Jumat, 17 Juni 2011

KETIKA MAGHFIRA BERTANYA NABI MUSA (2)

Nah, anak yang saya bicarakan ini, pada saat itu berusia 5 tahun beruntung dia dilahirkan dalam lingkungan normal. Teringat saya dengan buku-buku best seler yang menceritakan kesulitan-kesulitan kepribadian anak yang disebabkan oleh konflik disekelilingnya, wuih berat juga anak-anak yang terlahir ditengah perang. Tidak terbayangkan! Seorang sahabat yang pernah terjun ke kancah bosnia untuk membantu anak-anak dan remaja di sana pernah menceritakan kepada saya, betapa berat beban yang harus disandang oleh anak-anak dalam wilayah konflik dan perang. Syukurlah anak-anak kita  tudak. Mereka termasuk dalam kategori anak-anak yang beruntung, termasuk Maghfira tokoh kita kali ini.

Sungguh, beruntung ia terbiasa melihat ayah, ibu dan seluruh keluarga besarnya shalat 5 waktu. Setiap kali bepergian, mereka bisa berhenti dimanapun jika azan terdengar. Sebenarnya kesempatan ini sangat menyenangkan, terutama bagi anak-anak. Selain dapat mengunjungi berbagai masjid yang berlainan dan berlarian di halaman, anak-anak dapat melihat interior yang berbeda-beda. Berlomba-lomba mengisi kotak jariah. Belajar memahami adab jamaah dan sebagainya. Maghfira si gadis kecil kita pun demikian. Ia sangat menyukai itu.

Namun tidak mudah mengambil hati anak-anak untuk ikhlas melaksanakan shalat. Hampir-hampir saya yakin bahwa hal ini dialami oleh sebagian besar kita, para orang tua.

Sore itu lembayung penuh. Ibu dan anak, berdua saja menatap langit. Azan maghrib berkumandang. Jendela dan pintu telah tertutup semua. Maghfira dan ibunya berpelukan  rapat, terasa sebuah kehangatan. Sambil mendenguskan napas ke birai-birai rambutnya yang lebat, ibunya berkata, “Bunda wudlu dulu ya, Nak,!”

Magfirah cantik menggeliat  sambil memungut bonekanya bonekanya yang terjatuh, lalu terlentang diatas lampit di dekat situ. Sebuah lampit raksasa yang sekian tahun lalu di beli dari pabriknya langsung di Kalimantan. Ukurannya istimewa besar tidak seperti lampit-lampit yang di jual di jalan-jalan .  memang dulu ibunya sering pergi tugas keluar daerah ketika suatu hari ke Kalimantan, pulangnya membawa sepuluh lampit raksasa yang di bagi-bagikannya kepada beberapa keluarga. Yang sekarang di tiduri oleh maghfira ini adalah lampit terakhir yang tersisa. Memang sangat nyaman tidur di lampit.maghfira pun demikian kali ini nyaman bergolek diatas bilah-bilah bambo itu.

Beberapa saat, sang ibu tercenung, ia diamkan sejenak putrinya bergolek begitu, ia beringsut menunduk,  sekadar  hendak menelisik, apakah ada perubahan wajah sang putri cantiknya mendengar ia hendak berwudlu. Namun si gadis terus asyik bermain-main dengan boneka nya. Tampak seperti sengaja ia bergeming. Mungkin ia ingin menunjukkan bahwa ia tidak tertarik dengan ide shalat ibunya,mungkin begitu atau mungkin juga itu sikap perlawanannya karena masalah shalat di rumahnya di rasakan over promoted baginya. Wallahu a’lam.

Banyak juga orang tua yang teramat ‘’ngotot’’ memaksakan shalat lima waktu,tanpa  mencari cara terbaik dalam menyosialisasikannya. Apa betul??
Mungkin ibunya mghfira tidak sendiri. Akan tetapi mungkin belum banyak ibu yang mau mengorbankan waktu yang untuk sekadar menanam rasa ingin sholat dengan cara yang bijak. Tindakan yang  di banyak di lakukan adalah cara instan, marah , pokoknya ikut aturan. Atau ancaman.Sementara itu si ibu dalam tokoh kali ini berusaha sabar untuk mencari celah dan juga ia mau berubah. Mari kita lihat juga di alam pikirannya, apa yang sedang berproses saat sang anak tidak menunjukkan minat mengikuti langkahnya untuk saat itu.

Ketika Mghfira benar – benar terus asyik bermain,diam-diam mata sang ibu menerawang beberapa detik, mengingat sebuah peristiwa,jauh hari sebelum hari itu. Ia ingat , pernah juga ia berlaku kasar kepada putrinya, Waktu itu , ia tergoda bersuara agak tinggi dan keras.padahal ia sadar pada hari itu ,anaknya tersebut baru masuk usia lima tahun. Astaghfirullah, batinnya, ia ingat waktu itu hampir persis sama keadaannya. Ia baru beranjak shalat dan maghfira menggodanya dan menarik-narik sarung karena sang anak merasa keberatan ibunya shalat. Berkelebat rekaman itu, ia ingat betul saat itu  ia menghardik anaknya seraya berkata “dengar nak, maghfi boleh melarang bunda melakukan Sesutu, tetapi kalau bunda sholat , tidak ada seorang pun yang bisa menghalangi, tidak juga  maghfi ,dengar itu, nak, “

Ia ingat benar, betapa napasnya yang turun naik itu dilihat oleh dua mata tidak berdosa. Bagaimanakah raut wajah ibu yang  marah??Oh …mengapa setiap ibu atau ayah luput   memikirkan bagaimana seramnya wajah mereka di mata anak-anak ketika marah ? Kemarahan membuata alis mata yang semula sedap di pandang  menjadi tegang bertaut, dahi pun mengerut, bibir terkatup rapat menjadi garis yang mengancam, di barengi dengan kerasnya rahang, Ohhh,, alangkah buruk wajah para orang tua yang marah.

Hiiiih,,,,,,mengingat itu, sang ibu ini menjadi amat malu.Astagfirullah,,,,ia ingat matanya yang galak melotot,Ahh,,,maksud hatinya mau mengajarkan bahwa shalat itu wajib dan tidak boleh ada orang yang menghalangi shalat, benar ada di dalam Alquran , tetapi caranya,?Apa lagi pada seorang anak berumur lima tahun, alangkah tidak patutnya, seorang dewasa , hanya  karena sedang menjalankan perintah agama, lalu serta merta ia merasa berhak memperlakukan anak-anak dengan semuanya. Banyak sekali terjadi di masjid-masjid kita, bukan??, Anak-anak di hardik,dianggap nakal, bahkan di hukum, hanya karena di anggap ribut dan mengganggu para orang dewasa menjalankan ibadahnya ( ya-maaf-barangkali shalatnya jadi sia-sia juga akhirnya ).

Yang jelas,setiap ibu atau ayah punya peluang untuk memperbaiki diri, bukan? Seperti halnya ibu maghfira ini. Iapun berusaha memperbaiki diri. Ada perumpamaan yang ia pilih, bagus sekali. Katanya, “sekarang saya lebih ingin menggunakan cara evolutif daripada instan. Ibarat memanggang kue,ini adalah kue moskovich, harus dengan api sabar yang menyala kecil walau lebih lama matang, tapi lebih terjamin rata kematangannya daripada api besar. Matangnya hanya luar atau bahkan bisa-bisa hangus sama sekali! Saya tidak ingin cinta anak-anak kepada Allah hangus karena kebodohan saya sebagai orangtuanya. : kata-kata bijaksana . Aih, Alhamdulillah, andai semua ibu mau berubah ya!

Jadi begitulah hari itu. Setelah menelisik wajah anaknya dan terjadi hal-hal yang ia harapkan, maka sambil mengikat sarung, ia terus berdo’a, “Ya Allah, tolong ilhamkan kepada saya untuk dapat mengukir hatinya dengan ukiran-Mu,mumpung hanya berdua saja, tolonglah ya Allah, tolonglah.” Ia berdoa berulang dihatinya yang meyakini pertolongan Allah selalu datang jika diminta.
Saat selesai shalat, ia mengangkat tangan ke langit, “ya Allah, kata-Mu berdoalah, akan Engkau kabulkan. Ini aku berdua saja dengan anakku. Engkau tahu isi hatiku, berilah jalan.” Kira-kira begitulah harapan yang ia adukan.

Sedang larut dalam doa ini dan itu tiba-tiba suara memecah sunyi pada maghrib itu, “Bu, emangnya nabi Musa a.s ketemu Tuhan?”

Ibu yang mulai bijak ini terpengarah , ya Allah ,ya Allah Engkau Maha Hebat Engkau jawab pintaku, Engkau beri pertanyaan besar di dada anakku ini kesempatan emas bagiku  anak lima tahun ini bertanya tentang permuntaan musa kepada tuhannya  yang beberapa kali yang ku dongengkan sebelum tidur, jerit hatinya gembira .”ya, nak, Nabi Musa kan sangat ingin bertemu Allah, tetapi Allah menyuruhnya menatap gunung, lalu gunung itu pecah. Gunung tidak tahan , “ sahutnya bersungguh-sungguh.

“kenapa tidak tahan ?’ balas anak perempuan ini, masih sambil memainkan boneka, “kamu ingin tau mengapa?” Tanya ibunya meyakinkan. Anak itu mengangguk pasti. Ibunya pun segera memenuhi keingintahuannya.

“ jawabannya, “ kata sang ibu terbata karena ia harus meyakinkan dirinya sendiri dulu sambil mencoba berfikir. Dengan perumpamaan apa ya saya menjawabnya? Bukankah ini opportunity? Harus di rebut? Harus di ambil. Berikan jawaban terbaik. Mana tahu ini menjadi catatan besar dalam hidup anakku, begitulah ia berdialog dengan hatinya sendiri.

Akhirnya , setelah berdoa, di jawab juga pertanyaan anaknya itu,” Bismillah, mudah-mudahan atas jawaban ibu ini,Allah ridha, , ya nak, jadi kan gunung yang begitu tinggi dan besar  saja tidak tahan, apa lagi  musa, musa kan manusia, lebih kecil dari gunung. Coba maghfira bayangkan,manusia sama gunung siapa yang lebih besar?”

“Gunung,” jawab anak itu masih sambil memainkan benekanya. “Betul sekali dan maghfira tau nggak kenapa?” pancing si ibu lagi kini sudah lebih berani mengambil resiko. Gadis kecilnya menoleh, lalu menggeleng tanpa terlalu bersemangat itu karna Allah swt. Terlalu agung , Nak,. Dia tidak bisa di lihat oleh makhluk-NYA karena terlalu agung.

Sejenak anak kecil yang cerdas itu menatap wajah ibunya dan kemudian bertanya, “Tapi kenapa tidak bisa di lihat?” wuih, ibu mana yang tidak keringetan jika di cecar pertanyaan seperti ini.bagi siapa pun yang mau berjalan di jalur pengasuhan,peristiwa kecil seperti ini pasti sangat menggairahkan. Pertanyaan itu sebagai bukti bahwa otak anak kecil ini masih belum terpuaskan dan masih penasaran.penasaran pada tuhan ,suhanallah,,,,

O, Allahku, tolong beri ilham lagi, ya Alllah,si ibu nyaris menyerah menjawab pertanyaan yang untuk dia merasa sukar karena khawatir salah,Walau hanya untuk urusan menjawab sebuah pertanyaan seorang anak kecil,sesungguhnya ia telah melakukan terobosan dalam wilayah pengasuhan dengan selalu malibatkan Allah, Tuhan yang maha menyaksikan seluruh kejadian.oleh karena itu hatinya memohon kembali , wahai raja berikan jawaban terbaik-Mu untuk anakku,please,tolong saya!

Setelah mengambil jeda untuk beberapa saat, ia putuskan untuk menatap anaknya yang jeli dan cerdik iu. Dengan bissmillah, akhirnya, diletakkannya jawaban di ujung lidahnya oleh Allah SWT. Allah yang Maha Memampukan hambaNya pasti memberikan kemampuan untuk menjawab ini.

Allah tidak bisa kita lihat, nak, karena Dialah yang menciptakan kita. Masak, yang diciptakan lebih hebat dari yang menciptakan, tidak mungkin jadi kita memang tidak bisa melihat Allah, seperti juga nabi Musa a.s dan gunung tapi Allah yang justru yang selalu melihat kita, memperhatikan kita karena Dialah Allah, Dia satu-satunya yang dapat berbuat begitu. Tidak satupun makhlluk yang bisa menyamai-Nya.

Perlahan-lahan sekali, ia mengatakan hal itu, takut terlalu berat, khawatir terlalu abstrak! Usia anak itu baru 5 tahun, ia sadar benar! Namun Alhamdulillah, anaknya malah tampak “oke”, malah tampak semakin tertarik.
Benar saja! Alllahu akbar! Tiba-tiba ia menoleh dan mengellluarkan pertanyaan yang tidak terpikirkan akan ditanyakan.

“kalau jin?” tanyanya. “Apa jin juga?” ulangnya.
Subhanallah! Bagaimana otak anak in bekerja sehingga itba-tiba ia menyambungkan manusia, jin, musa dan Allah Swt! Allah, Allah alangkah hebat rahasia kemampuan otak manusia yang Allah pinjamkan pada anak 5 tahun.

 “Ya, juga jin diciptakan Allah sama seperti manusia, tanaman dan semua makhluk,” balasnya. Sambil berkata begitu, hatinya terus membisik, … ini golden opportunity rebutlah, wahai ibu yang mau mengukir di karang keras! Ayo! Demi melihat permata hatinya, Maghfira terlihat sudah siap maka sang ibu pun melanjutkan, “Jadi nak, Allah memang tidak bisa kita lihat, tetapi Allah berjanji dalam Al-Quran, siapa saja yang taat, senang shalat, shalih, ia akan bisa bertemu langsung dengan Allah sendiri, nanti di akhirat!”

Kata-kata yang terakhir ia ucapkan itu adalah ekspresi keyakinan yang datang dari jatuh bangunnya seorang hamba yang penuh kesalahan dan kekhilafan alam mencari jalan Tuhan. Keyakinan yang harus sang ibu tebus dengan air mata yang amat panjang! Seolah dengan memeluk Al-Quran di dada, kalbunya bermunajat, Ya Allah semga Allah mengijinkan aku, ibu dari siapa anak cerdas ini, menanam biji tauhid yang semoga nanti tumbuh menjadi pohon iman yang kuat, yang cabangnya menyentuh langit, yang akarnya menghujam bumi. Begitulah doanya mengharukan sekali.

Subhanallah! Subhanallah setelah kalimat terakhir itu terucap, tibat-iba ajaib! Sesuatu terjadi pada anaknya! Ada yang berubah di mata anaknya dan sang ibu dapat menangkapnya! Ia saksikan dengan mata lahir dan mata batinnya sekaligus bahwa anak cintanya  ini dapat menerima kebenaran. Sungguh rahmat yang besar! Luar biasa Engkau Ya, Allah!

Gadis kecil cantik melompat dan menyingkirkan bonekanya. Lalu dengan bersemangat, ia berkata dengan pasti dan lantang, “Aku mau shalat sekarang!” “Allah! Maha Besar Engkau, ya Allah! Hampir-hampir pecah tangis sang ibu. Oh, sabar itu manis buahnya!

Yah, kalau kita yakin, persoalan shalat anak kita belum selesai hanya dengan satu kejadian saja seperti Maghfira dan ibunya ini,tetapi sedikitnya satu hal dapat kita pelajari. Alangkah bodoh kita para orang tua zaman ini yang masih sering menggunakan cara kasar, nyinyir, apalagi memakai kekuatan, dan kekuatan dan kekerasan tangan untuk menanamkan iman dan tauhid mereka.
Maghfira atau anak manapun saja dimuka buni, seandainya mereka diberi peluang untuk tumbuh dengan patut dan muia; diberi ruang untuk mengembarakan pikiran-pikirannya hingga mampu menganalisis dan menemukan jawaban-jawaban atas keingintahuan mereka sejak dini dan kita sebagai orang tua mau bersabar menemani, saya yakin, mereka akan menjadi orang-orang besar dunia! Dengarlah sekali lagi: ORANG-ORANG BESAR DUNIA!

Siapakah orang yang bisa menjadi orang-orang besar dunia? Mereka adalah orang-orang yang dapat mengalahkan dunia, dapat menaklukan dunia. Dengan cara bagaimana dunia takluk? Apakah dengan mengejarnya, mencintainya atau dengan mengorbankan diri untunya? Ataukah sebaliknya? Sungguh, Anak-anak kita yang di  dekati dengan pendekatan cinta pada aturan agama dan perintah Allah-bukan sekadar “bisa” menjalankan –adalah anak-anak yang kelak dapat lebih mudah dan lebih cepat mengenal tabiat dunia yang melenakan,yang melalaikan. Mereka tahu bahwa pada hakikatnya dunia bukanlah untuk di cintai habis-habisan., melaikankan di gari untuk kepentingan akhirat semata. Itulah yang layak menyandang gelar: orang-orang besar!

Bagaimana dengan anak-anak kita di rumah? Sudahkah mereka mendapatkan hak mereka untuk menjadi calon orang-orang besar di masa datang??Wallahu a’lam!!

Sumber: catatan bunda  Neno Warisman

0 komentar:

Posting Komentar