Sabtu, 30 Juli 2011

Pendidikan Seksual Anak Berkebutuhan Khusus

Teks: Endang WidoriniM
Perkembangan seksual pada usia remaja tidak hanya terjadi pada anak normal, tapi juga dialami oleh anak-anak dengan kebutuhan khusus. Dengan adanya kematangan primer dan sekunder, maka hormon-hormon seksual sudah mulai berfungsi, sehingga sudah ada dorongan seksual pada anak tersebut. Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Sorensen, remaja normal cenderung melakukan masturbasi, yaitu sekitar 50% pada anak perempuan, sedang laki-laki dilaporkan sebagian besar dari mereka melakukannya. Sedang pada anak autis atau anak yang mengalami keterlambatan mental, sekitar 63% mereka melakukan masturbasi dan 10% dari mereka mengalami dengan frekuensi tinggi, atau melakukannya setiap saat. Ini menunjukkan bahwa anak autis mau pun anak normal sama-sama memiliki dorongan seksual. Hanya saja anak autis lebih banyak kurang bisa mengekspresikannya dengan tepat.

Mengajarkan seksualitas pada anak berkebutuhan khusus tentu bukan hal yang mudah karena mereka kurang memiliki fleksibilitas dalam berpikir juga dalam pemahamannya sangat terbatas. Menurut John Mortlock, kita bisa memberikan pendidikan seksual pada ABK dengan beberapa latihan :

1. Perilaku yang diperbolehkan

Kita melatih anak secara proaktif mengenai model-model tingkah laku yang berupa kontak fisik yang bisa diterima oleh lingkungan sekitar (sebagai tindakan orang dewasa). Di sini anak diharapkan tahu mengenai perilaku (berupa kontak fisik) yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. Untuk itu kita perlu memodifikasi perilaku kita terhadap dirinya. Sejak anak mulai beranjak pubertas atau remaja, tidak ada alasan untuk memberikan pujian yang berlebihan sebagai “good boy” mau pun “nice girl” sambil mungkin diberi tepuk tangan atau tos tangan. Pujian tetap diberikan tetapi dengan cara yang lebih tepat, sesuai keadaan anak yang sudah beranjak dewasa. Terlebih yang harus diperhatikan adalah pemberian pelukan, ciuman atau usapan/elusan lebih berhati-hati. Dan ia perlu mengetahui dengan siapa boleh memeluk orang dewasa.

2. Pengelompokan sesuai dengan jenis kelamin
Mengajarkan pada anak untuk betul-betul menyadari bahwa ia masuk pada satu jenis kelamin tertentu, dan kita perlu melatihnya agar ia tahu benar aktivitas yang merupakan respon yang tepat dalam situasi sosial orang dewasa. Hal yang menjadi dasar adalah pemahaman identifikasi tentang jenis kelamin dirinya sendiri dan orang lain. Walau pun untuk anak-anak autis hal ini bukan hal mudah, misalnya laki-laki memakai celana dan wanita memakai rok, tetapi anak akan bingung bila wanita memakai celana panjang atau laki-laki berambut panjang.


3. Etika sosial
Mereka diajarkan untuk mengerti dan mampu bertindak sesuai dengan etika atau sopan santun. Misalnya: mereka mesti mengerti bahwa lari-lari tanpa baju dari kamar mandi ke kamar ganti tidak lagi pantas dilakukan. Bila ia seorang wanita maka ia harus menyadari bahwa payudaranya sudah tumbuh jadi harus ditutup. Ajarkan agar ia bisa memilih toilet yang sesuai dengannya, ia harus tahu bagian tubuh yang mana yang biasa disentuh, baik tubuhnya sendiri mau pun orang lain.


MASTURBASI
Masturbasi menjadi hal yang umum saat anak beranjak remaja, begitupun pada anak berkebutuhan khusus. Namun, pada ABK seringkali mempunyai beberapa masalah, antara lain:

a. melakukan masturbasi dengan tidak tepat.
Beberapa anak melakukan masturbasi dengan cara kurang tepat dan ada kemungkinan membahayakan kesehatannya, misalnya dengan memasukkan benda-benda yang bisa menimbulkan iritasi. Karena itu, mereka juga harus diajarkan masturbasi yang benar termasuk cara-cara membersihkannya.

b. masturbasi berlebihan (excessive masturbation)
Melakukan masturbasi dengan berlebihan, baik secara kuantitas mau pun tempatnya. Untuk itu kita harus mengajarkan dua hal, yaitu tentang tempat dan waktu. Secara intensi kita mengajarkan dimana dia boleh melakukannya (misalnya ia hanya boleh melakukan di kamar mandi dan atau di kamar tidur). Setelah itu ia mampu, maka biasanya ia akan menjadi lebih sering, tetapi dengan proses yang cukup lama, kita bisa mengurangi frekuensinya dengan memberinya banyak aktivitas yang disukai dan memperpendek waktu berada di kamar tidur.

Hindarkan sikap kecemasan kita yang berlebihan bila melihat anak atau siswa didik kita sedang melakukan masturbasi, apalagi bila kita kemudian melarang dengan memarahinya. Ini akan mengakibatkan ia menjadi ketakutan. Memberi pengertian dan pendidikan bagi anak autis atau anak berkebutuhan khusus bukan hal yang mudah tetapi diperlukan tindakan yang proaktif, sabar dan simpatik. Dengan pelatihan yang cukup tepat maka anak-anak ini akan melalui masa pubertasnya dengan bahagia

Tingkatan Komunikasi Anak Autis

Anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan pervarsif yang ditandai dengan gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, komunikasi, dan adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan, yang terjadi pada anak sebelum berumur tiga tahun.

Walaupun anak autisme mengalami gangguan dalam berkomunikasi, bukan berarti anak autisme tidak bisa berkomunikasi. Anak autisme tetap melakukan komunikasi tetapi dengan gaya komunikasi yang berbeda. Ada empat tingkatan komunikasi pada anak autisme, yang tergantung dari kemampuan berinteraksi, cara berkomunikasi, dan pengertian anak itu sendiri.

Keempat tahap tersebut adalah “The Own Agenda Stage”, “The Requester Stage”, “The Early Communicator Stage” dan “The Partner Stage”. Pada tahap pertama (The Own Agenda Stage) anak biasanya merasa tidak bergantung pada orang lain, ingin melakukan sesuatu sendiri. Anak kurang berinteraksi dengan orang tua dan hampir tidak pernah berinteraksi dengan anak lain. Anak pada tahap ini hampir tidak mengerti kata-kata yang kita ucapkan.

Pada tahap kedua (The Requester Stage), anak mulai dapat berinteraksi walaupun dengan singkat. Anak menggunakan suara atau mengulang beberapa kata untuk menenangkan diri atau memfokuskan diri. Anak meraih yang dia mau atau menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu. Anak kadang-kadang mengerti perintah keluarga dan tahap-tahap kegiatan rutin di keluarga.

Pada tahap ketiga (The Early Communicator Stage) anak dapat berinteraksi dengan orang tua dan orang yang dikenal. Anak ingin mengulang permainan dan bisa bermain dalam jangka waktu lama. Anak meminta anda meneruskan permainan fisik yang disukai dengan menggunakan gerakan yang sama, suara, dan kata setiap anda main. Kadang-kadang anak meminta atau merespon dengan mengulang apa yang anda katakan (echolalia).

Pada tahap yang paling tinggi yaitu The Partner Stage, anak dapat berinteraksi lebih lama dengan orang lain dan dapat bermain dengan anak lain. Anak juga sudah dapat menggunakan kata-kata atau metode lain dalam berkomunikasi untuk meminta protes, setuju, menarik perhatian sesuatu, bertanya dan menjawab sesuatu. Anak juga dapat mulai menggunakan kata-kata atau metode lain untuk berbicara mengenai waktu lampau dan yang akan datang, menyatakan keinginannya dan meminta sesuatu. Anak pada tahap ini sudah lebih banyak mengerti perbendaharaan kata-kata. Tetapi pada tahap ini, anak masih punya kesulitan dalam berkomunikasi. Umpamanya anak berhenti bermain dengan anak lain bila tidak mengetahui apa yang harus dilakukan, seperti dalam permainan imajiner yang mengandung banyak pembicaraan atau bermain pura-pura. Anak pada tahap akhir ini juga masih mengalami kesulitan dalam mengikuti percakapan

Mengenal Ciri-ciri Anak Down Syndrome

Anak down syndrome pada umumnya mempunyai kekhasan yang bisa dilihat secara fisik selain dengan pemeriksaan jumlah kromosomnya. Tanda-tanda fisik ini bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai dengan terlihat dengan jelas.
Ciri-ciri fisik anak down syndrome adalah sebagai berikut :
Bentuk kepala yang relatif kecil dengan bagian belakang yang tampak mendatar (peyang)
  • Hidung kecil dan datar (pesek), hal ini mengakibatkan mereka sulit bernapas
  • Mulut yang kecil dengan lidah yang tebal dan pangkal mulut yang cenderung dangkal yang mengakibatkan lidah sering menjulur keluar
  • Bentuk mata yang miring dan tidak punya lipatan di kelopak matanya
  • Letak telinga lebih rendah dengan ukuran telinga yang kecil, hal ini mengakibatkan mudah terserang infeksi telinga
  • Rambut lurus, halus dan jarangMengenal
  • Kulit yang kering
  • Tangan dan jari-jari yang pendek dan pada ruas kedua jari kada sama sekali, sedangkan pada orang normal memiliki tiga ruas tulang
  • Pada telapak tangan terdapat garis melintang yang disebut Simian Crease. Garis tersebut juga terdapat di kaki mereka yaitu di antara telunjuk dan ibu jari yang jaraknya cenderung lebih jauh dari pada kaki orang normal. Keadaan telunjuk dan ibu jari yang berjauhan itu disebut juga sandal foot
  • Otot yang lemah (hypotomus) ; mengakibatkan pertumbuhan terganggu (terlambat dalam proses berguling, merangkak, berjalan, berlari dan berbicara)
  • Pertumbuhan gigi geligi yang lambat dan tumbuh tak beraturan sehingga menyulitkan pertumbuhan gigi permanen.
Dengan diketahuinya gejala fisik tersebut diharapkan orangtua, bidan atau dokter dapat secara dini mendeteksi adanya kemungkinan down syndrome pada anak sehingga anak spesial tersebut bisa ditangani lebih dini.

Jumat, 22 Juli 2011

Sejenak Melongok Isi Hati Para Gay Dan Lesbian



Nggak pernah dulu waktu dijaman dalam kandungan juga, gue minta jadi banci kya gini. Gue bukannya nggak ngerti dosa say, siapa sih yang mau jadi banci gini. Duuuhh rempong deeh. Mo pake rok salah, pke clana apalagi. Kalo bahasa kita-kita sih ngikutin tuntutan naluri ajah, ngalir ajah. Nggak tahu juga ya, masa` tuhan yang maha kuasa naruh ruh gue dibadan yang salah, yah kalo kita sih cuma bisa nyalahin tuhan say, walo kita tahu mana mungkin tuhan ampe salah ya, hee... yah cuman sekedar ngelegain rasa nyesek diati ajah.

Berat say, berat banget. Musti dimusuhin kiri kanan, diusir dari keluarga, dibilangin manusia jadi- jadian pula. Tapi mau gimana lagih, ya gue mau nggak mau nerima lah. Tapi yang kita- kita heran yah, orang- orang yang ngaku normal en baik yang ada malah bukan ngerangkul gue, paling nggak kasih apa gitu. Bukan apa- apa say, tarohlah mereka jijik ma gue ini, yah emang kita kotor sih, tapi mereka kan pada ngaku kalo orang- orang normal gitu katanya, lurus- lurus aja, tapi setelah ngeliat sikap mereka, gue sendiri nggak bisa ngebedain dia sama gue.

Maksudnya, yah gue kan udah kya gini ya mereka kudu lebih baik donk kalau ngaku baik. Eh yang ada malah nyiksa gue, ngatain gue sampah lah, makin eneg liatnya. apa sih beratnya nanya dulu ama gue, `kenapa, mengapa` ato pertanyaan kasih sayang laennya, kita ngomong baek- baek, nasehatin gue baik- baik. Pasti ada sebabnya say, knapa gue jadi kya gini sekarang. gue pengen berubah, asal ada yang paham en sabar nuntun gue en temen- temen.
 Oke kalo orang bilang gue hina, tapi trus kalo mereka yang jahat ke gue itu apa? apa yang mereka lakuin itu juga nggak lebih jahat? Gue jadi kaya gini, bukan cuman cobaan buat gue, tapi cobaan juga buat mereka donk say. Masak tuhan cuman pengen liat gue baik, tuhan juga pengen pasti liat mereka lebih sabar donk dalam ngedidik gue. Gue mau kok kalo ada yang ngajarin gue, cuman masalahnya tuh orang yang pada ngaku-ngaku baek, ternyata nggak sabar, en mau gue berubah cuman dalam sekali duduk, pan susah say.

Bunuh aja gue, tapi apa  itu bakal ngubah teman- teman gue yang lain, dari kehidupan yang selama ini mereka jalanin?. Jujur, spa yang mau hidup kya gini say, takuuut gue kalo tiba- tiba ntar gue mati kya gimana dong? gue en temen- temen cuman butuh orang yang dengan santun, arif dan sabar yang bisa nunjukin salah kita. Bodoh ya, salah sendiri aja kok nggak bisa nyadar en kliatan gitu. Hee...Ya emang kita bodoh, mangkanya kita butuh dituntun. Asli, gue bukannya nggak sadar kalo ni dosa, tapi gimana ya mata hati rasanya dah ketutup. Mangkanya kita- kita butuh bantuan buat ngebuka hati. Susah say, susaaah bener buat kita nih.

Gue nggak marah kalo ada yang bilang `anjing cowok aja nggak kan mungkin suka ama anjing cowok`. Gue sepenuhnya tau rendahnya kya apa hidup bgini. Tapi gue bingung mau ngebilangnya say, cuman apa mereka juga bakal kuat kalo mereka yang melakoni hidup kya gue. Mangkanya kita semua ini butuh bantuan, jangan hanya maki- maki gue. Gue sendiri sediih say.

Kadang gue sedih ngeliat orang- orang kaya. Kaya kok dinikmatin ndiri, mpe kita kudu kerja jadi bencong ginian cuman buat makan.  gue ama koruptor hina mana sih say? gue cuman nyakitin diri sendiri, anggap ajah gitu. Tapi mereka pan ngambil segitu banyak harta orang en buat orang lain miskin. Amit- amit dah orang kya begitu.

Okay, kembali ke yang tadi ya say, Gue en temen- temen juga punya niat berubah kok. Asli kita mau berubah, tapi ya gue juga butuh proses donk, percuma kalo gue cuman baek tapi karbitan. Kalo aja mereka ngerti gue juga dalam rangka ngebantah keinginan gue buat tetap jd kya begini say... Kalo kata Allah ya, hidayah itu cuman mutlak Dia yang bisa beri, lo mau nggak doain gue biar gue juga bisa jadi orang baek en hidup normal kaya` yang laen- laen. Pake sarung ke masjid, en suka ama perempuan. Temen- temen gue yang lain juga kembali pake mukena en bisa merit sama cowok, yang normal- normal ajah gitu pokoknya...kalo tuhan udah berkehendak katanya apapun bakalan jadi kan say... doain kita ya, doain kita. Bantuin kita...

(Syahidah/voa-islam.com)

Senin, 18 Juli 2011

Pulsa Rp 20 Ribu dan Pizza Hut

“Dek, beliin pulsa dong, Rp 20 ribu aja. Lagi cekak nih, gak ada duit.” Begitu bunyi sms dari Yuk Leni, mbakku yang tinggal di kota lain tapi masih satu provinsi. Membaca isi sms-nya, aku langsung merasa kesal. Bagaimana tidak, kakakku itu sudah berkeluarga dan memiliki satu anak. Dia dan suaminya sama-sama bekerja. Meskipun memang pendapatannya jauh lebih rendah dibandingkan aku. Tetapi, yuk Leni memang mbak yang seringkali menjadikanku tempat yang handal untuk “meminta”.

Baik itu secara terang-terangan meminta atau dengan menyindir. Entah itu berupa uang tunai, maupun berupa baju, jilbab atau benda lain. Selama ini, meskipun terkadang dengan rasa jengkel, permintaannya selalu kupenuhi. Bahkan, setiap kali mau pulang ke Palembang, saat lebaran atau liburan, dia memberikan syarat. “Kami mau pulang ke Palembang, asalkan ongkos balik ke Lahat, kau yang tanggung, termasuk untuk jajan Zaki keponakanmu selama di Palembang,” ujarnya ketika aku memintanya pulang saat liburan.

Karena memang sudah kangen dengannya dan Zaki, keponakanku yang lucu, biasanya aku langsung mengiyakan permintaan itu. Apalagi, aku juga tidak terlalu keberatan dengan membagikan rezekiku kepada kakak-kakak yang hidupnya masih sangat pas-pasan. Mumpung masih single, kebutuhan belum terlalu banyak. Begitu pikirku setiap kali akan memberikan bantuan uang atau pinjaman. Lagipula, sekarang ibuku sudah tidak ada lagi. Inilah caraku untuk membalas lautan kebaikan beliau, meskipun itu tidak akan pernah bisa menyamai dengan kasih Ibu yang tidak pernah putus kepadaku sepanjang hidupnya. 

Tetapi, entahlah, kali ini aku merasa sebal dengan permintaan. Masak, untuk urusan pulsa pun, mesti kutanggung. Rasanya, belum dua bulan, dia merengek minta dibelikan bedak seperti punyaku agar bisa sedikit keren saat mengajar. Sudah terlalu banyak dia meminta kepadaku. Bukankan aku juga butuh uang untuk memenuhi kebutuhanku.

Tiga hari sms minta pulsa itu masuk, tetap ku acuhkan. Karena tidak mendapat tanggapan dariku, dia mengirim sms lagi dengan menggunakan hp anak kakakku yang satunya, kembali meminta agar dibelikan pulsa. “Kamu kan baru pulang dari luar kota, pasti ada dong uangSPJ dari kantor,” isi sms-nya. Membaca sms itu aku tambah kesal, nih orang kok maksa sih. Sms tersebut masih juga belum kubalas. Malamnya, aku telpon dia dari kantor. “Kok pelit amat sih, minta dibeliin pulsa Rp 20 ribu aja susah,.” Protesnya. Dengan berkelit aku mengatakan kalau terlalu sibuk untuk membelikannya. “Aku gak tahu nih mesti beli di mana, kartu ATM-ku hilang, jadi, gak bisa beli pulsa dari ATM,” elakku. “Kan bisa yang pakai elektrik, gampang dan praktis kok,” jawabnya. “Ya lah, kalau sempat ke pasar, “janjiku. 

Belum juga janjiku dipenuhi, teman-teman sekantor yang bisa mentraktirku minta ditraktir makan di Pizza HuT. Alasannya, karena aku tidak membawa oleh-oleh dari liputan di Bangka. “Jadi, sebagai gantinya traktir di Pizza Hut aja,” usul Mbak Upit, salah satu seniorku yang langsung diiyakan mbak Wiwik and mbak Pipit. Karena gengsi, aku langsung mengiyakan. “Tapi yang paket aja ya,” pintaku. Toh paling banyak hanya Rp 50 ribu, pikirku. 

Esok harinya berlima kami pergi ke tempat jajanan yang cukup elit di kotaku. Sambil ber-ha ha hi hi, kami menikmati hidangan pizza yang lezat. Selesai makan, bill diserahkan oleh pelayan di meja kami. Di luar dugaan, ternyata yang kami makan agak mahal, yakni Rp 80 ribuan. Sekejap saja uang sebanyak itu pindah ke kasir. 

Malamnya, aku termenung di kamar. Aku sungguh tidak adil. Yuk Leni yang sudah dua mingguan minta dibeliin pulsa Rp 20 ribu, hingga sekarang belum kupenuhi. Sedangkan, hanya dalam hitungan 1 X 24 jam, Rp 80 ribu uangku melayang untuk mentraktir teman-teman. Padahal, mbakku itu sedang dalam kesulitan ekonomi. Sedangkan rekan sekerjaku uangnya lebih banyak dari yang ku punya. “Maafkan aku, Yuk Leni, “gumamku sambil bergegas mencari konter penjualan pulsa elektronik.

Terpeleset Makna

Sudah sepuluh tahun lebih, usia sudah bertambah, tapi soal “memelestkan makna kata” masih tak berubah juga, itulah ciri khas teman SMU-ku, sebut saja Fulanah. Sebenarnya ia ramah, pandai bergaul dengan siapa saja. Namun pelesetan katanya sering berbau pornoaksi, membuat banyak teman ‘gak enakan’, tak nyaman di dekatnya.

Ada beberapa kalimat yang terdengar islami, tapi dia pergunakan di saat yang tidak tepat. Contohnya saja ketika teman kami kehilangan sandal di kala tarawih di masjid, “Waduh, ikhlaskan aja, yah teman…Innalillahi…”, bisik salah satu teman lainnya, menghibur.

Tapi sahutan si Fulanah lain lagi, “Kamu juga sih, sandal baru koq dipake’ ke sini…? Kan kamu tau bahwa kata pak ustadz ‘tinggalkanlah yang buruk, pertahankan yang bagus…’, jadi pasti ada orang yang ninggalin sandal bututnya nih, dan menukar dengan sandal baru kamu…hehehe”.

Lalu pada saat Fulanah naik motor pakai rok pendek, tiba-tiba roknya tersingkap, dan ada teman yang mengingatkannya, “Kamu jangan doyan nambahin dosa kayak githu donk… panjangin dikit kek kalo’ pake rok, atau pakai celana panjang aja kalau bermotor…”. Si Fulanah dengan lancar menjawab, “Sapa yang nambah dosa, neng..? Gue malah dapat pahala, yaaah sedekah lah sekali-sekali ini biar orang yang melihat kan cuci mata, segeran dikit githu…”, Astaghfirrulloh…

Sama halnya suatu hari ketika ada ujian di sekolah, pengumuman ujian dadakan, Fulanah dengan entengnya mengatakan kepada teman yang pintar, “Kasihanilah saya… gak belajar nih di bab itu, siapa yang mau nambah pahala dengan menconteki saya jawabannya…?”, idih, aneh tapi nyata, kadang-kadang merinding juga mendengar celotehan Fulanah, banyak kalimatnya harus disensor. Kalau “sukses” menggoda lawan jenis, Fulanah akan bilang “saya harus bersyukur atas karunia cowok ganteng…”, ckckckck.

Di saat ada yang bercanda dengannya, bercakap tentang neraka, “Ih Fulanah… ngomong kok gak hati-hati sih…? Mau tenggelam di neraka yah…?”, si A nyeletuk.

Dilanjutkan si B ikutan menyindir Fulanah, “Mungkin dia akan jawab begini, ‘gak apa-apa, asyik di Neraka dong, kan ketemu aktor dan artis favourite gue di sana, gak usah capek-capek minta tanda tangan’, hehehe”, hmmm, menohok banget deh sindiran si B, si Fulanah malah membahas ejekan itu dengan menjulurkan lidah dan menjambak rambut si B.

Tak disangka, sekarang si Fulanah sudah beranak dua, dan ternyata anak pertamanya lebih tua dari sulungku. Padahal selama ini, sepengetahuan teman-teman seangkatan sekolahku, aku adalah pioneer pernikahan muda, pertama kalinya di angkatan itu terdengar beritaku menikah saat baru masuk kuliah. Dan ternyata fakta yang ada, terungkap baru-baru ini, ada Fulanah dan dua teman lain yang menikah di tahun yang sama, tapi anak sulungnya lebih tua dari pada usia sulungku. Oooh, Astaghfirrulloh, ketiga teman itu bersama pasangannya ternyata melakukan MBA alias Married By Accident alias terpeleset ke lembah zina sebelum melakukan pernikahan sah. Dan ternyata dari hari ke hari di saat ini, prihal MBA di kalangan pemuda negeri sudah menjadi hal yang tidak langka lagi, duh, mengerikan! Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Aku tidak mengetahui dosa besar apa lagi yang lebih besar setelah membunuh jiwa selain dari pada dosa zina.”

Terpeleset makna kata dalam gaya gaul sehari-harinya ternyata diteruskan Fulanah dengan terpeleset pada perbuatan zina, ‘pergaulan’ yang keliru. Sungguh mahalnya nikmat hidayah Allah ta’ala, kita selalu diingatkan bahwa mendekati zina (dengan ber-khalwat nonmahram) adalah haram, dan dalam berucap pun harus memelihara lisan, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir (Kiamat), hendaklah ia berkata yang baik atau diam…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ada hubungan antara lisan dan akhlaq tentunya, sebagaimana kita ketahui bahwa orang-orang yang senantiasa merasa dalam pengawasan Allah SWT, selalu menjaga pembicaraan atau lisan, disamping berpikir dan senantiasa berdzikir sebelum bersikap.

Satu contoh ketika saya masih kuliah dan berkunjung ke tempat tetangga yang baru usai bersalin. Sang ibu bercerita bahwa di saat berada di ruang perawatan usai bersalin, ada ibu X yang baru masuk ruang persalinan. Ibu X ‘terkenal’ dengan sikap ketus dan kurang menjaga pergaulan terhadap lawan jenis. Tanpa sengaja, terdengarlah jeritan ibu X dari ruang persalinan kecil itu, yang keluar dari mulut ibu X ketika merasa sakit akibat kontraksi dan mengejan adalah kata-kata kotor dan tak pantas diucapkan, bahkan menyebut-nyebut hinaan kepada suaminya sendiri, semisal, “br**ngsek laki-laki cuma menanam benih doang, sakiiiit…. Bla bla…”, dan ucapan kotor lainnya. Padahal untuk menjaga kekuatan tubuh dan menyimpan energi, ketika kontraksi rahim, seorang ibu harus mengatur pernafasannya. Menjerit-jerit dan mengomel (apalagi berkata-kata kotor) adalah membuang energi dan bisa mengganggu pernafasan. Banyak berdo'a dan mengingat Allah ta'ala tentulah akan menentramkan jiwa.

Allah ta’ala menyatakan dalam firman-Nya, "(Yaitu) ingatlah ketika dua malaikat mencatat amal (perbuatannya), seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu kata pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)" (QS. Qaf [50] : 17-18). Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari bahaya lisan ini.

Semoga memperoleh manfaat, menambah keimanan & rasa optimis pada-Nya, Wallahu ‘alam bisshowab.

Kembali Ke Masjid

Rasanya, kalau melihat Indonesia, kita hanya bisa mengelus dada. Miris melihat pemandangan yang ada. Terutama, kehidupan pemerintahan dan bernegara, sudah rusak semuanya. Bahkan, orang-orang terpilih, yang berada di gedung DPR atau pemerintahan, sekarang ini rasanya tak juga bisa diandalkan. Boro-boro terjadi perubahan, yang ada malah citra dan perilaku buruk yang sering dipertontonkan.

Memang, untuk menuju kondisi yang lebih baik, rasanya tak perlu sekarang ini mengandalkan siapa-siapa. Entah itu pejabat, anggota DPR/DPRD atau para politisi. Justru yang penting kembali ke jati diri masing-masing. Kembali bercermin apakah kita ini sudah baik. Lalu, apakah kita juga sudah punya andil untuk perbaikan. Minimal di lingkungan sekitar. Nampak sederhana, namun seringkali kita lupa.

Saya yakin dan optimis, masih ada orang-orang baik, di partai politik, di pemerintahan. Hanya saja karena mereka berada di dalam sistem, agak sulit untuk bergerak melakukan perubahan. Yang ada, kadang diam, atau jalan di tempat, hanya mampu menyaksikan beragam kebobrokan di depan mata. Lalu, kalau sudah begini, harus bagaimana?

Tidak lain, tak bukan, saatnya kembali ke masjid...

Ini yang saya pikir dan renungkah beberapa hari ini. Entah, benar atau tidak, rasanya kembali ke masjid memang perlu menjadi perhatian khusus. Kembali menghidupkan masjid, tak melulu hanya sebatas tempat beribadah (sholat) saja. Tapi, masjid sebagai tempat penyelesaian beragam permasalahan umat. Ya, berawal dari masjid, perubahan itu akan terjadi.

Kalau melihat masjid di sekitar kita, rasanya mungkin bangga. Banyak masjid yang dibangun besar-besar, mewah, dengan ornamen dan asesoris penuh pernak-pernik etnis, bahkan diantaranya banyak yang dipasang AC, tidak menimbulkan rasa panas dan sumpek sehingga bisa membuat nyaman orang-orang di dalamnya.

Tapi, adakah yang kurang? Tepat, penghuninya, alias jamaahnya. Kadang, yang nampak hanya orang datang, sholat lalu pulang (pergi). Pagi hari nampak sepi, pun begitu petang datang, pinti gerbang, atau pintu masjid sudah terkunci rapat-rapat. Tak ada aktivitas yang berarti. Inilah kekurangan dari masjid di sekitar kita yang nampak nyata.

Kalau melihat masjid kampus atau masjid perkantoran, memang sudah agak mendingan, rada banyak kegiatan, tapi melihat masjid pada umumnya, di mana di situlah jamaah sesungguhnya ada, kadang luput dari kegiatan.

Sepertinya, inilah saatnya kita kembali, menghidupkan masjid dengan beragam kegiatan, semacam majelis ilmu dengan kajian-kajian tematis yang rutin, terutama kajian tafsir Quran, begitu juga menghidupan perpustakaan, mengumpulkan buku-buku plus membedahnya sehingga ilmu di dalamnya bisa semakin hidup dan bisa di praktekkan dalam kehidupan keseharian. Begitu juga, menghangatkan kembali anggota dan pengurus jamaah masjid. Kembali merutinkan pertemuan, karena dengan musyawarah dan syuro inilah ruang yang tepat untuk membincangkan permasalahan-permasalahan umat dan berusaha mencari titik temu serta menyelesaikannya.

Tak perlulah merasa berdosa ketika tidak menjadi jamaah partai politik, justru sebenarnya kita bisa terkena dosa ketika abai untuk tidak bergabung dan aktif dalam jamaah masjid, karena itulah sebenar-benar jamaah. Tempat kita saling mengingatkan, tempat kita saling bantu menyelesaikan persoalan, tempat kita merumuskan dan mengimplementasikan agenda-agenda perbaikan umat yang telah kita rencanakan.

Apalagi, sebentar lagi bulan ramadhan datang, inilah saat yang tepat. Kembali masjid kita ramaikan, kembali masjid kita hidupkan. Merapat kepada sebenar-benar umat. Agar, cahaya Islam ini kembali jaya, agar umat ini tak melulu menjadi bulan-bulanan berita media, agar umat ini tak terombang-ambing karena masing-masing sibuk dengan urusan sendiri-sendiri, agar umat ini semakin merasakan kesejahteraan, baik materi maupun hati. Memang, semua ini mudah diucapkan, tapi perlu kebersamaan untuk bisa mewujudkan.

Kami Anak ROHIS

Kami anak ROHIS. Akidah kami bersih terhadap hal-hal yang bersifat magis. Baik itu jimat, wapak, jirim, ataupun keris apalagi penggaris. Pedoman hidup kami adalah Al Quran dan Al Hadits. Kami bukan kalangan alkoholis. Boro-boro untuk berakohol ria, untuk uang jajan pun kami masih mengemis.

Kami anak ROHIS. Ada seorang nenek bernama Sydney Jones yang menuduh kami radikalis. Padahal kami hanyalah sekumpulan aktivis. Tentunya aktivis Islam bukannya aktivis secularis, pluralis, liberalis, apalagi satanis. Kami hanya dapat berharap mudah-mudahan masyarakat tidak termakan isu tersebut yang buat kami menjadi miris.

Kami anak ROHIS. Dandanan kalangan pria kami atau biasa disebut ikhwan umumnya khas dengan jenggot klimis nan tipis. Sedangkan kaum hawa atau akhwatnya biasanya terlihat dengan jilbabnya yang terlihat maksimalis. Tapi hal itu tidaklah mutlak, so santai saja buat para bro n sis.

Kami anak ROHIS. Murobbi kami selalu bercerita bahwa kami adalah pewaris. Pewaris risalah para nabi dan Rasul dari zaman nabi Adam sampai sayyiduna Muhammad SAW Al-Quraisy. Untuk itulah kami dididik menjadi pemuda yang loyalis. Loyalis kepada Allah dan RasulNya serta berlepas dari paham-paham yang tidak Islamis.

Kami anak ROHIS. Bukanlah segerombolan selebritis. Yang kerjaannya update status di jagad virtual agar dibilang eksis. Yang cuman bisa basa-basi kebaikan share pilu, nestapa, atau apa saja hal-hal yang berbau melankolis. Buat kami yang terpenting adalah aksi nyata bukan bualan besar yang manis serta bombastis.

Kami anak ROHIS. Tongkrongan kami jauh dari kafe, mall, bar, diskotik ataupun di halte bis. Biasanya kami paling suka duduk di masjid atau juga di majelis-majelis. Kami selalu menjaga diri kami dari hal-hal yang bersifat najis. Baik najis jasmani ataupun psikis.

Kami anak ROHIS. Kami diajarkan untuk dapat bersifat altruis. Dan membuang jauh-jauh sifat egois. Kami juga diajarkan untuk menjadi golongan yang mukhlis.Tidak mengharapkan imbalan dari manusia yang sifatnya matrialis. Walaupun kadang kali uang jajan kami menjadi habis. Tapi, tak apalah yang penting balasan dari Allah berupa surga lengkap dengan para bidadari’s.

Kami anak ROHIS. Karakter masing-masing kami tidaklah sama seperti halnya kue lapis. Ada yang bawaannya serius, rajin, rapat tidur mulu juga ada, ataupun yang humoris. Akan tetapi kami juga dibekali ilmu untuk selalu bersikap idealis. Jangan jadi orang yang pragmatis plus oportunistis. Takutnya malah jadi orang-orang yang ikut ketularan virus liberalis. Yang kadang kalo ngomong suka bikin mengekerut alis.

Kami anak ROHIS. Pada kesempatan kali ini kami ingin mengatakan bahwa kami bukan teroris. Jangan juga mencap kami sebagai ekstrimis. Hanya di karenakan perubahan tingkah laku kami yang mungkin terlihat agak lebih agamis. Padahal teroris tulen bin sejati adalah para kaum zionis bengis rasis dan kolonialis.

Kami anak ROHIS. Kami juga ditanamkan nilai-nilai zuhud atau bahasa kerennya adalah askestis. Kami juga menjauhi hal-hal yang sifatnya glamoris. Kami berusaha untuk sejauh mungkin tidak menjadi kaum borjuis. Karna khawatir terkena penyakit wahn atau istilah lainnya hedonis.

Kami anak ROHIS. Kami juga manusia bukannya malaikat yang selalu tampil perfeksionis. Tak sedikit pula diantara kami yang takluk terhadap godaan sang iblis. Dan mereka-mereka itu pun episode dakwahnya berakhir dengan sangat tragis. Yang kalau dituliskan di sini dapat membuat mata menangis.

Kami anak ROHIS. Beberapa kami juga diberikan bakat berbisnis Selain bisnis ada juga yang bakat menulis. Dan tulisan ini dibuat bukan untuk sekedar narsis-narsis. Ya, ini hanya dibuat sekedar berbagi tentang profil ROHIS.

Ketika Komunikasi di Ambang Sekarat

Kebahagiaan Bu Narti semakin lengkap karena tak berapa lama lagi anak bungsunya akan menjadi pengantin. Do’anya terkabul, gadis kesayangannya akan dipinang oleh seorang lelaki yang insya Allah sholeh dan bertanggung jawab menurut pandangannya.

Dan hari yang dinantipun tiba, semua berjalan dengan lancar. Meski tak semewah 
walimatul 'ursy anak teman-temannya, tapi baginya cukup meriah. Bu Narti adalah seorang janda yang telah ditinggal suaminya beberapa tahun yang lalu. Jadilah ia seorang single parent dengan tiga anak yang lucu-lucu. Air matanya tak dapat ia bendung tatkala ijab qobul putrinya berlangsung, dia teringat mendiang suaminya. Dia berbisik dalam hati “Pak, lihat... anak kita sudah besar, dan sekarang telah menjadi pengantin yang sangat cantik...”

Pestapun telah usai, dan sekarang saatnya sang buah hati meninggalkan dirinya karena akan diboyong suaminya ke negri seberang, kebetulan menantunya itu bertugas disana.

Santi sangat berat hati meninggalkan ibunya, mengingat usianya yang akan mencapai 50 tahun. Tapi apa dikata, dia harus mengikuti kemana suaminya pergi. Dia ingin sekali membawa sang ibu untuk tinggal bersama mereka, akan tetapi ibunya menolak dengan halus. “Nggak usah nak... ibu lebih nyaman tinggal di kampung...lagian kalau disana, ibu akan susah menengok makam bapakmu jika tiba-tiba ibu rindu, kamu baik-baik disana ya...jadilah istri yang baik dan menyenangkan bagi suamimu, dampingi dia dalam keadaan apapun.”

Santipun berangkat dengan hati yang berat.

Krek...! Santi tersentak dari lamunannya, dia melihat sosok lelaki melangkah masuk. Cepat-cepat ia menyusul lelaki itu kepintu seraya menyalami dan mencium tangannya, lelaki yang selama tiga tahun ini telah menjadi suaminya.
Setelah membereskan sepatu dan tas suaminya, dia cepat-cepat ke dapur untuk menyiapkan secangkir teh hangat kesukaan seuaminya tak lupa dengan sepiring singkong rebus tuk cemilan di sore hari.

“Mas mau mandi dulu atau mau langsung makan...?” Tanya Santi pada suaminya. “Nanti saja, mas mau rebahan dulu, makannya habis magrib aja,” jawabnya singkat, dan diapun langsung masuk kekamar dan tidur. Suasanapun kembali sepi. Tak ada suara anak kecil di rumah itu karena sampai saat inipun mereka belum memperoleh satu orangpun keturunan.

Santi kembali sibuk menyiapkan makan malam buat mereka berdua.

Sebenarnya Santi bukanlah sosok yang pendiam, tetapi semenjak menikah, dia agak tertutup dan pendiam karena suaminya adalah laki-laki yang dingin dan sangat terutup, bahkan terhadap Santi istrinya. Terkadang Santi jenuh dan bosan dengan keadaan itu, dia merasa sedikit tertekan dengan sifat suaminya yang dingin, akan tetapi dia selalu ingat akan pesan ibunya bahwa suami adalah Surga dan Neraka bagi seorang istri.

Tak jarang dia menangis sendiri tatkala suaminya tak ada dirumah. Dia bertanya-tanya dalam hati kenapa suaminya masih menganggap dia seperti orang asing. Dia sedih tatkala menyaksikan sepasang suami istri yang begitu asik bercengkrama atau berjalan bergandengan, pergi jalan-jalan berdua, sedangkan dia, sangat jarang, bahkan tuk sekedar duduk bercengkrama diteras rumah di sore haripun sangat jarang.

Ingin sekali dia bertanya langsung pada suaminya, tapi dia takut jika suaminya tersinggung, jadi dia lebih memilih diam.

Sebenarnya, Burhan suaminya merasakan kegelisahan istrinya, ingin rasanya dia mencairkan suasana agar tak lagi kikuk didepan istrinya, apa lagi jika dia mendapati istrinya sedang menangis, paling dia hanya bertanya, “Kenapa menangis dek, kamu sakit? Santi hanya menggeleng dan bilang kalau dia kangen ibunya.” Lalu Burhan hanya bisa terdiam, dia tak tahu harus berbuat apa, karena sedari dulu dia memang kaku terhadap perempuan.

Waktupun terus bergulir , hari-hari dilalui Burhan dan Santi dengan rasa hampa tak menentu. Sangat monoton dan membosankan. Semakin hambar malah.

Suatu sore, Burhan mendapati Santi tengah menangis di sudut ruangan sambil menghubungi seseorang, ternyata Ibunya, Santi tak menyadari kedatangan Suaminya, sehingga Burhan bisa dengan leluasa mendengar percakapan mereka.

“Buk...Santi bosan disini, Santi pengen pulang saja, Santi gak tahan lagi, sepertinya mas Burhan tak bisa menerima kehadiran Santi,” ucap Santi seraya terisak.

“Loh...kok bisa sih nak, bukankah kalian menikah sudah tiga tahun lamanya, bagaimana mungkin kamu bisa bilang kalau suamimu belum bisa menerima kehadiran kamu, buktinya apa? Coba cerita sama ibu...”

“Mas Burhan sangat dingin Buk, dia bicara kalau ada perlunya saja, dia sangat tertutup pada Santi, bahkan kalau pulang larut malampun dia nggak pernah kasih tau ke Santi kalau dia lembur atau gimana, nyampe di rumahpun dia juga lebih banyak diam...”

“Santi seperti tak dihargai buk...santi seperti dianggap nggak ada, kalau dia lagi ada suatu masalah, dia nggak pernah mau bicara sama Santi, kalau Santi tanya dia cuma diam dan bilang nggak ada apa-apa, jadi Santi ini siapanya dia buk?”

“Apa santi nggak coba tanya ke suamimu?”

“Enggak Buk...Santi takut mas Burhan tersinggung, kan dia capek pulang kerja...”

Ibunya terdiam...sedih, terkadang ada muncul perasaan menyesal menjodohkan mereka, tapi cepat-cepat dia tepis.

Burhan terhenyak mendengar kata-kata istrinya, sedih bercampur marah kepada dirinya. Marah karena sikapnya yang dingin pada istrinya, orang yang selalu ada dikala dia susah dan senang, orang yang selalu setia merawat dirinya tatkala dia sakit, orang yang selalu setia meyiapkan sarapan dan menunggu kedatangannya setiap dia pualng, meski itu larut malam. Berbeda dengan teman sekantornya, dia bisa bercerita dengan leluasa.

Dia lupa bahwa seorang istri juga mahkluk yang bernyawa, dia bukanlah sebuah patung yang tak punya perasaan. Seorang istri juga bisa sedih, dan juga ingin mendapat sedikit perhatian dari suaminya.

Dan dia juga lupa bahwa tak cukup hanya dengan kehadiran saja pernikahan itu akan bahagia. Pernikahan itu tak cukup hanya komunikasi ranjang dan dapur, akan tetapi juga komunikasi hati.

Pernikahan akan berjalan lancar jika komunikasi berjalan dengan baik dan lancar. Percuma jika punya harta yang berlimpah dan suami/istri yang tampan/cantik, jika komunikasi sangat buruk, semua akan menjadi percuma, malah akan seperti di Neraka karena kerja sama juga takkan berjalan dengan baik, yang ada hanya prasangka dan curiga tak menentu.

Jadi, jika ingin sebuah hubungan berjalan dengan baik dan sehat, maka sangat diperlukan komunikasi yang baik pula sebagaimana Rasulullah SAW selalu mengajak bercanda istri-istrinya. Bukankah Rasulullah SAW juga sangat romantis terhadap istri-istri beliau?

Dari Aisyah ra, ia berkata, “Rasulullah berada di tempatku bersama Saudah, lalu aku membuat jenang. Aku bawa (jenang itu) kepada beliau, kemudian aku berkata pada Saudah, ‘Makanlah!’ Akan tetapi, ia menjawab, ‘Saya tidak menyukainya.’ Aku pun berkata, ‘Demi Allah, kamu makan atau aku oleskan ke wajahmu?’ Ia berkata, ‘Saya tidak berselera memakannya,’ Lalu aku ambil sedikit, kemudian aku oleskan ke wajahnya, sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam ketika itu duduk di tengah-tengah antara aku dan dia. Kemudian beliau merintangi dengan lututnya supaya dia dapat membalasku, lalu ia mengambil jenang dari piring tersebut, kemudian dia (saudah) membalas mengoleskannya kepadaku dan Rasulullah tertawa.” (HR. Ibnu Najjar)

Maafkan Aku Bila Mendahuluimu

Sombong! Egois!

Soleh bukan tidak tahu kalau kata-kata tak mengenakan itu ditujukan kepadanya. Sungguh, sebenarnya Soleh pun merasa tidak nyaman dengan tuduhan semacam itu. Tapi ini soal prinsip. Ia yakin betul dengan kebenaran prinsip yang dipegangnya. Yang salah adalah mengapa mereka tak (mau) mengerti penjelasan yang ia berikan.

Adalah Soleh, pemuda berumur dua puluh lima tahun yang termasuk beruntung. Setahun bergabung, langsung diangkat sebagai karyawan tetap. Tapi bukan itu yang membuat beberapa rekan kerjanya sering menjadikan Soleh sebagai bahan perbincangan. Tak tahu tata cara pergaulan, begitu terkadang mereka menambahkan.

Bukan satu dua kali Soleh menjelaskan, mengapa ia (selalu) berjalan mendahului rekan-rekan perempuannya. Terlebih bila secara kebetulan bertemu di ujung tangga menuju kantor mereka yang terletak di lantai dua. Ia bukanlah manusia suci seperti sindiran rekan perempuannya. Ia laki-laki dewasa normal yang memiliki ketertarikan dengan lawan jenis, tak terkecuali kepada teman kerjanya. Ia khawatir tak dapat menundukan pandangan (nafsu) bila berjalan di belakang perempuan. Bukankah setiap gerak perempuan selalu terlihat indah di mata laki-laki? Seandainya ia memiliki kekuasaan, pasti ia akan membuat aturan berpakaian bagi karyawan perempuan. Benar-benar menutup aurat, bukan sekedar mengikuti trend semata. Tapi ia hanyalah karyawan rendahan, jalan keluarnya adalah ia selalu berusaha untuk tidak berjalan di belakang perempuan.

Telah ia jelaskan, tapi sayang hanya dianggap sebagai alasan untuk menutupi kesombongannya, keangkuhannya. Dalam beberapa hal, Soleh tidak mempermasalahkan tata cara pergaulan yang mendahulukan perempuan, ladies first istilahnya. Tapi untuk urusan yang satu ini, Soleh berprinsip sebaliknya.

Bukan tidak sopan, bukan pula sombong. Selain menjaga pandangan (nafsunya), justru karena Soleh menghormati mereka. Perempuan dengan segala daya pikatnya bukanlah objek yang bisa dinikmati (dilihat) oleh laki-laki selain yang berhak (suaminya). Sayang, belum semua perempuan menyadari tingginya agama ini menempatkan mereka. Karena nafsu, tak jarang perempuan sengaja tampil mencolok di depan laki-laki yang tidak berhak melihat auratnya. Astaghfirullloh!

Juga bukan satu dua kali Soleh mengatakan kenapa ia berusaha untuk sholat dengan jamaah pertama dan mendapatkan tempat yang utama. Shaft pertama, tepat di belakang sebelah kanan sang imam, menjadi tempat favoritnya. Soleh sadar betul bahwa pahala terbesar adalah sholat yang dikerjakan secara berjamaah di awal waktu. Dan soal tempat yang selalu ia incar –shaf pertama di belakang imam sebelah kanan– bukanlah milik atasannya, bukan pula milik pengurus mushola, tapi hak siapapun yang datang lebih awal.

Sudah Soleh katakan, tapi sayang beberapa orang justru menganggapnya tak punya tata krama. Bukan tak tahu tata krama bila Soleh berdiri di shaf pertama sementara atasannya justru di shaf kedua. Dalam sholat jelas tidak melihat jabatan seseorang dalam pekerjaan. Soleh tahu di belakangnya ada sang atasan, tapi ia merasa tak perlu menawarkan diri untuk bertukar posisi. Siapapun punya hak dan kesempatan yang sama, syaratnya hanya satu, datang lebih awal dibanding lainnya.

Soleh justru heran dengan beberapa rekan kerjanya yang datang lebih dulu tapi sengaja memilih tempat di belakang, bahkan ada yang harus diingatkan berkali-kali agar tidak membentuk shaf baru sebelum shaf di depannya terpenuhi. Soleh telah mengingatkan, tapi sayang mereka dengan penuh kesadaran dan dan kesengajaan melewatkan kesempatan untuk berdiri lebih dekat dengan pintu syurga.

Dalam hal lain, Soleh tentu tak berkeberatan bila ia harus mengalah, memberi kesempatan lebih dulu kepada sang atasan. Tapi untuk ibadah, Soleh tak mau menyia-nyiakan. Sudah dikatakan, urusan lain tidak masalah, tapi urusan ibadah, diri sendiri harus didahulukan.

Soleh memaklumi jika pada awalnya beberapa prinsip yang ia pegang terlihat aneh di mata rekan-rekannya. Semua karena mereka belum memahami. Baginya, tak harus ia merubah prinsip hanya karena orang lain belum atau tak (mau) mengerti penjelasannya.

Perlahan, seiring berjalannya waktu, rekan-rekan kerja Soleh mulai mengerti prinsipnya. Bererapa rekan perempuan mulai merubah cara berpakaian. Kalau kebetulan mereka bertemu di ujung tangga, tanpa diminta rekan-rekan perempuannya memberi kesempatan untuk Soleh berjalan di depan. Mereka menyadari bahwa menaiki tangga sementara laki-laki di belakang, sama saja menciptakan kesempatan untuk mereka melihat apa yang tidak menjadi haknya, terlebih dengan model pakaian yang dulu mereka kenakan.

Begitupun dengan rekan kerja laki-laki, banyak yang mengikuti jejaknya. Mereka menyadari bahwa pahala sholat terbesar adalah ketika dilakukan berjamaah, di awal waktu. Dan tempat yang tak boleh disia-siakan adalah shaf pertama.

“ Jadi, jangan terburu mengatakan egois, sombong atau tidak sopan, bila dalam hal-hal tertentu aku (selalu) mendahuluimu. Maafkan!” Soleh mengingatkan.

Jumat, 15 Juli 2011

♥ .:| Ketika Cinta Harus Memilih Bag. 7 |:. ♥

berhari hari hariku begitu lambat kurasakan. fikiran tidak karuan, hati tidak tenang, dan yang paling kurasakan tidak kuat adalah rasa bersalahku padanya yang sangat menyiksaku. karna kutelah menyakiti seorang wanita yang begitu tulus mencintaiku. Astaghfirullah....aku merasa menjadi orang terkejam didunia ini.

berkali kali aku mengucapkan maafku padanya. tapi rasanya itu tidak cukup walau seribu kali kuucapkan. namun saat malam ku bersimpuh memohon pada-Nya tiba tiba aku berfikir entah ini petunjuk dari Allah atau hanya gumamku saja. "aku sudah berkata jujur padanya, dan jujur itulah pilihan yang terbaik yang kulakukan, karena jika aku tidak jujur, pasti suatu saat nanti dia akan lebih sakit hati kalau dia tau ternyata aku menikah dengan orang lain, dan dia sudah menunggu dan telah terlanjur menolak ikhwan lain yang datang meminangnya karena menungguku. hmm, ini semua juga diluar kendaliku, kan kuserahkan ini semua pada Allah, Insya Allah aku akan selalu mendoakannya dalam setiap shalatku" pikirku

alhamdulillah...pada suatu sore aku chating di fb dengan Vita. saat itu aku belum menceritakan tentang hubunganku denganku dengan Nia.
"mas, kulihat distatus mas, sepertinya mas sedang gundah"kata Vita
"iya, oya vit aku mau tanya sesuatu."kataku
"iya tanya apa?jawabnya
"tentang rencanamu memperkenalkg tuamu setahun lagi, apakah itu berati kamu menerima tawaranku waktu itu?tanyaku ingin memastikan
"jika Allah mengizinkan...iya"jawabnya
"kalau begitu ku rasa tak perlu ada lagi rahasia. o ya aku mau cerita sesuatu padamu. tapi sebelumnya aku minta maaf"kataku
"iya mas. silahkan" jawabnya
"aku dulu sempat memikirkan tentang ucapanmu soal cadangan. jujur, saat itu aku memulai sebuah hubungan dengan seorang wanita aktivis dakwah dumay, tapi dalam hal keistiqomahan dan ilmu insya Allah tak diragukan lagi. dan saat kau punya rencana untuk memperkenalkan aku pada ortumu itu, aku benar benar kaget dan bingung bagaimana caranya aku harus menjelaskan ini padanya. beberapa hari yang lalu aku beranikan diri untuk berkata jujur padanya. aku lihat dari tanggapannya sepertinya dia bisa menerima, tapi tak kusangka dia begitu sakit hati padaku dan kecewa. dia meremove aku dari fb. dan enggan untuk berkomunikasi denganku"jawabku
"masya Allah. trus gimana mas? aku bisa merasakan perasaannya, karena aku pun juga seorang wanita, bolehkah aku minta maaf padanya? ini semua juga salahku karena aku terlalu membiarkan mas lama menungguku" jawabnya
"silahkan, terserah kamu aja" jawabku
"ehm...mas aja tolong sampaikan maafku padanya? bisa gak? jawabnya
"ok. Insya Allah" jawabku

Beberapa hari kemudian aku sampaikan permohonan maaf Vita pada Nia. Ku yakin dia bisa memaafkannya, tapi aku tidak tahu apakah hatinya ridho atau tidak.

setelah perkacapan itu aku agak merasa sedikit lega karena akhirnya aku sudah berkata jujur apa adanya kepada mereka berdua. memang ini mnyakitkan, tapi menurutku yang namanya suatu kebenaran itu harus disampaikan walaupun itu menyakitkan.

seperti seorang anak tiri yang tidak tau bahwa ternyata dia hanyalah anak angkat. pasti dia akan lebih sakit hati bila dia tahu sendiri akan jati dirinya daripada orang tua angkatnya yang menjelaskan secara jujur dan langsung padanya.

aku hanya ingin mencari jalan keluar yang terbaik. dan menurutku kejujuran adalah pilihan yang paling tepat yang kulakukan saat itu. mungkin aku dengan Nia saling kenal hanya untuk menjadi saudara, kakak dan adik, dan mencintai selayaknya saudara sesama muslim. karena yang ku tahu kesempurnaan iman seseorang itu belum terpenuhi sebelum mampu mencintai saudaranya. seperti disebutkan dalam sebuah hadits Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam

Dari Abu Hamzah Anas bin Malik rodhiallohu ‘anhu pelayan Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidaklah sempurna keimanan salah seorang di antara kamu sehingga ia mencintai bagi saudaranya (sesama muslim) segala sesuatu yang dia cintai bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhori dan Muslim)

di setiap sujudku, ku selalu mendoakan untuk kebahagiaannya. semoga mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik dariku, yang bisa melindunginya, yang mampu mencintainya sepenuh hati, dan yang mampu menjadi imam yang baik dan bertanggung jawab akan keluarganya. dan aku yakin suatu saat nanti dia pasti akan mendapatkannya, dan dia memang pantas untuk mendapatkannya.

mungkin banyak kejanggalan yang ada dalam cerita ini, bisa dikatakan belum selesai, namun inilah akhir cerita kisah ini, dan apa boleh dikata ini diluar kendali manusia. dan mungkin sudah takdir Yang Maha Kuasa.

Cinta memang tak harus memiliki, dan ada kalanya cinta juga harus memilih diantara pilihan yang ada. pilihlah dengan memanjatkan doa kepada Allah untuk diberikan petunjuk yang terbaik diantara pilihan itu, dan mintalah untuk dimantapkan hati pada salah satu hati. semoga pembaca bisa mengambil hikmah dari kisah ini. aamiin

afwan wa syukron

..:: ♥ TAMAT ♥ ::..

♥ .:| KETIKA CINTA HARUS MEMILIH BAG. 6 |:. ♥

setelah aku teringat akan Nia. aku benar benar bingung harus bagaimana menjelaskan ini padanya. berhari - hari aku memikirkan cara agar Nia bisa mengerti dan agar dia tidak tersakiti karena aku.

setiap sujud malamku aku selalu berdoa agar diberi pentunjuk oleh Allah. sampai pada suatu malam aku berikan diri untuk mengatakan ini padanya. tapi aku tidak langsung to the point
"ukhti, apakah ukhti serius padaku? tanyaku
"insya Allah. akhi" jawabnya
"tapi. aku tidak bisa memastikan ukhti. aku ini adalah anak terakhir. jadi aku harus menjaga orang tuaku. dan orang tuaku sudah tidak kuat lagi jika untuk perjalanan jauh" jawabku
"tidak apa apa akhi, aku tidak ingin membebanimu karena aku" jawabnya
"o ya. nanti kalo ukhti mau nikah tolong hubungi aku ya, kalo pun aku tidak bisa kesana setidaknya aku bisa mendoakanmu dari sini"jawabku
"memangnya akhi gak mau aku menunggumu"jawabnya
"aku masih lama ukh. 2-3 tahun lagi"
"oh. iya sekali lagi aku gak mau membebanimu akhi tidak apa"jawabnya
"jujur ukhti. sebelum aku mengenal lebih jauh denganmu. aku sudah pernah memberikan tawaran kepada seorang wanita muslimah untuk menikah denganku suatu saat nanti. tapi saat itu dia belum bisa menjawabnya. tapi aku kaget beberapa hari yang lalu dia ingin memperkenalkan aku dengan orangtuanya."jawabku
"oh gitu ya. yaudah akhi semoga Allah meridhoimu"jawabnya

alhamdulillah saat itu aku merasa lega karena dia bisa menerima ceritaku. sekalipun tidak bisa kupungkiri ada perasaan kecewa dalam diriku.

keesokan harinya betapa kagetnya aku, ternyata Nia meremove aku dari fb nya. dan dia meluapkan kekecewaanya dalam beberapa statusnya.
"astaghfirullaha'adzim...."gumamku
aku pun langsung mengirim sms pada dia untuk minta maaf padanya.
"ukhti. tolong maafkan aku, ini semua kuakui adalah kesalahanku, aku yang memulai ada rasa padamu, tapi saat kamu juga merasakan rasa yang sama padaku, aku justru memangkasnya saat rasa itu sedang tumbuh dalam hatimu. tolong maafkan aku, ini semua diluar kendaliku" smsku padanya
"iya akhi. aku sudah memaafkanmu" balasnya singkat
"aku tahu kamu kecewa padaku. terbukti dengan dengan ukhti sudah meremove aku dari fb mu. dan statusmu juga...."jawabku
"untuk sekarang ini aku butuh waktu akh. mungkin sekarang kita tidak usah sapaan dulu. afwan" balasnya

betapa sedihnya aku saat itu telah menyakiti seorang wanita yang ternyata tulus untuk mencintaiku. berhari hari aku dilanda kesedihan yang begitu mendalam. pikiranku begitu galau, hatiku tidak tenang, dan setiap detik waktu terasa begitu lama dan rasa bersalah ini selalu menghantuiku.

saat itu hanya dzikirlah selalu terucap dalam bibir ini yang mampu menenangkan hatiku. malam malamku begitu panjang, tak bisa tidur sampai larut, dan sujudku disetiap akhir malam tak henti hentinya kuberdoa kepada Sang Penguasa Hati Allahu Ta'ala, aku memohon padanya untuk memberikan ketenangan pada hati ini, untuk memberikan jalan keluar akan masalahku ini.

beberapa waktu setelah itu, sore hari aku pulang kekampung halamanku, kebetulan esok harinya aku libur dan aku ingin pamit minggu depan aku tidak pulang. disepanjang jalan, aku iringi dengan dzikir pada-Nya karena memang hatiku belum tenang. untuk pertama kalinya dalam hidupku aku bisa menangis dalam mendalami setiap kalimat-NYA. betapa kecilnya aku ini di dunia ini, betapa besarnya dosaku ini telah kuperbuat. Astaghfirullah, wasubhanallah, walhamdulillah, wala ilahaillallah, wallahu akbar.....

♥ .:| Ketika Cinta Harus Memilih Bag. 5 |:. ♥

pertemananku dengan Nia pun semakin lama semakin dekat. dan rasa suka pun muncul. aku bertanya pada hatiku
"rasa ini apakah karena Allah, atau hanya perangkap syetan saja?"gumamku
tidak kusangka ternyata Nia pun juga merasakan hal yang sama, sebelumnya aku belum tau karena dalam hal perasaan sepertinya tanggapannya menurutku agak datar. aku hanya memberikan clue saja akan perasaanku padanya, tapi belum serius membicarakan untuk sampai menikah seperti yang kutawarkan pada Vita. kedekatanku degan Nia berlangsung sekitar kurang lebih sekitar 1 bulanan lebih seingatku, pastinya aku lupa.

sampai suatu ketika, saat aku sedang berpikir akan dia. aku malah teringat hal yang lain. aku teringat kalau hasil ujianku semester lalu turun drastis. "astaghfirullahal 'adzim, kenapa aku ini malah sibuk mikirin wanita, kalo udah jodoh paling juga gak kan kemana". pikirku

aku mulai mengorek kesalahanku dan introspeksi diriku. dan aku sadar hasil jelek dari semesterku yang lalu adalah penurunan ketaatanku padaNYA, aku terlalu terlena dengan dunia, dan aku merasa ada sisi kesombongan dalam diriku karena semester sebelumnya Alhamdulillah aku dapat IP terbaik diantara temanku. astaghfirullahal'adzim wal hamdulillah, Engkau telah mengingatkanku Ya Allah. aku bersyukur karena aku diberi kesadaran olehNYA akan hal ini

kuputuskan untuk tak terlalu memikirkan hal lain selain lebih mendekatkan diriku pada Rabbku. dan sedikit demi sedikit aku pun bisa menikmati kedekatanku padanya. aku ingat akan sebuah hadits yang menyebutkan
Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Allah Taala berfirman: "Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku dan Aku selalu bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku pun akan mengingatnya dalam diri-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam suatu jemaah manusia, maka Aku pun akan mengingatnya dalam suatu kumpulan makhluk yang lebih baik dari mereka. ("Apabila dia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta. Apabila dia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Dan apabila dia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari.")
Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim : 4832

alhamdulillah tak henti hentinya kupanjatkan syukurku pada-Nya. karena Dia telah memberikan sedikit hidayah-Nya padaku untuk kembali fokus mendekatkan diri pada-Nya. setelah itu aku mulai memperbaiki kesalahanku yang lalu dan mulai serius menjalani perkuliahanku.

beberapa hari kemudian aku kembali berhubungan dengan Vita, dalam serangkaian smsku padanya, aku kaget ketika dia ingin memperkenalkan aku saat wisuda nanti. dan dia pun ingin aku menanyakan pada orang tuaku tentang tanggapan mereka untuk dirinya.
"mas, bisa gak kalo suatu saat nanti mas menceritakan aku pada orang tuamu tentang aku? tanya Vita
"waduh, afwan untuk sekarang ini aku belum berani, soalnya dari ibuku sendiri belum memperbolehkan aku untuk menikah atau membicarakan tentang hal itu pada mereka"
"mas udah ada rencana untuk memperkenalkan aku pada mereka? tanya nya lagi
"yah kalo kamu mau menerimaku apa adanya Insya Allah saat wisuda nanti aku akan memperkenalkanmu pada mereka" jawabku
"kalo kamu sendiri gimana? tanyaku
"setahun lagi aku wisuda mas, aku cuma kuliah selama 3 tahun di akademi, Insya Allah tahun depan aku akan memperkenalkan mas pada orang tuaku"

setelah serangkaian percakapan lewat sms itu aku berpikir. jika dia berencana memperkenalkan aku pada orang tuanya berarti dia menerima tawaranku waktu itu. aku pun tersenyum senang dalam hatiku.

tapi dalam senyum rasa senangku tiba tiba aku teringat dengan Nia. "waduh, bagaimana dengan Nia? Bagaimana aku menyampaikan ini pada dia?" gumamku
keadaanku pun berubah 180 derajat dari senang berubah menjadi bingung bukan kepalang.

♥ .:| Ketika Cinta Harus Memilih Bag. 4 |:. ♥


setelah aku menyampaikan tawaranku pada Vita. kami pun jarang berhubungan, hanya terkadang saja ketika seperti yang telah kusebutkan cuma ketika punya sms nasihat saja saling ingat mengingatkan dalam kebaikan.

pasca bencana merapi mereda dan aku pun kembali ke bangku perkuliahan seperti biasa. sibuk dengan kuliah sibuk juga dengan organisasi dakwah kampus. tapi tentu aku menitik beratkan pada kuliahku. tapi ku berusaha tetap seimbang keduanya.

suatu ketika dalam serangkaian sms ku dengan Vita. dia bertanya padaku
"ehm. maaf ya mas sekarang aku belum bisa menjawab tawaran mas waktu itu. tapi mas punya cadangannya kan selain aku?" kata Vita
"cadanganya belum jelas. Insya Allah sebelum kamu memberikan jawaban pasti aku belum akan mencari yang lain" kataku
"soalnya gini mas, setelah lulus nanti aku diberik amanah oleh orang tua ku untuk menggantikannya, trus ayahku memintaku setelah lulus untuk bekerja di Belanda" jawabnya

setelah menerima jawaban itu aku merasa seperti tidak memiliki harapan lagi akan dirinya. dilihat dari sisi materi sepertinya dia jauh lebih mapan dari keluargaku. tapi aku ingat akan sebuah hadits yang mana Allah SWT tidak memandang rupa dan harta, tapi melihat hati dan amal kita. “Sungguh Allah tidaklah melihat kepada rupa dan harta kalian, akan tetapi Dia melihat hati dan amalan-amalan kalian.” (HR. Muslim).

"yang namanya rizki sudah ada yang mengatur, alangkah baiknya aku syukuri saja segala nikmatNYA padaku. masih banyak orang yang bernasib tidak sebaik aku, masih ada orang yang untuk makan saja masih susah. ah, aku takut jika aku melihat orang di atasku terus nanti malah jadi orang yang kufur akan nikmatNYA. lagi pula Allah melihat dari sisi Ketakwaan seseorang" gumamku dalam hati

setelah percakapan di atas aku jagi kepikiran tentang cadangan. dan inilah awal dari kesalahanku bermula. aku tidak menepati janjiku untuk menunggu kepastian jawabannya. ya Allah bodohnya aku ini

saat itu aku kenal dengan seorang wanita muslimah yang aktif dalam dakwah baik untuk akhwat maupun yang campur. dia memiliki pemahaman akan Islam yang bagus, keistiqomahannya Insya Allah tak diragukan lagi. sebut saja namanya Nia. sering kami berdiskusi sama sama dan akhirnya dia menawariku untuk membantunya untuk menjadi salah satu admin di pagenya.
"Akhi. mau gak bantuin aku? tanya Nia padaku
"bantuin apa ukh? jawabku
"akhi mau gak bantu aku jadi admin page ku"jawabnya
"jika menurutmu aku mampu. Insya Allah ku bantu"jawabku
"ok, tunggu konfirmasi dari aku ya"jawabnya
"iya" jawabku

beberapa waktu berselang dia memintaku untuk posting artikel dipagenya.
"akhi, posting artikel dong dipage kita." katanya waktu itu lewat inbox
"ok" jawabku
akupun posting sebuah artikel yang aku ambil dari aplikasi al sofwah buletin yang pernah ku download.
"artikelnya bagus akh" kata Nia lewat inbox
"alhamdulillah" jawabku

setelah itu aku pun aktif di page dakwah itu. dan hubungan kami berdua pun semakin dekat. sebelumnya lewat inbox saja sekarang kami sering sms. untuk memudahkan dalam hubungan ketika ada sesuatu di page kami. karena terkadang ada posting liker yang agak "nyeleneh" kami langsung saling menghubungi untuk segera ditindak lanjuti.

♥.:| Ketika Cinta Harus Memilih bag. 3|:. ♥

Setelah kepulanganku dari posko pengungsi, aku kembali ke kampus bersama teman2 ku satu tim. sesampainya dikampus aku pun bergegas mencari temanku dari panitia pusat untuk meminta kunci motorku karena sebelum berangkat kesana motorku dipinjam olehnya. namun ternyata temanku sedang mengantarkan relawan untuk pergantian shift.

aku pun menunggu di ruang basecamp salah satu organisasi dakwah kampus yang aku ikut di dalamnya. setelah lama menunggu akhirnya dia datang
"assalamu'alaikum" kata mas Bondi
"wa'alaikum salam warah matullah" jawabku
"sorry ya boy, aku tadi nganterin relawan dulu" kata mas bondi
"ok, gak papa mas. aku langsung pulang dulu ya" kataku
"o ya, hati hati" jawabnya
aku pun pulang ke masjid tempat aku tinggal, kebetulan aku tidak nge kos karena aku takut terpengaruh dengan anak anak kos yang sering bergaul terlalu bebas. yah sekalipun tidak semua, lebih baik mencegah daripada sudah terlanjur kan.

sampai dimasjid, aku masuk kamar dan langsung merebahkan badanku. letih capek ngantuk campur aduk jadi satu. sambil tepar di kasur aku tiba tiba aku berpikir sesuatu, tentang anak anakku disana dan juga tentang Vita.
"ah, semoga aja bapak bapak dari FKAM dapat mendampingi anak anak itu. ehm kalo Vita?? kenapa aku mikirin dia. astaghfirullah...." gumamku dalam hati
"oh iya, ku sms aja dia. aku ngirim sms ke dia "harus kenal. Zaini" pesanku singkat
"oh iya mas, afwan tadi gak sempat pamitan" balasnya
"iya gak pa2"jawabku

suatu malam aku pernah mengajak dia diskusi tentang pacaran anak anak muda. ternyata dia adalah salah satu wanita yang tak setuju akan pacaran karena dalam Islam tidak diperbolehkan. dan dia juga belum pernah sekalipun yang namanya pacaran sama seperti aku, padahal menurutku kalo dia mau jadi playgirl sekalipun dia pasti bisa. sampai sampai dia cerita kadang kadang bingung bagaimana cara menolak lelaki yang mengajak dia pacaran

hari hari ku selanjutnya ku jalani seperti biasa. karena masih libur sampae waktu yang tidak ditentukan aku pun pulang ke kampung halamanku yang masih disalah satu kabupaten di jogja. aku masih berhubungan dengan dia tapi hanya sebatas saling sms nasihat saja, gak lebih dari itu.

singkat cerita suatu hari Vita tiba tiba mengirimkan pesan singkat padaku.
"assalamu'alaikum"
"wa'alaikum salam" balasku
"mas boleh tanya sesuatu?" tanya dia
"boleh, silahkan..."jawabku
"dulu mas pertama kali sms aku "harus kenal" begitu, apa ada yang belum sempat tersampaikan??" tanya dia
"ehm. gak kok. memangnya kenapa?" jawabku
"oh gak cuma tanya aja. o ya mas boleh aku minta bantuan mas?"
"boleh. bantuin apa ya?" jawabku
"gini mas, aku baru saja diajak pacaran dengan seorang lelaki namanya Luki, aku sudah menolaknya tapi dia tetap gak mau terima, mas mau gak kirim dia sms mas ngaku kalo mas adalah pacarku, aku udah bingung banget harus berbuat apa"katanya
"waduh gimana ya, emm... mana nomernya. tapi aku gak enak e. aku bayangin kalo posisiku ada pada orang itu. pasti dia bakalan sakit hati banget."
"ini mas nomernya 08XXXXXXX, tolong ya mas, dosa nya aku yang nanggung"jawabnya
aku pun langsung menuruti permitaannya mengirimkan sms pada orang yang disebutkan tadi. ternyata dugaanku benar, sepertinya dia begitu kecewa. tapi apa boleh buat. karena sepertinya saat itu ada kesempatan untuk sekedar memberikan suatu tawaran padanya. aku pun memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu padanya
"o ya vit. btw sudah berapa orang yang sudah kamu tolak? tanyaku
"gak tau mas, banyaklah."jawabnya
"kalo aku daftar, udah urutan keberapa? tanyaku
"ehm. ah mas ini ikut ikutan juga" jawabya
"tapi aku berbeda dari mereka yag mengajakmu pacaran. aku mengajakmu untuk menikah suatu saat nanti. ya seperti katamu tidak ada pacaran dalam Islam"jawabku
"ehm...beri aku waktu mas, aku belum bisa menjawab sekarang. untk saat ini kita jadi saudara saja ya" jawabnya
"ok. gak papa. Insya Allah aku sabar menunggu jawabanmu. lagi pula planing untuk sampai disana juga masih lama" jawabku
"iya mas. mas istikharah aja dulu. aku pun juga begitu" jawabnya
"ok. Insya Allah"

setelah percakapan itu. kami jarang berhubungan, cuma seperti biasa kadang kadang kalo punya sms nasihat kami sering saling mengingatkan.

ღ☆ღ*♥*ღ☆ Ketika Cinta Harus Memilih bag. 2 ☆ღ,¤¤*♥ღ☆ღ

hari kedua aku jadi relawan aku mencoba mewujudkan keinginanku semalam untuk mengajak anak2 pengungsi untuk belajar sholat sama sama. waktu itu aku minta ijin terlebih dahulu kepada panitia pengurus setempat. alhamdulillah mereka mengizinkan, dan justru mereka menyerahkan semuanya pada kami. tapi ketika itu ada satu masalah. aku butuh alat untuk menampilkan film kartun sifat sholat Nabi ini dalam hal ini monitor atau LCD proyektor.
"pak, ini nantikan saya butuh alat pembantu untuk mengajari anak anak belajar sholat, saya butuh monitor pak, boleh saya pinjam pak?" tanyaku
"waduh maaf mas, sepertinya gak bisa" kata bapak2 yg bertugas jaga disana
"oh yasudah pak, makasih" kataku

aku pun berpikir, putar otak gimana nanti aku bisa menampilkan film ini. akhirnya kuputuskan untk menghubungi panitia pusat dikampusku
"assalamu'alaikum, mas mau tanya, nanti shift pergantian relawan dari psikologi datang jam berapa ya? bisa gak kalo nanti dibawakan LCD proyektor dari kampus?" tanyaku,
"wa'alaikum salam, insya Allah nanti sore. ok nanti kuusahakan"kata temanku dari panitia pusat kampus
"alhamdulillah, makasih mas" kataku

sambil menunggu, ternyata anak anak pengungsi pada berkumpul ditenda relawan. ku manfaatkan untuk mendekati mereka.
"eh kalian udah pada bisa sholat belum" tanyaku
"belum mas" kata salah satu dari mereka, kulihat yang lain pun juga begitu kelihatannya
"oya, nanti sore kita nonton kartun yuk, sifat sholat Nabi. mau gak?
"nanti sore mas? ya mas mau mau" kata mereka
senang nya hati ku, jalanku dipermudah oleh Allah untuk mengajari mereka

beberapa saat kemudian datang Vita menghampiriku
"ehm, mas bisa minta tolong? tanya Vita
"iya bisa, ada apa? kataku
"gini mas, itu saya ada pasien yang tensi darahnya sampai 200 an,sekarang dia saya ajak ngobrol, tapi saya kesulitan bahasa, mas bisa bahasa jawa kan? bantuin ya? kata Vita
"ok, dimana sekarang? tanyaku
"disamping ruang medis mas" jawabnya

kami pun kesana. saat masuk ruangan kudapati seorang wanita paruh baya yang berlinang air mata dipipinya.
"bu, ngapunten, ibu kengeng menopo? tanyaku pake bahasa jawa
"ngeten mas, kulo wingi niku pas merapi meletus pisah kalian garwo kulo mas"kata ibu itu
"sakniki, ibu sampun ngertos garwo njenengan wonten pundi?tanyaku
"sakniki wonten posko desa liyo mas, kaliyan anak kulo, nanging kulo dereng tenang mikir garwo kulo sakniki" jawab ibu itu
aku pun menjelaskan pada Vita kalo dia terpisah dengan suaminya, dan sekrang suaminya ada diposko pengungsi lain, tapi dia memikirkannya dan belum bisa tenang.
"ibu shalat nopo mbotenn bu?"tanyaku
"mboten mesti mas"jawabnya
"geh mpun sakniki kajenge ibu tenang ibu sholat rumiyen njeh"kataku
dia pun mau dan ku minta Vita untuk membimbingnya dalam shalat

sore harinya alhamdulillah proyektor sudah ditangan. kukumpulkan anak anak pengungsi ke masjid darurat dibantu oleh teman temanku relawan lain termasuk dari LSM FKAM (Forum Komunikasi Aktivis Masjid) setempat
"assalamu 'alaikum...warah matullahi....wabarakaatuh"kuucapkan salam pada mereka
"wa'alaikum salam warah matullahi wabarakaatuh" jawab mereka dengan nada khas anak anak sama persis seperti masa kecilku dulu
" alhamdulillah....nah adek adek sekarang Mas Zaini mau ngajak nonton bareng sifat sholat nabi, tolong diperhatikan ya? nanti kita praktek sama sama" kataku
mereka pun hnya melongo tanpa ekspresi, akupun langsung memutarkan film itu

setelah film selesai diputar, ternyata adzan maghrib udah terdengar. akupun mengajak mereka untuk wudhu sama sama sambil membimbing mereka. alhamdulillah mereka antusias sekali melaksanakannya. dan kami pun shalat maghrib berjamaah. seusai itu kami bubar sendiri sendiri untuk makan malam

aku kaget waktu itu baru jam 7 kurang anak anak itu sudah mencariku
"mas udah shalat lagi belum" tanya mereka
"belum masih sekitar setengah jam lagi, nanti aja kalo dengar adzan kalian langsung kemari ya"kataku
betapa senang nya hatiku waktu itu karena ke antusiasan anak anak itu. bahkan keesokan harinya mereka bangun lebih dahulu daripada aku untuk mengajaku shalat subuh. subhanallah......

hari ketiga adalah hari terakhir bagiku bertugas disana, ternyata Vita sudah kembali pulang karena dia sudah bertugas disana selama 6 hari. tidak ada satu pun kalimat perpisahan yang terucap diantara kami. hari terakhir ini adalah hari terberatku karena harus meninggalkan anak anak emasku yang masih perlu banyak pendampingan. sempat aku ditanya oleh pihak LSM FKAM
"mas disini berapa hari? kembali kesini lagi gak mas?" tanya mereka padaku
"Insya Allah hari ini saya pulang pak, seperti nya saya tidak kembali kesini" jawabku, aku tak tau mengapa mereka tanya seperti itu padaku

sore hari aku pulang kejogja bersam kawan kawan lainnya. rasanya ada sesuatu yang mengganjal dihatiku. tapi ku tak tau itu apa. di dalam mobil, kami saling bertukar nomer hp satu sama lain. dan aku pun minta nomer hp Vita pada temanku yang lain. tapi hari sebelumnya memang Vita sudah meminta nomer hpku terlebih dahulu, jadi menurut ku tak masalah

♥ ♥ { [ Ketika Cinta Harus Memilih Bag. 1 ] } ♥ ♥

kisah ini bermula sekitar setahun yang lalu di suatu pagi yang tak begitu cerah ku buka mata ini saat mendengar suara adzan yang bersaut sautan dipagi yang masih cukup gelap dipandangan mata. setelah subuh ku baca beberapa halaman Al Qur'an dan setelah itu karena mataku masih agak mengantuk aku tidur lagi, kebetulan hari ini aku kuliah agak siang. o iya aku disini adalah seorang lelaki sederhana yang sedang menimba ilmu dibangku perkuliahan di salah satu universitas swasta dijogja, sebut saja aku Zaini.

setelah bangun betapa kagetnya aku melihat diluar masjid tempat aku tinggal, debu bertebaran menutupi atap lantai 2 masjidku. setelah aku turun ternyata di bawah pun tak jauh berbeda. hari itu gunung merapi sedang menunjukan aktivitasnya memuntahkan isi perut bumi.

setelah mandi dsb aku berangkat kuliah. disepanjang jalan mobil, motor, bis, jalan raya hampir semua diselimuti oleh debu merapi. mungkin ini semua adalah sebuah sebuah ujian bagi penduduk jogja dan warga sekitar merapi khususnya bagi mereka yang berpikir dan mampu bermuhasabah diri akan peringatan-Nya

ternyata hari itu kuliah diliburkan hingga sampai batas waktu yang tidak ditentukan. ketika itu aku senang karena bisa sedikit istirahat namun juga sedih karena teringat akan saudara saudaraku yang sedang terkena musibah.

pada hari berikutnya dari organisasi mahasiswa kampus membuka pendaftaran relawan merapi dan bantuan logistik. kuputuskan untuk ikut menjadi relawan ke sebuah daerah di dekat candi Prambanan selama 3 hari. setelah kumandaftarkan diri hari itu juga aku berangkat kesana.

sampai disana aku bingung harus berbuat apa, dan akhirnya ku diajak oleh relawan yang bertugas sebelumnya untuk berkenalan dengan relawan lain. dan disinilah awal pertemuanku dengan seorang gadis jelita dan muslimah dari tim medis regu penolong sebut saja dia Vita.
"assalamu'alaikum" ucapku saat memasuki ruangan tim medis
"wa'alaikum salam" jawab mereka
"oh ya ni temen2, perkenalkan ada relawan baru dari kampus kami yang akan menggantikan relawan sebelumnya" kata mas Pebri ketua tim relawan dari kampusku di tempat pengungsian itu
sambil mengatupkan tanganku "kenalin, Zaini" katakau
"oh iya, vita"
dan seterusnya aku berkenalan dengan tim medis lain. waktu itu aku masih biasa biasa saja, dan begitu pun dengan dia

keesokan harinya kami tim relawan dari kampusku diajak sarapan bareng dengan relawan tim medis semalam termasuk juga vita. sambil makan kami ngobrol ngalor ngidul untuk mengenal satu sama lain. setelah makan kami pun membereskan piring gelas dsb. setelah selesai kami dari kampusku dan relawan salah satu kampus lain mencoba membuat kegiatan untuk anak2. pagi itu kami sepak bola bersama anak2. begitu menyenangkan dan juga melelahkan

hari berikutnya aku berpikir mengapa aku tidak mengajari anak anak sholat saja? kulihat setiap sholat jamaah di masjid darurat hanya sedikit yang ikut sholat berjamaah. kebetulan di netbookku ada kartun sifat sholat Nabi yang Insya Allah menarik untuk mereka.

### DI LANGIT ASA (Part VI) ###


Hari menjelang Maghrib. Syifa baru saja tiba di rumahnya setelah beraktivitas selama seharian. Ia langsung menyambar komputernya begitu masuk ke dalam kamarnya. Ia sudah tidak sabar lagi untuk membuka e-mailnya sejak mendapatkan sms dari Eggi siang tadi. Rasanya ia sudah tidak dapat menahan lagi rasa penasarannya terhadap ikhwan yang hendak dita’arufkan Eggi dengannya. Maka, begitu Syifa tiba di rumah, ia pun langsung menghidupkan komputernya dan membuka e-mailnya.

Benar saja! Seperti yang dikatakan Eggi, data beserta foto ikhwan tersebut memang sudah dikirimkan Eggi ke alamat e-mailnya. Syifa membacanya sejenak. Biodatanya begitu singkat dan sederhana. Kata-kata pembuka dan penutupnya pun begitu sederhana. Sesederhana namanya yang penuh makna, Muhammad Fikri. Usianya hanya terpaut 3 bulan dengan Syifa. Ia merupakan karyawan pabrik sebuah perusahaan elektronik ternama. Lulusan SMU dan saat ini sedang kuliah S1 teknik elektro. Ikhwan itu anak keempat dari 5 bersaudara.

Tak terlalu banyak keterangan yang diperoleh Syifa karena begitu singkatnya biodata ikhwan tersebut. Namun bagian akhir biodata sederhana itu sangat menarik perhatian Syifa. ikhwan itu menuliskan sebaris ayat pertama dari surat Al-Qalam :

Nun. Wal qalami wamaa yasthurun.

Syifa tertegun membacanya. Ia tahu persis arti dari ayat itu, ‘Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan.’ Sekian kali ta’aruf, baru kali ini Syifa mendapatkan biodata yang sederhana & mencantumkan sebuah ayat yang sangat disukainya. Berbagai pertanyaan pun hinggap di kepala Syifa. Begitu perhatiankah ikhwan itu pada kegemarannya? Begitu dalamkah pemahaman ikhwan itu terhadap agamanya hingga ia tahu sebuah ayat dimana Allah bersumpah demi pena?! Dan… masih banyak pertanyaan-pertanyaan lainnya yang membuat Syifa semakin penasaran dengan jawabannya. Syifa pun mengakui kalau biodata sederhana itu sangat memikat hatinya dan membuatnya ingin tahu seperti apa sebenarnya ikhwan itu.

Syifa menurunkan tampilan layar komputernya hingga tampaklah wajah Muhammad Fikri yang membuatnya penasaran itu. Syifa memperhatikan foto itu sesaat. Tak ada yang menarik dari penampilan ikhwan itu. Ia terlihat sederhana seperti biodata yang dibuatnya. Wajahnya bulat putih dan terlihat dewasa. Akankah Syifa melanjutkan proses ta’aruf dengan ikhwan itu? Syifa belum bisa menjawabnya. Ia harus istikharah terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan yang terbaik.

"Ku pInang engkau dengan Al-Qur'an....," Suara merdu milik Gradasi yang menembangkan Ku Pinang Dengan Al-Qur’an kembali terdengar dari ponsel Syifa dan membuyarkan perhatian Syifa dari layar komputer.

“Pasti Eggi,” pikir Syifa seraya merogoh ke dalam tasnya. Setelah mendapatkan ponselnya, Syifa melihat layar ponselnya, ternyata Rahma, sahabat Syifa yang dahulu pernah mengaji bersama dengannya.

“Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam. Apa kabar, Fa?,” jawab Rahma di seberang telepon.

“Khair Alhamdulillah. Ada apa, Ma? Gak biasanya telfon.”

“Hehe..iya nih. Aku ada perlu sedikit sama kamu."

“Perlu apa?,” Syifa penasaran mendengarnya.

“Begini, Fa. Aku punya sepupu ikhwan yang seusia sama kamu. Namanya Firdaus. Dia lulusan sarjana informatika dan sudah bekerja di salah satu instansi pemerintah, PNS pula. Orangnya pendiam seperti kamu, akhlaknya baik, bacaan al-qur’annya bagus, hafalannya lumayan dan dia sedang mencari akhwat yang siap menikah. Kalau kamu belum ada calon, aku ingin menta’arufkan kamu sama sepupuku itu,” ujar Rahma langsung menjelaskan maksudnya menghubungi Syifa.
Syifa menarik napas.

“Kalau calon, terus terang aku memang belum punya.”

“Alhamdulillah.”

“Tapi, Ma. Aku baru saja memulai proses dengan seorang ikhwan.”

“Sejauh mana?.”

“Baru saling tukar CV aja. Bertemu pun belum.”

“Berarti masih ada kesempatan donk. Toh kamu belum dikhitbah dan belum ada kesepakatan apa-apa.”

“Yaa…memang belum sih.”

“Ya sudah, kalau begitu nanti aku kirimkan data dan fotonya besok ke e-mail kamu. Ya, sebagai bahan pertimbangan gak apa-apa kan. Kamu istikharah ja minta petunjuk Allah pilihan yang terbaik. Oke?!.”

”Baiklah, aku tunggu CV-nya. Setelah mantap dan yakin, insya Allah nanti aku kabari,” Syifa akhirnya menyetujui juga.

“Oke! Insya Allah segera aku kirimkan CV-nya. Wassalamu’alaikum,” sahut Rahma dengan nada riang.

Syifa menghela napas. Kali ini ia harus menghadapi 2 pilihan yang sangat sulit dan sama sekali tidak tahu mana yang lebih baik untuknya. Kedua ikhwan itu sama-sama belum dikenalnya. Ia sama sekali tidak tahu seperti apa kedua ikhwan tersebut. Syifa sungguh tidak mengerti harus memilih yang mana. Sepupu Rahma yang sudah PNS dan sarjana, ataukah Fikri yang hanya seorang karyawan pabrik. Syifa sungguh-sungguh tidak tahu.

“Ya, Rabb… berilah hamba petunjuk-Mu mana yang terbaik bagi hamba dari keduanya sehingga hamba tidak salah memilih. Amin…,” do’a Syifadi dalam hati.
Sayup-sayup suara azan Maghrib terdengar dari pengeras suara masjid dan mushola-mushola yang berada di lingkungan tempat tinggal Syifa. memanggil insan-insan yang beriman untuk menghadap Rabb yang telah menciptakannya dalam khusyuknya shalat.


*****



Ahad pagi yang cerah. Secerah penampilan Syifa siang itu dengan gamis kuning bermotif kotak-kotak berwarna biru langit yang berpadu dengan jilbab kuning muda. Wajahnya pun terlihat begitu cerah meski ia merasa tidak ada yang membuatnya merasa sangat gembira hari itu. Hatinya justru sedang berdebar-debar tak karuan tanpa bisa dikendalikannya. Padahal ini bukanlah pertama kalinya Syifa hendak ta’aruf dengan seorang ikhwan. Tapi itulah yang terjadi setiap kali ta’aruf, hatinya selalu saja berdebar tidak karuan.

Syifa menarik nafas dalam-dalam seraya berusaha menata hati dan mengendalikan debar-debar yang dirasakannya. Ummi Zakky yang diam-diam memperhatikan Syifa, tersenyum melihat tingkah Syifa. Bukan sekali ini murabbiyahnya itu melihat Syifa seperti itu. Sejak sang murabbinya pertama kali menta’arufkan Syifa, sejak itu pula ia selalu melihat Syifa seperti itu. Dan …. lagi dan lagi, murabbiyahnya itu hanya tersenyum melihatnya. Karena semua itu adalah fitrah setiap manusia yang memiliki akal dan perasaan.

Syifa kembali menarik nafas. Angannya melayang jauh pada foto ikhwan yang akan ta’aruf dengannya hari itu. Foto yang dikirimkan beserta CV ke alamat e-mailnya seminggu yang lalu. Entah seperti apa wajah asli ikhwan itu. Akankah sama persis seperti yang ada di foto, bulat putih dan terlihat dewasa, ataukah ternyata jauh berbeda dengan yang tergambarkan di foto. Syifa sungguh penasaran karenanya.

Muhammad Fikri. Akhirnya Syifa memilih untuk berta’aruf dengan sahabat baik Eggi itu dari pada Firdaus, sepupu Rahma yang PNS. Entah apa yang membuat Syifa lebih mantap untuk berta’aruf dengannya. Yang ia tahu, kalau hatinya lebih yakin untuk berta’aruf dengannya. Syifa terus berdoa dan berharap semoga pilihannya adalah yang terbaik untuknya.

Usia Fikri 6 tahun di atas Eggi. Karena itu Eggi sudah menganggapnya seperti kakak sendiri. Entah apa yang membuat ikhwan itu bersedia ta’aruf dengan Syifa hingga bersedia jauh-jauh datang dari kota hujan, Bogor ke kota Patriot, Bekasi. Padahal Syifa dan Eggi belum lama kenal dan kenal pun hanya dari jauh. Jangankan mengenal persis pribadi masing-masing, bertemu langsung pun mereka belum pernah. Selain itu, kota Bogor dengan IPB-nya yang terkenal, menyimpan begitu banyak akhwat-akhwat aktivis dakwah yang luar biasa. Sungguh, Syifa tak habis pikir karenanya. Ia hanya berharap itu semua adalah sebuah tanda bahwa ikhwan itu memang jodohnya. Bukankah tak ada hal yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak?!!

Dan kini, baik Eggi maupun Fikri benar-benar berada di hadapan Syifa. Mereka duduk berjejer tepat di hadapan Syifa. Di sebelah kiri Fikri, duduk seorang laki-laki yang usianya terlihat lebih tua beberapa tahun di atas mereka. Laki-laki itu tidak lain adalah murabbi Fikri.

“Subhanallah…. Mereka benar-benar datang,” gumam Syifa pelan, nyaris tidak terdengar. Ia segera membenamkan wajahnya dalam-dalam sambil terus berusaha menghilangkan geroginya agar tak terlihat salah tingkah di hadapan mereka. “Bismillah…. Ya Allah, jika memang ia jodohku, mantapkanlah hatiku dan mudahkanlah segalanya. Namun jika bukan, lapangkanlah hatiku agar bisa menerima segala ketetapan-Mu dengan ikhlas,” doa Syifa dalam hati.

Tanpa banyak basa-basi, suami Ummi Zakky yang merupakan pemilik rumah tempat ta’aruf itu dilaksanakan segera membuka dan memimpin acara hari itu. Acara dimulai dengan perkenalan antar kedua murabbi, yaitu Ummi Zakky dan murabbi Fikri. Eggi juga tidak ketinggalan memperkenalkan dirinya pada Ummi Zakky mengingat dialah yang sejak awal berperan menjodohkan Fikri dan Syifa.
Setelah saling berkenalan, acara inti pun dimulai. Fikri sebagai tamu, lebih dahulu memperkenalkan dirinya dan menjelaskan kondisi dirinya dan keluarganya. Tak ketinggalan pula ia menjelaskan mengenai tujuannya menikah beserta semua visi misi dan harapan-harapan yang ingin diwujudkannya dalam sebuah pernikahan.
Fikri terlihat begitu santai. Bahkan sesekali candaan kecil meluncur dari mulutnya sehingga membuat suasana tidak terlihat kaku dan sangat formil. Emosinya tampak sangat terkontrol dan dapat menguasai keadaan. Mungkin karena usianya yang sudah cukup matang dan usia tarbiyahnya yang sudah cukup lama. Jauh berbeda dengan Syifa yang sejak awal kedatangan Fikri tadi sudah sangat tegang. Sehingga ia pun tak dapat berkata banyak dan tampak begitu kaku meski terkadang ia ikut tersenyum manakala Fikri berusaha mencairkan suasana dan ketegangan yang dirasakannya.

Seperti biasa, Ummi Zakky mengingatkan keduanya akan semua konsekuensi yang harus dijalani setelah pernikahan, seperti tinggal mengikuti suami dan memiliki anak. Ia meminta Syifa dan Fikri membicarakannya agar nantinya mereka sama-sama tahu dan lebih mantap dalam mengambil keputusan langkah berikutnya.

Tepat saat azan Zuhur berkumandang, ta’aruf hari itu pun selesai. Tinggal memutuskan langkah selanjutnya, apakah proses ta’aruf tersebut akan diteruskan hingga ke pelaminan, ataukah cukup hanya sampai di situ. Keduanya bergantung pada keputusan serta kemantapan hati Syifa dan Fikri.

Suami Ummi Zakky yang menjadi pembawa acara hari itu, menunda sejenak acara untuk memenuhi panggilan azan yang telah berkumandang. Ia mengajak Eggi, Fikri beserta murabbinya untuk menunaikan shalat berjama’ah di masjid yang letaknya tidak jauh dari rumah Ummi Zakky. Sedangkan Ummi Zakky dan Syifa shalat berjama’ah di rumah.

Ahad siang itu, kembali …. harapan-harapan Syifa beterbangan ke langit bersama untaian doa-doa yang dipanjatkan dalam setiap sujud-sujudnya. Harapan dan doa-doa yang terus beterbangan tinggi menembus lapisan demi lapisan langit hingga ke ‘arsy, di mana Rabb-nya berada. Seraya terus berharap Sang Rabb akan mengabulkan pintanya, mengabulkan segenap doa-doanya.
Usai menunaikan shalat Zuhur, Syifa melaksanakan shalat istikharah 2 raka’at untuk meminta petunjuk dan kemantapan hati apa yang harus diputuskannya nanti. Begitu pula dengan Fikri. Di masjid ia juga melaksanakan shalat istikharah dan berdoa memohon petunjuk Allah. Mereka berdua sadar betul kalau jodoh merupakan rahasia Illahi Rabbi. Dan hanya Allah yang memutuskan segala sesuatu di bumi ini. Hanya Allah yang Maha Berencana. Hanya Allah pula yang Maha Tahu mana yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya.

Suami Ummi Zakky kembali membuka acara setelah tadi sempat ditunda selama hampir setengah jam karena masuk waktu Zuhur. Setelah mereka semua menunaikan shalat Zuhur dan berkumpul lagi, barulah acara dimulai kembali. Suami Ummi Zakky memberikan sedikit tausiyahnya pada Syifa dan Fikri terlebih dahulu sebelum mendengar keputusan Syifa dan Fikri akan kelanjutan proses yang mereka jalani hari itu.

Selesai suami Ummi Zakky bertausiyah, barulah Syifa dan Fikri diminta menyatakan keputusan mereka masing-masing. Syifa diminta mengutarakan keputusannya terlebih dahulu. Wajahnya terlihat lebih fresh seusai shalat. Sikapnya pun tampak lebih tenang dan rileks kali ini meski debar-debar di hatinya belum kunjung menghilang juga.

Syifa tertunduk sesaat dan terdiam. Ia sadar segenap perhatian kini tertuju padanya. Namun ia berusaha tetap tenang seraya menyusun baris-baris kalimat yang akan disampaikannya nanti.

Beberapa menit kemudian, baru terdengar baris suara lembut Syifa dari bibirnya.

“Bismillahirrahmanirrahim… Rabbi shrahli shadri wayassirli amri wahlul uqdatan millisani yafqahu qauli. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kesempatan berta’aruf dengan akhi Fikri hari ini dalam rangka berproses secara syar’i demi untuk menunaikan sunnah Rasulullah dan menggenapkan separuh agama ini. Setelah istikharah ba’da shalat Zuhur tadi, insya Allah ana yakin dan mantap untuk melanjutkan proses ta’aruf ini ke proses selanjutnya dan membina sebuah keluarga yang samara dengan akhi Fikri,” ucap Syifa penuh kemantapan.

“Namun kelanjutan proses ini, bukan hanya pada keputusan ana semata. Keputusan selanjutnya ana serahkan pada akhi Fikri. Apa pun keputusannya, insya Allah ana siap menerimanya dengan kelapangan hati,” lanjut Syifa tawakal.

Selesai Syifa menyampaikan keputusannya, giliran Fikri yang berganti menyatakan keputusannya pada seluruh hadirin.

“Bismillahirrahmanirrahim…,” Fikri mulai berbicara.

Ia diam sejenak dan menarik nafas. Membuat Syifa yang menanti kata-kata yang hendak keluar dari mulut Fikri, semakin tegang dan berdebar-debar karenanya.

“Ana pun sudah istikharah ba’da shalat Zuhur tadi untuk meminta petunjuk Allah agar tidak salah melangkah dan mengambil keputusan,” ujar Fikri kemudian. “Apa pun hasilnya nanti, semoga itu yang terbaik dan semoga dapat diterima dengan penuh keikhlasan,” sambung Fikri tidak langsung mengutarakan keputusannya.
Fikri kembali menarik nafas.

“Insya Allah, ana yakin dan mantap sekali untuk melanjutkan proses dengan ukhti Syifa hingga ke pelaminan. Bahkan melanjutkannya hingga ke surga Allah yang abadi,” ucap Fikri yang disambut dengan ucapan hamdalah dan senyuman oleh Syifa dan seluruh hadirin yang mendengarkannya.

“Insya Allah, 2 minggu lagi ana akan datang pada orang tua ukhti Syifa untuk meminang agar walimah bisa segera dilaksanakan. Semoga ukhti bersedia.”

Syifa tersenyum. Kali ini ia benar-benar bisa tenang dan santai dari sebelumnya. Hatinya pun terasa lega meski masih tetap berdebar-debar. Namun kali ini debar-debar yang dirasakannya berbeda dari sebelumnya. Kali ini ia berdebar-debar memberikan jawaban pada Fikri karena begitu bahagianya.

“Insya Allah bersedia,” jawab Syifa tanpa ragu.

“Alhamdulillah,” sahut Fikri dan yang lainnya.

Hari ahad siang itu, sungguh sebuah hari yang sangat indah bagi Syifa. Ia tiada henti-hentinya bersyukur pada Sang Illahi yang telah membuka sebuah jalan yang sungguh sangat di luar dugannya. Setelah sekian lama menanti, setelah beberapa kali berta’aruf, seorang sahabat yang belum pernah bertatap muka dengannya, membawakan seorang ikhwan jauh dari kota hujan, yang akhirnya memberikan kesejukan pada hatinya yang telah gelisah menanti.

“Alhamdulillah… segala puji hanya pada-Mu ya Rabb, ya Rahman, ya Rahim. Sungguh hanya Engkau yang Maha Berencana. Ya Rabb, mudahkanlah segala urusan kami, mekarkanlah bunga-bunga cinta di hati kami, sampaikanlah kami dalam indahnya sebuah pernikahan, izinkanlah kami bersama-sama mengarungi samudra kehidupan ini, tak terpisahkan hingga ke surga-Mu kelak. Ya Rabb, hanya pada-Mu kami panjatkan segala doa kami, hanya pada-Mu kami gantungkan segenap asa kami. Ya Rabb, yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, Engkaulah sebaik-baik penolong. Kabulkanlah permohonan-permohonan kami. Amin allahumma amin…,” doa Syifa dalam hatinya diiringi gerimis yang turun dari kelopak matanya.


*****
TAMAT