Jumat, 15 April 2011

Melukis Pelangi

jangan merasa sudah matang, karena esok anda akan membusuk.. selalu merasa hijau maka esok anda akan berkembang..” (NLP modul)

Pilihan hidup seorang manusia selalu membawa sebuah konsekuensi. Dan sejatinya konsekuensi itulah yang harus kita hadapi. Kita tidak akan disibukkan dengan banyaknya pilihan, tapi kita akan direpotkan dengan konsekuensi yang ada dari sebuah pilihan itu.

Hingga kemudian manusia hanya bisa berencana, dan keputusan tetap menjadi hak prerogratif Allah Azza wa Jalla. Dan kita selalu memilih jalan yang menurut kita adalah yang terbaik bukan? Walau tidak selamanya pilihan kita itu ternyata bertemu dengan sebuah kegembiraan. Tidak jarang pilihan itu bertemu dengan sebuah kekecewaan. Berjuta kali kita mendeklarasikan bahwa kita mencintai kekecewaan, tapi tidak akan pernah sanggup mengubah cita rasa dari sebuah kekecewaan. Kekecewaan itu pahit. Kepahitan yang harus kita telan bulat-bulat.

Siapa yang menjadikan sebuah kejadian itu adalah baik, dan sebuah kejadian itu adalah buruk? Bukankah sebenarnya kita sendiri yang menjadikan sebuah kejadian itu baik, dan sebuah kejadian itu buruk. Ya. Bukankah kita sendiri? Hati? Pikiran kita?

Semua kejadian yang menimpa diri kita, kejadian di sekeliling kita, bukankah seharusnya mereka bersifat netral? Lalu kenapa sebuah kejadian sanggup menciptakan senses menggembirakan, menyedihkan, menyakitkan hati, mengecewakan, dan marah? MINDSET. OUR BEAUTIFUL MIND.

Tapi, semudah itu kah?

Teringat ngendikan almarhum mbah Kakung.. Ojo dinehke senthong kiwo, dinehke senthong tengen wae..Sebuah kejadian jangan diletakkan di sisi hati yang kiri, letakkan di sisi hati yang kanan. Nasihat sederhana tentang cara memandang hidup.

Kualitas hidup seseorang ditentukan dari kata-kata. Kata-kata yang ia dapat dan kata-kata yang keluar darinya.

Tapi, sesederhana itu kah?
Lalu dimana letak sebuah proses?
Tidak ada manusia yang menjadi hebat seketika hanya karena kata-kata kan?
Butuh action disana.

MAKE YOUR OWN COLOUR OF YOUR LIFE.

Lalu apa yang menghalangi kita menciptakan sebuah warna?  Rasa malas. Malas untuk memulai. Sampai saat ini, aku menganggapnya sebagai sebuah jawaban yang paling tepat menggambarkan keadaan diriku. Malas.

Malas yang hadir dari sebuah rasa nyaman. Nyaman dengan keadaan yang seperti ini. Begini juga sudah hidup. Ngene wae yo uwis urip kok, hehe_ Nggak kesampaian keinginan yang itu juga gakpapa, begini saja sudah hepi.. Rasa syukur, pasrah, atau malas, terkadang aku sendiri tidak bisa membedakannya dengan jelas, haha.. Foolness.

Hmmm,,apa yang membedakan kita dengan manusia-manusia hebat yang pernah dicatat oleh kehidupan ini? Menurut penelitian, perbedaannya terletak pada deliberate practice. Menurut teori penelitian ini, orang-orang hebat mengalami kurang lebih 10.000 jam pembelajaran hebat dalam hidupnya. Ya, pembelajaran hebat dari sebuah pembelajaran kehidupan. Tentu saja faktor pembelajarannya akan sangat beragam, sangat ditentukan dengan lingkungan dan peran apa yang kita sandang saat itu. Benar, tidak ada orang-orang hebat yang tidak lahir dari sebuah pembelajaran hebat kehidupan.

Lalu ketika kita berbicara peran, peran apakah yang kita sandang saat ini? Teringat kata-kata mas servis komputer yang sempat bercakap denganku saat mereka mengantarkan komputer ke rumah. “Kami ini bisa apa mbak, bisanya cuma benerin printer.. asalnya juga dari desa.. dibandingkan dengan orang lain, peran kami ini hanya sekedar rumput teki.. rumput teki yang ada untuk diinjak-injak..” Sempat tertegun juga dengan kata-kata mas itu. Ada benarnya juga, di sistem masyarakat kita seperti sekarang ini, orang-orang seperti mereka memang sering dipandang sebelah mata. Masih untung tidak dianggap pengangguran, walaupun ketika senggang, mereka mengaku menghabiskan waktu dengan ngrokok dan ngobrol ngalor ngidul. Tapi apa iya, mereka layak untuk menyebut diri mereka sebagai rumput teki yang diciptakan hanya untuk diinjak-injak. Dan di akhir perbincangan rumput teki itu, aku hanya bisa berkata “semua manusia memiliki peran kan, maksimalkan saja peran yang kita miliki.”

Filosofi rumput teki dan rumput gajah. Akhirnya aku menyebut cara berpikir mas servis komputer itu dengan filosofi rumput teki dan rumput gajah seusai perbincangan malam itu. Rumput teki memang memiliki keterbatasan, rendah-tidak tinggi. Berbeda dengan rumput gajah yang bisa tumbuh sangat tinggi. Tapi, bukankah teki pun punya manfaat? Dan rumput gajah pun memiliki manfaat? Walau mereka tetap saja berbeda, rendah dan tinggi. Kodrat. Kodrat rumput teki dan kodrat rumput gajah memang tumbuh dengan cara seperti itu.

Sebenarnya apa yang membedakan orang rendahan dan orang petinggi ketika dipandang dari strata sosial? Mungkin yang nampak membedakan keduanya adalah kekuasaan atas sebuah pengaruh. Dehemnya petinggi itu bisa sangat menentukan nasib orang lain. Apalagi kata-katanya, lobinya, atau keputusannya, sangat mempengaruhi nasib banyak orang. Beda dengan tukang becak. Keputusan seorang tukang becak tidak akan berpengaruh banyak pada nasib orang lain, karena memang mereka tidak memiliki kekuasaan seperti yang dimiliki para petinggi. Sekali lagi, hal ini muncul ketika dinilai dari sudut pandang strata sosial.

Lainnya menurutku sama saja. Karena Allah itu adil. Allah meletakkan satu hati pada semua manusia. Satu organ yang mempengaruhi seluruh organ tubuh dalam bekerja. Dan satu hati itu juga yang akan berpengaruh pada nilai kehidupan seseorang. Pejabat itu hatinya cuma satu kan? Atau hatinya jadi tumbuh ada dua ketika naik pangkat? Sama saja kan dengan tukang becak? Semua manusia diberi jumlah hati yang sama oleh Allah. Satu. Adil.

Sebenarnya tidak penting, apa pekerjaan kita saat ini. Penjual sayur keliling, tukang becak, pembantu rumah tangga, mahasiswa, pegawai, tukang servis komputer, penjaga rel kereta api, pemulung, kenek, sopir, dan lain sebagainya. Yang terpenting adalah bagaimana kita melakukan pekerjaan kita itu. Sekedarnya, atau di atas rata-rata. Saat pemulung yang lain mampu melakukan A, maka kita sebagai pemulung hebat, melakukan pekerjaan memulung dengan nilai A+ atau bahkan A++. Dan tentu saja itu tidak mudah. Melakukan pekerjaan melampaui batas itu membutuhkan energi yang besar, lebih besar dari yang dilakukan oleh orang lain. Hasil yang di atas rata-rata, menuntut usaha di atas rata-rata pula.

Hingga kemudian kita akan bertemu dengan kata malas itu tadi. Belum lama ini, aku mengenal sebuah kata asing, HOMEOSTATIS. Menurut ilmu psikologi, homeostatis adalah sebuah sistem tubuh yang bertugas menjaga comfort zone. Kondisi nyaman berupa kebiasaan-kebiasaan dalam hidup kita yang seolah menjadi pola dan telah menyatu dengan kehidupan kita. Hingga saat kita berusaha menciptakan sebuah kebiasaan baru dalam hidup kita, maka homeostatis ini akan mengirim ANT-automatic negative touch.ANT bertugas mencari pembenaran atas comfort zone yang kita miliki guna mendukung fungsi homeostatis dalam menjaga keseimbangan tubuh. Homeostatis akan melakukan sabotase-sabotase atas kebiasaan baru yang kita miliki, entah kebiasaan baik maupun buruk. Homeostatis akan berusaha menyabotase semua kebiasaan-kebiasaan baru kita.

Hebat ya? Benar-benar pertarungan hebat dalam tubuh kita sendiri.. Kita melawan kita sendiri.. Sungguh lawan yang berat.. Hehehe_

SO, MAKE YOUR OWN COLOUR OF YOUR LIFE.

Seperti melukis pelangi.
Terang, rumit, dan nyata.
Indah. 
 
It’s all about your beautiful mind.
Your act, your struggle to fight your self.
I know it’s not easy, coz it’s difficult for me surely.

Yang terpenting adalah jangan menjadi hebat ketika sendiri. Leak Kustiya seorang pengamat politik, pernah membuat catatan di Jawa Pos. Kurang hebat apa Gus Dur, kurang sakti apa Mega, saat bisa mengikis kerasnya batu orde baru. Tapi saat mereka duduk bersama sebagai Presiden dan Wakil Presiden, kerjanya hanya saling lempar dan memojokkan. Pun dengan kepemimpinan KIB jilid 1, kurang gagah apa SBY, kurang cerdas apa JK. Tapi saat mereka bekerja bersama, keduanya tidak pernah harmonis. Kisah “perceraian” mereka pun tidak kalah dramatisnya dengan perceraian Anang-KD di media massa. Lalu bagaimana dengan Budiono? Apakah Budiono ini juga tidak mau berperan sebagai ban serep dan kalah atraktif dari sang Presiden? Well, we’ll see.. Yang jelas, mereka berdua lah yang terpilih.

Sejarah mencatat, Susi Susanti, Yayuk Basuki, Chris John bisa membawa harum bangsa ini lewat prestasi mereka. Berjuang sendirian di kejuaraan dunia. Tapi pernahkah tim kesebelasan sepak bola kita mencatat sejarah selain kerusuhan dan perkelahian? Memang adakah sebuah korelasi disana? Watak bangsa ini kah? Hebat dengan syarat harus sendirian. Entahlah.. Tapi faktanya sejarah mencatat demikian

Pentingnya menyadari sebuah peran. Sekecil apa pun. Menjadi sosok yang hebat, tapi harus dengan satu syarat kondisi, yakni harus sendirian. Apa bisa dibilang hebat? Saat orang hebat itu kemudian menjadi lemah ketika masuk dalam sebuah kinerja tim, apa iya orang itu masih layak dibilang hebat? Mungkin saja memang masih layak.

Lalu sebenernya apa definisi orang hebat? Bukankah menjadi orang hebat itu melelahkan? Karena di saat orang lain menganggap kita tidak lagi hebat, maka kita akan melakukan banyak cara agar kembali dianggap hebat. Ah, bagiku menjadi orang hebat itu melelahkan.

Lebih baik menjadi manusia biasa saja. Dengan peran kecil yang kita miliki. Kesempatan ini lah yang hanya kita miliki saat ini. Yang terpenting bukan sebuah peran besar ato kecil, peran penting atau peran ban serep. Yang tepenting adalah bagaimana kita melakukan pekerjaan kita saat ini. Masih biasa saja kah atau diatas rata-rata kah?

Apa yang kau cari dalam hidup kawan? Aku mencari kebahagiaan. Dan kebahagiaan hakiki adalah saat dimana kita bisa membagi kebahagiaan dengan orang lain. Orang yang paling patut dikasihani di dunia ini adalah orang yang bahagia tapi ia tidak punya kawan untuk membagi kebahagiaannya. Orang lain akan berbahagia ketika kita bisa memberikan manfaat kepada mereka. Berbagilah kebahagiaan sekecil apa pun yang mampu kita bagi dengan orang lain, karena saat berbagi kebahagiaan, maka kebahagiaan kita tidak akan pernah berkurang sedikitpun. Namun sebaliknya. And I call it with, THE ART OF GIVING.

0 komentar:

Posting Komentar