Siapa yang tidak bahagia mendengar anak tiba-tiba bisa berbicara. Walaupun hanya satu kata tapi bagi para orang tua itu adalah permulaan yang baik untuk langkah selanjutnya. Bicara pada bayi biasanya terjadi sejak kurang lebih 6 bulan usia bayi, tapi saat itu pelafalannya tentu saja masih kurang jelas yang biasa dikenal dengan istilah “Babbling”. Anak saya Syafin mulai babbling sejak umur 6 bulan juga, dengan suara dan bunyi-bunyian yang berubah-ubah dari mulut kecilnya.
Suatu hari yang indah, seperti biasa jelang shalat Isya Saya bawa Syafin ke kamar mandi untuk gosok gigi dan bersihkan muka tangan dan kaki, sekalian saya berwudhu bersiap melaksanakan shalat isya. Syafin yang saat itu berumur 12 bulan gemar sekali meniru apapun yang saya lakukan.
Kemanapun saya hendak pergi ia pun memperhatikan saya seraya ingin melakukan hal-hal yang sedang saya kerjakan. Lepas dari kamar mandi sayapun shalat isya dan saya taruh ia tak jauh dari jarak pandang saya. Lantas Syafinpun menyimpan kedua tangannya diatas perut seperti gerakan shalat seraya berkata “Allahuakbar”, subhanallah saya pun terkagum dibuatnya…itulah kata pertamanya! Dia pun tersenyum spontan melihat senyum kebahagian diwajah saya. Saya ulangi terus kata-kata itu semakin lama ia pun semakin senang seraya mengulang kalimat “Allaahuakbar” sembari meletakan kedua tangan diatas perut. Subhanallah sejak itu, saya pun tak lepas mengajak ia shalat selalu setiap saya shalat saya menaruhnya di hadapan saya. Terkadang tiba-tiba Syafin pun mengelar sejadah sendiri dan menggunakan sarung abi-nya ke arah kepalanya..sayangnya sarung yang pastinya kebesaran itu tak mungkin dipakai Syafin. Hari itu saya sangat bahagia dibuatnya.
Berawal dari mana?, Berbicara tentang ini saya pun teringat rekaman yang dulu Saya dan Abi-nya syafin perdengarkan bersama. Rekaman singkat yang berjudul “Aku mau ayah” oleh Ust Irwan Rinandi (pemeran KH Rahmat Abdullah dalam film Sang Murobbi). Pesan dari seri taujih yang beliau sampaikan yang saya bidik disini adalah bukan soal keberadaan ayah untuk sang buah hati saja, tetapi saya tertarik dengan ungkapan beliau ketika bilang sudahkah ayah dan ibu memberikan murojaah AlQuran setiap hari untuk si kecil?. Ya..perlakuan yang tidak biasa kita lakukan. Seringkali kita melakukan itu saat anak kita sudah tidur dengan alasan supaya tidak mengganggu konsentrasi membaca Alquran atau murojaah hafalan kita. Ternyata dari sana saya faham kalau hal itu penting untuk bayi, terlebih usia bayi 6-15 bulan saat mungkin bayi baru akan bicara. Setelah itu, saya maupun abinya seringkali memberikan syafin bekal membaca AlQuran dan hafalan, bukan hanya saat dia tidur tapi justru disaat dia bermain.
Saya percaya sebetulnya anak usia 0-2 tahun belum punya kemauan apa-apa kecuali ibu dan ayahnya yang mengarahkan. Alhamdulillah selama ini hingga syafin usia 13 M tidak pernah Syafin mengganggu aktifitas rutinitas saya untuk mengaji dan mengerjakan pekerjaan. Satu hal yang terus berkembang dari dirinya adalah rasa penasaran untuk tahu banyak hal dan mengerjakan apa saja yang orang besar(dalam hal ini saya dan abi-nya yang ada dirumah) kerjakan. Sebagai ibu sendiri tentunya saya berusaha melibatkan Syafin saat apapun, memberinya kesibukan saat saya harus bekerja. Sampai urusan membereskan rumah pun saya beri dia porsi untuk membantu walaupun sebetulnya tidak membantu tapi yang penting dia enjoy dan merasa ada saat saya bekerja. Sejak itu, kamipun selalu saling menasihati sebagai pasangan baru. Jaga sikap Abi Umi, karena Syafin selalu meniru apa yang kita lakukan.
Kembali lagi ke pembicaraan “Allahuakbar”, bagi Saya itu sebuah kebanggaan yang sampai detik ini saya bersyukur sangat memilikinya. Terimakasih ya Allah atas semua ini. Walau demikian Saya sadar.. perjalanan untuk mendidik dan membesarkannya masih sangat jauh dan tantangan demi tantangan kedepan mesti Saya hadapi. Saya jadi teringat sebuah perkataan dalam buku parenting, bahwa jangan sampai anak mendengar kalimat Allah hanya saat kita dalam kondisi marah, saat membentak, mengomel keluarlah kalimat Allah, Astagfirullah, MasyaAllah dll. Sayang beribu sayang, makanya tak jarang kita jumpai anak mental saat besar disuruh shalat, disuruh berdoa dan menjalankan syariatNya. Karena ia seringkali mendengar kata Allah itu dalam pikiran yang negatif, karena siapa? orangtua! Na`udzubillah semoga kita semua dijauhkan dari sikap seperti itu. Dari situ saya selalu berfikir bagaimana berbicara tentang keindahan alam semesta dan Sang Pencipta dengan perkataan yang baik dan penuh cinta. Sedang anakku belum faham apa-apa bicara saja ia belum sampai saatnya. Tapi saya yakin kekuatan AlQuran bisa memberikan ketenangan tersendiri baginya, bicaralah dengannya dengan bahasa AlQuran. Rajinlah membawanya ke forum-forum pengajian maupun sekedar tilawah, murojaah dan mendengarkan AlQuran bersamanya. Karena sejatinya mereka bukan pengganggu kedekatan kita dengan Sang Khalik, tapi kita lah yang seringkali melabelkan dirinya seperti itu.
Saya bukan orang yang pengalaman dalam hal ini, hanya sedikit berbagi kebahagiaan yang sedang saya rasakan. Niscaya kekhawatiran dan kecemasan “biasa” seringkali Saya dan Abinya alami. Kami selalu berbicara, khawatir ada kelakuan kami yang kurang baik tiba-tiba ada pada diri Syafin. Ah, saya jadi teringat perkataan ustadzah Wirianingsih tempo hari ” Kalau mau tahu perilaku orang tua sang anak 0-7 tahun, lihat saja perilaku anak itu”. Kami tidak pernah merasa bisa menjadi orangtua yang sholih dan sholihah hanya sekedar berusaha.
Terakhir, seringkali kita sebagai orang tua super sibuk mempersiapkan aksesoris indah bagi si kecil. Baju yang bagus mengikuti tren mode masa kini, khawatir anaknya ketinggalan zaman dengan berbagai ikon film kartun dll. Atau sekedar tertarik dengan mainan yang dimiliki orang lain pun dengan embel-embel meningkatkan kecerdasan. Apalagi sekarang era online shopping, segalanya dimudahkan. Hati-hati dalam bersikap terlalu bersigap memenuhi kebutuhan materil yang tak tanggung-tanggung untuk mereka. Seperti saya bilang sebelumnya, sampai detik ini saya pribadi masih percaya bahwa anak 0-2 tahun belum memiliki kemauan apa-apa. Jangan tertipu atau barangkali kita yang menginginkan itu. Misalkan anak kita menangis merebut mainan kawannya, apa hal itu bertahan sampai mogok makan berhari-hari misalnya? tentu tidak pernah sampai seperti itu. Seringkali kita sebagai orang tua terjebak dengan kata kasihan. Namun kita jarang membekalinya dan memenuhi otaknya dengan berbagai kisah indah tentang Allah dan Rasulnya, sejatinya itu semua ada dalam AlQuran. Mereka dengar, mereka lihat apa yang kita kerjakan.
Mudah-mudahan sedikit sharing dari saya bermanfaat buat saya pribadi dan mudah-mudahan bisa jadi inspirasi buat semuanya. Semoga ini menjadi awal yang baik bagi perjalanan kami selanjutnya dan semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk dan hidayahNya untuk kita semua, Amiin YRA.
0 komentar:
Posting Komentar