Sabtu, 08 Oktober 2011

Adikku....:)

Adikku...
Bahagianya memilikimu.

Kini kau telah mandiri,
kini kau rajin berbakti..
bahkan kau tak lupa mengaji..

Bangganya padamu...
mengikuti jejak kakak-kakakmu..

Kau torehkan kebaikan disekitarmu,
kau tanamkan rasa ikhlas dalam membantu..
orang tua yang kita cintai selalu..

Kau telah tumbuh dewasa...
kelak kau kan gantikan posisiku disana..
di rumah yang kita tumbuh bersama..
dimana kita sering bercanda tawa.

Ahh, semoga itu masih bisa terasa..
suatu saat nanti saatku tak ada..

Teruslah ukir baktimu pada orang tua,
menjadi anak kebanggaannya...
yang tak putus dalam berdoa.

Semoga suatu saat tiba..
Kita kan bisa kumpul lagi bersama.
Jika tak lagi di dunia...
Semoga di jannahNya..

Adikku... aku mencintaimu.
Dengan kesederhanaan cintaku :)

Aurat is My Crown

























Jangan Dibaca! Tapi, Semoga Diperoleh Hikmah...

Ini kisah nyata dan barangkali terdapat banyak kisah yang dialami oleh kalian yang membacanya.


Kisah sebuah cinta dengan kejujurannya... Yang dibangun oleh pasangan muda-mudi yang memutuskan untuk menikah dini. Diawali dari sebuah perjanjian yang dinamakan 'kejujuran' antar kedua pasangan tersebut. Prinsip untuk saling terbuka dan mempercayai sangat dianut kuat oleh pasangan ini.
Rawannya godaan yang dapat menerjang rumah tangga mereka memang patut diwaspadai sedemikian rupa. Sang istri yang sebelum menikah memang terlampau berwajah cantik dan berhati mulia, membuat para lelaki menaruh hati padanya dan berlomba-lomba untuk mendapatkan cinta dari si wanita tersebut, namun hasilnya nihil karena cinta itu sudah ditambatkannya pada lelaki lain yang kini jadi suaminya. Dan sang suami yang sebelum menikahnya juga menjadi idola dari kaum hawa, karena ketampanannya, kebijakannya dalam bertindak dan ilmu agamanya yang cukup bagus membuat para wanita masih mengejar-ngejar dirinya sekalipun kini sudah menikah.


Ada sebuah kebiasaan yang sering dilakukan baik si istri atau si suami saat belum menikah antara lain adalah senang menanggapi komentar-komentar dari status situs jejaring sosial atau saling berkirim email terhadap teman-teman lamanya. Semuanya ditanggapi dengan tanpa basa-basi, karena bagi mereka mungkin saat itu masih 'single' jadi tak apa juga kalau masih dalam masa pencarian.


Kebiasaan itulah yang akhirnya masih dilakukan sampai sekarang; Sulit untuk tidak membalas komentar-komentar yang masuk dalam status di jejaring sosial atau ketika diajaknya chat melalui messenger ataupun berkirim email dengan teman lamanya. 
Berubah, ya seharusnya mereka bisa sama-sama berubah, sebab kini sudah menikah dan tak ada lagi ruang buat lawan jenis yang lainnya mengisi dengan ungkapan-ungkapan lebay, alay yang akhirnya bikin malay ataupun komentar-komentar yang gak penting lainnya, sebab bisa saja terjadi hal yang tidak diinginkan seperti perselingkuhan?
Memang butuh waktu lama untuk bisa vakum dari situs jejaring sosial yang telah menghadiahkannya banyak teman pada masing-masing dari pasangan suami istri tersebut. Tapi ya seperti itulah pada akhirnya, perselisihan pun dimulai. Ada banyak keributan-keributan yang terjadi setiap malam...

"Bun, Ayah gak suka Bunda bales-bales komentar dari si *****, Bunda kan udah nikah sama Ayah, gak seharusnya menanggapi komentar dia di status Bunda itu!!"
"Komentar yang mana, Yah? Emang ada yang salah ya?"


"Ya ampun Bunda, ini lho..." Sambil menunjukkan bukti komentar sang istri di situs jejaring sosial yang bertuliskan, "Iya, makasih banyak ya atas kirimannya... Jadi terharu nih dikirimin itu :)"


Sang istri menjawab, "Ya ampun Ayah, itu kan teman lama Bunda. Jauh sebelum Bunda kenal Ayah, kan sudah mengenalnya duluan. Itu lho... Bunda cuma ngucapin terima kasih kok atas kirimannya kemarin, apa salah? Gak ada yang aneh khan?"


"Ihh Bunda, tetep Ayah gak suka! Boleh kalau jawab yang sewajarnya tapi gak usah pake emoticon senyum-senyum gitu deh ntar disangkanya Bunda ngasih harapan ke dia."


"Aduuhh Ayah, Bunda kan udah nikah sama Ayah... Masa' masih pindah ke lain hati juga? Ya gak mungkin lah!!!"


"Bunda! Mendingan gak usah dibuktikan dengan ucapan deh, tapi Bunda buktikan dengan perbuatan aja kalau Bunda gak akan macem-macem dengan laki-laki lain!"

"Iya, baiklah... Bunda janji akan mengurangi komentar-komentar gak jelas yang bisa bikin kita salah paham terus, Yah. Maafin Bunda ya belum bisa menjadi istri yang baik buat Ayah"


Malam itu ditutup dengan sebuah permintaan maaf dari sang istri terhadap suaminya... Sedangkan di lain waktu, terjadi lagi sebuah perselisihan antara keduanya.

"Bunda... Kok email ayah rasanya ada yang dihapus ya? Apa Bunda yang menghapus email-email Ayah?"


"Email yang mana, Yah? Coba dicek dulu... Salah lihat kali, Yah."


"Ahh, bener kok. Ini dah dicek berkali-kali gak ada juga, di recycle bin pun gak ada... Sedangkan yang tau password email ini khan cuma Ayah dan Bunda aja."


"Emang email yang tentang apa sih? Atau yang dari siapa?"
'Itu lho... inbox dari teman lamaku, ***** namanya." 


"Ohh yang itu... Emang udah Bunda hapus, sengaja biar gak ada lagi kenangan serta riwayat temenan sama dia. Habisnya inget deh kata-katanya, meski cuma melalui tulisan tapi tetep aja Ayah bisa ngasih sebuah harapan juga ke dia. Apalagi dia belum nikah, model pula. Wah, Ayah beruntung banget kali ya kalau nikahnya sama dia. Huhh...!"


"Ya ampun Bunda... Ayah kan udah punya Bunda. Ngapain lagi nyari-nyari perempuan lain. Cukup satu istri di hati Ayah yaitu Bunda."

"Udahlah Yah.. Pokoknya Bunda gak suka ayah masih kirim email-emailan sama dia, nanyain kabar lah, gimana kerjaannya lah..... Meski Ayah ngakunya itu teman lama Ayah. Bunda tetep gak sukaaaaaa!! Awas aja kalau masih ada email dari dia, Bunda hapus bahkan Bunda bisa marah-marahin dia, ganggu suami orang!"


"Oke oke, Ayah minta maaf. Iya, Ayah ngaku salah... Maafin Ayah ya Bunda... Ayah gak akan mengulanginya lagi."


Berakhirlah pula malam itu dengan sebuah permintaan maaf lagi, kali ini dari sang suami pada istrinya... Begitulah riwayat pernikahan mereka. Hampir tiap malam meributkan kecemburuannya masing-masing mengenai hal sepele (menurut mereka) padahal berdampak besar bila tak dapat dikomunikasikan dengan baik.

***
Pesan moralnya dari si penulis: untuk sedari sekarang menjaga komentar-komentar atau tanggapan kita di situs jejaring sosial terutama dengan lawan jenis yang dapat membuahkan kebiasaan tidak baik yang terbawa terus terlebih ketika sudah menikah nanti. Ingatlah, komitmen yang sudah dibangun antara suami istri kelak. Jangan sampai hanya karena 'rasa tidak enak' tidak membalas komentar teman-teman kita membuat bahtera rumah tangga runtuh seketika akibat perbuatan ringan dan sepele namun berakibat sangat fatal. Pun juga bagi yang belum nikah untuk tidak mengumbar kata-kata ringan kekerabatan yang bisa mengandung kesalahpahaman dan seolah memberi harapan satu sama lain meski yang dimaksud sebenarnya tidak seperti itu.


Mengingat kembali surah An-Nur: 26, "Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik, dan lelaki yang baik untuk wanita-wanita yang baik (pula)."

'Hebat'kan dirimu agar siap menerima pasangan yg 'Hebat' pula. (Mario Teguh). 

Ingatlah... cintanya laki-laki mungkin pada awalnya menderu-deru seperti mesin kendaraan yang masih baru, namun bisa luntur seketika dengan sebuah hal yang sepele. Sedangkan cinta seorang wanita itu mungkin seperti rambut, ia akan tumbuh sehelai demi sehelai bertahap dan konsisten tapi pun bisa luntur tatkala terus menerus disakiti.
Jadi... Tetap jagalah cinta kalian (bagi yang sudah bersuami istri) jangan hanya karena masalah sepele, rumah tangga kalian berada di ujung tanduk. Sedangkan bagi yang belum menikah, perbaikilah terus diri kalian dengan mengurangi kebiasaan buruk atau hal gak penting lainnya khususnya komentar-komentar di situs jejaring ini yang  dapat menimbulkan kebiasaan tidak baik hingga kalian kelak akan mendapat pasangan yang terbaik pula.

LOE, GUE = END...

Terinspirasi dengan gaya khas Sule yang kini menjadi trend di kalangan anak muda (termasuk aku), apa itu??? Yaitu “You and me, END” . Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa gaul, ungkapan itu berubah menjadi “Loe, Gue, END”. Disertai dengan gerakan mulut yang dibuat sejelek mungkin serta gerakan tangan yang khas dan asli gaya Sule, coba deh benar-benar menghipnotis gaya alay tersebut khan? Hadeh...

Tapi kali ini tak mau bahas soal Sule beserta teman-temannya di OVJ melainkan membahas judul di atas. Ya, tentang sebuah kisah...

Langit sore yang memayungi dan beranjak gelap, terlihat sepasang mata yang berkaca kaca, di genggaman tangannya sepucuk kertas berwarna hitam sedang dia baca berulang ulang. Seakan akan ia tak percaya, gadis itu melepaskan pandangan matanya menatap kosong lurus ke depan. Di dalam hatinya terasa ada sesuatu yang seketika lenyap, kosong dan hilang.

Ya, sepucuk kertas berwarna hitam itu bertuliskan undangan pernikahan sahabatnya, seorang lelaki yang selama ini sering sekali bersamanya, menemani hari harinya ketika pertama dia menuntut ilmu di kota besar ini, bahkan sampai sekian tahun mewarnai kehidupannya di sudut ibu kota.

Di letakkannya undangan itu di samping layar monitor komputernya. Dia buka laci mejanya, disitu ada foto foto mereka berdua, dengan berbagai macam kegembiraan yang terpancar dari raut wajahnya. Saat itu hampir setiap saat mereka berbagi tawa, canda, kesedihan. Ahh. andai semua itu tak pernah terjadi, andai aku tak pernah bersahabat dengannya, andai aku tak penah bertemu dengannya, tentu aku tak akan menyesal seperti ini’ bisiknya.

Gadis itu tak pernah menjalin hubungan seperti teman teman lainnya, pacaran atau apapun namanya. Ia hanya pernah merasa sangat dekat dengan lelaki itu, tapi bukan sebagai sepasang kekasih. Meski tanpa disadari, bahwa semua kenangan itu karena adanya perasaan takut kehilangan, perasaan saling memiliki.

Teman lelakinya tersebut sebenarnya sudah berulang kali memberikan sinyal untuk meneruskan hubungan itu ke arah yang lebih serius, tapi dia tak bisa menangkap hal itu.

Semua rasa sepertinya mengalir begitu saja. Sampai pada akhirnya mereka berpisah untuk sementara. Beberapa tahun kemudian, terdengarlah berita bahwa sahabatnya itu akan menempuh hidup baru. Terisak dia mengenang semua cerita di antara mereka berdua. Ah kenapa sahabatnya itu harus mengatakan bahwa sebenarnya dia menaruh harapan yang besar, agar hubungan itu lebih dari sahabat. Kenapa itu baru di katakan pada saat sahabatnya itu sudah menjelang dia telah memilih gadis lain.

Kini semua memang tinggal penyesalan, semua telah terlambat. Di usapnya air matanya ketika terdengar adzan maghrib memanggil.

Dan benarlah... "You and Me, END"

Ketika Rindu Menyergap Kalbu..

Masih lekat dalam ingatan, saat menghabiskan waktu bersama. Berbagi cerita, merenda impian dan angan bersama. Lagi-lagi selalu dengannya…

Banyak waktu yang tak pernah kulewatkan sedetik pun untuk sekadar menyapanya. Bahkan mengeluarkan unek-unekku yang tiada habisnya. Hingga malam menjelang tiba, sungguh tak terasa…

Momen-momen yang selalu dijalani bersama, tak ayal membuat banyak orang iri akan kekompakkan kami. Seperti sepasang kakak-adik yang selalu ceria menikmati segala aktivitas.

Menemaninya adalah hobiku, seperti dia juga yang selalu menemaniku… Dari mengurusi keperluan hal sederhana hingga yang rumit, tak lepas aku darinya. Ahh, seperti saudara kembar yang sulit dipisahkan.

Sampai suatu saat, ada sebuah obrolan diantara kita… Ketika bercerita tentang masa depan, apa yang perlu dipersiapkan dan bagaimana menghadapinya. Banyak petuah bijak yang diberikannya. Aku ingat ketika banyak hal sepele yang kini rasanya sangat berarti ketika aku terapkan. Contohnya saja, aku belajar darinya untuk bisa mengarsipkan data-data dengan rapi. Ya, data-data yang berkaitan semua dengan anggota keluarga. Dimulai dari akte kelahiran, KTP, STNK, struk pembayaran rekening telepon, PAM, PLN dan berkas-berkas lainnya. Semuanya dia simpan dengan rapi dalam sebuah map. Dulu aku anggap sepele sebuah kebiasaan seperti itu, tapi ternyata kini baru terasa… Aku harus mempraktekannya pula.

Dan masih ingat juga… Ketika nasihatnya membuatku harus berlaku lemah-lembut terhadap siapapun, tidak mudah mengeraskan suara dan mengangkat dahi lalu harus banyak mengalah hanya agar aku bisa diterima keberadaannya oleh orang lain. Kemudian dia juga mengajariku untuk bisa menjadi seorang wanita yang mandiri, tak ketergantungan terhadap siapapun. Bahkan beliau berpesan untuk aku bisa mencari penghasilan sendiri, agar tak mudah meminta-minta pada orang lain sekalipun itu pada suami atau anggota keluarga sendiri.

Struggle.. Ya, aku melihatnya seperti itu. Usia yang hampir senja, dengan semangatnya yang berjiwa muda tak membuatnya lelah dan berdiam diri di rumah sebagai ibu rumah tangga biasa. Dia tetap aktif dalam mengikuti majelis ta’lim, dia juga masih terus jalan kesana-sini demi menawarkan barang dagangannya. Atau dia sampai terkantuk-kantuk demi menjaga toko kecil yang tak seberapa pendapatannya. Ya, dia lakukan demi anak-anaknya termasuk aku.

Dia yang selalu bisa menutupi pengeluaran di keluarga kami. Dengan penghasilan dari seorang bapak yang ternyata harus tetap dibantu oleh peran serta istri. Maka, dia lah yang mampu menstabilkan perekonomian keluarga, memposkan segala pemasukan untuk bisa diposkan kembali sebagai pengeluaran dengan baik.

Ahh.. habis kata untuk aku bisa mendefinisikannya. Dengan segala keterampilan yang dia punya, sebagai juru masak, juru dakwah, juru dagang atau juru-juru lainnya… yang pasti beliau bagiku adalah juru ibu yang paling hebat sedunia.

Sampai sekarang dimana aku sudah tak bisa lagi turut bersamanya… Tak mampu lagi untuk selalu menemaninya bahkan tak bisa lagi baktiku sempurna dipersembahkan. Aku akan selalu mengingat segala petuah dan ajaran-ajarannya yang bermakna. Sebisa mungkin aku akan mempraktekannya dengan baik… Menjadi seorang anak yang harus tetap berbakti pada orang tua, menjadi seorang istri yang harus full bakti pada suami dan tetap aku adalah aku. Dimanapun berada, kehadiranku harus bisa memberi manfaat. Setidaknya itupula yang menjadi pesan dari seorang wanita hebat di kehidupanku.


Untukmu ibuku… Aku sangat rindu. Meski mungkin kita tak lagi selalu bisa bersama, namamu masih selalu kuingat dalam sujud malamku, dalam lirih doaku. Berharap perjumpaan kembali di surgaNya nanti, berharap kita kan berkumpul bersama kembali. Dalam naungan cintaNya, cinta orang-orang yang saling mencintai satu sama lain.

Ibuku... Ketika rindu menyergap kalbu. Hanya bisa kutitipkan salam cintaku, semoga DIA menjagamu selalu. Luv u...

Nikah Itu Penuh Resiko

Percaya gak... Siapa bilang nikah itu enak, nikah itu nikmat?
Coba tanya deh sama yang udah pada nikah, ternyata nikah itu gak seenak dan senikmat yang dibayangkan. Bagaimana tidak? Lha wong cuma dibayangin aja, coba kalau dipraktekkin, pasti kerasa enak dan nikmatnya. Hehe...



Tapi.. Dibalik enak dan nikmat itu... Nikah itu penuh dengan resiko... Resiko untuk bisa berbagi, untuk belajar menahan ego diri, agar tidak mau menang sendiri. Nikah itu juga resiko, kemana-mana harus inget udah punya pasangan hati, resiko untuk bisa menjaga pandangan dari hawa nafsu yang menghampiri. Lalu, apalagi?

Nikah itu memang penuh resiko... Resiko yang bisa dibilang enak dan nikmat sekali. Resiko bahwa kemana-mana ada yang menemani, resiko tidur sudah tak lagi sendiri. Wew, penuh resiko khan?

Tapi perlu diingat juga... Masih banyak resiko lain yang membuat kita harus menelan ludah jika mengetahui. Resiko untuk bisa mandiri,untuk rajin mencari rejeki, agar bisa mengurus keperluan sendiri, tak bergantung pada orang tua lagi. Resiko untuk dewasa secara hakiki, mengambil keputusan dengan bijak dan hati-hati.

Ya... Banyak resiko dan konsekuensi dari sebuah pernikahan. Bahkan resiko terbesar dalam sebuah pernikahan adalah resiko mencintai. Kita harus bisa mencintai pasangan kita setulus hati, tanpa paksaan ataupun tanpa intimidasi. Itulah resiko dari sebuah hubungan halal yang lagi diridhoi.

Jangan khawatir... nikah adalah ibadah, ia kan membawa berkah pabila dilakukan dengan niatan untuk sakinah mawaddah warrohmah. Sebesar apapun resiko menikah, suka duka yang akan dilalui, yakinlah... kita tak lagi sendiri, setidaknya kita sudah memiliki teman sejati yang akan siap bersama mengarungi. Dan tentu, selama niatan nikah karena Ilahi... Alloh pasti kan mudahkan jalannya nanti.

Siap untuk menikah? Uhuiii ^___^v

Kidung Cintaku ^^

Menjadi permata baginya…
Meski sulit rasanya.

Banyak lisan yang jadi perkara…
Tapi lebih banyak ia berlapang dada.

Pengertian tertanam di jiwa…
Umpama semua baik-baik saja.

Ahh, masih banyak kekurangan dimana-mana…
Meski kutahu tak ada yang sempurna.

Kembali kuingat dahulu kala…
Saat ikrar janji setia,
Mengarungi bahtera bersama.

Aku bukan istri terbaik untuknya…
Namun aku tulang rusuk yang dicipta.
Untuknya saja…..

Menjadi istri shalihah merupakan asa.
Terkadang membuat semangat menggelora,
Namun juga terkadang berputus asa…

Aku harus bisa…
Menjadi penyejuk hatinya,
Berbakti sepenuhnya…
Setulus hati, setulus jiwa.

Semoga amalanku tercukupkan kiranya.
Hingga ku dikembalikan padaNya,
Dan suami ridla ku menjadi istrinya..
Di dunia yang sementara…
Dan berharap perjumpaan kelak di surga.

Robb. kutahu indahnya pernikahan tak selamanya.
Banyak ujian yang bisa menyesakkan dada.
Tapi kutahu KAU selalu bersamanya.
Maka lapangkan dadanya…
Ketika kekeliruanku menghampirinya.

Berkahilah rumah tangga…
Yang kami bina,
Atas namaMu semata…

Aamiin…