Setiap media, terutama televisi, di setiap harinya tentu menyajikan head line news yang selalu saja berubah. Baik berita dari dalam negeri maupun dari mancanegara, terlepas dari kepentingan mereka meningkatkan rating yang ujung-ujungnya untuk kepentingan ekonomi maupun kepentingan politik yang ujung-ujungnya “pencitraan” dan sebagainya.
Kemajuan yang kita rasakan bersama adalah bagaimana kini masyarakat begitu gemar dan aktif mengikuti berita-berita terkini di media. Tidak seperti di “era kemarin”, sajian berita menjadi acara yang “mengganggu”. Apalagi ada siaran langsung pidato menteri atau pejabat yang terkesan hanya formalitas menjalankan tugas. Kini benar-benar luar biasa, bahkan di bagian layar paling bawah terdapat berita baris berjalan menyajikan berita terkini.
Fenomena ini patut kita syukuri, walaupun di lain sisi, tontonan-tontonan murahan masih saja disajikan dengan dalih pelepas stress, baik itu adegan lucu atau adegan lucu plus “penjualan” aurat kaum hawa.
Sebagai penonton setia, betapa lepasnya kita tertawa terbahak-bahak menyaksikan setiap adegan menggelikan. Sebagai pemirsa yang baik, betapa kritisnya kita melihat dan mendengar setiap berita yang disajikan oleh media. Belum lama, berita tewasnya Usamah bin Ladin begitu penuh mewarnai di setiap sudut media. Ada yang bertepuk tangan, ada yang simpati, ada pula yang secara dalam menganalisa dan memberikan komentar-komentar yang terkesan bijak.
Ya begitulah berita, setiap hari berputar dan setiap kita seperti “diwajibkan” mengupdatenya, hingga media memberikan “ruang” komentar ataupun tanggapan-tanggapan melalui dunia online di dalam web maupun jejaring sosial atau melalui pesawat telepon yang bisa langsung dimunculkan di televisi, sehingga kita memang benar-benar diberikan apresiasi telah mengikuti “jalan” berita yang setiap saat mereka sajikan. Betapapun, tanggapan maupun kritik yang kita sampaikan kepada pejabat atau pihak yang bersangkutan kemungkinan besar hanya terkesan terapresiasi di layar kaca namun biasanya entah seperti apa di alam nyata.
Saudaraku, menanggapi fenomena di atas, ada rangkaian pertanyaan yang perlu kita jawab. Mengapa begitu kencangnya langkah hati kita untuk selalu menyaksikan berita-berita itu? Sedangkan, mengapa begitu lemahnya langkah hati kita untuk selalu menambah berita tentang “kepastian” yang telah menanti kita?
Begitu rakusnya kita saat ingin mengetahui keadaan terkini selebriti, keadaan politik, sosial, ekonomi, olah raga dan sebagainya dengan berbagai kemajuan yang telah Allah karuniakan melalui kemajuan teknologi saat ini. Akan tetapi seberapa rakusnya keinginan kita akan ilmu pengetahuan, kabar banyak tentang suatu masa yang sudah pasti Allah sebagai warning kepada kita?
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (QS. Al-An’aam [6] : 32)
Dengan ayat di atas Allah menyatakan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sendau gurau dan permainan. Jika demikian, tentu menjadi sebuah kesalahan apabila kita selalu mengkonsentrasikan diri dalam dunia ini, menguras fikiran dan gagasan hanya untuk pengetahuan yang bersifat sementara ini. Sungguh menyedihkan, jika kita mengaku sebagai muslim hanya memahami akhirat sebatas kehidupan lanjutan setelah kematian, lalu di sana terdapat surga untuk orang-orang yang baik dan orang-orang durhaka akan dimasukkan ke dalam neraka.
Padahal kematian adalah pasti, akhirat selalu menanti. Bukankah sebuah kebodohan jika kita tidak mengerti dengan detail akan ilmu tentang sebuah kampung setiap saat menanti itu? Di sana ada kegelapan barzakh, di sana ma’syar, di sana sirath, di sana ada tak terhitung nikmat, di sana ada tak terbayangkan kengerian dahsyatnya siksa yang menanti. Bahkan Rasulullah SAW pun pernah menatapnya.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari ‘Abd Allah ibn ‘Abbas,"Terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah SAW, para sahabat berkata, 'Ya Rasulullah, kami melihat engkau memetik sesuatu, kemudian kami melihat engkau berbalik.' Rasulullah berkata 'Aku melihat surga dan mencoba memetik setangkai buahnya. Seandainya aku berhasil memetiknya, engkau pasti akan memakannya sampai akhir zaman. Dan aku melihat api neraka. Aku tidak pernah melihat sesuatu yang begitu mengerikan dan menakutkan'."
Mengetahui berita tentang akhirat, tentu bukan untuk berlomba-lomba menumpuk ilmu di dalam kepala semata. Melainkan agar benar-benar menghadirkan nuansa kenikmatan syurga kemudian memotivasi diri bahwa Allah benar-benar telah menyiapkan tempat mulia itu bagi hamba-hambaNya yang setia. Dan juga untuk menghadirkan rasa kengerian akan api neraka, sehingga kita bersama-sama berusaha menjauhkan diri darinya.
Jadi sangat berbeda dengan berita-berita duniawi yang setiap hari kita nikmati, yang kini cenderung mendidik menjadi masyarakat yang kritis, namun satu sisi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat hidup di dunia hanya menjadi janji manis, apalagi untuk kesejahteraan kehidupan di kampung keabadian kelak, mungkin hampir tak terpikirkan.
Melalui catatan kecil ini, sebenarnya penulis hanya ingin memotivasi dan menasihati diri sendiri, agar tak tenggelam dalam rutinitas dan berhenti pada titik puas menikmati suguhan berita-berita duniawi yang dilihat semakin menarik dari hari ke hari. Padahal ada ilmu dan berita yang harus kita perdalam, harus kita ketahui, yaitu berita tentang kampung akhirat. Yang siapapun dia, mau tidak mau, rela ataupun terpaksa akan menuju kepadanya. Tak terkecuali juga bagi mereka yang biasa mengumpulkan dan menyuguhkan berita-berita dunia tanpa pertimbangan ukhrawi sedikit pun.
Semoga kita tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang hanya tahu akan ilmu duniawi semata. Dan selalu bertanya, apa kabar akhirat? Wallahu ‘alam.
0 komentar:
Posting Komentar