab :'Shalat yang tidak sempurna rukuknya atau sujudnya".
Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki yang buruk dalam melakukan shalat, yaitu dengan tidak menyempurnakan rukuknya atau sujudnya, maka Nabi memerintahkan laki-laki tersebut agar mengulangi lagi shalatnya.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Apabila engkau menunaikan shalat, maka sempurnakanlah wudlu, kemudian menghadaplah qiblat, kemudian bertakbirlah, bacalah apa yang mudah bagimu dari sebagian surat Al-Qur'an, rukuklah hingga sempurna rukukmu (tumakninah) kemudian beridirilah hingga lurus tegak, kemudian sujudlah hingga tumakninah sujudmu, kemudian angkatlah kepalamu dari sujud hingga engkau tumakninah dudukmu, kemudian sujudlah hingga tumakninah sujudmu dan kemudian lakukanlah hal itu dalam seluruh shalatmu".
Kebanyakan manusia melakukan shalat dengan mematuk (gerakan terlalu cepat seperti ayam mematuk makanan). Tidak diragukan lagi bahwa perbuatan itu adalah mungkar. Barangsiapa melakukan shalat dengan mematuk maka batal-lah shalatnya berdasarkan hadits tersebut diatas.
Shalat wajib dilakukan secara tumakninah dalam hal rukuk, sujud, i'tidal setelah rukuk, antara dua sujud dan berhati-hati untuk tidak mendahului imam. Apabila imam bertakbir janganlah segera langsung takbir tapi tunggulah hingga suara takbir imam selesai. Apabila imam berseru "Allahu Akbar" untuk rukuk maka janganlah langsung rukuk, tunggulah hingga imam lurus rukuknya dan berhenti, setelah itu lakukan rukuk. Demikianlah pula dalam sujud, janganlah mendahului imam, jangan pula bersamaan dengan imam, tidak boleh bersamaan dengan imam tidak boleh pula mendahului imam.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Sesungguhnya aku adalah imam kalian maka janganlah kalian mendahuluiku dalam rukuk dan sujud, ketika berdiri atau ketika mengakhiri shalat"
"Artinya : Sesungguhnya seseorang itu diangkat menjadi imam untuk diikuti maka janganlah kalian menyelisihinya, apabila imam takbir ikutilah kalian takbir dan janganlah kalian takbir hingga imam terlebih dahulu takbir dan apabila imam rukuk maka rukuklah kalian dan janganlah kalian rukuk hingga imam terlebih dahulu rukuk, apabila imam mengucap 'Sami 'allahu liman hamidah' berucaplah, 'Rabbana wa lakal hamdu'. Apabila imam sujud maka sujudlah dan janganlah kalian sujud hingga imam terlebih dahulu sujud".
"Artinya : Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran". [Shad : 29].
Adapun pelaksanaannya yaitu dengan pengamalan, pemahaman dan pendalaman. Allah subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan Al-Qur'an untuk diamalkan, dikaji dan didalami. Allah berfirman:
"Artinya : Dan Al-Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertaqwalah agar kamu diberi rahmat". [Al-An'am : 155]
Al-Qur'an ini diturunkan untuk diamalkan dan diikuti. Tidak semata-mata hanya untuk dibaca dan dihafal. Karena menghafal dan membaca itu sekedar perantara saja. Adapun yang dimaksudkan adalah memahami kitab dan sunnah disertai dengan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya dan melaksanakan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangannya. Hal itu terkumpul dalam perintah Allah Ta'ala.
"Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". [At-Taubah : 71]
Ayat ini merupakan kumpulan dari ayat-ayat yang secara menyeluruh menjelaskan sifat-sifat mukmin dan mukminat dan akhlaknya yang agung serta apa-apa yang diwajibkan atas mereka. Maka firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain". [At-Taubah : 71].
Ayat ini menunjukkan bahwa sesungguhnya mukminin dan mukminat, mereka itu adalah saling menjadi wali satu sama lain, mereka saling memberi nasehat dan saling mencintai karena Allah dan saling berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran dan saling tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa. Demikian sifat mukminin dan mukminat.
Seorang mukminin menjadi wali atas saudaranya fillah, yang laki-laki dan perempuan. Seorang mukminat menjadi wali bagi saudaranya fillah, baik yang laki-laki dan perempuan. Masing-masing diantara mereka merasa senang terhadap kebaikan (yang diperoleh) saudaranya. Mereka mendoakan kebaikannya, turut bahagia atas keistiqamahan saudaranya dan mencegah keburukan yang akan menimpanya, tidak melakukan ghibah padanya, tidak berbicara yang dapat menjatuhkan kehormatannya, tidak mengadu domba tidak memberikan persaksian palsu atasnya dan tidak memakinya, serta tidak memanggilnya dengan panggilan bathil. Demikianlah akhlak mukminin dan mukminat.
Manakala kau dapatkan dirimu menyakiti saudaramu fillah baik laki-laki atau perempaun misalkan dengan mengghibah, mencela, mengadu domba atau mendustainya dan lain semisalnya, ketahuilah bahwa keimananmu kurang atau engkau adalah orang yang lemah iman. Seandainya keimananmu itu benar-benar lurus lagi sempurna, niscaya kamu tidak akan mendhalimi saudaramu atau melakukan ghibah dan adu domba, atau memanggilnya dengan panggilan-panggilan bathil, atau memberikan persaksian palsu atau sumpah palsu atau mencacinya dan semisalnya. Maka keimanan kepada Allah, dan rasul-Nya, taqwa kepada Allah, kebaikan dan hidayah, kesemuanya itu mencegah seseorang melakukan tindakan yang menyakitkan saudaranya fillah baik laki-laki atau wanita. Mereka dilarang melakukan ghibah, cacian, kedustaan, memanggil dengan sebutan yang bathil, mempersaksikan dengan kedustaan dan berbagi macam tindak kezhaliman. Keimanan seseorang yang benar, merintangi dan menghalangi untuk berbuat berbagi tindakan yang menyakitkan saudaranya.
Allah berfirman:
"Artinya : .... mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar,....." [At-Taubah : 71]
Inilah kewajiban yang besar yang didalamnya ada kebaikan bagi umat, kemenangan bagi agama dan terhindarnya sebab-sebab kebinasaan, kemaksiatan dan kejahatan.
Sudah selayaknya bagi mukminin dan mukminat untuk amar ma'ruf nahi mungkar. Seorang mukmin tidak akan berdiam diri melihat kemungkaran yang terjadi pada saudaranya, pastilah ia berusaha untuk mencegahnya. Apabila melihat pada diri saudara, bibi atau saudari perempuan yang lain melakukan kemaksiatan pastilah mereka akan mencegahnya. Apabila melihat pada diri saudaranya fillah meremehkan kewajiban pastikah akan mengingkarinya dan memerintahkannya kepada kebaikan. Itu semua dilakukan dengan bijak dan cara yang baik. Seorang mukmin apabila melihat saudaranya bermalas-malas dalam menunaikan shalat, melakukan ghibah, adu domba, minum khamr, merokok, mabuk-mabukan, durhaka kepada orang tua, memutuskan tali persaudaraan, pastilah ia akan mengingkarinya dengan ucapan yang baik dan cara yang tepat, ia tidak menuduhnya dengan sebutan yang dibenci atau dengan cara yang kasar. Allah telah memberikan penjelasan bahwa hal tersebut adalah dilarang.
Demikian pula jika ia melihat kemungkaran pada diri saudara perempuannya fillah, ia harus mengingkarinya. Seperti tatkala dia tidak patuh kepada orang tuanya, berlaku buruk pada suaminya, meremehkan pendidikan anak-anaknya atau meremehkan shalatnya, maka seorang mukmin harus mengingkarinya, baik (ia itu) suaminya, ayahnya, saudaranya, kemenakannya atau bahkan tidak ada hubungan kekerabatan dengannya. Sebaliknya jika seorang mukminah melihat pada diri suaminya sikap meremehkan (kewajiban), ia pun harus melarangnya. Seperti, jika ia melihat suaminya minum khamr, merokok,meremehkan shalat atau suaminya shalat fardhu di rumah (tidak di masjid), maka ia harus mengingkarinya dengan cara yang baik dan ucapan yang baik pula. Seperti dengan mengatakan (kepada suaminya), "Wahai Hamba Allah, bertaqwalah kepada Allah ! Sesungguhnya perbuatan itu tidak boleh kamu lakukan. Peliharalah shalat jama'ah. Tinggalkanlah apa yang telah diharamkan Allah kepadamu dari minuman yang memabukkan, merokok, mencukur jenggot, memanjangkan kumis atau isbal".
Kemungkaran-kemungkaran ini wajib diingkari oleh setiap orang beriman. Maka hal ini wajib atas suami dan istri, saudara, kerabat, tetangga, teman duduk dan yang lain untuk menegakkan kewajiban ini. Sebagaimana firman Allah:
"Artinya : ... mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar ....". [At-Taubah : 71]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Sesungguhnya, apabila manusia telah melihat kemungkaran, lalu ia tidak mau merubahnya, dikhawatirkan Allah akan meratakan adzab-Nya".
"Artinya : Barangsiapa di antara kamu sekalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman".
Perintah ini berlaku umum untuk seluruh bentuk kemungkaran, baik yang terjadi di jalan-jalan, di rumah, di masjid, di kapal terbang, di kereta api, di mobil atau di tempat mana saja. Perintah amar ma'ruf nahi mungkar itu berlaku secara umum baik kepada laki-laki atau perempuan. Baik laki-laki maupun perempuan harus berbicara tentang amar ma'ruf dan nahi mungkar. Karena amar ma'ruf nahi mungkar membawa kebaikan dan keselamatan untuk semua pihak. Tak seorangpun boleh berdiam diri dari amar ma'ruf nahi mungkar semata-mata karena takut kepada setiap muslim atau takut kepada suami, saudara laki-laki atau fulan dan fulan. Setiap muslim harus tetap beramar ma'ruf nahi mungkar dengan cara yang baik dan ucapan yang mengena, tidak dengan cara yang kasar dan keras. Disamping juga memperhatikan waktu yang tepat. Ada kalanya, seseorang tidak bisa menerima pengarahan pada waktu tertentu, tetapi ia bisa menerima pengarahan pada waktu yang lain, bahkan dengan lapang dada.
Selayaknya, seorang mukmin dan mukminah senantiasa memperhatikan timing yang tepat dalam beramar ma'ruf nahi mungkar. Janganlah berputus asa apabila ditolak pada hari itu. Sebab bisa jadi akan diterima besok lusa. Seorang mukmin dan mukminah janganlah berputus asa dalam mengingkari kemungkaran, tetapi hendaklah terus menerus dilakukannya. Hendaklah selalu menegakkan amar ma'ruf dan an-nasihah untuk hamba-Nya disertai dengan husnudhan dan mengharap besarnya pahala yang ada di sisi Allah.
Selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Mereka menegakkan shalat dan membayar zakat".
Demikianlah karakteristik mukminin dan mukminat, mereka selalu menegakkan shalat dan menjaga ketetapan waktunya. Bagi laki-laki melaksanakan shalat di masjid secara berjamaah bersama para ikhwan yang lain. Mereka bergegas menuju masjid tatkala mendengar muadzin berseru : "Hayya 'alash shalaah hayya 'alal-falaah". Mendengar serua muadzin itu mereka akan bersegera ke masjid di setiap saat.
Menjadi kewajiban bagi setiap mukmin untuk takut kepada Allah dalam meninggalkan shalat berjamaah, serta berhati-hati terhadap musibah yang banyak menimpa manusia (musibah tidak shalat berjamaah). Berlindunglah kepada Allah dari akibat shalat di rumah dan ketinggalan shalat di masjid. Keadaan mereka nyaris menyerupai keadaan kaum munafik. Ia melaksanakan shalat farhdu di rumah, padahal Allah telah mengaruniakan kesehatan kepadanya, barangkali juga ia mengakhirkan shalat Shubuh hingga terbitnya matahari, bahkan sampai waktu ia akan berangkat kerja baru melaksanakan shalat Shubuh, atau bahkan ia tinggalkan shalat sama sekali. Ini adalah musibah yang besar dan kemungkaran yang membahayakan, karena shalat adalah tiangnya Islam. Barangsiapa menjaga berarti menjaga agamanya, barangsiapa menyia-nyiakannya tentulah ia akan lebih menyia-nyiakan hal yang lain, barangsiapa meninggalkannya maka termasuk kafir. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut :
" Artinya : Perjanjian yang mengikat antara kita dengan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka telah kafir".
Kafirnya orang yang meninggalkan shalat adalah berlaku umum bagi laki-laki dan juga wanita. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih menegaskan lagi dalam sabdanya:
"Artinya : Batas antara seseorang (mukmin) dengan kekafiran atau kemusyrikan adalah meninggalkan shalat".
Tidak dibenarkan bagi mukminin dan mukminat meremehkan perkara shalat. Bagi laki-laki, tidak boleh menunaikan shalat di rumah dengan meninggalkan jamaah di masjid, bahkan menjadi kewajiban bagi laki-laki untuk menunaikannya di masjid.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Barangsiapa mendengar adzan kemudian tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya kecuali karena udzur".
Telah datang menghadap Nabi seorang laki-laki lalu berkata: "Ya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, saya seorang yang buta, saya tidak mempunyai penunjuk jalan yang dapat menghantarkan saya ke masjid, apakah ada keringanan bagi saya untuk shalat di rumah ?" Nabi bersabda : "apakah Anda mendengar panggilan adzan untuk shalat ?" Dia menjawab : "Saya mendengar". Nabi bersabda : "Datangilah panggilan adzan itu".
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memberi rukhsah (keringanan) bagi laki-laki tadi padahal sesungguhnya dia buta, dia tidak memiliki seorang penunjuk jalan yang membimbingnya ke masjid. Bagaimana dengan laki-laki yang keadaan penglihatannya sehat ?!!.
Telah dikuatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang keharusan mendatanngi shalat jamaah di masjid dengan sabdanya:
"Artinya : Sungguh aku ingin sekali perintahkan segera ditunaikannya iqamat untuk shalat dan akan aku perintahkan di antara kalian agar salah seorang mengimami shalat, di saat itulah aku ingin pergi bersama para laki-laki yang sudah siap dengan kayu bakar, menuju rumah kaum lelaki yang tidak shalat berjamaah dan akan aku bakar rumah-rumah mereka".
Hal ini menunjukkan besarnya perintah tersebut, maka wajiblah bagi kaum muslimin memperhatikan shalat jamaah dan untuk bersegera mendatangi masjid setiap kali mendengar adzan. Waspadalah dari rasa malas dan berat hati melaksanakan shalat jamaah, sebab keduanya adalah merupakan sifat-sifat orang munafik. Na'udzubillah kita berlindung kepada Allah dari sifat-sifat mereka.
Allah berfirman :
"Artinya : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikir sekali". [An-Nisaa' : 142]
Wajib atas setiap muslim dan muslimah untuk memperhatikan masalah shalat karena shalat adalah pilar penyangga Islam, shalat merupakan rukun Islam terbesar setelah dua kalimat syahadat, barangsiapa menjaganya berarti telah menjaga agamanya, barangsiapa menyia-nyiakannya berarti menyia-nyiakan agamanya. --Wala haula wala quwwata illa billah--. Barangsiapa menjaga shalatnya, menegakkannya dengan khusyuk dan tidak mendahului imam, maka mereka mendapat kebahagiaan sebagaimana firman Allah:
"Artinya : Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya". [Al-Mukminun : 1-2]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Seburuk-buruk pencurian yang terjadi pada manusia adalah ; 'manusia yang mencuri dalam shalatnya'. Sahabat bertanya : 'Bagaimana terjadi pencurian dalam shalat ?'. Nabi menjawab :'Shalat yang tidak sempurna rukuknya atau sujudnya".
Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki yang buruk dalam melakukan shalat, yaitu dengan tidak menyempurnakan rukuknya atau sujudnya, maka Nabi memerintahkan laki-laki tersebut agar mengulangi lagi shalatnya.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Apabila engkau menunaikan shalat, maka sempurnakanlah wudlu, kemudian menghadaplah qiblat, kemudian bertakbirlah, bacalah apa yang mudah bagimu dari sebagian surat Al-Qur'an, rukuklah hingga sempurna rukukmu (tumakninah) kemudian beridirilah hingga lurus tegak, kemudian sujudlah hingga tumakninah sujudmu, kemudian angkatlah kepalamu dari sujud hingga engkau tumakninah dudukmu, kemudian sujudlah hingga tumakninah sujudmu dan kemudian lakukanlah hal itu dalam seluruh shalatmu".
Kebanyakan manusia melakukan shalat dengan mematuk (gerakan terlalu cepat seperti ayam mematuk makanan). Tidak diragukan lagi bahwa perbuatan itu adalah mungkar. Barangsiapa melakukan shalat dengan mematuk maka batal-lah shalatnya berdasarkan hadits tersebut diatas.
Shalat wajib dilakukan secara tumakninah dalam hal rukuk, sujud, i'tidal setelah rukuk, antara dua sujud dan berhati-hati untuk tidak mendahului imam. Apabila imam bertakbir janganlah segera langsung takbir tapi tunggulah hingga suara takbir imam selesai. Apabila imam berseru "Allahu Akbar" untuk rukuk maka janganlah langsung rukuk, tunggulah hingga imam lurus rukuknya dan berhenti, setelah itu lakukan rukuk. Demikianlah pula dalam sujud, janganlah mendahului imam, jangan pula bersamaan dengan imam, tidak boleh bersamaan dengan imam tidak boleh pula mendahului imam.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Sesungguhnya aku adalah imam kalian maka janganlah kalian mendahuluiku dalam rukuk dan sujud, ketika berdiri atau ketika mengakhiri shalat"
"Artinya : Sesungguhnya seseorang itu diangkat menjadi imam untuk diikuti maka janganlah kalian menyelisihinya, apabila imam takbir ikutilah kalian takbir dan janganlah kalian takbir hingga imam terlebih dahulu takbir dan apabila imam rukuk maka rukuklah kalian dan janganlah kalian rukuk hingga imam terlebih dahulu rukuk, apabila imam mengucap 'Sami 'allahu liman hamidah' berucaplah, 'Rabbana wa lakal hamdu'. Apabila imam sujud maka sujudlah dan janganlah kalian sujud hingga imam terlebih dahulu sujud".
0 komentar:
Posting Komentar