Sabtu, 30 Juli 2011

Pendidikan Seksual Anak Berkebutuhan Khusus

Teks: Endang WidoriniM
Perkembangan seksual pada usia remaja tidak hanya terjadi pada anak normal, tapi juga dialami oleh anak-anak dengan kebutuhan khusus. Dengan adanya kematangan primer dan sekunder, maka hormon-hormon seksual sudah mulai berfungsi, sehingga sudah ada dorongan seksual pada anak tersebut. Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Sorensen, remaja normal cenderung melakukan masturbasi, yaitu sekitar 50% pada anak perempuan, sedang laki-laki dilaporkan sebagian besar dari mereka melakukannya. Sedang pada anak autis atau anak yang mengalami keterlambatan mental, sekitar 63% mereka melakukan masturbasi dan 10% dari mereka mengalami dengan frekuensi tinggi, atau melakukannya setiap saat. Ini menunjukkan bahwa anak autis mau pun anak normal sama-sama memiliki dorongan seksual. Hanya saja anak autis lebih banyak kurang bisa mengekspresikannya dengan tepat.

Mengajarkan seksualitas pada anak berkebutuhan khusus tentu bukan hal yang mudah karena mereka kurang memiliki fleksibilitas dalam berpikir juga dalam pemahamannya sangat terbatas. Menurut John Mortlock, kita bisa memberikan pendidikan seksual pada ABK dengan beberapa latihan :

1. Perilaku yang diperbolehkan

Kita melatih anak secara proaktif mengenai model-model tingkah laku yang berupa kontak fisik yang bisa diterima oleh lingkungan sekitar (sebagai tindakan orang dewasa). Di sini anak diharapkan tahu mengenai perilaku (berupa kontak fisik) yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. Untuk itu kita perlu memodifikasi perilaku kita terhadap dirinya. Sejak anak mulai beranjak pubertas atau remaja, tidak ada alasan untuk memberikan pujian yang berlebihan sebagai “good boy” mau pun “nice girl” sambil mungkin diberi tepuk tangan atau tos tangan. Pujian tetap diberikan tetapi dengan cara yang lebih tepat, sesuai keadaan anak yang sudah beranjak dewasa. Terlebih yang harus diperhatikan adalah pemberian pelukan, ciuman atau usapan/elusan lebih berhati-hati. Dan ia perlu mengetahui dengan siapa boleh memeluk orang dewasa.

2. Pengelompokan sesuai dengan jenis kelamin
Mengajarkan pada anak untuk betul-betul menyadari bahwa ia masuk pada satu jenis kelamin tertentu, dan kita perlu melatihnya agar ia tahu benar aktivitas yang merupakan respon yang tepat dalam situasi sosial orang dewasa. Hal yang menjadi dasar adalah pemahaman identifikasi tentang jenis kelamin dirinya sendiri dan orang lain. Walau pun untuk anak-anak autis hal ini bukan hal mudah, misalnya laki-laki memakai celana dan wanita memakai rok, tetapi anak akan bingung bila wanita memakai celana panjang atau laki-laki berambut panjang.


3. Etika sosial
Mereka diajarkan untuk mengerti dan mampu bertindak sesuai dengan etika atau sopan santun. Misalnya: mereka mesti mengerti bahwa lari-lari tanpa baju dari kamar mandi ke kamar ganti tidak lagi pantas dilakukan. Bila ia seorang wanita maka ia harus menyadari bahwa payudaranya sudah tumbuh jadi harus ditutup. Ajarkan agar ia bisa memilih toilet yang sesuai dengannya, ia harus tahu bagian tubuh yang mana yang biasa disentuh, baik tubuhnya sendiri mau pun orang lain.


MASTURBASI
Masturbasi menjadi hal yang umum saat anak beranjak remaja, begitupun pada anak berkebutuhan khusus. Namun, pada ABK seringkali mempunyai beberapa masalah, antara lain:

a. melakukan masturbasi dengan tidak tepat.
Beberapa anak melakukan masturbasi dengan cara kurang tepat dan ada kemungkinan membahayakan kesehatannya, misalnya dengan memasukkan benda-benda yang bisa menimbulkan iritasi. Karena itu, mereka juga harus diajarkan masturbasi yang benar termasuk cara-cara membersihkannya.

b. masturbasi berlebihan (excessive masturbation)
Melakukan masturbasi dengan berlebihan, baik secara kuantitas mau pun tempatnya. Untuk itu kita harus mengajarkan dua hal, yaitu tentang tempat dan waktu. Secara intensi kita mengajarkan dimana dia boleh melakukannya (misalnya ia hanya boleh melakukan di kamar mandi dan atau di kamar tidur). Setelah itu ia mampu, maka biasanya ia akan menjadi lebih sering, tetapi dengan proses yang cukup lama, kita bisa mengurangi frekuensinya dengan memberinya banyak aktivitas yang disukai dan memperpendek waktu berada di kamar tidur.

Hindarkan sikap kecemasan kita yang berlebihan bila melihat anak atau siswa didik kita sedang melakukan masturbasi, apalagi bila kita kemudian melarang dengan memarahinya. Ini akan mengakibatkan ia menjadi ketakutan. Memberi pengertian dan pendidikan bagi anak autis atau anak berkebutuhan khusus bukan hal yang mudah tetapi diperlukan tindakan yang proaktif, sabar dan simpatik. Dengan pelatihan yang cukup tepat maka anak-anak ini akan melalui masa pubertasnya dengan bahagia

Tingkatan Komunikasi Anak Autis

Anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan pervarsif yang ditandai dengan gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, komunikasi, dan adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan, yang terjadi pada anak sebelum berumur tiga tahun.

Walaupun anak autisme mengalami gangguan dalam berkomunikasi, bukan berarti anak autisme tidak bisa berkomunikasi. Anak autisme tetap melakukan komunikasi tetapi dengan gaya komunikasi yang berbeda. Ada empat tingkatan komunikasi pada anak autisme, yang tergantung dari kemampuan berinteraksi, cara berkomunikasi, dan pengertian anak itu sendiri.

Keempat tahap tersebut adalah “The Own Agenda Stage”, “The Requester Stage”, “The Early Communicator Stage” dan “The Partner Stage”. Pada tahap pertama (The Own Agenda Stage) anak biasanya merasa tidak bergantung pada orang lain, ingin melakukan sesuatu sendiri. Anak kurang berinteraksi dengan orang tua dan hampir tidak pernah berinteraksi dengan anak lain. Anak pada tahap ini hampir tidak mengerti kata-kata yang kita ucapkan.

Pada tahap kedua (The Requester Stage), anak mulai dapat berinteraksi walaupun dengan singkat. Anak menggunakan suara atau mengulang beberapa kata untuk menenangkan diri atau memfokuskan diri. Anak meraih yang dia mau atau menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu. Anak kadang-kadang mengerti perintah keluarga dan tahap-tahap kegiatan rutin di keluarga.

Pada tahap ketiga (The Early Communicator Stage) anak dapat berinteraksi dengan orang tua dan orang yang dikenal. Anak ingin mengulang permainan dan bisa bermain dalam jangka waktu lama. Anak meminta anda meneruskan permainan fisik yang disukai dengan menggunakan gerakan yang sama, suara, dan kata setiap anda main. Kadang-kadang anak meminta atau merespon dengan mengulang apa yang anda katakan (echolalia).

Pada tahap yang paling tinggi yaitu The Partner Stage, anak dapat berinteraksi lebih lama dengan orang lain dan dapat bermain dengan anak lain. Anak juga sudah dapat menggunakan kata-kata atau metode lain dalam berkomunikasi untuk meminta protes, setuju, menarik perhatian sesuatu, bertanya dan menjawab sesuatu. Anak juga dapat mulai menggunakan kata-kata atau metode lain untuk berbicara mengenai waktu lampau dan yang akan datang, menyatakan keinginannya dan meminta sesuatu. Anak pada tahap ini sudah lebih banyak mengerti perbendaharaan kata-kata. Tetapi pada tahap ini, anak masih punya kesulitan dalam berkomunikasi. Umpamanya anak berhenti bermain dengan anak lain bila tidak mengetahui apa yang harus dilakukan, seperti dalam permainan imajiner yang mengandung banyak pembicaraan atau bermain pura-pura. Anak pada tahap akhir ini juga masih mengalami kesulitan dalam mengikuti percakapan

Mengenal Ciri-ciri Anak Down Syndrome

Anak down syndrome pada umumnya mempunyai kekhasan yang bisa dilihat secara fisik selain dengan pemeriksaan jumlah kromosomnya. Tanda-tanda fisik ini bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai dengan terlihat dengan jelas.
Ciri-ciri fisik anak down syndrome adalah sebagai berikut :
Bentuk kepala yang relatif kecil dengan bagian belakang yang tampak mendatar (peyang)
  • Hidung kecil dan datar (pesek), hal ini mengakibatkan mereka sulit bernapas
  • Mulut yang kecil dengan lidah yang tebal dan pangkal mulut yang cenderung dangkal yang mengakibatkan lidah sering menjulur keluar
  • Bentuk mata yang miring dan tidak punya lipatan di kelopak matanya
  • Letak telinga lebih rendah dengan ukuran telinga yang kecil, hal ini mengakibatkan mudah terserang infeksi telinga
  • Rambut lurus, halus dan jarangMengenal
  • Kulit yang kering
  • Tangan dan jari-jari yang pendek dan pada ruas kedua jari kada sama sekali, sedangkan pada orang normal memiliki tiga ruas tulang
  • Pada telapak tangan terdapat garis melintang yang disebut Simian Crease. Garis tersebut juga terdapat di kaki mereka yaitu di antara telunjuk dan ibu jari yang jaraknya cenderung lebih jauh dari pada kaki orang normal. Keadaan telunjuk dan ibu jari yang berjauhan itu disebut juga sandal foot
  • Otot yang lemah (hypotomus) ; mengakibatkan pertumbuhan terganggu (terlambat dalam proses berguling, merangkak, berjalan, berlari dan berbicara)
  • Pertumbuhan gigi geligi yang lambat dan tumbuh tak beraturan sehingga menyulitkan pertumbuhan gigi permanen.
Dengan diketahuinya gejala fisik tersebut diharapkan orangtua, bidan atau dokter dapat secara dini mendeteksi adanya kemungkinan down syndrome pada anak sehingga anak spesial tersebut bisa ditangani lebih dini.