Sabtu, 22 Oktober 2011

Ketika Anak Belum Mau Berjilbab

Oleh : Abi Sabila

Tidak mau! Aku belum mau pakai jilbab sekarang!”

Begitulah jawaban putri tunggal kami, setiap kali kami memintanya untuk memakai jilbab. Bukan baru kali ini saja, sudah berkali-kali kami mengarahkannya, sejak beberapa tahun yang lalu saat dia memasuki usia sekolah. Dan pembicaraan serupa kembali terjadi malam itu, usai makan malam. Semua bermula ketika dia menceritakan pada uminya tentang apa yang dilihatnya saat di pasar kaget sore tadi. Dia masih merasa bingung dengan penampilan seorang ibu yang memakai kerudung namun pakaian yang dikenakannya sama sekali tidak nyambung, bahkan terlihat aneh. Pakai kerudung tapi celana dan baju yang dipakai semuanya menggantung alias pendek.

Mendengar pembicaraan mereka, aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Kembali kucoba mengingatkan dia agar segera mengenakan jilbab, mengikuti umminya. Tapi sayang, sama seperti jawaban-jawaban sebelumnya, dia masih bersikeras untuk menunda mengenakan jilbab.


Aku mau memakai jilbab, tapi tidak sekarang. Nanti, kalau aku sudah baligh “ jawabnya selalu setiap kali kami meminta agar ia memakai jilbab secepatnya.

Bila, Bila itu sudah bukan anak kecil lagi, sudah kelas 4. Sebentar lagi Bila sudah memasuki usia remaja. Bila harus ingat bahwa setiap muslimah itu wajib menutup auratnya, caranya dengan memakai jilbab yang syar’I . Bila mau, kelak abi sama umi terhalang masuk syurga gara-gara anaknya tidak menutup aurat dengan benar?” istriku menimpali.

Aku sudah seringkali mendengar nasihat istriku seperti itu, namun meski akhirnya membuat indah mata putri kami berubah menjadi merah sendu menahan air mata, tetap saja dengan sifat kekanakannya dia mempertahankan egonya untuk mengenakan jilbab nanti setelah memasuki usia baligh.
Begitulah putri kami, selalu saja mencari-cari alasan untuk menunda berjilbab. Yang gerahlah, malu lah dengan teman-teman sekolahnya yang hampir semuanya tak berjilbab. Dan alasan utama yang selalu dia jadikan alasan adalah bahwa usianya sekarang masih anak-anak, maka memakai jilbab belum merupakan kewajiban baginya.

Sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi, seandainya sejak kecil kami sudah membiasakannya mengenakan jilbab. Inilah salah satu kekhilafan kami sebagai orang tuanya. Kami terbuai dengan kemolekan seorang anak perempuan. Astaghfirulloh! Saat itu, pemahaman kami tentang agama masihlah dangkal. Sedih bila mengingat semua ini. Kami sangat menyesal, namun kami tak ingin rasa sesal kami kemudian memupuskan harapan untuk memperbaiki diri. Kami tak ingin larut dalam rasa penyesalan tanpa ada usaha perbaikan. kami mencoba menemukan sebuah pelajaran dari kesalahan yang telah terlanjur kami lakukan.

Mungkin kami kurang tegas dalam mendidik anak, sehingga di usia 9 tahun putri kami belum mau menggunakan jilbab dalam kesehariannya. Bisa saja kami memaksanya untuk berjilbab saat ini juga, namun kami tidak ingin putri kami berjilbab karena terpaksa. Kami ingin putri kami mengenakan jilbab dengan penuh kesadaran dan pemahaman yang benar dan mendalam akan pentingnya berjilbab, dan bagaimana tata cara serta konsekuensi yang harus dijaga oleh seorang muslimah yang mengenakan jilbab. Kami sama sekali tidak ingin melihat putri kami mengenakan jilbab secara asal-asalan, setengah-setangah atau bahkan tidak bisa menjaga perilakunya sehingga justru akan merusak citra jilbab itu sendiri.

Jika ditengok ke belakang, istrikupun sebenarnya belum lama mengenakan jilbab. Baru sekitar tiga tahun yang lalu. Saat pertama bertemu, kemudian memutuskan untuk menikah bahkan sampai anak kami memasuki usia 6 tahun, istriku belum mengenakan jilbab. Tapi Alhamdulillah, seiring dengan pemahaman kami tentang agama ini, maka sekarang istriku sudah mengenakan jilbab, bukan hanya ketika hendak bepergian, tetapi di rumahpun dia tetap mengenakannya. Dan, alhmadulillah juga, jilbab yang dikenakannya bukanlah jilbab yang sekedarnya. Tentunya masih banyak hal yang harus dia benahi dan terus pelajari tentang bagaimana berjilbab yang benar menurut agama.

Butuh proses, tidak bisa instan tetapi harus intens. Ketika anak belum mau berjilbab, maka sebagai orang tuanya kami senantiasa berdoa, berharap dan senantiasa memberikan arahan. Satu hal yang tak boleh kami lupakan adalah bahwa kita tidak bisa menyuruh anak tanpa kita sendiri terlibat di dalamnya. Memberikan contoh bagaimana memilih pakaian dan mengenakan jilbab yang benar menurut agama, juga bagaimana adab-adab yang harus dijaga oleh seorang muslimah yang berjilbab adalah tugas utama istriku. Sementara aku, selain terus melakukan berbagai pendekatan, juga perlahan menyiapkan baju-baju muslimah sebagai bukti nyata keseriusan kami. Kami optimis, bahwa dengan kesabaran, kelembutan dan contoh yang nyata dari umminya, maka satu saat nanti putri kami mau mengenakan jilbab dengan kesadaran dan kemauannya sendiri. Insha Allah.

0 komentar:

Posting Komentar