Poligami .. ooh .. poligami, kata itu terdengar tidak asing lagi. Namun, bagi yang belum siap di poligami jadi membuat merah telinganya. Mengapa demikian? Karena kebanyakan para suami yang sudah kebelet ingin poligami, tidak memperhatikan rambu-rambu yang baik dalam rumah tangga. Kadang sering berperilaku aneh, dan curang, bahkan berani berbohong.
Hari itu ada cerita yang membuat sedih hati, miris mendengarnya, malah kadang seperti mimpi di siang bolong. Teman saya yang sudah belasan tahun menikah dan punya anak yang sudah besar-besar, hendak menuntut cerei suaminya, karena dia merasa tidak di hargai keberadaannya, ketika dia mengetahui suaminya sudah menikah lagi, bahkan kebohongan suaminya itu sudah satu tahun lamanya.
Apa gerangan yang terjadi dengan poligami? Mengapa orang-orang sholeh yang menjadi panutan, justru malah mencoreng dirinya dengan perbuatan yang kurang ahsan (baik)? Mereka mengorbankan rumah tangga mereka demi mengejar ambisi yang belum tentu sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW. Poligami itu sunnah-kan bukan wajib?
Wajib mana antara poligami dengan menjaga ketentraman rumah tangga?
Bila poligami dikerjakan, rumah tangga yang dibina belasan tahun bahkan puluhan tahun, jadi hancur berantakan.
Namun bila tidak berpoligami alias menahan nafsu dari keinginan itu, rumah tangga di jaga dengan baik, dakwah lancar dan pikiran tenang.
Sudah banyak contohnya, apa lagi yang belum lama terjadi, da´i kondang yang menjadi panutan masyarakat, dengan keluarganya yang sakinah, karena terbawa ambisi dengan poligami. Namun beliau 'belum mampu' untuk melaksanakannya dengan baik, maka rumah tangganya jadi 'berantakan', dan beliau harus berpisah dengan istri pertamanya.
Sekarang mana yang lebih baik. Poligami atau menjaga keutuhan rumah tangga?
Jangan salahkan poligami-nya, tapi salahkan pelakunya yang belum siap, tapi memaksakan diri.
Saya rasa bukan begini yang diinginkan oleh Rasulullah SAW, beliau SAW pun akan sedih bila mengetahui hal ini, gara-gara ingin mengikuti sunnah, hancur semua yang sudah dibina belasan tahun, hancur sudah sang penerus dakwah ini, dan perceraian yang dibenci oleh Allah SWT, menjadi halal, walaupun dalam hadist Rasulullah SAW bersabda :
Dari Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah adalah perceraian.” (HR. Abu Daud dan Hakim)
Halal bukan berarti dibolehkan begitu saja dikerjakan, halal dengan kata lain, bila rumah tangga yang dibina selalu dalam pertengkaran dan sudah banyak mudhorot-nya, maka jalan cerai itu menjadi halal dan dibenarkan. Allah pun tidak suka melihat seorang hamba-Nya teraniaya.
Misalkan teraniaya hatinya, sedih yang berkepanjangan, stres dan bahkan sampai sakit yang berlebihan menimpa si istri yang memang belum siap di-poligami, maka hal itu di bolehkan, untuk menyelamatkan seorang ibu, yang harus terus mendidik anak-anaknya.
Mungkin dengan bercerei maka si istri bisa berkonsentrasi dengan satu hal saja, yaitu mendidik anak-anak lebih baik lagi, sebagai penerus dakwah, dan tidak lagi memikirkan sakit hatinya yang telah diduakan dan 'merasa tidak dihargai' oleh suaminya.
Mengapa kini poligami menjadi terdengar mengerikan, bahkan para ibu rumah tangga sekarang banyak yang menjadi 'parno' alias 'para noit', atau jadi takut mendengar kata poligami, jangan disamakan para ummahat sekarang dengan ummahatul mu´minin. Jangan!!!
Kenapa? Zaman sudah berbeda kawan. Apakah para suami juga mau disamakan seperti Nabi Shallahu alaihi wa sallam? Beliau Shallahu alaihi wa sallam ber-poligami, tapi kelakuannya baik sekali. Tidak mengecewakan dan sangat menghargai istri-istrinya.
Wahai para suami yang sholeh kenalilah istri-istrimu dengan baik, pahami dan cintai dengan sepenuh jiwa, jangan disakiti, jangan dihinakan, jangan dikhianati cintanya dan jangan dibiarkan sampai keluar jalur.
Wahai para suami yang sholeh, bimbinglah istri-istrimu dengan cara yang ahsan, agar kau dapat menjalani keinginanmu dengan cara baik dan bijak, ingat poligami bukan sekedar penyaluran syahwat, yang berlebih.
Karena kebanyakkan para lelaki mengibaratkan, bahwa lelaki itu memiliki nafsu yang berlebih, jadi perlu penyaluran tempat yang banyak atau lebih dari satu, naudzubillahi minzalik.
Saya membaca dalam al-Qur´anul karim, tidak ada Allah menuliskan hal itu. Karena kewajiban poligami itu dikatakan bagi yang mampu dan dapat berbuat adil. Syaratnya pun tidak sembarang saja, siapa saja yang baik dinikahi, tidak seenaknya saja, misalkan memilih yang lebih cantik dan lebih seksi dari istri pertama, atau kembali ke mantan pacar.
Wah, kalau begitu tujuan utamanya saja sudah salah, bagaimana mendapat ridho Allah, istri pun pasti merasa dilecehkan, waktu susah sama-sama, istri masih muda disanjung-sanjung, tapi sudah senang cari yang baru, istri makin tua, dilupakan.
Apakah anda senang wahai para suami, melihat orang yang selama ini bersama anda, menolong kesuksesana anda, menjaga aib anda, dan bahkan makan-tidur anda selama bertahun-tahun lamanya, sejak awal susah hingga anda sukses dan melahirkan anak-anak anda, dengan ikhlas bangun malam menjaga amanah dari Allah SWT, kini orang dekat anda itu menangis.
Memohon agar anda tidak dulu menduakannya, karena dia belum siap. Namun anda tidak memperdulikannya, apakah tidak sebaiknya anda menunda dahulu agar sang istri siap dunia akhirat untuk di poligami, yang dengan tujuan karena Allah SWT, apakah anda tidak sebaiknya membimbingnya dulu agar istri anda dapat menjadi panutan para ummahat yang lain?
Apakah anda tidak sadar, bila anda berani menyakiti istri anda, berarti anda juga sudah menyakiti orang tuanya yang sudah melahirkannya, saudara-saudaranya, bahkan Allah SWT yang menciptakannya.
Melihat situasi seperti ini, mengapa poligami harus dipaksakan, poligami toh, bukan karena nafsu kan, tujuannya karena hendak menolong kan, lantas apakah anda lebih mendahulukan menolong orang lain, dari pada menolong istri anda yang saat anda utarakan niat anda tiba-tiba istri anda menjadi ling-lung dan stres dikarenakan ketidaksiapannya, mengapa anda tidak menolong rumah tangga anda dulu saja, yang sudah anda bina belasan tahun.
Poligami itu-kan menyatukan dua wanita atau lebih, menjadi saudara, dan saling membimbing serta menasehati, hidup rukun dan tidak ada percekcokan, bukankah begitu yang diajarkan Baginda Rosullullah saw, tapi mengapa ketika poligami terjadi, istri pertama dilepas atau malah istri pertama menggugat cerei, apakah ini yang dinamakan poligami, kalau kayak begini namanya bukan poligami dong, melainkan menukar istri yang lama dengan yang baru, kayak beli sepatu saja ya.
Rasulullah SAW amat sangat menghargai istri-istrinya, bahkan Siti Khadijah yang sudah wafat pun amat sangat Beliau SAW hargai dan sayangi, sampai-sampai beliau berkata pada Aisyah yang cemburu ketika Rasullullah SAWsering menyebutkan nama Khodijah, bahwa Khadijah adalah istri yang sangat beliau sayangi dan tidak tergantikan, seperti dalam hadist yang berbunyi:
Dari Aisyah radhiyallahu anha pernah berkata,
“Aku tidak pernah cemburu terhadap wanita seperti kecemburuanku terhadap Khadijah, karena Nabi Shalallahu alaihi wassalam seringkali menyebut namanya. Suatu hari beliau juga menyebut namanya, lalu aku berkata, 'Apa yang engkau lakukan terhadap wanita tua yang merah kedua sudut mulutnya? Padahal Allah telah memberikan ganti yang lebih baik darinya kepadamu'. Beliau bersabda, 'Demi Allah, Allah tidak memberikan ganti yang lebih baik darinya kepadaku'.” (HR. Bukhari)
Betapa amat sangat menghargai dan cintanya Rasulullah SAW pada Siti khadijah, karena beliau sadar, tanpa peran dan pengorbanan yang diberikah oleh Khadijah selama dalam dakwahnya itu, maka dakwah yang pertama kali beliau lancarkan tidak akan sempurna, dan Siti Khodijahlah yang pertama kali beriman kepada Rasulullah SAW, serta menjaga Rosulullah di setiap saat, dari Khodjah pulalah Rosulullah mendapatkan keturunan.
Nah, bagaimanakah dengan anda wahai para suami yang budiman, adakah anda sadar apa yang telah anda lakukan selama ini, sudahkah anda membimbing istri anda dengan baik, jangan ada kebohongan dalam melaksanakan yang hak, karena kebohongan akan membawa trauma dan mempersulit keadaan.
Kebanyakan para suami terlupa akan tugas utamanya dalam rumah tangga, bila sudah tak tahan ingin melakukan poligami. Apapun akan dia lakukan, agar misinya berhasil, nikah diam-diam itu senjata utama, dan untuk berbagi waktu maka di gunakan alasan tugas kantor, atau si wanita yang berpura-pura tidak tahulah bahwa calon suaminya itu sudah berumah tangga, maka dia terima lamarannya, dan menikah.
Satu alasan yang tidak masuk akal, memang poligami bagi para suami dibolehkan, dan tidak diwajibkan untuk izin pada istri, namun secara ahsan dan akhlaq yang baik, apakah tidak diutamakan kejujuran dan mendiskusikan, apakah selama ini istrinya yang senantiasa setia disampingnya hanya jadi seonggok daging tak bernyawa, ketika sang suami ada keinginan untuk menikah lagi.
Cobalah pikirkan dengan kepala dingin dan mata terbuka lebar, wahai suami yang sholeh. Jangan sampai anda yang tadinya jadi panutan, gara-gara poligami jadi runutan dan cemoohan, anda yang dulunya mengutamakan kejujuran, gara-gara poligami jadi menghalalkan kebohongan, anda yang sangat menjaga kata-kata dengan baik, gara-gara hendak berpoligami kata-kata anda jadi kasar dan menyakitkan.
Pikirkan dulu dengan matang jangan sampai menyesal di kemudian hari, anda-kan tidak mungkin menukar keluarga anda dengan keluarga yang baru, sayangkan keluarga yang telah anda bina puluhan tahun, dengan anak-anak yang jadi penerus dakwah anda, kini putus di tengah jalan, hanya karena nafsu dan kesombongan anda yang tidak terkendali.
Syurga yang anda cari justru neraka yang anda dapat, di dunia saja anda sudah sensara karena perbuatan anda sendiri, apalagi di akhirat nanti, mau kemana anda berlari, bila yang hak saja sudah anda langgar, karena menyakiti istri, membuat hidup tak tenang, poligami pun tak bermanfaat, dakwah anda jadi terbengkalai, anak-anak anda pun menjadi pemurung dan menjauh dari keramaian.
Wallahu´alam bishawab.
0 komentar:
Posting Komentar