Rasanya, kalau melihat Indonesia, kita hanya bisa mengelus dada. Miris melihat pemandangan yang ada. Terutama, kehidupan pemerintahan dan bernegara, sudah rusak semuanya. Bahkan, orang-orang terpilih, yang berada di gedung DPR atau pemerintahan, sekarang ini rasanya tak juga bisa diandalkan. Boro-boro terjadi perubahan, yang ada malah citra dan perilaku buruk yang sering dipertontonkan.
Memang, untuk menuju kondisi yang lebih baik, rasanya tak perlu sekarang ini mengandalkan siapa-siapa. Entah itu pejabat, anggota DPR/DPRD atau para politisi. Justru yang penting kembali ke jati diri masing-masing. Kembali bercermin apakah kita ini sudah baik. Lalu, apakah kita juga sudah punya andil untuk perbaikan. Minimal di lingkungan sekitar. Nampak sederhana, namun seringkali kita lupa.
Saya yakin dan optimis, masih ada orang-orang baik, di partai politik, di pemerintahan. Hanya saja karena mereka berada di dalam sistem, agak sulit untuk bergerak melakukan perubahan. Yang ada, kadang diam, atau jalan di tempat, hanya mampu menyaksikan beragam kebobrokan di depan mata. Lalu, kalau sudah begini, harus bagaimana?
Tidak lain, tak bukan, saatnya kembali ke masjid...
Ini yang saya pikir dan renungkah beberapa hari ini. Entah, benar atau tidak, rasanya kembali ke masjid memang perlu menjadi perhatian khusus. Kembali menghidupkan masjid, tak melulu hanya sebatas tempat beribadah (sholat) saja. Tapi, masjid sebagai tempat penyelesaian beragam permasalahan umat. Ya, berawal dari masjid, perubahan itu akan terjadi.
Kalau melihat masjid di sekitar kita, rasanya mungkin bangga. Banyak masjid yang dibangun besar-besar, mewah, dengan ornamen dan asesoris penuh pernak-pernik etnis, bahkan diantaranya banyak yang dipasang AC, tidak menimbulkan rasa panas dan sumpek sehingga bisa membuat nyaman orang-orang di dalamnya.
Tapi, adakah yang kurang? Tepat, penghuninya, alias jamaahnya. Kadang, yang nampak hanya orang datang, sholat lalu pulang (pergi). Pagi hari nampak sepi, pun begitu petang datang, pinti gerbang, atau pintu masjid sudah terkunci rapat-rapat. Tak ada aktivitas yang berarti. Inilah kekurangan dari masjid di sekitar kita yang nampak nyata.
Kalau melihat masjid kampus atau masjid perkantoran, memang sudah agak mendingan, rada banyak kegiatan, tapi melihat masjid pada umumnya, di mana di situlah jamaah sesungguhnya ada, kadang luput dari kegiatan.
Sepertinya, inilah saatnya kita kembali, menghidupkan masjid dengan beragam kegiatan, semacam majelis ilmu dengan kajian-kajian tematis yang rutin, terutama kajian tafsir Quran, begitu juga menghidupan perpustakaan, mengumpulkan buku-buku plus membedahnya sehingga ilmu di dalamnya bisa semakin hidup dan bisa di praktekkan dalam kehidupan keseharian. Begitu juga, menghangatkan kembali anggota dan pengurus jamaah masjid. Kembali merutinkan pertemuan, karena dengan musyawarah dan syuro inilah ruang yang tepat untuk membincangkan permasalahan-permasalahan umat dan berusaha mencari titik temu serta menyelesaikannya.
Tak perlulah merasa berdosa ketika tidak menjadi jamaah partai politik, justru sebenarnya kita bisa terkena dosa ketika abai untuk tidak bergabung dan aktif dalam jamaah masjid, karena itulah sebenar-benar jamaah. Tempat kita saling mengingatkan, tempat kita saling bantu menyelesaikan persoalan, tempat kita merumuskan dan mengimplementasikan agenda-agenda perbaikan umat yang telah kita rencanakan.
Apalagi, sebentar lagi bulan ramadhan datang, inilah saat yang tepat. Kembali masjid kita ramaikan, kembali masjid kita hidupkan. Merapat kepada sebenar-benar umat. Agar, cahaya Islam ini kembali jaya, agar umat ini tak melulu menjadi bulan-bulanan berita media, agar umat ini tak terombang-ambing karena masing-masing sibuk dengan urusan sendiri-sendiri, agar umat ini semakin merasakan kesejahteraan, baik materi maupun hati. Memang, semua ini mudah diucapkan, tapi perlu kebersamaan untuk bisa mewujudkan.
0 komentar:
Posting Komentar