Selasa, 05 Juli 2011

QS. Lukman : 18

Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman “ Sesungguhnya telah ada pada diri rosulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Asma Allah .”(QS.Al Ahzab :21)

Keteladanan mengandung sebuah konsekuensi apa yang kita sampaikan kepada anak dasarnya tidak cukup dengan kata-kata saja. Kata-kata ini perlu di topang dengan perbuatan atau sikap. Apalagi pola berfikir anak masih sangat sulit untuk diajak mencerna sesuatu yang sangat abstrak. Maka untuk merubah sesuatu yang abstrak di kognisi anak menjadi sesuatu yang nyata diperlukan contoh atau tauladan yang dapat di saksikan anak secara langsung.

Kita tidak adapat membentuk kesadaran anak bahwa shalat lima waktu hukumnya wajib bagi setiap muslim dengan cara memaparkan status hokum, atau akibat logis bila meninggalkan shalat, pengertian surga-neraka, tanpa di barengi bukti nyata bahwa sang ayah juga telah mengerjakan shalat.

Nasehat-nasehat itu akan hilang begitu saja di telan angina . sedangkan tauladan nyata akan tertancap kuat di benak sang anak.

Lalu model tauladan macam apa yang dapat ditampilkan oleh orang tua?
Kita dapat belajar hal ini dari para Nabi dan Rasul Allah. Mereka sengaja di utus oleh Allah sebagai prototype manusia unggul sesuai jamannya masing-masing. Prototipe manusia unggul model para Nabi dan Rasul ini dapat dikupas tuntas dengan mengkaji Al-Qur’an yang mengisahkan bagaimana para Nabi dan Rasul itu membangun tauladan umatnya.

Dengan kata lain, orang tua, pendidik, atau siapapun yang terlibat dalam pendidikan ank, pada dasarnya perlu(wajib) membekali dirinya dengan sikap tauladan dari Nabi dan Rasul Allah. Jika hal ini tidak dilakukan, jangan harap anak akan mengalami pendidikan yang mencerahkan jiwanya. Mereka hanya mendengar kata-akata kosong yang tak berkolerasi dengan akar perbuatan yang kuat.

“Hai orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu lakukan.”(QS.AL Shaaf : 20)

Sesungguhnya sikap tauladan dari orang tua sangat dibutuhkan anak mengingat lingkungan pertama dan utama yang dijumpai anak adalah pola perilaku ayah-ibunya. Anak memerlukan identifikasi untuk proses perkembangan kepribadiannya. Akan menjdi seperti apa proses identifikasi ini tentu saja dipengaruhi oleh banyak aspek, dan salah satunya ditentukan oleh keteladanan orang tua.

Oleh karena itu tidak berlebihan kiranya jika Imam Al-Ghazali menasehati para guru agar mengamalkan ilmunya dan tidak mendustakan perkataannya.

Berkaitan dengan masalah ini Al-Ashmu’I mengutip beberapa bait puisi karya Abul Ashwad Al Dauli berikut ini :

“ Hai tokoh yang mendidik orang lain,Mengapa dirimu tak diajari terlebih dahulu?
Kau terangkan penawar bagi pasien dan orang bodoh
Bagaimana mungkin obat menyembuhkannya sadang kamu sendiri sakit?
Kau senantiasa membimbing akal kami, sedang kamu sendiri hidup tak terarah.
Mulailah dengan dirimu dan laranglah dari kesesatan
Jika kamu telah menjauhinya maka kamu menjadi orang bijak.”

Demikan pentingnya tauladan bagi anak-anak kita. Marilah kita geser sedikit saja cara pandang anak-anak. Lalu tataplah diri kita dengan jujur.
Ajukan pertanyaan, apakah selama ini aku telah menjadi tauladan yang baik untuk anak-anakku ?

Semoga Bermanfaat
Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman “ Sesungguhnya telah ada pada diri rosulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Asma Allah .”(QS.Al Ahzab :21)

Keteladanan mengandung sebuah konsekuensi apa yang kita sampaikan kepada anak dasarnya tidak cukup dengan kata-kata saja. Kata-kata ini perlu di topang dengan perbuatan atau sikap. Apalagi pola berfikir anak masih sangat sulit untuk diajak mencerna sesuatu yang sangat abstrak. Maka untuk merubah sesuatu yang abstrak di kognisi anak menjadi sesuatu yang nyata diperlukan contoh atau tauladan yang dapat di saksikan anak secara langsung.

Kita tidak adapat membentuk kesadaran anak bahwa shalat lima waktu hukumnya wajib bagi setiap muslim dengan cara memaparkan status hokum, atau akibat logis bila meninggalkan shalat, pengertian surga-neraka, tanpa di barengi bukti nyata bahwa sang ayah juga telah mengerjakan shalat.

Nasehat-nasehat itu akan hilang begitu saja di telan angina . sedangkan tauladan nyata akan tertancap kuat di benak sang anak.

Lalu model tauladan macam apa yang dapat ditampilkan oleh orang tua?
Kita dapat belajar hal ini dari para Nabi dan Rasul Allah. Mereka sengaja di utus oleh Allah sebagai prototype manusia unggul sesuai jamannya masing-masing. Prototipe manusia unggul model para Nabi dan Rasul ini dapat dikupas tuntas dengan mengkaji Al-Qur’an yang mengisahkan bagaimana para Nabi dan Rasul itu membangun tauladan umatnya.

Dengan kata lain, orang tua, pendidik, atau siapapun yang terlibat dalam pendidikan ank, pada dasarnya perlu(wajib) membekali dirinya dengan sikap tauladan dari Nabi dan Rasul Allah. Jika hal ini tidak dilakukan, jangan harap anak akan mengalami pendidikan yang mencerahkan jiwanya. Mereka hanya mendengar kata-akata kosong yang tak berkolerasi dengan akar perbuatan yang kuat.

“Hai orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu lakukan.”(QS.AL Shaaf : 20)

Sesungguhnya sikap tauladan dari orang tua sangat dibutuhkan anak mengingat lingkungan pertama dan utama yang dijumpai anak adalah pola perilaku ayah-ibunya. Anak memerlukan identifikasi untuk proses perkembangan kepribadiannya. Akan menjdi seperti apa proses identifikasi ini tentu saja dipengaruhi oleh banyak aspek, dan salah satunya ditentukan oleh keteladanan orang tua.

Oleh karena itu tidak berlebihan kiranya jika Imam Al-Ghazali menasehati para guru agar mengamalkan ilmunya dan tidak mendustakan perkataannya.

Berkaitan dengan masalah ini Al-Ashmu’I mengutip beberapa bait puisi karya Abul Ashwad Al Dauli berikut ini :

“ Hai tokoh yang mendidik orang lain,Mengapa dirimu tak diajari terlebih dahulu?
Kau terangkan penawar bagi pasien dan orang bodoh
Bagaimana mungkin obat menyembuhkannya sadang kamu sendiri sakit?
Kau senantiasa membimbing akal kami, sedang kamu sendiri hidup tak terarah.
Mulailah dengan dirimu dan laranglah dari kesesatan
Jika kamu telah menjauhinya maka kamu menjadi orang bijak.”

Demikan pentingnya tauladan bagi anak-anak kita. Marilah kita geser sedikit saja cara pandang anak-anak. Lalu tataplah diri kita dengan jujur.
Ajukan pertanyaan, apakah selama ini aku telah menjadi tauladan yang baik untuk anak-anakku ?

Semoga Bermanfaat

0 komentar:

Posting Komentar