Selasa, 17 Januari 2012

FIQIH WANITA TERHADAP BATASAN PERHIASAN

Ummat Islam terkhusus muslimah selalu menjadi incaran para musuh ummat islam , mereka selalu berupaya menjauhkan muslimah kita dari etika keislaman. Membuat muslimah kita menghilangkan rasa malu dari pakaian penutup tubuh dan dari kesuciannya sehingga akhirnya kebanyakan perkara yang diharamkan justru seakan biasa dilakukan oleh kebanyakan kaum wanita, bahkan kebanyakan perkara yang diharamkan Islam berani mereka katakan “pendapat yang aneh”. Ini disebabkan karena sejak kecil mereka terdidik oleh hukum selain hukum islam.

Maka mari kita telaah perbuatan munkar yang diharamkan oleh din yang suci ini agar siapa pin yang berusaha menyelamatkan diri di dunia dan di akhirat bisa mewaspadainya :

1. Bersolek (berhias/ berdandan)
Islam secara tegas melarang wanita berdandan secara berlebihan.
“..dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu” (QS.Al Ahzab:33) .

dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hutairah bahwa ia menceritakan , Rasulullah bersabda, “ada dua golongan dari calon penghuni neeraka yang belum pernah kulihat , yaitu oran-orang pembawa cemeti seperti seekor sapi untuk digunakan memukul sesama manusia . serta kaum wanita yang berpakaian tetapi telanjang , berjalan lenggak-lenggok dan menggoda hati lelaki, kepala mereka tak ubahnya seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium aroma Surga, padahal aromanya bisa tercium dari jarak sekian dan sekian”

Imam An-Nawawi dalam syarah beliau terhadap Shohih Muslim telah menukil beberapa penafsiran tentang sabda Radulullah , “Kasiyat ‘ariyat, mumilat mailat”. Sebagian ulama menafsirkan ,”seorang wanita menutup sebagian tubuhnya dan membukakan sebagian yang lain untuk meperlihatkan kecantikannya.”

Sebagian ulama lain menafsirkan,”seorang wanita mengenakan pakaian tipis yang transparan.”

Adapun sabda beliau, “mumilat mailat”, sebagian ulama ada yang menafsirkannya, “para wanita yang berjalan dengan menggunakan wangi-wangian yang merangsang orang yang dilewatinya.” (syarah muslim oleh An-Nawawi 14/40)

Penjelasan yang telah diuraikan di atas telah dijelaskan bagi kita bagaimana seharusnya kebanyakan wanita menutup aurat. Namun yang paling mengkhawatirkan adalah mereka yang ‘merasa’ menutup aurat sambil bersolek, sampai-sampai ada di atnara mereka yang berkeyakinan bahwa wnaita yang sudah menutup rambutnya atau sebagian besar saja berarti ia sudah mengenakan hijab yang sempurna.
Alloh berfirman ,

“..dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita…” (an.Nur:31)
Dalam sebuah hadits berdasarkan sabda Rasulullah, “Saudara sesusu sama haramnya dengan saudara kandung.” (diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)

2. Mengenakan parfum di sisi laki-laki yang bukan Mahrom
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya dengan sanad shahih dari Abu Musa Al-Asy’ari berkata , Rasulullah bersabda ,
“seorang wanita yang melewati suatu kaum dengan memakai parfum yang dapat tercim oleh mereka , maka dia adalah pezina.”

Al.Mubarokfuri berkomentar, “dokatakan ‘zaniyah’ karena dia telah merangsang birahi laki-laki dengan bau parfume yang ia pakai sehingga dengan bau tersebut mereka menoleh kepadanya. Barangsiapa yang menoleh kepadanya , maka ia telah berzina dengan kedua matanya. Maka hal itu adalah dosa.” (TuhFaty’l-Ahwaji:7118)

3. Mengubah yang telah diciptakan Alloh
Hal ini sehubungan dengan hadits yang akan diuraikan di bawah
Al bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar,

“bahwasanya Rasulullah melaknat seorang wanita yang menyambung rambut dan wanita yang meminta disambungkan rambut , serta melaknat wanita yang bertato dan meminta dibuatkan tato.” (diriwayatkan oleh Al.Bukhori dan Muslim serta dalilnya)

Syaikh Sholih bin Fauzan -hafizhohulloh- berkomentar, “wanita muslimah diharamkan untuk menghilangkan bulu alis semua atau sebagian dengan menggunakan alat apa pun, baik alat pencukur atau pemangkas atau menggunakan alat yang dapat membereskannnya semua atau sebagian saja, karena hal itu sama dengan mencabut bulu alis yang dilarang oleh Rasulullah, banyak sudah wanita hari ini yang terperosok ke dalam bencana yang besar itu, yang mana hal itu adalah termasuk dosa yang besar sehingga hal mencabut buku alis itu termasuk perkara penting pada hari ini. seorang istri tidak boleh menaati suaminya jika menyuruhnya melakukan hal  itu karena hal itu adalah bencana.” (silsilah Tau’iyatu ‘i-Hujjaj dengan urutan 28, dengan tajuk Al.Mukminat pada hal.27-28 dengan sedikit perhubahan)
Penjelasan di atas sesuai dengan hadits berikut ,

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda , “Alloh telah melaknat wanita bertato dan yang meminta dibuatkan tato dan wanita yang mencabut dan yang meminta dicabutkan alis serta meregangkan giginya dan yang mengubah ciptaan Alloh.” (HR.Muslim)

Dari uraian hadist di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa contoh-contoh mengubah bentuk yang dimaksud ialah dengan membuat tato, meratakan gigi, menyambung rambut dan mencabut bulu alis. Dan diharamkan untuk kaum muslimin terkhusus wanita muslimah,

4. Tasyabuh (menyerupai) wanita kafir
Tasyabuh adalah kebiasaan menyerupai suatu golongan . ini termasuk dosa besar yang sudah tersebar luas dikalangan wanita. Laa Haula wa Laa Quwwata illa bilah. Wanita ‘muslim’ kebanyakan kafir secara terang-terangan dengan alasan yang mereka sebut ‘mode’. Mereka mengikuti pakaian , perhiasan, cara berjalan, berbicara bahkan dalam hal-hal yang bersifat dunia lainnya. Sampai jika merea dinasihati maka mereka mengira hal itu sesat. Sungguh setan pun tumbuh dalam hati-hati mereka.

Dalam sebuah hadits mashyur, rasulullah bersabda “barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia telah termasuk golongan mereka.” (diriwayatkan oleh Abu Dawud. Lihat shohih ‘i-jami’ish-shogir, 6149)

5. Mewarnai rambut dengan warna putih dengan cat yang bewarna hitam
Abu Dawud dan An-Nasa’i meriwayatkan sebuah hadits shahih dari Ibnu ‘Abbas dari Nabi SAW beliau bersabda, “akan ada pada akhir zaman segolongan kaum yang mewarnai rambut dengan warna hitam. Nanti nya mereka tidak akan mencium bau Surga.”

Adapun mewarnai rambut dengan warna apa saja (selain hitam), maka hukumnya boleh asalkan warna tersebut tidak permanen (selain hitam), maka hukumnya boleh asalkan warna tersebut tidak permanen.

6. Mengenakan celana
Termasuk pakaian buruk yang dikenakan oleh wanita adalah dinamakan bantolon (celana). Celan itu banyak dikenakan oleh remaja-remaja dan para wanita dewasa. Mereka mengenakan pakaian itu sekadar memaksakan diri dan bahwasanya pakaian itu hanya menutup warna kulit saja. Dan pada dasarnya, pakaian itu menjadikannnya sebagai sebuah sifat yang membawa kepada watak seseorang. Apalagi pakaian ithu memiliki model , waran , dan bentuk yang juga beragam sehingga sampai pada taraf yang menimbulkan bencana bagi orang-orang tua sebelum dirasakan oleh para pemuda. Laa haula wa Laa Quwwata Illa Billah.

Tak satu pun ulama terpercaya berbeda pendapat dalam mengharamkan wanita yang mengenakan bantolon tersebut di hadapan laki-laki yang bukan mahromnya karena perbuatan itu mengandung bahaya yang mana bahaya itu diketahui setiap orang yang memiliki akal sehat.

Lalu dimana posisi laki-laki yang bukan mahrom dan wali seorang wanita ? di mana semangat untuk kembali kepada perangai yang baik ? di mana keimanan kepada Alloh ? semua itu lenyap. Betapa kasihan, mereka dengan cepat meniru kaum lelaki dan wanita kafir. Mereka terperosok dengan cepat dalam mengikuti mode , adab dan tingkah laku. Mereka juga terperosok dengan cepat kepada semboyan “kami hanya ingin bersenang-senang pada masa muda kami.” Laa Haula wa La Quwwata illa Billah.

Syaikh Muhammad Al-Munajjid -hafizhohulloh- berkomentar, “celana itu tidak lepas dari kemunkaran. Sudah pasti pakaian itu sempit. Pakaian itu juga terbuat dari bahan yang tipis dan juga menempel pada tubuh. Sebagian orang berani bersumpah bahwa sebagian bantolon yang dikenakan para wanita itu lebih banyak menimbulkan bencana daripada jika wanita itu tidak mengenakannya.”

Sebagian wanita yang mengenakan bantolon itu sangat sempit sekali pada sebagian kedua kaki, dan terkadang persis dengan warna kulit sehingga dengan hal itu orang akan mengira ia tidak mengenakan pakaian sedikit pun hal itu sudah barang pasti adalah dosa yang sangat umum.

Oleh karena itu, sangat bijaksana sekali apa yang telah diharamkan oleh sebagian para ulama tentang wanita yang mengenakan celana, walaupun wanita itu mengatakan “celana itu lebar”.

Semuanya kita serahkan kepada Alloh tentunya , wanita itu boleh sja mengenakannya untuk suaminya. Apabila pakaian itu tidak menyerupai celana laki-laki dan juga tidak boleh dipakai di hadapan wanita muslimah lainnya, dan tidak juga di hadapan muhrimnya, apalagi di hadapan laki-laki yang bukan muhrimnya. Karena sebagian celana yang dikenakan wanita itu seperti “jeans” . celana itu tidak dapat membedakannya dengan laki-laki Amerika dan Eropa. Oleh karena itu, mengenakannya hukummnya dalah HARAM. Oleh karena itu sangat jelas bahwa pakaian itu adalah pakaian laki-laki kafir.

Khitbah Bukan Berarti Halal Ini-Itu

Aam, sebut saja begitu, sudah satu tahun yang lalu dikhitbah Anto, pria yang dikenalnya melalui suami salah satu teman se pengajiannya. Awalnya mereka sepakat menunda waktu pernikahan mereka hanya enam bulan setelah khitbah, namun karena saat mendekati waktu yang sudah ditentukan Anto belum juga mendapatkan kepastian soal kesiapan dirinya menikahi Aam, akhirnya pernikahan mereka tertunda kembali. Sampai kapan?

Kasus yang dialami Aam dan Anto, tentu bukan barang baru, tetapi juga bukan hal yang usang karena hingga sekarang hal seperti yang dialami kedua 'sejoli' itu juga masih sering terjadi. Hambatan-hambatan menjelang waktu pernikahan bisa datang silih berganti atau mungkin juga hambatannya "itu-itu saja" namun tidak pernah tersingkirkan. Ia bisa datang dari diri kedua calon pasangan tersebut, berupa kesiapan mental, kesiapan materi (termasuk disini, biaya pernikahan dan biaya pasca nikah) ataupun hal-hal lain yang bisa jadi diluar jangkauan mereka berdua, antara lain yang berkaitan dengan orangtua (soal kecocokan, menunggu "bulan baik" dan lain-lain).

Menikah, merupakan satu dari beberapa hal yang mesti disegerakan dan ini menjadi kewajiban atas muslim lainnya (dalam hal ini orang-orang terdekat) untuk membantu mempermudah prosesnya. Orang tua, tentu sangat signifikan perannya dalam mengusahakan pernikahan bagi anak-anaknya yang sudah cukup umur (baligh), terlebih jika anaknya adalah wanita. Ini penting, karena saat ini justru tidak sedikit penghalang terselenggaranya pernikahan itu tidak lain adalah orang tua sendiri. Selain orang tua, saudara atau sanak famili juga mempunyai kewajiban yang tidak sepele berkaitan dengan pelaksanaan nikah ini.

Yang sering kali tidak disadari para orang tua adalah mereka menganggap bahwa kewajibannya adalah sekedar mencarikan jodoh yang baik (bagi anak wanita), padahal mengusahakan sesegera mungkin penyelenggaraan pernikahan itu sendiri seharusnya menjadi perhatian yang penting. Karena ada kecenderungan, pengawasan, pembinaan yang ketat dan disiplin terhadap anak-anak mereka menjadi kendur, ketika si anak sudah dikhitbah. Para orang tua merasa kewajibannya untuk mengawasi sang anak sudah 'tergantikan' oleh calon suami si gadis. Sungguh, belum ada hak apapun bagi calon suami tersebut karena mereka belum ada ikatan apapun dan jelas antara mereka berdua bukan muhrim.

Berdasarkan pengalaman yang ada dan sering terjadi, hal-hal seperti itu (kendurnya pengawasan orang tua) terlihat dari interaksi yang terjadi antara dua sejoli calon suami istri itu. Sering kali mereka merasa boleh melakukan ini-itu dengan dalih, toh sebentara lagi juga akan menjadi suami/istri karena sudah khitbah. Padahal, justru disaat-saat antara khitbah dan menikah inilah kedua calon suami/istri semakin memperbanyak ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah, serta senantiasa menjaga kehormatannya hingga masanya tiba saat akad nikah. Karena diseberang lain, syaithan penggoda orang-orang beriman tengah berancang-ancang siap menerkam kelengahan dua pasang manusia yang menunggu saat pelaksanaan nikah yang memang sering kali membawa kepada perbuatan dosa zina jika keduanya tidak bisa bersabar menahan gejolak nafsu. Dari mulai zina hati hingga zina badan, naudzubillahi min dzalik.

Tidak hanya orang tua, masyarakat pun bisa berperan dalam menciptakan kondisi dimana anak-anak muda disekitarnya berpotensi berbuat dosa zina. Mereka yang awalnya sangat anti dengan model-model berpacaran dikalangan anak muda dan senantiasa melakukan pengawasan terhadap anak-anak muda dilingkungannya, khususnya yang berkaitan dengan soal berpacaran, kemudian bisa 'memaklumi' dua calon pasangan yang berjalan berdua-duaan didepan mata mereka hanya karena mereka sudah mempunyai 'ikatan' lamaran. Padahal juga, sebelum dilamar, si gadis selalu dikuntit dan ditunggui kerabat atau orang tua jika hendak kemana-mana.

Contoh lain, saling bertelepon sampai berjam-jam (bahkan tiap hari) sangat mungkin menimbulkan bunga-bunga dihati yang menyebabkan zina hati dan ada rasa selalu ingin bertemu, maka kemudian akhirnya bertemu, jadilah zina mata. Syaitan tak pernah lengah mengkompori manusia melakukan dosa-dosa besar, sedetikpun cukup untuk membuat manusia lupa diri dan selanjutnya nafsu manusia sendiri yang akan menjadi pendorong ke arah dosa. Jangan beri kesempatan!

Kalau memang alasannya adalah komunikasi, mungkin masih lebih baik menggunakan media tulisan (surat atau email), asalkan isi tulisannya tidak juga menumbuhkan bunga-bunga pendorong nafsu. Untuk komunikasi menggunakan telepon, sebaiknya dibatasi pada kebutuhannya terhadap persoalan yang perlu dibicarakan, singkat, jelas, fokus. Tutup telepon jika pembicaraan sudah keluar dari hal yang mesti dibicarakan. Sikap ini butuh perjuangan dan ketegasan dari kedua calon pasangan bahwa mereka sama-sama tidak ingin mengawali pernikahan yang sungguh suci dengan kekotoran hati.

Sedangkan untuk bertemu, sebaiknya dibuat seminimal mungkin dan tidak mencari-cari alasan (yang terkadang tidak rasional dan hanya menuruti nafsu) untuk bertemu. Pertemuan sebaiknya dibuat sesingkat mungkin dan harus ditemani oleh orang tua atau kerabat si wanita. Uniknya, karena saking 'sopannya', para orang tua juga terkadang merasa risih atau "tidak ingin mengganggu" privacy kedua calon tersebut. Padahal semestinya ia tahu bahwa sikapnya itu sangat berperan menimbulkan benih-benih zina yang mengotori hati keduanya.

Sekali lagi, makna 'menyegerakan' adalah agar kedua calon pasangan terhindar dari dosa-dosa zina. Jika memang pernikahan itu harus tertunda sekian waktu, kurangi potensi zina mata dan hati dengan shaum sunnah dan olah raga, juga menghindari makanan dari protein hewani tinggi. Tambahkan pertahanan diri dengan memperbanyak berhubungan dengan Allah lewat shalat-shalat sunnah, dzikir dan amal shaleh lain, perbanyaklah berdo'a mohon kekuatan dari Nya. Wallahu a’lam bishshowwaab