Sabtu, 14 Mei 2011

Orangtua Harus Sabar Agar Anak Pintar

Rasa tidak sabar dan kesal kerap melanda orangtua ketika mengajari anaknya belajar. Namun, implikasi rasa kesal dan tidak sabar tersebut ternyata mampu memicu anak menjadi stres. Akibatnya, anak semakin tidak mampu menyerap informasi yang diberikan.

“Ketika tubuh sedang stres, ada hormon yang dikeluarkan dan dilepaskan dalam aliran darah. Itu yang disebut hormon kortisol atau hormon stres. Hormon ini memiliki efek negatif terhadap kesehatan, seperti mengurangi kemampuan kognitif dan menekan fungsi normal dari tiroid. Karena itu, jangan heran ketika kita (orangtua) makin tidak sabar mengajari, anak justru makin bengong dan tidak bisa menjawab," kata psikolog Sani B Hermawan, Sabtu (31/7/2010) di sela-sela acara Smart Parents Conference Jakarta.
Menurut Sani, jika anak berada dalam situasi tertekan, anak tidak bisa menyerap karena ketakutan. “Hormon itu kan bergiliran kerjanya. Kalau anak stres, maka ada hormon yang menghambat karena ada hormon lain yang muncul sehingga membuat anak tidak dapat menyerap informasi karena kepekaannya menghilang,” kata Sani.

Ketika anak diajar dengan bentakan dan hukuman (kalau salah, anak disuruh berdiri atau tidak boleh makan), proses penyerapan informasi anak justru menjadi tidak berhasil.

“Prosesnya sederhana seperti ketika anak dikejar anjing, maka yang saat itu jalan adalah emosi (rasa takut), bukan logika. Dengan demikian, logika menjadi tidak muncul. Sementara, emosi dan logika berperan penting dalam pembentukkan sikap. Kalau rasa takut muncul, maka akan menghambat logika rasa ingin tahu,” kata Sani.

Oleh karena itu, Sani menyarankan para orangtua agar menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Dengan begitu, anak-anak akan tertarik, ingin tahu, dan ingin mencoba-coba.

“Daya serap anak meningkat ketika ia merasa senang dan aman. Kalau anak itu senang, gate (pintu gerbang) di otaknya akan terbuka sehingga informasi juga mudah masuk,” kata Sani.

Malu vs Iseng Telanjang Dimuka Umum

"Suhu dunia" semakin panas dengan maksiat wanita wanita yang dengan murah dan mudah alias enteng, pamer aurat didepan umum. Parahnya semua itu terjadi dengan alasan klise.. iseng. Mereka menyikapi dengan santai dan ogah berpikir berat ketika gambar mereka menjadi konsumsi publik. Pose pose topless, atau setengah telanjang yang telah mampir di dunia maya, dan di saksikan berjuta pasang mata, seakan bukanlah beban yang musti harus masuk dikepala.

Ada juga sebagian lain berlindung atas nama seni dan memilih untuk tetap keukeuh dengan pendapat mereka bahwa hal itu benar. Dengan kata lain hal yang mereka lakukan sama sekali tidak menyalahi aturan (mereka sendiri). Sayangnya batasan aturan tersebut juga tidaklah jelas alias kabur. Namun yang pasti untuk mereka, keindahan pahatan tubuh wanita adalah bernilai seni tinggi. Dan tentu saja hal itu akan menjadi agenda primer dari proses eksplorasi yang mereka lakukan. Astagfirullah...

Malu..satu rasa yang sudah banyak terlupakan oleh para wanita "penjual" dan pengeksploitasi aurat itu. Padahal rasa malu adalah akhlak yang menghiasi perilaku wanita yang dapat menyinarkan cahaya dan keanggunan. Malu, juga merupakan sebuah akhlak terpuji dan fitrah yang mengkarakter pada diri setiap wanita. Akhlak yang mulia ini tidak akan kokoh tegak dalam jiwa orang yang tidak punya landasan iman yang kuat kepada Allah swt. Sebab, rasa malu adalah pancaran iman.

Wanita sebagai manusia tidaklah luput dari kesalahan dan cela. Karena alasan itulah, sebagian dari mereka mengatakan, bukan manusia yang berhak menghakimi mereka. Namun bagaimana apabila misi buka bukaan aurat disebut sebagai bagian dari totalitas pekerjaan dan atau malah dilakukan dengan iseng ditempat umum?. Masih adakah kata "pantas" untuk hal itu? apa iya makna kata "seksi" yang sering diidentikkan dengan terbukanya aurat telah sebegitu dahsyatnya membius, sampai- sampai melupakan berharganya sebuah harga diri yang justru menjadi mahkota wanita?. Hal itu tidak akan mendatangkan kerendahan kecuali pada pribadi yang bersangkutan.

Setuju atau tidak, wanita yang tampil anggun cantik dan elegan sesuai dengan aturan Allah SWT, akan lebih kelihatan bersinar dan lebih tampil. Diterima atau diingkari, hati nurani manusia bahkan wanita-wanita yang melakukan semua itu tetaplah tahu, mengakui dan tak bisa mengingkari bahwa tidak ada kebahagiaan dan keindahan dengan maksiat.
So ladies, akan sangat baik bagi kita menghindarkan diri dari iseng yang membawa pada murka Allah SWT. Tak perlu ngoyo untuk tampil apalagi sampai membuka aurat didepan umum. Jika anda ingin cantik, cukup hiasi diri dengan dengan rasa malu. Karena dengan sifat ini, hanya kebaikanlah yang bakal kita raup, sebagaimana dinasehatkan dalam lembaran sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa “Malu itu tidaklah datang kecuali dengan kebaikan.”

Musibah, Istri Dicerai Gara-gara Menolak Bepergian Tanpa Mahram!

RIYADH (voa-islam.com):  Seorang warga Tabuk mengakhiri hubungan dengan istrinya setelah menceraikannya karena istrinya menolak untuk melakukan perjalanan udara kecuali bersama suaminya.

Kerabat si suami mengatakan bahwa suami yang bekerja di Tabuk setelah si istri ditunjuk sebagai guru di Taif tahun lalu biasanya di setiap cuti sekolah dia pergi ke Taif untuk mengambil istrinya ke rumahnya di Tabuk di mana istrinya tidak mau melakukan perjalanan udara kecuali bersama suaminya mengingat pentingnya mahram dalam bepergian.

Mereka menunjukkan karena keterbatasan materi, si suami selama periode terakhir menemaninya bolak-balik dengan angkutan darat, lama-lama suami bosan dengan syarat ini dimana dia sedang berusaha dengan istrinya pada suatu waktu untuk melepaskan diri dari syarat ini, tapi istrinya menolak.

Menurut koran "Al-Riyadh" bahwa sejumlah ulama telah berfatwa haramnya seorang wanita bepergian sendiri tanpa mahram sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: (tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir bepergian kecuali bersama mahramnya).

Belajar Ilmu Lidah

Lidah, benda sederhana yang merupakan bagian tubuh kita sebagai karunia Allah ini, ternyata menyimpan banyak kegunaan dan resiko. Dia bisa membawa kebaikan dan atau malah sebaliknya menjerumuskan seseorang, bahkan sejauh jauhnya. Susunan alfabet yang sederhana dari sebuah kata yang dihasilkan lidah kita, memiliki daya pengaruh yang bisa berdampak negatif jika tidak dirangkai secara bijaksana.

Seni mendidik lidah, benar benar memberikan efek luar biasa, salah satunya dalam kehidupan berumah tangga. Keharmonisan dan kesejukan suasana didalamnya ada kaitannya erat dengan hal yang bernama lidah. Kemampuan pasangan menghadirkan kata kata yang menyejukkan dan meneduhkan akan tentu saja membawa kedamaian didalam rumah. Dan sebaliknya, kealpaan kita menjaga dan menahan lisan dari mengeluarkan kata kata yang menyakitkan akan membawa dampak yang sangat tidak ringan. Mungkin diawalnya tidaklah terlalu terasa, namun seiring dengan waktu, jika kebiasaan buruk ini tetap di "jaga" maka bom waktu itu akan setiap saat meledak dan menghancurkan rumah tangga.

Siapa suami yang tidak ingin disuguhi kata kata yang halus dan penuh pengertian dari para istri istri mereka. Walaupun tidak ada makanan yang terhidang, walaupun kehidupan tidak selalulah berjalan sesuai dengan impian dan keinginan, namun kemampuan istri mendidik lidah mereka dengan baik, akan membawa semangat bagi para suami untuk lebih memberikan yang terbaik yang mereka mampu demi keluarga.

Pun demikian dengan para istri. siapapun dan dimanapun istri, tidak akan pernah berharap seorang suami yang kasar yang selalu menyakiti dan meremehkan mereka melalui kata katanya.

Kata kata yang baik yang terucap dari mulut kita dan kita ucapkan berulang-ulang, akan menyatu dengan diri kita. Apabila kata sudah menyatu dengan pikiran dan hati, maka hal itu akan memunculkan keajaiban-keajaiban. Tapi semua ini hanya berlaku bagi yang mengucapkan dengan sepenuh hati demi membahagiakan dan mendamaikan pasangan kita.

Poros dari semua kejadian ini tentu fatwa dari hati manusia tersebut, Karena ibarat teko, dia hanya akan menguarkan isi asli didalamnya. Oleh karena itu, menjaga hati, tidaklah kalah penting dari semua itu. Hal ini dapat dilakukan salah satunya dengan memelihara diri. Jika hati kita akan terbiasa untuk memelihara diri dari godaan-godaan untuk mengeluarkan kata-kata yang tidak bermanfaat, maka sebenarnya kata-kata yang kita ungkapkan memiliki makna yang akan masuk ke dalam pikiran kita. Pikiran akan memberikan gambaran atas kata yang kita ucapkan. Ketika kita mengucapkan kalimat yang baik dan penuh kasih,maka lambat laun kita pun akan tertuntun untuk menjadi pribadi yang mengasihi. Dan jika hal itu selalu kita jaga untuk terus menerus kita lakukan, niscaya kebahagiaan dan kedamaian akan selalu menghiasi rumah tangga kita.

Mandiri Setelah Menikah

Tak bisa ‘lepas’ dari orangtua, hanyalah satu dari sekian masalah rumahtangga yang terjadi. Salah satu pihak menganggap pasangannya belum mandiri karena masih sering bergantung banyak hal pada orangtua.

Bergantung dalam hal petunjuk dan bimbingan menjalani hidup tentu masih wajar. Namun bergantung dari segi finansial dan emosional tentulah tidak wajar, apalagi untuk jangka waktu panjang.

Serba-serbi Ketidakmandirian
Wujud kemandirian bukan hanya finansial, melainkan segala aspek kehidupan pasangan suami-istri. Banyak pasangan yang tetap bergantung pada orangtuanya dalam hal mengasuh, mendidik anak.

Suami memilih untuk bekerja, dan tanggung jawab mengasuh anak diserahkan kepada orangtua atau mertua. Biasanya sebagian besar pasangan memilih tinggal dengan orangtua atau dekat dengan orangtua karena alasan tersebut.

Ketergantungan atau ketidakmandirian lain yang acapkali terjadi adalah saat mengambil keputusan. Wanita sebagai ibu dari anak-anak tidak mampu mandiri dalam mengambil keputusan. Bukan sekadar meminta pendapat, tapi tidak bisa mengambil keputusan bila tidak ada orangtuanya.

Bahkan yang lebih parah, si wanita tidak pernah mengambil keputusan bagi keluarganya sendiri. Orangtuanyalah yang selalu mengambil keputusan.

Di sisi lain, terkadang orangtua tidak siap melepas anaknya yang sudah menikah. Mereka tetap dianggap sebagai anak kecil yang harus di bawah kendalinya. Orangtua tetap merasa harus dan berhak mengatur kehidupan anak bahkan menantunya.

Namun, ada pula istri yang mengeluh karena tak pernah merasa menjadi seorang ibu rumah tangga, karena segala sesuatu diatur mertuanya. Artinya pihak suami-lah yang belum mampu mandiri.

Pisah dari orangtua bukan jaminan
Di Indonesia, tinggal dekat atau serumah dengan orangtua hingga dewasa dan berumahtangga termasuk hal biasa. Umumnya alasan utama yakni suami-istri sama-sama bekerja di luar rumah dengan perjalanan yang amat menyita waktu.

Tinggal serumah dengan kakek-nenek membuat orangtua Indonesia merasa lebih aman meninggalkan anak-anaknya bersama pengasuh, sebab ada yang mengawasi.

Alasan kedua, tinggal bersama orangtua selama beberapa tahun membantu pasangan yang baru menikah untuk bisa menabung dan membeli rumah sendiri ketimbang dipakai untuk menyewa.

Sebaliknya, ada pasangan yang walaupun sudah mampu tinggal di rumah sendiri namun salah satu pihak masih belum bisa menjalankan peran sepenuhnya sebagai suami-istri atau ayah-ibu yang baik bagi anak-anaknya. Jadi, domisili atau perihal tempat tinggal bukanlah jaminan agar salah satu pihak (suami/istri) tak bergantung lagi dengan orangtua.

Apakah Ketergantungan Bisa Diatasi?
Hal ini bisa terwujud dengan niat dan tekad yang kuat untuk belajar mandiri. Jangan sampai masalahnya semakin besar karena pasangan terbiasa bergantung pada orangtua dan malah tidak tergerak untuk berusaha.

Kemandirian bukan berarti harus memikirkan diri sendiri tanpa memerhatikan orang lain, utamanya pasangan hidup. Kemandirian dalam berpikir dan bertindak berarti mengedepankan rasa percaya diri dalam menghadapi setiap peristiwa yang terjadi. Dengan demikian, tak perlu menunggu pasangan bertindak ketika harus menentukan sikap terhadap suatu momen penting.

Ketika Pasangan Tak Seindah Harapan

Saat kita masih sendiri, pastilah tersirat dibenak kita untuk bertekad menjadi isteri shalihat yang taat dan selalu tersenyum manis. Kitapun selalu ingin memberikan yang terbaik bagi suami kelak sebagai jalan pintas menuju surga.

Figur isteri yang sholihat, taat, dan setia benar-benar terpatri kuat di benak kita. Maka, tatkala Allah SWT telah menakdirkan kita mendapat jodoh seorang Muslim yang sholih kita pun melangkah ke gerbang pernikahan dengan mantap. Begitu khidmat dan khusyu karena kesadaran penuh untuk beribadah dan menjadikan jihad dan syahid sebagai tujuan hidup berumah tangga.

Kini ketika telah menjalani kehidupan rumah tangga,  banyak hal-hal realistis yang harus dihadapi. Sifat, karakter, pembawaan, selera, dan kegemaran serta perbedaan latar belakang keluarga yang semula mudah terjembatani oleh kesatuan iman, cita-cita, dan komitmen ternyata lambat laun menjadi bahan-bahan perselisihan. Pertengkaran memang bumbunya perkawinan,tetapi manakala bumbu yang dibubuhkan terlalu banyak, tentu rasanya menjadi tajam dan tak enak lagi.

Berbagai masalah kehidupan dalam perkawinan harus dihadapi ketika mengetahui kenyataan bahwa pasangan tak seindah harapan, Bagi yang tidak siap dan atau menyiapkan diri, mereka seakan mengalami penderitaan kejiwaan berkepanjangan yang imbasnya akan menjalar terhadap perbuatan "anarkis" kepada diri dan orang- orang sekitarnya. Tak lupa pula, doa- doa patah hatipun dilantunkannya setiap hari.

Ternyata, ada banyak hal yang tak seindah bayangan semula. Antara harapan dan kenyataan ada terbentang satu jarak. Taman bunga yang dilalui ternyata pendek dan singkat saja. Cukup banyak onak dan duri siap menghadang.

Kekecewaan yang besar bersumber dari persepsi yang ideal yang kemudian menggiring kita pada gambaran2 indah tentang pasangan kita. Suami diharapkan bermental Super dan menjadi sosok pribadi yang istimewa layaknya Rasulullah SAW. Sedangkan Istripun juga dipersepsikan layaknya Ibunda Fathimah yang tanpa cela dalam mengabdi kepada suami.

Harapan yang besar tersebut seakan pula menghapus pemakluman atas segala kekurangan dari suami. Hal ini tentu saja bisa berdampak fatal, konflik bisa saja menjadi jadwal harian jika harapan itu berlawanan dengan fakta yang ditemukan di dalam sebuah rumah tangga

Lantas apakah berharap itu tidak boleh ? berharap sah-sah saja dan memanglah wajar, namun perlu diingat bahwa seseorang yang akan kita nikahi itu manusia bukan malaikat, banyak kekurangan yang mungkin terjadi di kemudian hari yang disebabkan oleh kekurangan2 dari pasangan kita tersebut..

Berkaca dari hal di atas, oleh karena itu tidak berlebihan apabila kita mensyarakatkan diri sendiri untuk bersikap ikhlas ketika akan menikah. Sikap ikhlas membuat kita lebih siap untuk menghadapi perbedan-perbedaan nanti. Selain itu, sikap ikhlas juga akan menumbuhkan prasangka baik kita kepada Allah.

Sikap ikhlas pun akan menumbuhkan sifat memaafkan dan berpikir positif. kita perlu menyadari bahwa semua orang berusaha hidup dengan cara yang paling baik menurut mereka, namun terkadang "kebaikan" itu mungkin kurang pas jika diterapkan untuk kita. Tapi satu hal yang harus tetap kita lakukan, cobalah mendidik diri sendiri untuk tetap menghargai niat baik mereka tersebut. Maka dengan memaafkan dan berpikir positif, semua akan kembali pada jalur yang semestinya.

Jika sikap semua hal tersebut semua telah mendarah daging, Alih –alih menyebabkan konflik atau kekerasan dalam rumah tangga, kejutan-kejutan yang terjadi kemudian, justru akan manambah benih-benih romantisme sehingga cinta dan dukungan kita terhadap pasangan kitamalah akan menjadi semakin besar. Dan kalau sudah begini Bukan tidak mungkin kita akan benar2 menikmati indahnya surga dunia.

Dan yang terakhir, untuk menghindari kekecewaan juga diperlukan sikap kita untuk mencintai pasangan kita dengan cinta yang proporsional. Karena jika kita memang harus menghadapi kenyataan bahwa pasangan kita hanyalah manusia lengkap dengan kekurangan dan kelebihannya, hati akan terasa lebih lapang dan kekecewaan dapat lebih mudah untuk direlakan karena besarnya pengertian bahwa tidak selamanya hidup itu indah.

Ngemil Kerikil Neraka

Kehidupan dunia menawarkan kesenangan semu yang tiada batas. Dan manusia di `anugrahi` cobaan berupa nafsu sebagai pengikut setia atas semua itu. Berbagai tawaran menggiurkanpun tak luput menyemarakkan kelezatan dosa. Namun sangat disayangkan bahwa Kesemua itu berujung pada neraka yang mengerikan.

Betapa batin manusia sering kali terlupa atas dosa yang nyata apalagi yang tersamar. Saat kelalaian malah dianggap atraksi hiburan yang menyenangkan, dan atau dosa dinilai sebagai improfisasi brilian, maka kabut hitam penutup pintu hidayah manusia pun menjadi terasa sesak untuk dilewati.

Bisakah kita mengkaji ulang sebentar dan melihat kembali kebelakang jalan hidup yang selama ini telah kita tempuh. Adakah barang haram yang telah kita relakan menjadi bagian dari darah kita saat ini? Dan atau mungkin bukan hanya kita, jangan- jangan suapan dosa itu telah kita suguhkan kepada anak- anak kita?

Menghadirkan neraka sebagai bagian dari sarapan pagi anda dan keluarga, tentu saja bukan mencerminkan cita rasa yang baik dari orang tua yang pantas diteladani.Bagaimana mungkin orangtua yang baik bisa begitu egois. Egois? ya, keegoisan orang tua yang dengan kesenangan dan kepuasan pribadinya telah mengumpulkan harta haram, yang kemudian memenuhi perut anak- anak terkasih yang jelas- jelas tidak tahu menahu tentang tingkah polah ayah ibunya.Parahnya lagi, jika hal itu disampaikan orang lain sebagai nasehat bagi mereka, sejuta dalih atas dasar tanggung jawabpun mengalir dari mulut agar terbuka jalan pemakluman orang lain atas dirinya. Bagaimana mungkin orang tua teladan akan bangga mengajak anak- anak untuk secara berjamaah ngemil kerikil neraka sebagai rutinitas harian dan kudapan favorit mereka? Tentu saja kita berharap kepada Allah agar melindungi kita dari menjadi hambanya yang tergambarkan seperti hal tersebut diatas.

untuk mendapat rizki halal atau haram bukanlah tentang idealisme dan atau sekedar jargon- jargon tak berguna. Kesemua itu adalah pencerminan kualitas orang tua sebagai seorang hamba. Jangan anggap remeh sebuah pilihan, karena hitungan Allah yang sangat maha akurat dalam segala hal, akan memberikan balasan atas apa yang kita pilih dengan sangat tepat pula.Saat ini, besok, didunia, ataupun diakherat, cepat atau lambat, layaknya bumerang balasan itu akan kembali menimpa kita. Benar- benar tidak ada yang gratis apalagi tertebus dengan cuma- cuma untuk sebuah kejahatan ataupun kebaikan. Semua akan menuai balasannya sendiri- sendiri sesuai dengan kadarnya.

Usia kita akan menua, dan kita tidak akan tahu apa yang akan Allah rencanakan dalam episode penempuhan jalan itu. Beberapa orang sengaja menunggu umur senja mereka untuk memanen tangis penyesalan. Sebagian dari mereka mungkin tak sadar atas proses menunggu itu, dengan membiarkan diri lalai terus menerus dalam dosa. Hal itu sama saja mereka membangun jalan takdir mereka selanjutnya. Dan kapan tepatnya episode kesedihan itu akan terjadi, tentunya itu hanya masalah waktu saja.

Saat mata sudah buram untuk melihat, saat lutut tak mampu menopang penuh badan untuk melangkah, dan atau malah justru saat harta yang seumur hidup dikumpulkannya tenyata tak lagi mengakrabinya. Apalagi yang mampu dicapai saat itu, kecuali dengan rahmat Allah subhanahu Wata`ala yang kembali merengkuh kita dalam sebuah kebahagiaan.

Hanya hati yang penuh kesyukuran yang akan dengan gagah berani menatap kenyataan dan memandang langkah takdir berikutnya sebagai perjuangan.Bagi pribadi seperti ini,kekurangan dipandang sebagai tantangan yang dengan ijin Allah akan selalu bisa ditaklukkan.

Perjuangan menghadiahi keluarga dengan hidangan kesenangan dalam rizki yang halal, walaupun dalam keterbatasan, akan menjadikan anda kebanggaan keluarga. Keselamatan dunia akherat yang anda bangun atas keluarga, menjadikan anda sebagai harta yang tak ternilai bagi keluarga, sangat lebih bernilai, bahkan lebih dari nilai harta yang telah anda berikan untuk mereka.

Detik Terakhir...

Ketatnya persaingan hidup, target pekerjaan, krisis finansial, dan tekanan hidup yang semakin sulit telah banyak melalaikan manusia dari mengingat kematian.

Demikian pula dengan kebahagiaan berkumpul bersama keluarga yang sangat kita cintai, bercanda dan bergurau bersama mereka, pergi berlibur bersama, konser musik, perayaan- perayaan ulang tahun, belanja di mall, menikmati acara televisi dan atau membaca buku- buku cerita telah banyak melalaikan dan menyita waktu kita sehingga fokus pikiran kita terjauh dari kematian.

Hari demi hari telah kita lalui, dahulu kita masih berada dalam kandungan ibu, lalu kita menjadi anak- anak, remaja, dewasa dan tua. Dan sudah menjadi sunatullah bahwa semua yang pernah hidup akan mengalami kematian.

Memang, pembahasan tentang kematian adalah topik yang mengerikan bagi kebanyakan manusia, sehingga sadar atau tidak pembicaraan tentangnya sering kali dihindari dan dilupakan. Namun celakanya, betapapun mereka menghindarinya, manusia tidak akan bisa terlepas dari jadwal ajalnya sendiri. 

Suka atau tidak suka, "piala bergilir" itu pasti akan menuju kita, dan bukan hal mustahil setelah anda membaca tulisan ini, anda akan menjumpai... detik terakhir....

Ketika panggilan kematian itu datang, erangan nafas begitu beratnya terdengar. tidak akan ada seorangpun yang dapat lari darinya, tidak seorangpun yang dapat menghindarinya.

Ternyata begitu cepat waktu berlalu, seakan baru kemarin tangis kelahiran kita terdengar, namun sekarang harus berkalang tanah. Dan akan bagaimanakah akhir kehidupan kita nanti? Sesungguhnya setiap orang telah mengukir jalan akhir kehidupannya sendiri, yaitu dengan melihat bagaimana dia menghabiskan jatah waktu dan umurnya.

Disinilah kecerdasan kita teruji. Ya, manusia yang cerdas bukanlah selalunya berkubang dengan rumus dan atau pemikiran modern. Manusia yang dengan penuh kehati- hatian melalui setiap detik proses kehidupannya hanya untuk mencari ridho Robbnya lah adalah sebenar- benarnya manusia yang cerdas. Begitu cerdasnya dia dalam mendidik dan menguasai dirinya sendiri untuk sadar bahwa kesemuanya akan ada pertanggungan jawab dan konsekuensinya.

Namun sayang, kebanyakan manusia hanya berpikir pendek dengan menganggap bahwa kematian yang menurut mereka adalah sama halnya seperti kelahiran. Sepasang proses hidup tersebut, secara natural akan terjadi. Keduanya bisa diandaikan seperti ujung dari seutas tali yang bernama kehidupan, berbeda titik tetapi terentang sepanjang usia. Sangat biasa.

Padahal ketika kunjungan malaikat maut telah datang, berarti pula jadwal hidup dalam keabadian, yang berarti selama- lamanya dan tidak akan pernah ada ujungnya, sudah menanti didepan mata.

Maka, sebagai penghormatan kepada diri, sudah selayaknya kita memberikan desain kematian yang indah untuk diri sendiri yang hidup hanya satu kalinya ini.Semoga Allah memberikan akhir kehidupan kita dengan husnul khotimah. 

Suka atau tidak suka, piala bergilir itu pasti akan menuju kita, dan bukan hal mustahil setelah anda membaca tulisan ini, anda akan menjumpai... detik terakhir....

Mengapa Aku Menahan Amarahku Kepada Suamiku..

Suatu hari, dua orang wanita yang bersahabat saling bertemu dan bertukar cerita. Salah satu dari mereka lalu mengungkapkan rasa penasarannya bahwa  sahabatnya terlihat sangat jarang sekali marah kepada sang suami, atas bagaimanapun perlakuan yang diterimanya.

Lalu sang sahabat berkata....
Ketika kemarahan itu sudah sampai diubun- ubun, lalu aku masih menahannya dan mencoba tetap mendidik diriku untuk tetap mengingat betapa jasanya yang dalam himpitan kesusahan, lelah dan penat, dia berusaha mencukupi nafkah untuk aku dan keluargaku. Dan tidak jarang pula, akhirnya dia melupakan perawatan atas dirinya sendiri.

Aku seperti halnya kamu, adalah seorang wanita, yang memang diciptakan lebih lemah dari pada lelaki. Dan saat kelemahanku itu hadir dan mengusik mereka, seribu satu kemakluman mereka hadirkan untuk tetap mengerti kekurangan kita sebagai wanita.

Terkadang keegoisan kami sama- sama datang, namun akhirnya naluri mengalahnya atas perempuan manja yaitu aku pun muncul. Direngkuhnya aku dan terucaplah perkataan maaf itu. Dan, dari disanalah akhirnya perdamaian kami tercipta. Semakin mesra.

Tapi....

Tidak jarang pula, ketika rasa "keunggulannya" sebagai lelaki hadir dan membuatnya sedikit terbawa dalam ego, hal itu memang membuatku sedikit sakit hati, yah aku kan hanya manusia. Namun kesempatan itu tidak aku sia- siakan, aku tata batinku sedemikian rupa sehingga aku terlihat menyenangkannya dalam luasnya hatiku menerimanya. Aku yakin, Allah yang Maha melihat akan lebih ridho kepadaku saat itu.

Saat tiada teman berbagi, dialah yang menyediakan pundaknya yang kuat untukku menangis. Kekuatan pikiran dalam logisnya dia berpikir, yang jelas- jelas memang lebih kuat dari pada aku, akhirnya memberi ruang bagiku sejenak untuk merasa nyaman dan terlindungi. Sekuat- kuatnya wanita didunia ini, tapi sesuai dengan fitrahnya, wanita tetap dan pasti akan merasa butuh diayomi oleh laki- laki.

Rasanya tiada teman yang paling pantas aku akrabi selain suamiku. Dan memang sebagai manusia biasa, dia tidak akan lepas dari kekurangan, seperti halnya aku. Lalu setelah semua itu aku sadari, untuk alasan apalagi aku harus menuntutnya menjadi sempurna? Dan dalam keterbatasan serta kekurangannya sebagai manusia, masih pantaskah aku menuntutnya untuk harus selalu berlaku dan memberi lebih kepadaku?

Dan bukan berarti aku merendahkan diriku sendiri atasnya, namun.. dengan kalimatku ini, aku mencoba sadar diri, betapa aku mempunyai banyak kekurangan sebagai wanita. Dan dia tetap memilih aku, dan memutuskan untuk menghabiskan sisa waktu hidupnya denganku, membimbing, mengayomi, dan menafkahi aku. Lalu, berilah aku satu alasan, dari celah mana aku bisa tetap beralasan untuk tidak bisa menahan lidahku atas suamiku?

Dan menahan kemarahanku padanya, insyaAllah akan memberi gambaran jelas tentang diriku, istrinya, yang sebenar- benarnya. Jika aku selama ini belum dapat membuatnya bangga, mungkin saat inilah yang tepat bagiku mengukir kenangan yang dapat membanggakannya. Membuatnya bangga bahwa aku adalah istri yang dapat tetap mengertinya, bahkan dalam keadaan marah sekalipun. Setelah itu, aku yakin dia akan berkata pada hatinya, bahwa dia bersyukur telah meletakkan pilihan atas separoh hidupnya kepadaku.

Dan apakah kau tahu, bahwa suamiku adalah ladang amal yang InsyaAllah akan membawa ku kepada surga Allah yang abadi. Keridhoannya adalah kunci pembuka pintunya, dan mengalah sedikit bukan berarti menjadi budaknya, namun sikap sabar itu yang justru akan memuliakan kita dihadapannya.

Maka aku belajar untuk tidak merelakan hidup dan hatiku diatur oleh rasa. Rasa amarah, rasa benci, dan apapun yang justru akan membelokkan fokusku dari menghimpun pahala dari Sang maha kuasa. Maka dari itu pula, aku ingin mencintai suamiku karena Allah. Hanya karena Allah, jadi setiap kali aku marah kepadanya, aku akan kembali mengingat Allah dan mengingatnya hanya sebatas manusia yang penuh dengan kekurangan seperti halnya aku. Hal itu yang menjauhkanku dari penghakiman apapun atas suamiku. Setelah itu, betapa hanya keteduhan yang akhirnya memenuhi hatiku, dan hilanglah amarahku.

Bacalah! Maka Kau Akan Mengerti

Bacalah tentang dirimu, maka aku akan mengerti bahwa sesungguhnya dirimu adalah indah. Allah telah menciptakanmu dengan begitu teratur dan sempurna, maka dari itu berbanggalah menjadi muslimah dengan menjadi taat kepada Nya.

Dia tetap memeliharamu bahkan saat kau tidak mencintainya, Dia mengasihimu dan tetap memberikan kepadamu jatah rizki, bahkan disaat kau mengkhianatinya, dan Dia pun akhirnya memaafkan kesalahanmu saat kau bertaubat, walaupun selanjutnya kau mengulang kesalahan yang sama. Lagi dan lagi. Memang, menebus kecintaanNya adalah sangat mustahil dilakukan, maka satu- satunya cara untuk membalasnya adalah menjadi hamba yang baik untukNya. Walaupun itu memang sama sekali tidak menguntungkan atau merugikanNya, namun percayalah kesetiaan terhadap aturan dan JalanNya, akan selalu membawamu kepada kemuliaan seorang manusia.

Menjadi mulia...ternyata lebih mendamaikan bahkan dari pada sekedar mendapatkan gelar sebagai `kaya`. Lalu mengapa harus kau rendahkan dirimu sendiri dengan menyelisihi Allah sang Maha Penguasa, hanya demi memenuhi nafsu yang memenuhi rongga dadamu?.

Bacalah kewajibanmu, maka kau akan mengerti bahwa seorang wanita sangatlah dimuliakan Allah lewat sebuah hal yang bernama melayani. Dengan melayani keluarga dan suami, maka kau telah melekatkan sebuah keajaiban pada dirinya sendiri sebagai seorang wanita.

Kau yang dengan segala keringanan mengesampingkan kesenanganmu sendiri demi kebahagiaan yang lain. Ah Simpanan terbaik apalagi di dunia ini yang lebih selain seorang istri yang begitu sangat sholihah dan mencintai keluarganya diatas kepentingan dan kelegaan hatinya sendiri. Suami adalah kunci munuju surga, kehidupan terabadi ditempat yang paling indah. Subhanallah, semoga Akhirnya kehidupan terbaik disana bisa di peroleh.

Bacalah tentang kekuranganmu, maka kau akan mengerti cara tepat menjadikan dirimu hebat, tanpa harus menjadi dipaksakan untuk sempurna.Kesadaran tentang kekurangan itu akan menjadikan kau pribadi yang tidak sombong dihadapan Yang Maha segala apalagi dihadapan manusia.

Saat kau mengenal kekuranganmu, maka akan banyak kesempatan bagimu untuk melembutkan hati dan mengasah kasih sayangmu untuk selanjutnya kau sebarkan keindahan itu kepada seluruh dunia.

Bacalah tentang masa lalumu, maka kau akan mengerti betapa Allah sangat Maha penyayang dan mengasihimu. Allah menuntunmu kepada jalan yang terbaik walaupun kadang kau khianati.

Kasih sayangNya tiada batas, walau sering kali kita membatasi diri denganNya lewat dosa- dosa yang kau perbuat. Maka dari itu jangan tunda sujudmu, mohonkanlah ampunan atas jalan salah yang telah kau ukir dalam kebanggan berbuat dosa.

Bacalah setiap lembaran hidupmu, maka kau akan mengerti betapa Allah Subhanahu Wata'ala telah mengembankan kepadamu tugas yang berat dan indah, namun tidak melebihi kemampuanmu.

Kau adalah mampu, walaupun kau suka berputus asa dengan berkata tidak mampu. Kau adalah pemenang, walau sesekali terpuruk menjadi pecundang. Kau adalah Anugrah, maka jangan anggap dirimu sebagai sampah. Kau indah, bahkan terlalu indah untuk sekedar kau caci maki. Kau adalah hamba yang taat, walau sesekali kau salah jalan, namun lihatlah sang Maha Penolong masih tersenyum dalam keteledoran yang kau lakukan.

Dan yakinlah Dia akan selalu memaafkanmu, selama kau ikhlas meminta maaf. Lalu, atas alasan apa lagi kau harus menunda tobatmu, apakah kau perlu harus menyaksikan dahulu kemurkaaan Allah atasmu?

Ujian Kehidupan

Mungkin banyak yang begitu down, atau begitu terpuruk ketika ujian-Nya datang beruntun. Kadang, kita seperti tak punya kesempatan untuk bernafas lebih panjang, menggenapkan energi yang kita punya, untuk menghadapi berbagai terpaan itu. Kadang, terasa begitu berat, bahkan ingin melarikan diri dari itu semua.

Tapi kemudian kita belajar, bahwa hadirnya ujian, hadirnya terpaan yang begitu bertubi, sesungguhnya adalah tempaan. Tempaan agar kita menjadi lebih tangguh. Ini juga menyoal training kesabaran, yang mungkin terlalu mudah untuk digumamkan. Yah, kita mungkin begitu mudah untuk mengatakan, “Sabar….sabar….”, tapi pada kenyataannya, sabar itu tak semudah pengucapannya. Ia butuh latihan. Ia butuh training. Dan ujian lah yang menjadi trainingnya.

Sesungguhnya, beruntunglah orang-orang yang Allah berikan ujian lebih banyak. Sebab ia punya lebih banyak kesempatan untuk naik kelas. Naik ke kelas yang lebih berkualitas. Bukankah jika kita hendak naik kelas, kita harus melewati ujian terlebih dahulu? Dan bukankah, tinggi rendahnya tingkatan kelas itu amat linear dengan tingkat kesulitan ujian ia dihadapi? Tentu saja!

Dan yang jelas, Allah tidak akan membiarkan kita mengatakan diri kita beriman, sebelum Allah memberikan ujian-ujian untuk diri kita. Dan hanya orang beriman pulalah yang baginya semua keadaan adalah kebaikan belaka. Jika itu menyenangkan, ia bersyukur. Dan jika itu tidak mengenakkan, ia bersabar.

Sungguh, jika kita memandang ujian sebagai suatu bentuk in process control, maka insya Allah akan memberikan quality assurance atau jaminan kualitas diri yang lebih mumpuni dari pada memilih untuk melarikan diri dari ujian-ujian itu. Melarikan diri dari ujian-ujian, memiliki arti yang sama dengan membuang kesempatan untuk naik kelas ke tingkat yang lebih berkualitas. Selain itu, jikapun kita bisa melarikan diri dari ujian itu, tetap saja akan berjumpa dengan ujian-ujian lain yang serupa atau dengan tingkat yang sama, hingga kita berhasil lulus dari ujian itu.

Sungguh, Allah maha teliti dalam meletakkan beban ujian di pundak kita. Jikalau ada alat ultra cangggih yang dapat mengukur kadar kemampuan dalam memikul suatu ujian, tentulah skalanya hanyalah akan berada pada batas nilai kesanggupan kita. Jadi, beruntunglah jika ujiannya lebih berat, lebih bertubi, sebab, itu menjadi indikasi bahwa kita memiliki kualitas tinggi untuk memikulnya. Sebab kita sangguplah, maka Allah memilih kita untuk memikulnya. Jadi, kita memang tak punya alasan untuk tidak menaklukkan setiap ujian-ujian yang dipikulkan di pundak kita.

Jika pada hati kita sempat terlintas pikiran-pikiran, “Kenapa hanya saya saja yang Allah beri ujian. Si A, si B dan si C, hidupnya tak seperti saya. Mereka pun tak ada ujian-ujian yang memberatkan pundak mereka. Tapi, mengapa saya harus menghadapi ini?”, maka cepat-cepatlah kita melenyapkannya pikiran itu. Sesungguhnya beruntunglah! Beruntunglah Allah memilih kita, sebab Allah telah meluluskan kita pada uji kelayakan untuk memikulnya. Artinya, kita punya kadar kesanggupan untuk melewatinya. Taklukkan ujian ini, dan Dia akan memberi kesempatan kepada kita untuk meningkatkan kualitas diri.

Bersemangatlah!

Sebab, tiadalah yang Allah inginkan pada diri hamba-Nya, melainkan kebaikan belaka…sesulit apapun itu.

Maannajah!

Senyummu Kekuatanmu

Sahabat..ketika kepasrahan jiwa kita telah mencapai titik nadzir, keyakinan akan pertolongan Allah yang telah bulat, keyakinan yang mantap bahwa bersama kesulitan pasti ada kemudahan, maka tersenyumlah, lapangkanlah dada-dada kita.

Sesungguhnya senyuman akan sangat bermanfaat bagi kita, senyuman yang muncul karena kepasrahan, ketundukan dan keyakinan yang mantap akan pertolongan dari Allah akan membantu kita untuk menikmati hidup ini.

Sungguh dahsyat nya efek dari senyuman itu, senyum tanda ketentraman jiwa, senyum tanda optimisme, senyum tanda kebahagiaan. Apa gunanya kita bermuram durja, apa gunanya kita cemberut, bermuka masam sambil terus menerus menyesali, meratapi ujian atau cobaan yang menghampiri kita,, bukankah dengan seperti itu akan malah menguras tenaga kita, pikiran kita, jiwa-jiwa kita menjadi galau, pikiran kita menjadi kacau dan cuma lelah, lelah dan lelah yang kita dapat. Alangkah ruginya kita ketika kita terlalu mendramatisir kesulitan yang kita hadapi. Kesulitan yang sebenarnya hanya ringan menjadi berat dan menghimpit karena kita terlalu mendramatisirnya, energi kita terkuras untuk mengangkat beban yang sebenarnya ringan.

Alangkah indahnya ketika kita mampu menghadapi segala kesulitan dan cobaan itu dengan tersenyum, karena jiwa –jiwa seseorang yang murah senyum akan memacu diri kita untuk dapat menikmati kesulitan, akan mampu mendorong otak kita berpikir jernih untuk menyelesaikan permasalahan. Senyuman akan mampu menjaga stock energy positif kita agar tidak habis terkuras untuk menghadapi permasalahan, karena sesungguhnya ujian dan cobaan itu adalah sebuah keniscayaan. Sahabat..simpanlah energy yang tersisa itu, hematlah dia agar kita mampu bertahan dalam menjalani perjalanan-perjalanan hidup kita.

Sahabat, tersenyumlah karena orang yang murah tersenyum dalam menjalani hidup ini bukan saja orang yang paling mampu membahagiakan diri sendiri, tetapi orang yang paling mampu berbuat, orang yang sanggup memikul tanggung jawab, orang yang paling tangguh menghadapi kesulitan dan memecahkan persoalan, serta orang yang paling dapat menciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain.

Sahabat tebarkanlah juga senyummu untuk saudaramu, karena senyummu kepada saudaramu adalah sedekah. Berikanlah sebuah senyum yang penuh ketulusan, senyum yang benar-benar timbul dari hati kita. Seberat apapun permasalahan yang kita hadapi, maka tetaplah tersenyum, tetaplah tebarkan senyummu karena senyummu itu adalah obat dari kesedihanmu. Sebagaimana perkataan abu darda bahwa sesungguhnya aku akan tertawa untuk membahagiakan diriku. Tertawalah dan tersenyumlah dengan wajar, dengan ketulusan, bukan tertawa dan tersenyum tanda kesinisan. Tertawa dan tersenyumlah sesuai kewajaran dan jangan berlebihan karena terlalu banyak tertawa juga akan mematikan hati.

Sahabat…yakinlah bahwa kemudahan itu pasti akan datang, tersenyumlah karena itu adalah tanda keceriaan, ujung rasa suka cita serta kegembiraan. Tersenyumlah, karena senyummu adalah kekuatanmu, dan tersenyumlah karena harapan itu masih ada.

Wallahua’lam bi showab

“Pukullah Istrimu” dalam Perspektif Islam

“..Dan pergaulilah mereka (istri-istrimu) dengan baik, bila kalian tidak menyukai mereka maka semoga apa yang tidak kalian sukai dari mereka padahal Allah menjadikan pada diri mereka kebaikan yang banyak…”(An-Nisa:19)

Sebelum datangnya islam di masa Jahiliyah , begitu hinanya harkat dan martabat wanita. Harkat dan martabat jatuh dan terpuruk pada titik nadir, berabad-abad lamanya dalam penantian, sambil menunggu datangnya cahaya langit yang menerangi Bumi dalam masa-masa kegelapan. Harkat dan martabat diinjak-injak, disayat-sayat dan dikubur. Sampai-sampai nyawa perempuan waktu itu tidak ada harganya. Sebuah kehinaan dan rasa malu bagi keluarga bila yang dilahirkan di dunia ini adalah seorang bayi perempuan yang tidak berdosa lagi suci. Mereka dikubur hidup-hidup. Menurut penulis sekiranya di zaman itu telah ada alat canggih seperti alat USG maka, mereka orang-orang jahiliyah akan menggugurkan janinnya ketika diketahui janinnya berjenis kelamin perempuan. Mereka yang membunuh bayi di masa jahiliyah maupun di masa sekarang atau dengan kata lain adalah Aborsi, mereka akan ditanya oleh Allah Swt seperti dalam Al-Qur’an disebutkan: “bi ayyi dzanbin qutilat?“ atas dosa apa mereka dibunuh?

Maka, Ketika datang islam, hak-hak asasi manusia kembali terangkat , harkat dan martabat perempuan berada di puncak yang tertinggi sama halnya dengan Laki-laki. Dunia menjadi bersinar kembali dari kegelapan dan penantian panjangnya. Rasulullah Saw dalam khotbahnya di padang arafah Beliau memberikan Garis-Garis Besar Haluan Islam yang berkaitan dengan persamaan status sosial dan hak hidup sebagai warga kosmopolitan. Tetapi, alangkah terkejut dan terperanjatnya kita, ketika menyaksikan begitu banyak peristiwa sadis yang dialami oleh wanita-wanita pencari kerja, ibu-ibu rumah tangga yang mengalami KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) dan lain-lain. Hak-hak asasi wanita kembali terkoyak dan praktek-praktek perbudakan kembali nampak.

Pada kesempatan kali ini, fokus pembahasan kita adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) khususnya kekerasan terhadap istri ditinjau dari kaca mata Syariah Banyak kejadian KDRT diakibatkan karena kurangnya komunikasi antara suami istri, ada juga karena rasa superioritas seorang suami atas istri, karena faktor ekonomi, tidak terpenuhinya Nafkah Lahir Batin dll. Perlu ditegaskan kepada para suami bahwa islam telah memberikan Dhawabith atau aturan main / batas-batas atas pemukulan terhadap istri Kapan pemukulan itu harus dilakukan dan seberapa kuat pukulan itu mendarat di tubuh wanita, ini yang seharusnya diketahui oleh para suami sehingga tidak terjadi lagi KDRT yang berakibat pada cedera nya istri atau sampai pada tingkat cacatnya salah satu organ tubuh.

Mari sama-sama kita renungi pesan-pesan kenabian dari Rasulullah Saw ketika beliau berkhotbah di padang arafah di waktu haji wada’/ Haji Perpisahan yang menjadi aturan main interaksi suami-istri: “…..dan Takutlah kalian kepada Allah Swt dalam diri perempuan, sungguh kalian laki-laki telah mengambil / menjadikan mereka-istri kalian dengan amanat dari Allah swt, dan sungguh kalian laki-laki minta dihalalkan kemaluan / kehormatan wanita dengan kalimat Allah swt (syahadat), kewajiban mereka (istri) terhadap kalian (suami) adalah mereka tidak dibolehkan memberi kesempatan tinggal di rumahmu kepada seseorang yang kalian tidak suka, jika mereka berbuat demikian maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membekas / membahayakan, sedangkan kewajiban kalian terhadap mereka adalah memberikan Nafkah dan Pakaian yang layak…”

Begitu juga kutipan ayat dalam surat an-nisaa ayat: 34 yang artinya: “…dan apabila kalian ( laki-laki ) takut akan Nusyuz ( ketidak taatan / keras kepala ) mereka ( istri ) maka berilah nasehat kepada mereka dan pisahkanlah ranjang serta pukul lah mereka, bila mereka taat kepada kalian maka janganlah mencari-cari celah untuk memukul mereka….”

Dua pertanyaan di atas, Kapan dan Seberapa berat pukulan yang harus diterima sorang istri, kiranya sudah terjawab pada Firman Allah swt dan Khotbah Rasulullah Saw diatas. Tapi di sini penulis ingin menjelaskan bahwa pemukulan atau dalam hal ini disebut dengan Ta’diib adalah kata bahasa arab dalam bentuk Masdar/Gerunds/ Verbal Nouns dari kata addaba-yuaddibu yang diartikan dalam bahasa keseharian orang Ternate adalah Kase Adaab Pa Dia (membuatnya beradab) terhadap istri itu harus beralasan serta berjenjang dan bertahap. Artinya ketika istrinya Nusyuz (keras kepala / berbuat dosa / tidak taat dan apa yang mencakup dari makna Nusyuz) maka Nusyuz menjadi alasan dilakukannya At-ta’diib At-tadarrujiy ( Per-adab-ban Berjenjang). Artinya untuk menjadikan seorang istri yang beradab, berakhlak mulia dan patuh perlu adanya penjenjangan.

Jadi, untuk mencapai tingkat pemukulan membutuhkan tahapan. Kalau kita perhatikan ayat diatas, tahapan yang dilaksanakan pertama adalah Nasehat, yaitu menasehatinya dengan Hikmah dan Mau’izhah Hasanah dan dengan ayat-ayat dan hadits targhiib wa tarhiib (menyenangkan dan menakutkan). Apabila dengan Nasehat tidak berefek, maka tahapan yang kedua adalah Pisah Ranjang, para ulama menafsirkan pisah ranjang meliputi tiga makna yaitu, 1. Tidak tidur bersama. 2. Tidak melakukan hubungan suami istri 3. Tidak berbicara dengannya kecuali hanya sekedarnya saja ( hal yang penting saja ) karena dalam islam tidak dibolehkan untuk tidak berbicara dengan seseorang diatas tiga hari. Seandainya ini juga tidak membuatnya jera maka tahap yang ketiga adalah Pemukulan, kalau kita perhatikan khotbah Rasulullah saw di Padang Arafah yaitu menjelaskan ayat dalam surat an-nisaa diatas tentang pemukulan, bahwasanya pemukulan terhadap istri mempunyai etika dan aturannya.

Etika dan aturanya menurut para Ulama adalah :

Pertama, seorang suami dilarang keras memukul istri di wajahnya.
Kedua, tidak dibolehkan seorang suami menjelek-jelekkan istrinya.
Ketiga, Pemukulan tidak boleh sampai membekas (min ghairi mubarrih) seperti tubuh membiru, melukai, apalagi sampai mencederai anggota tubuh. 

Dalam islam pukulan yang dimaksud adalah menepuk tiga kali punggung istri dengan lembut atau menepuknya dengan batang siwak secara perlahan tiga kali. Artinya, pukulan bukan untuk menyakiti apalagi sampai mencederai akan tetapi pukulan itu untuk memberi adab atau peringatan bahwa setelah itu adalah perpisahan. Sebagian ulama juga mengatakan seorang suami tidak perlu terburu-buru mengambil langkah ketiga. Ia seharusnya bersabar atas pembangkangan istrinya Kalau istrinya masih juga membangkan terus menerus barulah seorang suami mengambil langkah ketiga ini.

Menurut hemat penulis, bila semua suami-istri mengerti dan faham akan hak-hak dan kewajibanya serta mengetahui rambu-rambu dan aturan main dalam berumah tangga maka tidak akan ada yang namanya KDRT. Dalam sebuah Hadits Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang terbaik di antara kalian adalah orang yang cinta dan sayang pada keluarganya dan Aku adalah orang yang paling baik dari kalian terhadap keluargaku“. Sudah sangat jelas firman Allah Swt kepada Rasulullah Saw: “…sekiranya Kamu (Muhammad) berkeras hati kepada mereka, maka mereka akan lari dariMu…” Penulis ingin menutup tulisan ini dengan mengutip sebuah atsar bahwa Rasulullah Saw mengatakan: “Tuhanku mengajarkan Aku adab maka Aku menjadi orang yang paling beradab.“ Wallahu a’lam.