Kamis, 18 Agustus 2011

Belenggu Bernama Jilbab

Bismillahirrahmanirrahim…

“Lho, yang penting kan menutup aurat mbak?”. Aku membela diri dari nasehat mbak Nayla.

“Mbak nggak menyalahkan kamu yang katamu sudah menutup aurat. Memang benar auratmu sudah tertutup, tapi aurat yang mana dulu yang tertutup, dik? Yang kamu tutup Cuma rambutmu saja, sedangkan auratmu yang lain kamu biarkan begitu saja.”

“Aurat yang mana lagi sih mbak, liat kan mbak, aku udah pakai celana, baju, kerudung,” jawabku sedikit emosi.

Aku melihat mbak Nayla tersenyum,”Memang benar kamu sudah pakai celana, baju, kerudung, tapi dengan baju dan celana kekecilan seperti itu apa bedanya kamu pakai baju atau nggak pakai baju. Istilahnya, pakai baju tapi telanjang. Iihh..serem lho, dik!”

“Iiihh…mbak Nayla, kok gitu sama aku. Terus aku harus gimana? Pakai baju kayak mbak yang serba kedodoran itu. Idih nggak mau ah, kayak ibu-ibu mau pengajian aja, kuno! Ribet amat ya jadi manusia.”

“Mendingan ribet sekarang, dik, daripada nanti kalau di akhirat?”

Aku langsung meninggalkan mbak Nayla dengan mengomel, namun aku pun menyadari bahwa apa yang dikatakan mbak Nayla tidak lah salah.

***

Sebagian muslimah memang ada yang tidak mengetahui syarat pakaian syari bagi muslimah yaitu menutup aurat, tidak ketat, tidak menerawang dan tidak menyerupai laki-laki. Mereka biasanya termakan trend yang sedang berlangsung seperti saat ini.

Namun ada juga muslimah yang sudah mengetahuinya, tapi enggan menggunakannya, justru muslimah seperti ini lah yang akhirnya memelintirkan arti dari kebaikan memakai jilbab. Alasan mereka enggan menggunakannya banyak, misal: “lebih baik kan, daripada nggak pake sama sekali?” atau “Sedikit-sedikit lah sambil memperbaiki hati dulu” atau “ah ribet pakai jilbab gede, nggak gaul”atau “nunggu hidayah”

Masyaallah…padahal mereka sudah mengetahui tentang kewajiban berjilbab, tapi sayangnya mereka menunda berjilbab dengan alasan-alasan yang bermacam-macam. Bukankah ketika seseorang beriman pada Rabbnya dan Rasul-Nya seharusnya pun dia beriman dengan perintah-perintah-Nya, bukan dengan menundanya sedemikan rupa karena takut jauh dengan kemilau dunia, bukan takut karena Allah Azza Wa Jalla.

Muslimah yang sudah mengetahui kewajiban berjilbab tapi belum juga tergugah untuk melaksanakannya bukankah sudah jauh dikuasai oleh nafsu syetan?

Mereka bilang menunggu hidayah, padahal mereka tahu hidayah tidak hanya ditunggu tapi harus dijemput.

Apakah kita hanya akan menunggu hidayah itu muncul sedangkan maut semakin mendekat?

Mereka bilang masih banyak yang berjilbab tapi sifatnya nggak karuan, padahal mereka tahu bahwa mereka yang berjilbabpun masih bisa melakukan kesalahan. Bagaimana mungkin jilbab membuat mereka suci dari kesalahan, sedangkan jilbab mampu membawa kita menuju gerbang kesucian?

Mereka bilang menunggu hati dulu yang berjilbab, padahal mereka tahu hati tidak mungkin bisa dihijab. 

Bagaimana mungkin hati yang tak tampak dan yang tak ada dalam perintah-Nya harus ditutup dahulu sedangkan fisik yang tampak dan jelas-jelas kita mengetahui kewajibannya enggan untuk ditutupi?

Mereka bilang jilbab hanya sebagai belenggu kebebasan manusia, padahal mereka tahu bahwa jilbab adalah simbol rasa malu. Bagaimana mungkin jilbab menjadi sebuah belenggu sedangkan jilbab membawa pada kebaikan pemakainya?

Sungguh saudariku, tak inginkah kau menjadi wanita yang teristimewa di dunia dan akhirat kelak?

Wallahu a’lam bish shawwab.

#Bukan Muslimah Biasa#

0 komentar:

Posting Komentar