Jumat, 06 Mei 2011

Istiqomah please!!

“semoga istiqomah yah..”kata seorang teman  ketika mendapati saya mulai belajar memakai jilbab. Saat itu saya ga tau artinya isiqomah itu apa, yang saya tau istiqomah adalah nama sebuah mesjid di jalan citarum, dan di dekat situ ada warung nasi timbel favorit saya. hehehe..

Semoga istiqomah. dua kata yang sering kita dengar dari sahabat, teman, atau siapapun yang respect sama kita. Saking seringnya, saya sering menanggapinya dengan biasa saja, paling menjawab “makasi..” atau “amiin”, tapi taukah teman istiqomah adalah sesuatu yang sangat mahal harganya, lebih sulit menjaga keistiqomahan daripada mendapatkan keistiqomahan itu.

Dulu ketika SMP, saya mempunyai sahabat, sebut saja Deani(nama sebenarnya), ya namanya satu huruf berbeda dengan nama saya, kemana-mana kita sering bersama, tak jarang ia main ke rumah, keluarganya telah mengenal saya, dan keluarga saya pun mengenalnya dengan baik (hehehe..kaya ke calon suami aja ya), jadilah Deani dan Diani sepasang sahabat yang sangat akrab, dimana ada Deani disitu ada Diani, dimana ada Diani disitu ada semut (orangnya manis sih kaya gula..)hoho..maap, maap. Day by day, tidak terasa 3 tahun berlalu, saya dan Deani melanjutkan ke SMA yang berbeda, persahabatan kami pun tidak seperti dulu lagi dikarenakan jarak dan waktu yang tidak memungkinkan.

Di SMA saya punya teman-teman baru, tapi tidak ada yang cerewet namun solider seperti Deani, dan suatu hari saat saya pulang sekolah di depan sebuah swalayan, ada seseorang yang memanggil-manggil saya, “Dianiii..”teriak seorang cewe di tengah keramaian, saya pun segera menoleh ke arah suara tadi, tapi yang saya liat hanya seorang perempuan berjilbab putih mendekati saya, “siapa nih, ko kaya familiar??”tanya saya dalam hati sambil berusaha mengingat-ngingat.

“Deaaa???!!”sontak saya kaget. “Iya. Diani, kemana aja?”tanya Deani sambil cipika-cipiki, 

“iya nih jarang ketemu ya sekarang, waah..dea pake jilbab nih sekarang, jadi makin cantiik..”ya memang dia makin cantik, wajahnya makin terlihat bersih. “Iya nih, sejak SMA dea pake jilbab”jawab Dea dengan semangat, “Ooh..”jawab saya datar tanpa tertarik sedikitpun. Setelah berbincang-bincang cukup lama, kami saling bertukar nomor hp, dan pamitan. Saya pun melanjutkan perjalanan pulang, saya masih tidak percaya Deani memakai jilbab, saya mengenal siapa Deani, “ah, rasa-rasanya dulu Deani sama gilanya sama saya, ko bisa ya sekarang pake jilbab, jilbabnya rapih lagi..”tanya saya dalam hati penuh penasaran. Tapi jauh di dalam lubuk hati saya, ada rasa kagum dan salut pada Deani, kapan ya saya bisa seperti Deani??ah. entahlah..saya pun tidak memikirkannya terlalu serius.

Tiga tahun pun berlalu, sejak pertemuan di depan swalayan itu, saya tidak pernah bertemu lagi dengan Deani, saya pun tidak tau ia kuliah dimana sekarang.

Suatu hari, saya sedang jalan-jalan dengan adik saya, “Teh, lapaar..”rengek adik saya sambil mengajak ke restoran fastfood yang ada di sekitar situ,

Fiuhh..ya sudahlah saya penuhi permintaan adik saya itu. Sambil menunggu makanan datang, saya duduk-duduk sambil melihat ke sekeliling restoran itu, dan saya kaget disana ada seorang perempuan, wajahnya familiar sekali, saya pun mendekatinya, “Eh, deani ya??”tebak saya ragu-ragu, “E..eh..i..iya, diani ya?”jawab Deani tak kalah kagetnya dengan saya, “Hmm..udah lama kerja disini dey?”tanya saya yang entah kenapa langsung canggung, “lumayan, sejak lulus SMA, dea mau kerja dulu, baru deh nanti kuliah..” jawab Deani yang juga keliatan canggung. “Oo..gitu ya..wah, subhanallah ya”ada rasa salut pada Deani, namun ada pertanyaan besar yang ingin saya tanyakan pada Deani, pertanyaan yang mungkin tadi membuat saya dan Deani sama-sama canggung.

“Kemanakah jilbabmu yang dulu rapih itu dey?”namun pertanyaan ini hanya sebatas dalam tenggorokan, tidak saya lontarkan. Kami tidak berbincang terlalu lama, karena Deani harus kembali bekerja. “Aah, apa karena tuntutan pekerjaan kah ??”sesal saya dalam hati.

Sekarang boleh kita berjilbab, boleh kita solat 5 waktu, boleh kita puasa senin pahing kamis wage (loh??), tapi minggu depan? bulan depan? taun depan?who knows?who can guarantee??rasanya sulit jika tanpa keistiqomahan, tanpa keistiqomahan mungkin saya udah terjun ke dunia sinetron(iya, perannya jadi pembantu rumah tangga cocok!!hehehe)

Semenjak saat itu saya memahami penting arti sebuah keistiqomahan.

Sesuatu yang sangat mahal harganya kawan.

0 komentar:

Posting Komentar