Akhlak:
Dalam bahasa, akhlak (budi pekerti) berarti kebiasaan atau watak. Secara terminologi, akhlak berarti kebiasaan, tabiat, atau watak di dalam diri yang menjadi sumber terjadinya perbuatan, tanpa unsur rekayasa ataupun reka-reka. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa akhlak adalah tindakan tanpa rekayasa. Sepuluh Akhlak Muslim/Muslimah :
(1). Tidak menyakiti orang lain.
“Orang Muslim adalah orang yang orang-orang Muslim lainnya selamat dari (keusilan) lidah dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang Allah atas dirinya” H.R. Al-Bukhari dari Abdullah bin Amru.
Hadis tersebut menyatakan bahwa Muslim terbaik adalah Muslim yang menunaikan hak-hak kaum Muslimim lainnya dalam menjalankan hak-hak Allah, artinya orang Muslim harus mencegah diri dari menyakiti orang lain. Penyebutan lidah dan tangan adalah manifestasi cara menyakiti orang lain, baik secara verbal maupun fisik.
Balas menyakiti orang yang menyakiti kita sebenarnya tidak menjadi masalah, tetapi yang lebih afdal adalah bersabar dan mengharapkan pahala di sisi Allah (Q.S. Al-Ahzaab 58).
Manifestasi perilaku tidak menyakiti orang lain adalah dengan:
• Tidak menyakiti tetangga; pesan berinteraksi secara baik dengan tetangga gencar disampaikan melalui peringatan bahwa tetangga adalah salah satu pintu masuk surga dan bahwasanya mereka kelak menjadi saksi kita di akhirat
• Menjaga mulut
Lidah kelak menjadi cambuk siksaan di hari kiamat. Menjaga lidah adalah jalan menuju keselamatan. Semakin banyak berbicara akan semakin banyak tersilap. Oleh karena itu, berpikirlah sebelum berbicara dan jangan berbohong, berkata kasar, ghibah, mengejek, dll.
• Tidak menyakiti anak-anak
Hindari mengejek dan meremehkan anak-anak, pilih kasih dalam memperlakukan mereka, atau mendoakan mereka celaka.
(2). Menyingkirkan benda menyakitkan dari jalan.
“Iman itu ada tujuh puluh sekian atau enam puluh sekian cabang. Yang paling utama adalah ucapan laa ilaaha illallaah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan benda dari jalanan dan malu termasuk cabang keimanan.” H.R.Muslim dari Abu Hurairah r.a.
Mneyingkirkan benda yang menyakitkan dari jalan adalah salah satu bentuk manifestasi dzikir yang bisa menjauhkan manusia dari api neraka.
(3). Malu.
Malu adalah perhiasan wanita yang paling indah dan elok, bahkan merupakan sebagian dari iman dan Nabi SAW sendiri pun terkenal sangat pemalu. Hal ini karena malu menganjurkan kebaikan dan menghindarkan keburukan. Malu mencegah kealpaan untuk bersyukur kepada yang memberi nikmat dan mencegah kelalaian menunaikan hak orang yang memiliki hak. Disamping itu, malu juga mencegah berbuat/berkata kotor demi menghindari celaan dan kecaman.
Malu adalah rasa yang membuat seorang mukmin urung melakukan maksiat karena perasaan serba salah jika sampai dilihat oleh Allah. Malu yang berlebihan adalah rasa sungkan yang justru merupakan kelemahan mental dan sering menimbulkan banyak masalah. Sikap keterlaluan perempuan dalam tertutup dan mengurung diri dari pergaulan dengan laki-laki bukanlah rasa malu, melainkan lebih merupakan faktor kesungkanan.
Kewajiban dalam rasa malu ada empat:
• Berpakaian menutup aurat
• Memandang menahan pandangan matanya
• Berbicara tidak bergaya centil dan manja ketika berbicara.
• Pergaulan tidak berdesakan dengan lelaki
(4). Santun berbicara.
“Sesungguhnya seseorang mengatakan satu patah kata yang ia pandang tidak ada masalah. Padahal, sepatah kata itu enyebabkan ia harus mendekam di neraka selama tujuh puluh tahun.” (H.R. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah r.a)
Kesantunan berbicara dimanifestasikan dalam tiga hal:
• Berbicara pelan jangan mengeraskan suara di atas volume yang dibutuhkan pendengar karena hal itu tidak sopan dan menyakitkan. Wanita yang bersuara keras menunjukkan ia belum terdidik sempurna dan masih membutuhkan evaluasi panjang dengan dirinya sendiri.
• Memperhatikan pembicaraan lawan bicara dan tidak menjatuhkan harga dirinya, hal ini dapat dicapai dengan tersenyum, berbicara sesuatu yang menjadi perhatian/ kesenangan lawan bicara, dan simak lawan bicara dengan penuh perhatian.
• Tidak memotong pembicaraan
(5). Jangan berbohong.
“Tidak beriman seorang hamba dengan keimanan yang sepenuhnya sampai ia meninggalkan bohong meski dalam bercanda dan meninggalkan perdebatan meskipun dalam posisi benar” (H.R. Ahmad dari Abu Hurairah r.a. )
Iman dan kebohongan tidak bisa menyatu dalam hati seorang mukmin. Kebohongan akan mengarah kepada kemunafikan. Keduanya seperti dua sisi mata uang yang bersisian. Tidak ada yang bernama bohong putih atau bohong hitam, kebohongan kecil tetaplah ditulis sebagai kebohongan. Sikap seperti membanggakan diri, bercanda, dan berkelakar juga dapat menjerumuskan kepada kebohongan. Bentuk kebohongan terbesar terhadap Allah adalah kebohongan dalam berniat, berjanji, dan beramal.
Bohong yang diperbolehkan adalah bohong untuk mendamaikan dua orang yang berseteru, bohong dalam perang, dan bohong untuk menyenangkan suami/istri.
(6). Tinggalkan perdebatan.
“Sesungguhnya tadi aku keluar untuk memberitahukan kepada kalian tentang Lailatul Qadar, namun di tengah jalan si Fulan dan Fulan sedang bertengkar mulut, maka dihapuskanlah (pengetahuan tentang itu). Semoga (penghapusan) ini lebih baik bagi Anda sekalian. Telisiklah ia pada malam ketujuh, kesembilan, dan kelima (terakhir bulan Ramadhan)” (H.R. Al-Bukhari dari Ubadah bin Ash-Shamit)
Rasulullah hendak memberikan kabar gembira mengenai waktu turunnya lailatul qadr secara pasti, tetapi pengetahuan tentang ini dilupakan darinya karena mendengar perdebatan.
Berdebat tidak baik karena ia membuka kesempatan kepada syaitan untuk turut melakukan provokasi di dalamnya. Debat dapat memunculkan fitnah, keraguan, menghapuskan amalan, mengeraskan hati, melahirkan dendam, dll. Arena yang paling disukai setan adalah permusuhan dimana tiap pihak berusaha untuk menunjukkan aib pihak lain dan menyucikan dirinya sendiri, dan debat dijadikan saran untuk memperoleh kemenangan semu. Dengan meninggalkan debat, itu adalah bukti kepercayaan kepada diri sendiri, keimanan pada manhaj, dan keyakinan kepada Allah SWT.
Debat yang diperbolehkan adalah dengan menggunakan argumentasi yang lebih baik dan santun. Bertahan dengan cara yang baik dengan berdiskusi dan memaparkan argumentasi secara santun, sembari meminta maaf dan memaafkan kesalahan ucap.
(7). Jangan bakhil (pelit).
Predikat paling buruk yang disandang oleh wanita muslimah adalah jika ia disebut wanita bakhil/ pelit. Orang bakhil yang paling bakhil dapat dibagi tiga:
• Orang yang bakhil dengan dunia di jala akhirat.
• Orang yang bakhil pada dirinya sendiri dengan dalih zuhud meninggalkan keduniaan.
• Orang yang mendengar nama Nabi SAW disebut di hadapannya namun ia tidak bershalawat.
Salah satu makar orang bakhil adalah memeluk erat-erat uangnya semasa hidup, namun begitu di ambang kematian ia lantas membagi-bagikan apa yang dimilikinya kepada ahli waris. Berikut manifestasi yang mengekspresikan sifat tidak bakhil:
• Mengeluarkan zakat wajib.
• Memberikan shadaqah.
• Menyuguhi tamu.
• Memberikan hadiah.
Satu lagi menifestasi bakhil dalam kehidupan rumah tangga ialah bakhil dengan tidak melontarkan kata-kata manis dan perasaan-perasaan mulia, khususnya dengan suami.
(8). Tepiskanlah rasa dengki.
Surga yang luas disediakan khusus untuk orang-orang yang menahan amarah dan memaafkan manusia. (Ali Imran 133-134). Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan dalah Ihya Ulumuddin bahwa, “Marah bertempat di hati. Kemarahan yang hebat berarti mendidihnya darah di dalam hati menuntut pembalasan yang merupakan makanan marah dan syahwatnya, dan ia tidak akan tenang kecuali dengan penuntasannya.”
Dengki didefenisikan sebagai memendam permusuhan di dalam hati dan menunggu-nunggu kesempatan pemuasannya. Muncul ketika merasa muak dan jengkel terhadap seseorang. Dengki akan melahirkan 8 buah kezaliman terhadap orang lain:
• Hasud
• Mencaci maki saat terjadi bala cobaan
• Mendiamkan
• Melecehkan, berpaling, menjauh
• Ghibah
• Mengolok-olok
• Menyakiti fisik
• Menahan kucuran kemurahan (pemberian dan silaturrahim)
Jika orang shahih jengkel, maka berbuat adil. Jika orang budiman jengkel, maka mereka bertindak mulia. Jika orang naif jengkel, mereka bertindak semena-mena. Untuk mencapai status Ash-Shiddiiqiin (orang-orang budiman) maka ada tiga tangga yang harus dilalui, yaitu:
• Menahan amarah
• Memaafkan kesalahan manusia
• Berbuat baik kepada orang yang memusuhi
(9). Dilarang iri/hasud.
Hasud adalah reaksi jiwa dan penyakit hati yang menganggap nikmat Allah yang diterima sesesorang terlalu banyak untuknya sembari mengangan-angankan raibnya kenikmatan tersebut dari mereka. Faktor penyebab diantaranya:
• Permusuhan, kebencian, kemarahan, kedengkian.
• Takabur dan arogan
• Kegemaran pada dunia
• Ambisi kekuasaan
• Kebusukan jiwa dan kekerdilan dari kebaikan
Hasud adalah senjata makan tuan yang menghasilkan mudarat dunia dan keagamaan. Orang yang dihasudi justru berada di atas angin sebab ia memperoleh beragam keuntungan dengan kehasudan orang yang menghasudinya, di dunia maupun di akhirat.
Obat penyembuh hasud adalah ilmu dan amal. Ilmu: orang alim adalah orang yang tidak hasud pada orang yang lebih tinggi dan tidak melecehkan orang lebih rendah (tingkat keilmuannya). Amal: dengan amal proses pengurungan hasud bisa berjalan dengan sempurna.
(10). Pantang terpedaya (Ghurur)
Ghurur adalah bentuk kelalaian dan keterpedayaan dan merupakan predikat yang menempel pada setiap penipu. Ghurur memiliki tiga sumber utama :
• Tertipu oleh angan kehidupan dunia --> merasa Allah memberinya kehidupan dunia yang melebihi orang lain dan beranggapan karunia tersebut sebagai kelebihan, bukan sebagai kemurahan, dan mungkin mengandung ujian dan cobaan apakah ia bersyukur atau malah kufur.
• Tertipu oleh janji setan --> setan senantiasa memberi bisikan yang membesarkan dirinya sehingga tidak lagi peduli pada dosa besar dan kecil.
• Tertipu oleh angan ampunan Allah --> Allah mencela kalangan ahlul kitab, orang munafik, dan pemaksiat atas ilusi dan keterpedayaan mereka
o Ilusi ahlul kitab --> bahwa dengan kekuatan yang dimiliki, mereka bisa mengalahkan Allah.
o Ilusi orang munafik --> mereka berpikir bahwa di akhirat kelak mereka bisa mengatakan hal yang sama yang pernah mereka katakan kepada kaum mukminin sewaktu di dunia, bahwa mereka bersama-sama kaum mukminin.
Manifestasi ghurur cukup beragam, diantaranya:
• Meremehkan amalan-amalan ringan
• Mencemooh kaum papa dan fakir miskin, enggan bergaul dengan mereka.
Dalam bahasa, akhlak (budi pekerti) berarti kebiasaan atau watak. Secara terminologi, akhlak berarti kebiasaan, tabiat, atau watak di dalam diri yang menjadi sumber terjadinya perbuatan, tanpa unsur rekayasa ataupun reka-reka. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa akhlak adalah tindakan tanpa rekayasa. Sepuluh Akhlak Muslim/Muslimah :
(1). Tidak menyakiti orang lain.
“Orang Muslim adalah orang yang orang-orang Muslim lainnya selamat dari (keusilan) lidah dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang Allah atas dirinya” H.R. Al-Bukhari dari Abdullah bin Amru.
Hadis tersebut menyatakan bahwa Muslim terbaik adalah Muslim yang menunaikan hak-hak kaum Muslimim lainnya dalam menjalankan hak-hak Allah, artinya orang Muslim harus mencegah diri dari menyakiti orang lain. Penyebutan lidah dan tangan adalah manifestasi cara menyakiti orang lain, baik secara verbal maupun fisik.
Balas menyakiti orang yang menyakiti kita sebenarnya tidak menjadi masalah, tetapi yang lebih afdal adalah bersabar dan mengharapkan pahala di sisi Allah (Q.S. Al-Ahzaab 58).
Manifestasi perilaku tidak menyakiti orang lain adalah dengan:
• Tidak menyakiti tetangga; pesan berinteraksi secara baik dengan tetangga gencar disampaikan melalui peringatan bahwa tetangga adalah salah satu pintu masuk surga dan bahwasanya mereka kelak menjadi saksi kita di akhirat
• Menjaga mulut
Lidah kelak menjadi cambuk siksaan di hari kiamat. Menjaga lidah adalah jalan menuju keselamatan. Semakin banyak berbicara akan semakin banyak tersilap. Oleh karena itu, berpikirlah sebelum berbicara dan jangan berbohong, berkata kasar, ghibah, mengejek, dll.
• Tidak menyakiti anak-anak
Hindari mengejek dan meremehkan anak-anak, pilih kasih dalam memperlakukan mereka, atau mendoakan mereka celaka.
(2). Menyingkirkan benda menyakitkan dari jalan.
“Iman itu ada tujuh puluh sekian atau enam puluh sekian cabang. Yang paling utama adalah ucapan laa ilaaha illallaah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan benda dari jalanan dan malu termasuk cabang keimanan.” H.R.Muslim dari Abu Hurairah r.a.
Mneyingkirkan benda yang menyakitkan dari jalan adalah salah satu bentuk manifestasi dzikir yang bisa menjauhkan manusia dari api neraka.
(3). Malu.
Malu adalah perhiasan wanita yang paling indah dan elok, bahkan merupakan sebagian dari iman dan Nabi SAW sendiri pun terkenal sangat pemalu. Hal ini karena malu menganjurkan kebaikan dan menghindarkan keburukan. Malu mencegah kealpaan untuk bersyukur kepada yang memberi nikmat dan mencegah kelalaian menunaikan hak orang yang memiliki hak. Disamping itu, malu juga mencegah berbuat/berkata kotor demi menghindari celaan dan kecaman.
Malu adalah rasa yang membuat seorang mukmin urung melakukan maksiat karena perasaan serba salah jika sampai dilihat oleh Allah. Malu yang berlebihan adalah rasa sungkan yang justru merupakan kelemahan mental dan sering menimbulkan banyak masalah. Sikap keterlaluan perempuan dalam tertutup dan mengurung diri dari pergaulan dengan laki-laki bukanlah rasa malu, melainkan lebih merupakan faktor kesungkanan.
Kewajiban dalam rasa malu ada empat:
• Berpakaian menutup aurat
• Memandang menahan pandangan matanya
• Berbicara tidak bergaya centil dan manja ketika berbicara.
• Pergaulan tidak berdesakan dengan lelaki
(4). Santun berbicara.
“Sesungguhnya seseorang mengatakan satu patah kata yang ia pandang tidak ada masalah. Padahal, sepatah kata itu enyebabkan ia harus mendekam di neraka selama tujuh puluh tahun.” (H.R. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah r.a)
Kesantunan berbicara dimanifestasikan dalam tiga hal:
• Berbicara pelan jangan mengeraskan suara di atas volume yang dibutuhkan pendengar karena hal itu tidak sopan dan menyakitkan. Wanita yang bersuara keras menunjukkan ia belum terdidik sempurna dan masih membutuhkan evaluasi panjang dengan dirinya sendiri.
• Memperhatikan pembicaraan lawan bicara dan tidak menjatuhkan harga dirinya, hal ini dapat dicapai dengan tersenyum, berbicara sesuatu yang menjadi perhatian/ kesenangan lawan bicara, dan simak lawan bicara dengan penuh perhatian.
• Tidak memotong pembicaraan
(5). Jangan berbohong.
“Tidak beriman seorang hamba dengan keimanan yang sepenuhnya sampai ia meninggalkan bohong meski dalam bercanda dan meninggalkan perdebatan meskipun dalam posisi benar” (H.R. Ahmad dari Abu Hurairah r.a. )
Iman dan kebohongan tidak bisa menyatu dalam hati seorang mukmin. Kebohongan akan mengarah kepada kemunafikan. Keduanya seperti dua sisi mata uang yang bersisian. Tidak ada yang bernama bohong putih atau bohong hitam, kebohongan kecil tetaplah ditulis sebagai kebohongan. Sikap seperti membanggakan diri, bercanda, dan berkelakar juga dapat menjerumuskan kepada kebohongan. Bentuk kebohongan terbesar terhadap Allah adalah kebohongan dalam berniat, berjanji, dan beramal.
Bohong yang diperbolehkan adalah bohong untuk mendamaikan dua orang yang berseteru, bohong dalam perang, dan bohong untuk menyenangkan suami/istri.
(6). Tinggalkan perdebatan.
“Sesungguhnya tadi aku keluar untuk memberitahukan kepada kalian tentang Lailatul Qadar, namun di tengah jalan si Fulan dan Fulan sedang bertengkar mulut, maka dihapuskanlah (pengetahuan tentang itu). Semoga (penghapusan) ini lebih baik bagi Anda sekalian. Telisiklah ia pada malam ketujuh, kesembilan, dan kelima (terakhir bulan Ramadhan)” (H.R. Al-Bukhari dari Ubadah bin Ash-Shamit)
Rasulullah hendak memberikan kabar gembira mengenai waktu turunnya lailatul qadr secara pasti, tetapi pengetahuan tentang ini dilupakan darinya karena mendengar perdebatan.
Berdebat tidak baik karena ia membuka kesempatan kepada syaitan untuk turut melakukan provokasi di dalamnya. Debat dapat memunculkan fitnah, keraguan, menghapuskan amalan, mengeraskan hati, melahirkan dendam, dll. Arena yang paling disukai setan adalah permusuhan dimana tiap pihak berusaha untuk menunjukkan aib pihak lain dan menyucikan dirinya sendiri, dan debat dijadikan saran untuk memperoleh kemenangan semu. Dengan meninggalkan debat, itu adalah bukti kepercayaan kepada diri sendiri, keimanan pada manhaj, dan keyakinan kepada Allah SWT.
Debat yang diperbolehkan adalah dengan menggunakan argumentasi yang lebih baik dan santun. Bertahan dengan cara yang baik dengan berdiskusi dan memaparkan argumentasi secara santun, sembari meminta maaf dan memaafkan kesalahan ucap.
(7). Jangan bakhil (pelit).
Predikat paling buruk yang disandang oleh wanita muslimah adalah jika ia disebut wanita bakhil/ pelit. Orang bakhil yang paling bakhil dapat dibagi tiga:
• Orang yang bakhil dengan dunia di jala akhirat.
• Orang yang bakhil pada dirinya sendiri dengan dalih zuhud meninggalkan keduniaan.
• Orang yang mendengar nama Nabi SAW disebut di hadapannya namun ia tidak bershalawat.
Salah satu makar orang bakhil adalah memeluk erat-erat uangnya semasa hidup, namun begitu di ambang kematian ia lantas membagi-bagikan apa yang dimilikinya kepada ahli waris. Berikut manifestasi yang mengekspresikan sifat tidak bakhil:
• Mengeluarkan zakat wajib.
• Memberikan shadaqah.
• Menyuguhi tamu.
• Memberikan hadiah.
Satu lagi menifestasi bakhil dalam kehidupan rumah tangga ialah bakhil dengan tidak melontarkan kata-kata manis dan perasaan-perasaan mulia, khususnya dengan suami.
(8). Tepiskanlah rasa dengki.
Surga yang luas disediakan khusus untuk orang-orang yang menahan amarah dan memaafkan manusia. (Ali Imran 133-134). Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan dalah Ihya Ulumuddin bahwa, “Marah bertempat di hati. Kemarahan yang hebat berarti mendidihnya darah di dalam hati menuntut pembalasan yang merupakan makanan marah dan syahwatnya, dan ia tidak akan tenang kecuali dengan penuntasannya.”
Dengki didefenisikan sebagai memendam permusuhan di dalam hati dan menunggu-nunggu kesempatan pemuasannya. Muncul ketika merasa muak dan jengkel terhadap seseorang. Dengki akan melahirkan 8 buah kezaliman terhadap orang lain:
• Hasud
• Mencaci maki saat terjadi bala cobaan
• Mendiamkan
• Melecehkan, berpaling, menjauh
• Ghibah
• Mengolok-olok
• Menyakiti fisik
• Menahan kucuran kemurahan (pemberian dan silaturrahim)
Jika orang shahih jengkel, maka berbuat adil. Jika orang budiman jengkel, maka mereka bertindak mulia. Jika orang naif jengkel, mereka bertindak semena-mena. Untuk mencapai status Ash-Shiddiiqiin (orang-orang budiman) maka ada tiga tangga yang harus dilalui, yaitu:
• Menahan amarah
• Memaafkan kesalahan manusia
• Berbuat baik kepada orang yang memusuhi
(9). Dilarang iri/hasud.
Hasud adalah reaksi jiwa dan penyakit hati yang menganggap nikmat Allah yang diterima sesesorang terlalu banyak untuknya sembari mengangan-angankan raibnya kenikmatan tersebut dari mereka. Faktor penyebab diantaranya:
• Permusuhan, kebencian, kemarahan, kedengkian.
• Takabur dan arogan
• Kegemaran pada dunia
• Ambisi kekuasaan
• Kebusukan jiwa dan kekerdilan dari kebaikan
Hasud adalah senjata makan tuan yang menghasilkan mudarat dunia dan keagamaan. Orang yang dihasudi justru berada di atas angin sebab ia memperoleh beragam keuntungan dengan kehasudan orang yang menghasudinya, di dunia maupun di akhirat.
Obat penyembuh hasud adalah ilmu dan amal. Ilmu: orang alim adalah orang yang tidak hasud pada orang yang lebih tinggi dan tidak melecehkan orang lebih rendah (tingkat keilmuannya). Amal: dengan amal proses pengurungan hasud bisa berjalan dengan sempurna.
(10). Pantang terpedaya (Ghurur)
Ghurur adalah bentuk kelalaian dan keterpedayaan dan merupakan predikat yang menempel pada setiap penipu. Ghurur memiliki tiga sumber utama :
• Tertipu oleh angan kehidupan dunia --> merasa Allah memberinya kehidupan dunia yang melebihi orang lain dan beranggapan karunia tersebut sebagai kelebihan, bukan sebagai kemurahan, dan mungkin mengandung ujian dan cobaan apakah ia bersyukur atau malah kufur.
• Tertipu oleh janji setan --> setan senantiasa memberi bisikan yang membesarkan dirinya sehingga tidak lagi peduli pada dosa besar dan kecil.
• Tertipu oleh angan ampunan Allah --> Allah mencela kalangan ahlul kitab, orang munafik, dan pemaksiat atas ilusi dan keterpedayaan mereka
o Ilusi ahlul kitab --> bahwa dengan kekuatan yang dimiliki, mereka bisa mengalahkan Allah.
o Ilusi orang munafik --> mereka berpikir bahwa di akhirat kelak mereka bisa mengatakan hal yang sama yang pernah mereka katakan kepada kaum mukminin sewaktu di dunia, bahwa mereka bersama-sama kaum mukminin.
Manifestasi ghurur cukup beragam, diantaranya:
• Meremehkan amalan-amalan ringan
• Mencemooh kaum papa dan fakir miskin, enggan bergaul dengan mereka.
0 komentar:
Posting Komentar